Event: Ramadhan

  • Jakpus rutin cek pasar untuk pastikan harga pangan tetap aman

    Jakpus rutin cek pasar untuk pastikan harga pangan tetap aman

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Kota Jakarta Pusat rutin melakukan pengecekan ke pasar-pasar tradisional, swalayan dan pasar lokasi binaan di wilayah tersebut untuk memastikan harga pangan aman dan terkendali.

    “Kita rutin melakukan pengawasan pangan di pasar-pasar satu bulan sekali, semua kita cek mulai dari standar keamanan, stok dan juga harganya,” kata Kepala Suku Dinas (Kasudin) Kelautan, Pertanian dan Ketahanan Pangan
    (KPKP) Kota Administrasi Jakarta Pusat, Penty Yunesi Pudyastuti di Jakarta, Jumat.

    Penty menyebutkan, setiap melakukan pengawasan pangan pihaknya juga memonitor melalui Kepala Satuan Pelaksana (Kasatlak) di wilayah ataupun penyuluh dan seksi terkait.

    Menurut Penty, ada beberapa pangan yang memiliki keadaan harga tidak tetap, bisa naik atau turun (fluktuasi). Seperti bawang merah, bawang putih, ayam, telur ayam, minyak goreng, cabai rawit merah, cabai merah keriting dan daging sapi.

    Naik-turunnya harga pangan, kata Penty, bisa disebabkan beberapa faktor. Antara lain permintaan yang lebih tinggi dibandingkan penawaran, beberapa momentum seperti saat bulan Ramadhan, akhir tahun ataupun faktor cuaca.

    Baca juga: Sudin KPKP Jakpus lakukan pengawasan pangan di pusat perbelanjaan

    Setiap minggunya, menurut dia, biasanya yang sering fluktuasi harga bahan pokok tersebut. “Kalau ga naik ya turun, atau bisa juga stabil, tapi semua harga pangan masih masuk kategori aman terkendali,” ujar Penty.

    Penty menyebutkan, harga bawang merah minggu ini berkisar Rp35 ribu per kilogram (kg), bawang putih bonggol Rp40 ribu, ayam ras Rp40 ribu, telur ayam Rp26 ribu per kg.

    Minyak goreng Rp17 ribu per liter (1 botol), cabai rawit merah Rp50 ribu per kg, cabai merah keriting Rp45 ribu dan daging sapi kisaran Rp130-140 ribu per kg.

    “Kalau telur dibandingkan minggu kemarin itu mengalami penurunan harga, dari Rp28 ribu per kg, jadi Rp26 ribu per kg,” katanya.

    Sudin KPKP Jakarta Pusat bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Jakarta dan Dinas Kesehatan atau Suku Dinas Kesehatan juga sudah melakukan pengawasan keamanan pangan terpadu di beberapa pasar yang ada di Jakarta Pusat pada Selasa (8/10).

    Kesimpulan dari hasil pengujian dan pemeriksaan bahan pangan usai diuji coba, yakni seluruh sampel layak dikonsumsi 100 persen.

    Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta pemerintah daerah (pemda) untuk mewaspadai kenaikan harga lima komoditas pangan dengan mengecek langsung harga komoditas di daerah masing-masing.

    Adapun lima komoditas itu, yakni bawang merah, daging ayam ras, telur ayam ras, jagung, dan minyak goreng. Langkah mengawasi komoditas tersebut menjadi bagian dari strategi pengendalian inflasi.

    Pewarta: Siti Nurhaliza
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2024

  • Terungkap di Sidang Suap Malut, Ada Tim Investasi Tambang Bentukan Abdul Ghani
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        1 November 2024

    Terungkap di Sidang Suap Malut, Ada Tim Investasi Tambang Bentukan Abdul Ghani Regional 1 November 2024

    Terungkap di Sidang Suap Malut, Ada Tim Investasi Tambang Bentukan Abdul Ghani
    Tim Redaksi
    TERNATE, KOMPAS.com
    – Eks Gubernur
    Maluku Utara
    ,
    Abdul Ghani Kasuba
    ternyata pernah membentuk
    tim khusus investasi
    pertambangan.
    Tim ini terdiri dari Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Bambang Hermawan, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Suryanto Andili, dan Staf Khusus eks Gubernur Maluku Utara Muhaimin Syarif.
    Hal ini terungkap saat Penasihat Hukum Muhaimin Syarif, Febri Diansyah, mencecar pertanyaan kepada saksi Suryanto Andili dan Bambang Hermawan.
    Keduanya hadir dalam
    sidang kasus suap
    terhadap eks Gubernur Maluku Utara, Abdul Ghani Kasuba, dengan terdakwa Muhaimin Syarif di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Ternate, Kamis (31/10/2024).
    Febri bertanya kepada Suryanto terkait penunjukan atau penugasan terhadap Suryanto Andili, Bambang Hermawan, dan terdakwa Muhaimin Syarif sebagai tim khusus investasi tambang ini, apakah diberikan surat penugasan oleh Abdul Ghani.
    “Tidak ada (surat penugasan). Disampaikan secara lisan. Pak Bambang, Pak Anto, dan Pak Muhaimin nanti urus investasi di Maluku Utara, di bidang pertambangan. Disampaikan saat berada di (hotel) Bidakara,” jawab Suryanto.
    Namun, karena Suryanto lupa kapan tepatnya tim ini dibentuk atau pun kapan mereka bertiga ditunjuk oleh Abdul Ghani, Febri mengalihkan pertanyaannya kepada Bambang Hermawan.
    “Saya ingat setelah pemeriksaan dari Bareskrim. Saya tidak ingat tanggal. Pemeriksaan di Bareskrim sekitar 2021. Perintah lisan ini sekitar 2021,” kata Bambang.
    Dikatakan, tim khusus investasi pertambangan ini ada setelah terdakwa Muhaimin Syarif berseteru dengan Hasyim Daeng Barang di Kantor Gubernur, dan satu minggu kemudian Hasyim Daeng Barang dimutasi dari posisinya sebagai Kepala Dinas ESDM.
    “Setelah perseteruan itu, kebetulan bertemu di Bidakara. Kemudian pengarahan Pak Gubernur bahwa untuk selanjutnya, Pak Muhaimin Syarif itu sebagai staf khusus yang mewakili saya. Sehingga Pak Bambang harus bantu untuk Pak Muhaimin Syarif dan Pak Anto,” kata dia.
    Setelah itu, terdakwa Muhaimin Syarif diberi kesempatan menanyai para saksi, terutama terkait penugasan oleh gubernur terhadap mereka bertiga.
    “Pak Bambang, pada suatu waktu pernah diperintah oleh gubernur untuk menghadap Haji Robert di kantornya. Apakah saudara lupa atau ingat topik pembahasan saat itu?” kata Muhaimin.
    Dia mengatakan, jika lupa, akan diberitahu kisi-kisinya saja, yakni tentang adanya permohonan Robert terhadap konsesi logam emas 265 hektar di seluruh Maluku Utara.
    “Dari Bidakara. Disuruh ke sana, saya pun ikut, kita bertiga,” ungkap Muhaimin.
    Kemudian semua pernyataan ini dibenarkan oleh Bambang Hermawan. “Iya benar,” jawabnya.
    Usai pertemuan itu, kata Muhaimin, saat akan beranjak pulang, ketiganya diberikan oleh-oleh dari anak Robert.
    Namun, Muhaimin mengaku menolak oleh-oleh yang diberikan, dan hanya Suryanto serta Bambang yang menerimanya.
    “Bapak kita disumpah, saya tidak disumpah, tapi Bapak dan Pak Bambang disumpah. Nanti saya akan tanyakan juga ke Pak Bambang.”
    “Apakah pernah kita diberikan oleh-oleh melalui anaknya saat itu. Namanya Ramadhan, anaknya putih-putih, keriting, jangan sampai Bapak lupa juga dia punya anak. Saya kasih ingat saja,” kata dia.
    Saat itu, Ramadhan ikut saya ke garasi mobil. “Bapak berdua dengan Pak Bambang ambil dan saya menolak.”
    “Iya pernah,” jawab Suryanto alias Anto singkat.
    Terdakwa Muhaimin Syarif masih mencecar Suryanto Andili terkait tiga orang investor yang pernah dibawanya bertamu ke rumah pada November tahun lalu. Tujuan meminta masukan advokasi pertambangan dan investasi di Maluku Utara.
    “Yang Bapak (Suryanto) sampaikan bahwa itu adalah investor dari atensi Kejati, biar semua terbuka saja, Pak.”
    “Kita tidak usah sembunyi-sembunyi di sini, ini nasib saya, Pak. Pernah tidak Pak namanya Mariyono dan dua orang China?” tanya Muhaimin.
    “Pernah, Pak. Iya,” kata Suryanto membenarkan semua yang dikatakan oleh Muhaimin.
    Lanjut Muhaimin, dalam diskusi dengan tiga orang investor tersebut, Muhaimin mengaku memberikan informasi yang dia ketahui. 
    “Bagaimana mau cepat, jangan tumpang tindih, harus lengkapi semua konsepsi tata ruang. Sesuai pemahaman saat mengadvokasi tambang. Sehingga jangan sampai terjebak IUP bodong,” kata dia.
    “Dan, saat itu Bapak menyerahkan uang Rp 50 juta. Ini Ucu ada oleh-oleh dari investor yang kemarin di rumah Ternate. Saya bilang, Uang apa?”

    Trada,
    kebetulan mereka punya IUP-IUP yang sudah lolos, Pak Gub sudah tanda tangan. Apakah Bapak ingat peristiwa itu?” tanya Muhaimin.
    “Sudah lupa,” sanggah Suryanto.
    “Oke, terima kasih. Padahal ini yang paling dekat, Pak Anto, bulan 11 kemarin. Bapak memberi dan saya menolak, saya bilang itu bukan hak saya,” ungkap Muhaimin.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • PM Selandia Baru Apresiasi Indonesia Usai Pilot Susi Air Bebas dari KKB

    PM Selandia Baru Apresiasi Indonesia Usai Pilot Susi Air Bebas dari KKB

    Wellington

    Perdana Menteri (PM) Selandia Baru, Christopher Luxon, menyampaikan apresiasi kepada otoritas Indonesia setelah warga negaranya, Kapten Phillip Mehrtens, yang merupakan pilot Susi Air berhasil dibebaskan dari kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua.

    “Saya bersyukur Phillip Mehrtens telah dibebaskan setelah lebih dari 19 bulan dalam penyanderaan,” tulis Luxon dalam pernyataan via media sosial X, seperti dilansir detikcom, Sabtu (21/9/2024).

    “Saya mengapresiasi semua pihak di Indonesia dan Selandia Baru yang telah mendukung hasil positif ini bagi Philip dan keluarganya,” sebutnya.

    [Gambas:Twitter]

    Mehrtens yang bekerja sebagai pilot untuk maskapai Susi Air, diculik oleh KKB setelah pesawatnya mendarat di Bandara Nduga, Papua, pada 7 Februari tahun lalu. Dia disandera sejak saat itu hingga akhirnya pembebasannya diumumkan pada Sabtu (21/9) waktu setempat.

    Pembebasan Mehrtens dilakukan oleh Satgas Operasi Damai Cartenz 2024 gabungan TNI-Polri, yang melakukan upaya soft approach daripada hard approach dengan pendekatan kepada tokoh adat Egianus Kogoya.

    Kasatgas Humas Operasi Damai Cartenz 2024 KBP Dr Bayu Suseno sebelumnya mengatakan bahwa Mehrtens berhasil dibebaskan dan dijemput oleh tim gabungan bertempat di Kampung Yuguru, Distrik Maibarok, Kab Nduga dan langsung diterbangkan menuju ke Mako Brimob Batalyon B/Timika.

    Mehrtens juga telah menjalani pemeriksaan medis dan psikologis, dengan Wakapolda Papua sekaligus Kaops Damai Cartenz 2024 Brigjen Faizal Ramadhan mengatakan Mehrtens dalam kondisi sehat usai dibebaskan.

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Selandia Baru, Winston Peters, dalam pernyataan terpisah mengatakan pemerintah Wellington telah memastikan kondisi Mehrtens “selamat dan baik-baik saja” setelah berhasil dibebaskan dari KKB di Papua.

    “Kami merasa senang dan lega mengonfirmasi bahwa Phillip Mehrstens selamat dan baik-baik saja, serta dapat berbicara dengan keluarganya,” ucap Peters dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP.

    “Kabar ini pasti sangat melegakan bagi teman-teman dan orang-orang terkasihnya,” imbuhnya.

    Peters, dalam pernyataannya, menyebut berbagai lembaga pemerintah Selandia Baru telah bekerja sama dengan otoritas Indonesia dan pihak-pihak lainnya untuk mengamankan pembebasan Mehrtens.

    Dia kemudian meminta media menghormati privasi Mehrtens dan keluarganya usai pembebasannya. “Kasus ini berdampak serius pada keluarga Mehrtens, yang meminta privasi. Kami meminta media untuk menghormati keinginan mereka dan oleh karena itu, kami tidak dapat berkomentar lebih lanjut pada saat ini,” ucapnya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/dhn)

  • Perseteruan 2 Madu Berakhir Damai, Rumah Tangga Dokter di Jombang Bak Drama Korea

    Perseteruan 2 Madu Berakhir Damai, Rumah Tangga Dokter di Jombang Bak Drama Korea

    Jombang (beritajatim.com) – Berawal dari laporan polisi, perseteruan dua istri siri dr Husnuraji’in (60) akhirnya berujung damai. Tentu saja, jalan hidup dokter spesialis yang berdinas di salah satu rumah sakit di Jombang ini bak drama korea atau drakor. Penuh dengan liku-liku.

    Terkadang memanas, merenggang, terkadang pula harmonis. Husnu sendiri diketahui memiliki lima istri. Namun demkian Husnu hanya mengakui istrinya berjumlah empat. Ketegangan belum lama ini adalah antara istri kelima Ernia Rosita (34) dengan istri kedua AJ (46).

    Perseteruan dua madu ini bermula Ketika Ernia melaporkan AJ ke Polres Jombang pada 7 Mei 2024 atas tuduhan pencurian barang di rumah milik dokter Husnu yang berada di Perum Paka Residence Jombang.

    Saat itu AJ mengeluarkan sejumlah barang di rumah tersebut. Di antaranya, televisi digital, sofa beserta meja, peralatan masak, dan beberapa barang lainnya. Alangkah kagetnya AJ melihat pakaian bayi dan pakaian perempuan di rumah itu.

    Padahal, setahu AJ, rumah itu kosong, tidak ada yang menempatinya. Lantas, wanita kelahiran Kediri ini membersihkan pakaian-pakaian tersebut dan menyumbangkannya kepada pemulung yang melintas di lokasi. Dari situlah AJ dipolisikan oleh Ernia. Dalam hal ini Husnu berada di belakang istri kelimanya itu.

    Polisi pun menindaklanjuti laporan tersebut. Ernia sebagai pelapor dan AJ sebagai terlapor dipanggil untuk dimintai keterangan. Selanjutnya pada Jumat (19/7/2024) mereka dipertemukan di kantor Sat Reskrim Polres Jombang. Termasuk dokter Husnu juga hadir dalam pertemuan ini.

    Sempat berjalan alot. Bahkan hingga larut malam. Walhasil, akhirnya disepakati perdamaian antara kedua belah pihak. Dokter Husnu membenarkan adanya perdamaian dua istrinya. Dia memastikan Ernia dan AJ tidak memperpanjang lagi masalahnya.

    “Sudah diselesaikan kekeluargaan. Sudah selesai dan sudah damai di Polres Jombang. Kalau tidak percaya silakan dikonfirmasi ke polisi,” kata Husnu, singkat.

    Mengalah Karena Permintaan Ibu Mertua

    Upaya penyelesaian secara damai itu dibenarkan oleh AJ. Dia juga mengamini bahwa proses mediasi tersebut bak drama korea. Begitu juga perjalanan hidupnya. Berlangsung alot dan berlarut-larut. Namun untuk kebaikan bersama, AJ akhirnya mengalah.

    Hingga akhirnya terjadi kesepakatan damai dalam mediasi itu. AJ bersepakat damai karena dia mengikuti arahan sang mertua alias ibunda dokter Husnu. “Saya mengalah bukan karena salah atau kalah, tapi karena saya menghormati dan mengikuti arahan mertua aya, yakni ibunda Pak Husnu,” ujarnya ketika dikonfirmasi terpisah.

    Selain itu, kata AJ, dia juga sudah ikhlas melepaskan dokter spesialis anestesi itu. Alasannya ingin hidup tenang bersama anak-anaknya. Namun ada yang sangat disayangkan oleh AJ dalam mediasi tersebut, karena dirinya tidak bisa dipertemukan dengan Ernia.

    “Padahal, masalah ini terjadi karena Ernia selalu mengganggu Pak Husnu saat bersama anak-anaknya di Malang. Sehingga saya meminta Husnu untuk mengembalikan utangnya ke saya. Dan saya minta cerai,” tandas perempuan yang tinggal di Malang ini.

    Kepala Unit Pidana Umum (Kanit Pidum) Satreskrim Polres Jombang Ipda Ramadhan juga membenarkan adanya perdamaian dua madu yang berseteru. Menurut Ramadhan perdamaian berlangsung di Polres Jombang. Saat itu penyidik memanggil kedua belah pihak, yakni Ernia sebagai pelapor dan AJ sebagai terlapor ntuk dilakukan mediasi. Polisi juga menghadirkan dokter Husnu.

    “Ya, Istri kedua sama kelima kita mediasi, hasil dari mediasi itu laporan dari penyidik kemarin sudah ada kesepakatan damai. Tinggal format-formatnya yang harus kita penuhi, nanti kita ajukan. Memang kami upaya mediasi, dan hasilnya bersepakat damai, kekeluargaan,” katanya ketika dihubungi melalui ponselnya, Selasa (23/7/2024).

    Ramadhan menegaskan, dalam penanganan kasus tersebut, penyidik melakukan prosedur hukum, mulai dari pemeriksaan, hingga pembuktian. “Dalam proses perjalanannya, kasus tersebut diselesaikan secara damai,” katanya menegaskan. [suf]

  • Dua Jambret Mahasiswi UINSA Hingga Tewas Tertangkap

    Dua Jambret Mahasiswi UINSA Hingga Tewas Tertangkap

    Surabaya (beritajatim.com) – Dua jambret yang menyebabkan mahasiswi UINSA Surabaya, Maya Dwi Ramadhan tewas pada Kamis, 23 Juni 2024 kemarin akhirnya ditangkap tim gabungan Jatanras Polda Jawa Timur (Jatim) dan Satreskrim Polrestabes Surabaya. Sempat kabur ke luar kota, keduanya bisa dibekuk tanpa perlawanan.

    Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimun) Polda Jatim, Kombes Pol Totok Suharyanto mengatakan dua jambret itu adalah Melvin dan Ahmad Yusuf Efendi. Keduanya adalah warga Surabaya yang pernah dipenjara karena kasus yang sama.

    “Keduanya merupakan residivis kasus yang sama. ME pernah ditahan selama 6 bulan pada 2014 dan AYE ditahan 2 tahun pada 2016,” kata Totok di Polda Jatim, Jumat (05/07/2024).

    Totok mengatakan, awalnya polisi menangkap ME terlebih dahulu. Setelah dilakukan pengembangan, AYE tertangkap polisi pada Kamis (4/7/2024) kemarin. Kedua jambret itu sempat melarikan diri ke luar Surabaya.

    “Kedua jambret ini sempat melarikan ke beberapa daerah di Jawa Timur. Bahkan sampai Banyuwangi,” imbuh Totok.

    Dalam melakukan aksinya, kedua jambret berhasil meraih tas Maya dan mengambil uang Rp 63 ribu. Sementara handphone dan tas milik maya dibuang hanya 100 meter dari lokasi. Kedua jambret itu mengetahui korban mengejar mereka hingga Jalan Semarang.

    “Dari rekaman CCTV, korban oleng sendiri dan jatuh ke arah berlawanan dan langsung ditabrak oleh mobil,” tutur Totok.

    Atas terungkapnya kasus ini, Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya Prof. Akhmad Muzaki mengucapkan terimakasih kepada jajaran Polda Jawa Timur. Ia menjelaskan bahwa korban dikenal sebagai aktivis di kampus UINSA. Sehingga, kepergian Maya meninggalkan bekas luka bagi keluarga besar UINSA.

    “Korban dikenal sebagai pribadi yang baik. Dia siang kuliah lalu pulang kuliah dia bekerja untuk menghidupi keluarganya. Walaupun sibuk di luar, korban masih bisa mengikuti perkuliahan dan organisasi dengan baik,” tutur Akhmad Muzaki. [ang/beq]

  • LBH Padang Sebut Keluarga Afif Maulana Belum Dapat Informasi Penyebab Kematian Siswa SMP itu

    LBH Padang Sebut Keluarga Afif Maulana Belum Dapat Informasi Penyebab Kematian Siswa SMP itu

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pihak keluarga Afif Maulana (13) disebut belum mendapatkan informasi terkait penyebab kematian siswa SMP Padang itu.

    Afif sebelumnya dinyatakan tewas diduga dianiaya oknum Sabhara Polda Sumatra Barat.

    Koordinator Advokasi LBH Padang, Diki Rafiqi menyebutkan, pada saat RS Bhayangkara membawa jenazah Afif ke rumah duka, keluarga hanya ditunjukkan secarik kertas yang berisi dua poin keterangan.

    “Sebelumnya secara lengkap belum mengetahui bahwa hasil yang diberikan ke keluarga itu hanya secarik kertas, yang didalamnya termuat, satu kematian tidak wajar, kedua penyebab belum ditentukan,” kata Diki saat dikonfirmasi, Kamis (27/6/2024).

    Bahkan sebelumnya Diki juga menjelaskan, pihak keluarga tidak diizinkan untuk memandikan jenazah Afif setelah proses autopsi selesai dilakukan.

    Kata Diki pihak keluarga hanya diizinkan untuk melihat wajah Afif ketika jenazah tersebut dibawa ke kediaman keluarga di Padang.

    “Tapi sayangnya pihak keluarga tidak boleh memandikan jenazah di rumah dan hanya boleh melihat wajahnya saja,” kata Diki.

    Padahal jika menganut kebiasaan masyarakat di Padang, seseorang yang sudah meninggal harus dimandikan terlebih duahulu di rumah duka, baru kemudian dikebumikan.

    “Nah ini hanya boleh melihat wajahnya saja,” jelasnya.

    Lebih lanjut dijelaskan Diki bahwa keluarga kala itu mendapat larangan memandikan jenazah Afif dari RS Bhayangkara selaku pihak yang melakukan autopsi jasad siswa SMP tersebut.

    Selain itu pihak RS Bhayangkara juga tak memberi penjelasan mengapa jenazah Afif dilarang dimandikan di rumah.

    “Ini setelah kami proses dan tanpa alasan yang kuat juga sebenarnya (kenapa tidak boleh memandikan jenazah) dan keluarga tidak pernah melihat badan dan lain-lainnya gitu,” ujarnya.

    Ajukan Perlindungan ke LPSK

    Terkait kasus ini sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang mengajukan permohonan perlindungan untuk 6 orang terkait kasus tewasnya Afif Maulana (13) diduga dianiaya polisi ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

    Koordinator Advokasi LBH Padang, Diki Rafiqi menjelaskan, ke enam orang tersebut merupakan keluarga Afif dan beberapa saksi terkait peristiwa itu.

    “Kami akan mengajukan ada beberapa, ada 6 orang,” kata Diki kepada wartawan di Kantor LPSK, Jakarta Timur, Rabu (26/6/2024).

    Sejatinya lanjut Diki, terdapat 18 orang yang berstatus sebagai saksi dan korban dalam peristiwa tewasnya Afif.

    Akan tetapi lantaran pihaknya terbentur kelengkapan identitas mereka maka LBH kata Diki baru bisa mengajukan beberapa orang dari total 18 saksi tersebut.

    “Karena keperluan identitas ya, yang selebihnya identitasnya belum kami follow up bagaimana nantinya untuk mempercepat ini,” jelasnya.

    Selain itu tujuan pihaknya mengajukan perlindungan ini lantaran disebut Diki pihak keluarga merasa ketakutan imbas tewasnya Afif Maulana.

    Kejanggalan muncul dari kasus Afif Maulana alias AM (13) yang tewas diduga disiksa oleh oknum polisi di Padang. (Tribunnews)

    Meski begitu Diki belum bisa memastikan ketakutan seperti apa yang dirasakan keluarga perihal kasus tersebut.

    “Tapi kami belum bisa mendalami ketakutan seperti apa, apakah ada ancaman dibalik itu. Ini LPSK perlu turun untuk mengamankan dan biar informasi ini bisa lebih jelas,” pungkasnya

    Awal Mula Kasus

    Sebelumnya, dikutip dari TribunPadang.com, seorang siswa SMP berusia 13 tahun, Afif Maulana (AM), ditemukan tewas dengan kondisi luka lebam di bawah jembatan Batang Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat, pada Minggu (9/6/2024) siang.

    Berdasarkan investigasi, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang menduga korban meninggal dunia karena disiksa anggota polisi yang sedang patroli.

    Berdasarkan hasil investigasi LBH, kami melihat almarhum menjadi korban penyiksaan oleh kepolisian diduga dilakukan oleh anggota Sabhara Polda Sumbar,” kata Direktur LBH Padang Indira Suryani, Kamis, (20/6/ 2024).

    Indira menjelaskan, berdasarkan keterangan teman korban berinisial A, pada Minggu (9/6/2024) sekira pukul 04.00 WIB, saat itu A sedang berboncengan dengan AM dengan sepeda motor di jembatan aliran Batang Kuranji By Pass.

    Kemudian, pada saat bersamaan korban AM dan A sedang mengendarai motor dihampiri polisi yang berpatroli.

    “Pada saat itu polisi menendang kendaraan korban AM terpelanting ke pinggir jalan. Pada saat terpelanting korban AM berjarak sekitar dua meter dari korban A,” tuturnya.

    Indira mengatakan, pada saat itu korban A ditangkap, diamankan dan sempat melihat korban AM dikerumuni oleh polisi, namun keduanya terpisah

    “Saat ditangkap polisi, korban A melihat korban AM sempat berdiri dan dikelilingi oleh anggota kepolisian yang memegang rotan. Hingga saat itu, korban A tidak pernah lagi melihat korban AM,” katanya.

    Direktur LBH Padang bilang, di hari yang sama pada siang hari jenazah AM mengapung ditemukan di Batang Kuranji. Kondisi AM saat itu ditemukan penuh luka lebam.

    Setelahnya, jenazah korban diautopsi dan keluarga korban menerima fotocopy sertifikat kematian Nomor: SK / 34 / VI / 2024 / Rumkit dari Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sumbar.

    “Keluarga korban sempat diberitahu oleh polisi AM meninggal akibat tulang rusuk patah 6 buah dan robek di bagian paru-paru,” kata Indira.

    Atas peristiwa tersebut, ayah kandung dari korban AM membuat laporan ke Polresta Padang, dengan laporan Nomor : LP/B/409/VI/2024/SPKT/POLRESTA PADANG/POLDA SUMATERA BARAT.

    Di samping itu, Indira menjelaskan berdasarkan temuan LBH, masih ada tujuh korban lagi dan lima diantaranya masih anak-anak.

    Kata dia, korban diduga mendapatkan penyiksaan dari polisi dan saat ini dalam proses pengobatan mandiri.

    “Pengakuan mereka ada yang disetrum, ada perutnya disulut rokok, kepalanya memar, lalu ada bolong di bagian pinggangnya,” tuturnya.

    Ia mengatakan, berdasarkan satu keterangan korban, mereka dipaksa berciuman sesama jenis.

    “Selain penyiksaan juga terdapat kekerasan seksual. Kami cukup kaget mendengar keterangan korban, tidak hanya fisik tetapi juga melakukan kekerasan seksual,” sebutnya

    “Ketika kami bertemu korban dan keluarganya mereka sangat ketakutan atas situasi tersebut,” tuturnya.

    LBH Padang meminta polisi mengusut tuntas kasus tersebut tanpa ada yang ditutup-tutupi.

    “Kami meminta kepada Kepolisian Daerah Sumatera Barat memproses hukum semua anggotanya yang melakukan penyiksaan terhadap anak dan dewasa dalam tragedi jembatan Kuranji Kota Padang dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan KUHP untuk kasus yang menimpa orang dewasa,” pungkasnya.

  • LPSK Telaah Pengajuan Perlindungan 6 Saksi dan Keluarga Siswa SMP yang Tewas Diduga Dianiaya Polisi

    LPSK Telaah Pengajuan Perlindungan 6 Saksi dan Keluarga Siswa SMP yang Tewas Diduga Dianiaya Polisi

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) bakal menelaah pengajuan perlindungan yang diajukan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang terhadap saksi dan keluarga korban kasus tewasnya Afif Maulana (13) diduga dianiaya polisi.

    Seperti diketahui sebelumnya LBH Padang telah mengajukan sebanyak 6 orang saksi dan keluarga korban Afif Maulana ke LPSK.

    Terkait hal ini, Wakil Ketua LPSK Susilaningtias menjelaskan, setidaknya pihaknya memiliki tenggat waktu hingga 30 hari kedepan untuk memproses pengajuan perlindungan tersebut.

    “Kalau dalam SOP (standar operasional prosedur) kita itu, kita bisa menelaah sampai 30 hari kerja, tetapi dalam hal tertentu bisa diperpanjang sesuai kebutuhan,” ucap Susi di Gedung LPSK, Rabu (26/6/2024)

    Adapun dalam proses telaah itu, LPSK kata Susi mesti terlebih dahulu melihat fakta hukum yang terjadi dalam kasus tersebut.

    Selain itu pihaknya juga masih akan mendalami apakah sosok saksi atau korban yang akan diajukan ini memiliki keterangan penting dalam kasus yang tengah terjadi.

    “Kalau saksi dan korban tidak punya keterangan penting dalam tindak kejahatan ya kita tidak bisa berikan perlindungan,” ucapnya.

    Oleh sebabnya Susi menekankan, penting bagi pihaknya untuk melakukan proses telaah terhadap pengajuan ini sebelum nantinya akan memberikan keputusan.

    “LPSK masih akan melakukan penelaahan, pendataan salah satunya, keterangan apakah ada ancaman terus tindak pidana dan sebagainya,” pungkasnya.

    Ajukan Perlindungan ke LPSK

    Terkait kasus ini sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang mengajukan permohonan perlindungan untuk 6 orang terkait kasus tewasnya Afif Maulana (13) diduga dianiaya polisi ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

    Koordinator Advokasi LBH Padang, Diki Rafiqi menjelaskan, ke enam orang yang pihaknya ajukan ini merupakan keluarga Afif dan beberapa saksi terkait peristiwa tersebut.

    “Kami akan mengajukan ada beberapa, ada 6 orang,” kata Diki kepada wartawan di Kantor LPSK, Jakarta Timur, Rabu (26/6/2024).

    Sejatinya lanjut Diki, terdapat 18 orang yang berstatus sebagai saksi dan korban dalam peristiwa tewasnya Afif.

    Akan tetapi lantaran pihaknya terbentur kelengkapan identitas mereka maka LBH kata Diki baru bisa mengajukan beberapa orang dari total 18 saksi tersebut.

    “Karena keperluan identitas ya, yang selebihnya identitasnya belum kami follow up bagaimana nantinya untuk mempercepat ini,” jelasnya.

    Selain itu tujuan pihaknya mengajukan perlindungan ini lantaran disebut Diki pihak keluarga merasa ketakutan imbas tewasnya Afif Maulana.

    Meski begitu Diki belum bisa memastikan ketakutan seperti apa yang dirasakan keluarga perihal kasus tersebut.

    “Tapi kami belum bisa mendalami ketakutan seperti apa, apakah ada ancaman dibalik itu. Ini LPSK perlu turun untuk mengamankan dan biar informasi ini bisa lebih jelas,” pungkasnya

    Awal Mula Kasus

    Sebelumnya, dikutip dari TribunPadang.com, seorang siswa SMP berusia 13 tahun, Afif Maulana (AM), ditemukan tewas dengan kondisi luka lebam di bawah jembatan Batang Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat, pada Minggu (9/6/2024) siang.

    Berdasarkan investigasi, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang menduga korban meninggal dunia karena disiksa anggota polisi yang sedang patroli.

    Berdasarkan hasil investigasi LBH, kami melihat almarhum menjadi korban penyiksaan oleh kepolisian diduga dilakukan oleh anggota Sabhara Polda Sumbar,” kata Direktur LBH Padang Indira Suryani, Kamis, (20/6/ 2024).

    Indira menjelaskan, berdasarkan keterangan teman korban berinisial A, pada Minggu (9/6/2024) sekira pukul 04.00 WIB, saat itu A sedang berboncengan dengan AM dengan sepeda motor di jembatan aliran Batang Kuranji By Pass.

    Kemudian, pada saat bersamaan korban AM dan A sedang mengendarai motor dihampiri polisi yang berpatroli.

    “Pada saat itu polisi menendang kendaraan korban AM terpelanting ke pinggir jalan. Pada saat terpelanting korban AM berjarak sekitar dua meter dari korban A,” tuturnya.

    Indira mengatakan, pada saat itu korban A ditangkap, diamankan dan sempat melihat korban AM dikerumuni oleh polisi, namun keduanya terpisah

    “Saat ditangkap polisi, korban A melihat korban AM sempat berdiri dan dikelilingi oleh anggota kepolisian yang memegang rotan. Hingga saat itu, korban A tidak pernah lagi melihat korban AM,” katanya.

    Direktur LBH Padang bilang, di hari yang sama pada siang hari jenazah AM mengapung ditemukan di Batang Kuranji. Kondisi AM saat itu ditemukan penuh luka lebam.

    Setelahnya, jenazah korban diautopsi dan keluarga korban menerima fotocopy sertifikat kematian Nomor: SK / 34 / VI / 2024 / Rumkit dari Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sumbar.

    “Keluarga korban sempat diberitahu oleh polisi AM meninggal akibat tulang rusuk patah 6 buah dan robek di bagian paru-paru,” kata Indira.

    Atas peristiwa tersebut, ayah kandung dari korban AM membuat laporan ke Polresta Padang, dengan laporan Nomor : LP/B/409/VI/2024/SPKT/POLRESTA PADANG/POLDA SUMATERA BARAT.

    Di samping itu, Indira menjelaskan berdasarkan temuan LBH, masih ada tujuh korban lagi dan lima diantaranya masih anak-anak.

    Kata dia, korban diduga mendapatkan penyiksaan dari polisi dan saat ini dalam proses pengobatan mandiri.

    “Pengakuan mereka ada yang disetrum, ada perutnya disulut rokok, kepalanya memar, lalu ada bolong di bagian pinggangnya,” tuturnya.

    Ia mengatakan, berdasarkan satu keterangan korban, mereka dipaksa berciuman sesama jenis.

    “Selain penyiksaan juga terdapat kekerasan seksual. Kami cukup kaget mendengar keterangan korban, tidak hanya fisik tetapi juga melakukan kekerasan seksual,” sebutnya

    “Ketika kami bertemu korban dan keluarganya mereka sangat ketakutan atas situasi tersebut,” tuturnya.

    LBH Padang meminta polisi mengusut tuntas kasus tersebut tanpa ada yang ditutup-tutupi.

    “Kami meminta kepada Kepolisian Daerah Sumatera Barat memproses hukum semua anggotanya yang melakukan penyiksaan terhadap anak dan dewasa dalam tragedi jembatan Kuranji Kota Padang dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan KUHP untuk kasus yang menimpa orang dewasa,” pungkasnya.

  • LPSK Telaah Pengajuan Perlindungan 6 Saksi dan Keluarga Siswa SMP yang Tewas Diduga Dianiaya Polisi

    Keluarga Dilarang Mandikan Jenazah Siswa SMP yang Tewas Diduga Dianiaya Polisi di Padang

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Koordinator Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Diki Rafiqi menyebut bahwa pihak keluarga tidak diizinkan untuk memandikan jenazah Afif Maulana (13) setelah proses autopsi selesai dilakukan.

    Adapun kata Diki, keluarga kala itu hanya diizinkan untuk melihat wajah Afif ketika jenazah tersebut dibawa ke kediaman keluarga di Padang oleh pihak RS Bhayangkara Polri.

    “Tapi sayangnya pihak keluarga tidak boleh memandikan jenazah di rumah dan hanya boleh melihat wajahnya saja,” kata Diki kepada wartawan di Kantor LPSK, Jakarta Timur, Rabu (26/6/2024).

    Padahal dijelaskan Diki, jika menganut kebiasaan masyarakat di Padang seseorang yang sudah meninggal harus dimandikan terlebih dahulu di rumah duka sebelum dimakamkan.

    “Nah, ini hanya boleh melihat wajahnya saja,” jelasnya.

    Lebih lanjut Diki menjelaskan, keluarga kala itu mendapat larangan memandikan jenazah Afif Maulana dari RS Bhayangkara selaku pihak yang melakukan autopsi jasad siswa SMP tersebut.

    Selain itu, pihak RS Bhayangkara juga tak memberi penjelasan kenapa jenazah Afif Maulana dilarang dimandikan di rumah duka.

    “Ini setelah kami proses dan tanpa alasan yang kuat juga sebenarnya (kenapa tidak boleh memandikan jenazah) dan keluarga tidak pernah melihat badan dan lain-lainnya gitu,” pungkasnya.

    Saksi dan Keluarga Korban Minta Perlindungan LPSK

    Terkait kasus ini sebelumnya, LBH Padang mengajukan permohonan perlindungan untuk 6 orang terkait kasus tewasnya Afif Maulana (13) diduga dianiaya polisi ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

    Koordinator Advokasi LBH Padang, Diki Rafiqi menjelaskan, ke enam orang yang pihaknya ajukan ini merupakan keluarga Afif dan beberapa saksi terkait peristiwa tersebut.

    “Kami akan mengajukan ada beberapa, ada 6 orang,” kata Diki kepada wartawan di Kantor LPSK, Jakarta Timur, Rabu (26/6/2024).

    Sejatinya lanjut Diki, terdapat 18 orang yang berstatus sebagai saksi dan korban dalam peristiwa tewasnya Afif.

    Akan tetapi lantaran pihaknya terbentur kelengkapan identitas mereka maka LBH kata Diki baru bisa mengajukan beberapa orang dari total 18 saksi tersebut.

    “Karena keperluan identitas ya, yang selebihnya identitasnya belum kami follow up bagaimana nantinya untuk mempercepat ini,” jelasnya.

    Selain itu tujuan pihaknya mengajukan perlindungan ini lantaran disebut Diki pihak keluarga merasa ketakutan imbas tewasnya Afif Maulana.

    Koordinator Advokasi LBH Padang, Diki Rafiqi menyampaikan tentang pengajuan perlindungan 6 saksi dan keluarga Afif Maulana (13), siswa SMP diduga dianiaya polisi di Padang; di Kantor LPSK, Jakarta Timur, Rabu (26/6/2024).  (Tribunnews.com/Fahmi Ramadhan)

    Meski begitu Diki belum bisa memastikan ketakutan seperti apa yang dirasakan keluarga perihal kasus tersebut.

    “Tapi kami belum bisa mendalami ketakutan seperti apa, apakah ada ancaman dibalik itu. Ini LPSK perlu turun untuk mengamankan dan biar informasi ini bisa lebih jelas,” pungkasnya

    Kronologi: Penuh Luka

    Seorang siswa SMP berusia 13 tahun, Afif Maulana (AM), ditemukan tewas dengan kondisi luka lebam di bawah jembatan Batang Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat, pada Minggu (9/6/2024) siang.

    Berdasarkan investigasi, LBH Padang menduga korban meninggal dunia karena disiksa anggota polisi yang sedang patroli.

    Berdasarkan hasil investigasi LBH, kami melihat almarhum menjadi korban penyiksaan oleh kepolisian diduga dilakukan oleh anggota Sabhara Polda Sumbar,” kata Direktur LBH Padang Indira Suryani, Kamis, (20/6/ 2024).

    Indira menjelaskan, berdasarkan keterangan teman korban berinisial A, pada Minggu (9/6/2024) sekira pukul 04.00 WIB, saat itu A sedang berboncengan dengan AM dengan sepeda motor di jembatan aliran Batang Kuranji By Pass.

    Kemudian, pada saat bersamaan korban AM dan A sedang mengendarai motor dihampiri polisi yang berpatroli.

    “Pada saat itu polisi menendang kendaraan korban AM terpelanting ke pinggir jalan. Pada saat terpelanting korban AM berjarak sekitar dua meter dari korban A,” tuturnya.

    Indira mengatakan, pada saat itu korban A ditangkap, diamankan dan sempat melihat korban AM dikerumuni oleh polisi, namun keduanya terpisah.

    “Saat ditangkap polisi, korban A melihat korban AM sempat berdiri dan dikelilingi oleh anggota kepolisian yang memegang rotan. Hingga saat itu, korban A tidak pernah lagi melihat korban AM,” katanya.

    Direktur LBH Padang bilang, di hari yang sama pada siang hari jenazah AM mengapung ditemukan di Batang Kuranji. Kondisi AM saat itu ditemukan penuh luka lebam.

    Setelahnya, jenazah korban diautopsi dan keluarga korban menerima fotocopy sertifikat kematian Nomor: SK / 34 / VI / 2024 / Rumkit dari Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sumbar.

    “Keluarga korban sempat diberitahu oleh polisi AM meninggal akibat tulang rusuk patah 6 buah dan robek di bagian paru-paru,” kata Indira.

    Atas peristiwa tersebut, ayah kandung dari korban AM membuat laporan ke Polresta Padang, dengan laporan Nomor: LP/B/409/VI/2024/SPKT/POLRESTA PADANG/POLDA SUMATERA BARAT.

    Afrinaldi (36, kanan) dan Anggun (32) berfoto dengan potret almarhum putra sulung mereka yang masih duduk di bangku SMP, Afif Maulana (13), di kantor LBH Padang, Kota Padang, Sumatera Barat, Kamis (20/6/2024). Siswa SMP itu ditemukan tewas dengan penuh luka lebam di bawah jembatan Batang Kuranji, Padang, Minggu (9/6/2024), dan diduga akibat disiksa polisi. (Dok. LBH Padang/Ist)

    Di samping itu, Indira menjelaskan berdasarkan temuan LBH, masih ada tujuh korban lagi dan lima di antaranya masih anak-anak.

    Kata dia, korban diduga mendapatkan penyiksaan dari polisi dan saat ini dalam proses pengobatan mandiri.

    “Pengakuan mereka ada yang disetrum, ada perutnya disulut rokok, kepalanya memar, lalu ada bolong di bagian pinggangnya,” tuturnya.

    Ia mengatakan, berdasarkan satu keterangan korban, mereka dipaksa berciuman sesama jenis.

    “Selain penyiksaan juga terdapat kekerasan seksual. Kami cukup kaget mendengar keterangan korban, tidak hanya fisik tetapi juga melakukan kekerasan seksual,” sebutnya

    “Ketika kami bertemu korban dan keluarganya mereka sangat ketakutan atas situasi tersebut,” tuturnya.

    Foto Afif Maulana (13). Siswa SMP itu ditemukan tewas dengan penuh luka lebam di bawah jembatan Batang Kuranji, Padang, Minggu (9/6/2024) diduga akibat disiksa polisi. (kolase foto TribunPadang.com/ist)

    LBH Padang meminta polisi mengusut tuntas kasus tersebut tanpa ada yang ditutup-tutupi.

    “Kami meminta kepada Kepolisian Daerah Sumatera Barat memproses hukum semua anggotanya yang melakukan penyiksaan terhadap anak dan dewasa dalam tragedi jembatan Kuranji Kota Padang dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan KUHP untuk kasus yang menimpa orang dewasa,” pungkasnya.

  • Siswa SMP Diduga Dianiaya Polisi hingga Tewas, 6 Saksi dan Keluarga Korban Minta Perlindungan LPSK

    Siswa SMP Diduga Dianiaya Polisi hingga Tewas, 6 Saksi dan Keluarga Korban Minta Perlindungan LPSK

    Sejatinya, lanjut Diki, terdapat 18 orang yang berstatus sebagai saksi dan korban dalam peristiwa tewasnya Afif Maulana ini.

    Tayang: Rabu, 26 Juni 2024 19:21 WIB

    Tribunnews.com/Fahmi Ramadhan

    Koordinator Advokasi LBH Padang, Diki Rafiqi menyampaikan tentang pengajuan perlindungan 6 saksi dan keluarga Afif Maulana (13), siswa SMP diduga dianiaya polisi di Padang; di Kantor LPSK, Jakarta Timur, Rabu (26/6/2024).  

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang mengajukan permohonan perlindungan untuk 6 orang terkait kasus tewasnya Afif Maulana (13) diduga dianiaya polisi ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

    Koordinator Advokasi LBH Padang, Diki Rafiqi menjelaskan, ke enam orang yang pihaknya ajukan ini merupakan keluarga Afif dan beberapa saksi terkait peristiwa tersebut.

    “Kami akan mengajukan ada beberapa, ada 6 orang,” kata Diki kepada wartawan di Kantor LPSK, Jakarta Timur, Rabu (26/6/2024).

    Sejatinya, lanjut Diki, terdapat 18 orang yang berstatus sebagai saksi dan korban dalam peristiwa tewasnya Afif Maulana ini.

    Akan tetapi lantaran pihaknya terbentur kelengkapan identitas mereka maka LBH kata Diki baru bisa mengajukan beberapa orang dari total 18 saksi tersebut.

    “Karena keperluan identitas ya, yang selebihnya identitasnya belum kami follow up bagaimana nantinya untuk mempercepat ini,” jelasnya.

    Selain itu tujuan pihaknya mengajukan perlindungan ini lantaran disebut Diki pihak keluarga merasa ketakutan imbas tewasnya Afif Maulana.

    Meski begitu Diki belum bisa memastikan ketakutan seperti apa yang dirasakan keluarga perihal kasus tersebut. 

    “Tapi kami belum bisa mendalami ketakutan seperti apa, apakah ada ancaman dibalik itu. Ini LPSK perlu turun untuk mengamankan dan biar informasi ini bisa lebih jelas,” pungkasnya. 

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’1′,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    BERITA TERKINI

  • Jambret Mahasiswi UINSA Surabaya Masih Berkeliaran

    Jambret Mahasiswi UINSA Surabaya Masih Berkeliaran

    Surabaya (beritajatim.com) – Jambret mahasiswi UINSA Surabaya masih berkeliaran. Polisi masih melakukan pemeriksaan kepada 5 saksi dan alat bukti yang diamankan dari lokasi kejadian di Jalan Arjuno dan Jalan Semarang.

    Diketahui, akibat peristiwa itu Maya Dwi Ramadhan tewas usai jatuh dari motornya di Jalan Semarang.

    “Belum tertangkap. Masih kita upayakan mohon doanya agar segera tertangkap,” kata Wakasat Reskrim Polrestabes Surabaya Kompol Teguh, Senin (10/6/2024).

    Sementata itu, Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Hendri Sukmono mengatakan anggotanya telah memeriksa TKP lokasi penjambretan di Jalan Arjuno. Pihaknya juga sudah memetakan arah pelaku melarikan diri usai korban terjatuh di Jalan Semarang.

    “Kemudian upaya korban mengejar si pelaku sehingga korban jatuh dan kemana pelaku melarikan diri,” ucapnya.

    Hendro mengungkapkan, pihaknya hingga sekarang masih terus mencari jambret tewaskan mahasiswi itu. Salah satunya, dengan menangkap semua pelaku kejahatan pencurian.

    “Kami sapu bersih kejahatan serupa, jambret maupun pencurian kendaraan bermotor, syukur-syukur kami dapat pelakunya, kami mohon doa. Tidak ada kesulitan (mencari pelaku),” jelasnya.

    Sementara itu, Kapolsek Sawahan, Kompol Domingos De Fatima Ximenes mengatakan, pihaknya dibantu oleh Polrestabes Surabaya dalam proses penyelidikan penjambretan tersebut, MDR.

    “Kami telah melakukan serangkaian penyelidikan dengan dibantu Tim Jatanras Polrestabes Surabaya,” kata Domingos.

    Domingos menyebut, polisi sudah mengantongi identitas pelaku. Dua pelaku melakukan aksinya sambil mengendarai sepeda motor manual. Diperkirakan, usia pelaku baru menginjak 27 tahun.

    “Pelakunya berjumlah dua orang, usianya masih muda, berkisar 26 sampai 27 tahun. Kami juga sudah mengetahui kendaraan digunakan, yaitu sepeda motor bebek model lawas,” ujarnya. [ang/beq]