Kaesang Harap PSI Menang Pemilu 2029 di Sulawesi Tengah
Tim Redaksi
PALU, KOMPAS.com
– Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Kaesang Pangarep berharap partai yang dipimpinnya memenangkan pemilihan umum (Pemilu) 2029 di Sulawesi Tengah (Sulteng)
Harapannya, partai berlambang gajah itu dapat mengirimkan kadernya ke DPR pada periode 2029-2034.
“2029 insya Allah nanti kita akan punya anggota dewan di Senayan dari
Sulawesi Tengah
. Tingkat provinsi bisa menjadi pemenang,” ujar Kaesang dalam Rakorwil
PSI
Se-Sulteng di Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), Rabu (19/11/2025).
Jika PSI dapat memenangkan
Pemilu 2029
di Sulteng, ia menargetkan partainya dapat mengusung calon gubernur untuk provinsi tersebut.
“Di mana insya Allah kita bisa memajukan gubernur kita sendiri nanti di pilkada selanjutnya,” ujar Kaesang.
Untuk merealisasikan harapannya itu, Kaesang mengingatkan seluruh jajaran PSI untuk melengkapi kepengurusan di tingkat DPW, DPD, DPC.
Dalam kesempatan tersebut, Kaesang pun berseloroh agar PSI dapat lebih baik dari Partai
Nasdem
, tempat
Ahmad Ali
dulu.
Ahmad Ali yang baru saja pindah dari Partai Nasdem ke PSI, kata Kaesang, pasti memiliki target tersendiri, yakni memenangkan PSI di Sulawesi Tengah.
“Sebelum kita menuju 2029, kita akan menghadapi yang namanya verifikasi. Jadi saya minta tolong kepada seluruh jajaran pengurus di tingkat DPW, DPD, DPC, maupun nanti kalau sudah ada DPRT-nya, saya minta tolong strukturnya dibuat sebaik mungkin. Harus lebih baik dari partainya punyanya Pak Ahmad Ali sebelumnya (Nasdem),” ujar Kaesang.
Pada pemilihan legislatif (Pileg) 2024 di Sulawesi Tengah, Partai Golkar, Partai Nasdem, dan Partai Demokrat menjadi tiga partai yang unggul dengan suara terbanyak.
Hal itu berdasarkan rekapitulasi penghitungan suara tingkat nasional yang diadakan KPU RI untuk Provinsi Sulawesi Tengah pada Sabtu (16/3/2024).
Dalam rekapitulasi di Sulteng, Partai Golkar memperoleh 330.971 suara. Menyusul di bawahnya, ada Partai Nasdem yang memperoleh 256.799 suara dan Partai Demokrat dengan 254.852 suara.
PSI sendiri pada 2024 hanya meraih 20.924 suara di Sulteng. Jumlah perolehan tersebut menempatkan mereka di peringkat 13.
Berikut perolehan suara 19 partai politik peserta
Pemilu 2024
di Sulteng:
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Event: Pilkada Serentak
-
/data/photo/2025/11/19/691d5725d91e5.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kaesang Harap PSI Menang Pemilu 2029 di Sulawesi Tengah
-
/data/photo/2023/09/11/64fe8285acaaa.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
5 Benang Kusut Persoalan PPPK Jadi PNS Nasional
Benang Kusut Persoalan PPPK Jadi PNS
Mahasiswa Magister FIA UI
TUNTUTAN
untuk mengangkat tenaga kontrak – dahulu tenaga honorer, saat ini Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) – menjadi tenaga tetap (Pegawai Negeri Sipil) adalah kisah yang tidak ada habisnya dalam birokrasi kita.
Belakangan, isu ini kembali mencuat tatkala DPR RI membuka wacana peralihan status PPPK menjadi PNS dalam revisi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 (
Kompas.com
, 31/10/25).
Telah menjadi rahasia umum bahwa mandeknya penyelesaian penataan tenaga honorer berakar dari praktik nepotisme serta politik balas budi dalam proses rekrutmen tenaga non-ASN.
Fenomena ini sebelumnya juga disinggung oleh Rini Widyantini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi II DPR RI (5/3/2025).
Ia menyampaikan bahwa pegawai non-ASN muncul salah satunya akibat ketidakdisiplinan instansi di dalam rekrutmen terutama karena Pilkada. Kepala daerah cenderung melakukan perekrutan tenaga honorer sebagai imbas dari proses pemenangan Pilkada. Hal ini juga berlaku kepada kementerian/lembaga dalam skala lebih kecil.
Dalam kesempatan sama, Rini juga menyoroti bahwa “pelarangan rekrutmen tenaga honorer pada peraturan yang lalu tidak dilengkapi dengan sanksi yang kuat”.
Akibatnya, seperti menimba air dengan ember bocor, meskipun telah dilakukan berbagai upaya penataan dan pengangkatan tenaga honorer secara bertahap menjadi pegawai tetap, praktik rekrutmen tenaga honorer baru terus berulang di waktu yang sama.
Pemerintah sebenarnya telah berulang kali berupaya menyelesaikan problematika penataan tenaga honorer melalui berbagai kebijakan dan regulasi.
Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 2005 yang mengatur mekanisme pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS secara bertahap.
Namun, regulasi tersebut belum sepenuhnya mampu menyelesaikan persoalan tenaga honorer sehingga menjadi warisan bagi pemerintahan berikutnya.
Pada era Jokowi, kebijakan penataan tenaga non-ASN dilakukan melalui UU Nomor 20 Tahun 2023 yang secara tegas, dalam pasal 66, menyatakan bahwa penataan pegawai non-ASN atau sebutan lainnya wajib diselesaikan paling lambat Desember 2024, serta melarang instansi pemerintah untuk mengangkat pegawai non-ASN.
Sebagai tindak lanjut dari amanat undang-undang tersebut, Kementerian PAN-RB kemudian merumuskan kebijakan rekrutmen PPPK yang diperuntukkan hanya untuk tenaga non-ASN yang telah bekerja di instansi pemerintah.
Meskipun penataan tenaga non-ASN melalui pengangkatan menjadi PPPK telah terlaksana, kebijakan ini justru memunculkan permasalahan baru di kemudian hari.
Hal tersebut disebabkan oleh manajemen PPPK yang belum memiliki jenjang karier, jaminan pensiun, serta mekanisme mutasi kerja yang setara dengan PNS.
Kondisi ini menimbulkan rasa ketidakadilan di kalangan PPPK dan mendorong munculnya tuntutan agar status mereka dapat diubah secara otomatis menjadi PNS.
Tuntutan tersebut tercermin dalam petisi berjudul “Jadikan PPPK Menjadi PNS Demi Keadilan dan Kepastian Karier” di platform Change.org, yang hingga artikel ini ditulis telah ditandatangani oleh 13.547 orang.
Berlawanan dengan petisi tersebut, muncul pula “Petisi Tolak Pengalihan PPPK Menjadi PNS di Indonesia” yang sudah sudah memperoleh 12.232 tanda tangan.
Reformasi birokrasi yang bergulir sejak era reformasi telah melahirkan prinsip
meritokrasi
dalam penyelenggaraan manajemen ASN. Namun, tanpa keberanian dan komitmen politik yang kuat, sistem merit hanya akan menjadi jargon kosong.
Perjalanan panjang kebijakan penataan tenaga honorer yang telah dilakukan sejak 2005, tapi masih menyisakan polemik hingga hari ini, menunjukkan pemerintah belum sepenuhnya mengambil langkah berani.
Selama ini, pemerintah cenderung memilih solusi jangka pendek guna menghindari gejolak politik, ekonomi, dan sosial.
Hal ini tampak dari berbagai kebijakan yang justru menurunkan standar kompetensi dalam proses rekrutmen ASN melalui jalur khusus tenaga non-ASN.
Misalnya, penetapan formasi afirmasi sehingga seleksi hanya menjadi formalitas; peniadaan
passing grade;
hingga penerbitan regulasi baru yang berulang untuk melonggarkan aturan.
Kondisi ini seakan menunjukkan tunduknya kebijakan pemerintah pada jerat kepentingan di balik pengangkatan tenaga non-ASN.
Padahal, jika pemerintah berkomitmen mewujudkan visi tata kelola pemerintahan kelas dunia, maka dibutuhkan keberanian untuk menerapkan rekrutmen berbasis kompetensi melalui proses seleksi yang objektif dan kompetitif.
Kita patut mengambil pelajaran dari Vietnam tentang bagaimana mengambil kebijakan yang berani demi tujuan jangka panjang.
Pada 2025, pemerintah Vietnam melakukan reformasi besar-besaran dengan memangkas sekitar 15–20 persen aparatur negara.
Menurut Pemerintah Vietnam, badan atau lembaga negara tidak boleh menjadi tempat berlindung yang aman bagi para pejabat yang tidak kompeten. (
Kompas.id
, 18/2/2025)
Restrukturisasi birokrasi besar-besaran tersebut diperkirakan akan memberikan dampak yang signifikan terhadap ekonomi politik Vietnam. (Nguyen Khac Giang, 2025).
Meskipun sistem politik Vietnam berbeda dengan Indonesia yang menganut sistem multi-partai, komitmen dan keseriusan pemerintah Vietnam dalam meningkatkan efisiensi pemerintahan serta mengurangi hambatan birokrasi patut menjadi contoh yang layak ditiru, mengingat dampaknya yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Pemerintah perlu melakukan kajian komprehensif terhadap keberlanjutan skema PPPK dalam sistem kepegawaian nasional.
Konsep PPPK yang saat ini dijalankan telah melenceng jauh dari desain awalnya, yang sejatinya dimaksudkan sebagai mekanisme untuk merekrut talenta unggul dari luar pemerintahan melalui sistem kontrak yang fleksibel.
Momentum revisi UU ASN perlu dimanfaatkan sebaik mungkin untuk menata kembali manajemen kepegawaian.
Jika pemerintah ingin mempertahankan keberadaan PPPK dalam kerangka UU ASN, maka diperlukan desain ulang terhadap skema PPPK, terutama dari aspek pengadaannya yang berbasis pada kebutuhan jabatan tertentu yang sesuai dengan karakteristiknya — bukan melalui rekrutmen massal yang menyamaratakan seluruh jabatan dapat diisi oleh PPPK seperti dilakukan saat ini.
Paling penting, pelaksanaan rekrutmen PPPK harus dikembalikan pada filosofi awal untuk menarik talenta profesional dari luar instansi pemerintah.
Selanjutnya, untuk memastikan terpenuhinya prinsip keadilan, desain manajemen PPPK yang baru turut memasukkan aspek pemberian jaminan pensiun serta peluang pengembangan karier yang disesuaikan dengan karakteristik kepegawaian PPPK.
Sebaliknya, apabila pemerintah ingin menerapkan sistem kepegawaian tunggal yang hanya mengenal PNS, maka kebijakan tersebut harus diiringi dengan komitmen dan kedisiplinan tinggi dalam penyelenggaraan seleksi PNS yang berbasis sistem merit.
Ide mengangkat PPPK menjadi PNS tanpa tes merupakan bentuk pengabaian terhadap sistem merit yang telah dibangun dengan susah payah.
Pemerintah harus berani mengambil langkah tegas dengan menerapkan standar kompetensi yang jelas, sekaligus memastikan adanya mekanisme seleksi yang dapat menilai secara adil pengalaman berharga PPPK yang selama ini telah berkontribusi terhadap kinerja organisasi.
Pemerintah dapat mengadaptasi langkah strategis yang telah ditempuh oleh Vietnam dalam upaya memangkas
red tape
dan menciptakan birokrasi yang lincah, yakni dengan berani mengurangi pegawai yang tidak memiliki kompetensi atau tidak menunjukkan kinerja memadai.
Apabila terdapat PPPK yang tidak lulus seleksi, maka pemerintah harus berani mengambil keputusan untuk memberhentikan pegawai tersebut secara profesional, tanpa memandang pengaruh politik yang mungkin mendukungnya.
Sebagai bentuk penghargaan atas dedikasi PPPK yang telah lama mengabdi, tapi belum lulus seleksi, guna menghindari gejolak berkepanjangan, pemerintah dapat menyediakan pemberian pesangon yang layak.
Kebijakan seperti ini jauh lebih menguntungkan dalam jangka panjang dibandingkan mempertahankan pegawai yang tidak memenuhi kriteria maupun standar kompetensi.
Proses rekrutmen merupakan tahap awal yang menentukan kualitas birokrasi. Pasalnya, manajemen kepegawaian mencakup siklus panjang mulai dari perencanaan kebutuhan, rekrutmen, pengembangan kompetensi, pemberian kompensasi baik finansial maupun nonfinansial, hingga pemenuhan hak atas jaminan pensiun.
Kesalahan dalam proses rekrutmen akan berdampak fatal – bukan hanya menurunkan kinerja organisasi, tetapi juga membebani anggaran negara yang seharusnya dapat dialokasikan untuk kepentingan publik yang lebih produktif.
Persis seperti apa yang dikatakan oleh Jim Collins dalam bukunya
Good to Great
(2014), orang yang tepat merupakan aset terpenting organisasi.
Transformasi menuju organisasi yang hebat dimulai dengan upaya mencari dan menempatkan orang yang tepat. Sebab, sisi yang hebat sekalipun akan menjadi sia-sia tanpa kehadiran orang-orang hebat di dalamnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

PKB Sidoarjo Siap Ambil Alih Kekuasaan: Strategi Kaderisasi Gen Z Menuju Pemilu 2029 dan Pilkada
Sidoarjo (beritajatim.com) – Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kabupaten Sidoarjo melalui Lembaga Kaderisasi Kabupaten (LKK) menggelar Pendidikan Kader Loyalis (PKL) di Hotel Luminor Sidoarjo, Minggu (16/11/2025).
Acara ini menjadi momen penting dalam upaya partai untuk menyiapkan generasi muda, khususnya Gen Z, sebagai motor penggerak politik yang siap menghadapi Pemilu 2029.
Dihadiri oleh ratusan kader PAC PKB se-Kabupaten Sidoarjo, acara ini juga mendapat perhatian dari jajaran pengurus DPC PKB Kabupaten Sidoarjo, anggota Fraksi PKB DPRD Kabupaten Sidoarjo, serta instruktur DPC PKB lainnya. Pendidikan kader ini bertujuan untuk memperkuat barisan loyalis PKB yang solid dan siap menghadapi tantangan politik ke depan.
Ketua DPC PKB Kabupaten Sidoarjo, H. Abdillah Nasih, mengungkapkan bahwa kaderisasi merupakan agenda wajib yang ditetapkan oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKB. “PKB menyiapkan kader loyalis melalui tahapan-tahapan yang berkesinambungan. Ini bukti keseriusan partai untuk melahirkan pejuang politik yang solid dan konsisten,” ujar Abdillah Nasih saat membuka acara PKL.
Dalam kesempatan tersebut, Abdillah Nasih juga menyoroti pentingnya penguasaan media sosial dalam meraih kemenangan politik di era digital. “Gen Z adalah generasi digital. Mereka paham teknologi dan medsos, sehingga harus diarahkan menggunakan platform digital dengan cara yang positif. Dengan begitu, mereka tidak hanya membesarkan PKB, tetapi juga memberi kontribusi nyata bagi bangsa,” lanjutnya.
Menurut Abdillah Nasih, generasi muda, khususnya Gen Z, seringkali kurang mendapat ruang dalam dunia politik meskipun peran mereka sangat strategis. Oleh karena itu, PKB melalui pendidikan kader ini berusaha memastikan bahwa generasi muda memahami cara berpolitik yang sehat dan beretika.
“Jika sejak dini tidak dikenalkan politik yang benar, justru bisa menimbulkan dampak buruk ke depan. Karena itu, PKB hadir untuk membekali mereka,” tegasnya.
Program ini bertujuan untuk mencetak ratusan hingga ribuan kader loyalis PKB dari kalangan anak muda di Sidoarjo. Ini menjadi salah satu basis penting untuk kemenangan PKB pada Pemilu 2029, dengan fokus utama pada wilayah Sidoarjo.
Tak hanya itu, Abdillah Nasih menegaskan bahwa PKB juga menyiapkan strategi untuk Pilkada Sidoarjo yang akan datang. “PKB siap mengambil alih kekuasaan. Hal ini tentunya otomatis sudah harga mati,” tutupnya dengan penuh keyakinan. [isa/suf]
-

Polres Pasuruan Terus Dalami Dugaan Penyelewengan Dana Pilkada 2024 oleh KPU
Pasuruan (beritajatim.com) – Polres Pasuruan masih terus melakukan pendalaman terkait dugaan penyelewengan anggaran Pilkada 2024. Proses penyelidikan ini disebut masih berada pada tahap awal dengan pemeriksaan sejumlah pihak terkait.
Kasat Reskrim Polres Pasuruan, AKP Adimas Firmansyah, menyampaikan bahwa hingga kini jumlah saksi yang sudah diperiksa masih terbatas. “Masih kami dalami untuk kasus penyelewengan anggaran Pilkada, sejauh ini baru sedikit yang kami periksa,” ujarnya.
Menurut Adimas, proses pemeriksaan dilakukan secara bertahap untuk memastikan semua data dan dokumen terkait anggaran Pilkada terverifikasi dengan baik. Ia menegaskan pihaknya berhati-hati agar tidak terjadi kesalahan dalam pengumpulan bukti.
Hingga saat ini, kata dia, jumlah orang yang telah dimintai keterangan belum mencapai lima orang. “Yang sudah kami periksa masih belum banyak, tidak sampai lima orang,” tambahnya.
Penyelidikan ini berawal dari laporan adanya dugaan penyimpangan dana yang seharusnya digunakan untuk kegiatan penyelenggaraan Pilkada Kabupaten Pasuruan tahun 2024. Dugaan tersebut kemudian menarik perhatian publik karena melibatkan lembaga penyelenggara pemilu di tingkat daerah.
Pihak kepolisian memastikan bahwa penyelidikan akan dilakukan secara transparan dan profesional. Langkah ini diambil agar masyarakat mengetahui bahwa pengelolaan dana publik diawasi secara ketat.
Selain memeriksa sejumlah saksi, penyidik juga tengah menelusuri dokumen-dokumen keuangan yang dikeluarkan oleh KPU Kabupaten Pasuruan. Pemeriksaan dokumen ini dinilai penting untuk memastikan aliran dana sesuai dengan peruntukannya.
Adimas menambahkan bahwa pihaknya juga akan berkoordinasi dengan instansi lain bila diperlukan, termasuk lembaga pengawas keuangan. “Kami akan bekerja sama dengan pihak terkait agar penyelidikan ini berjalan objektif,” jelasnya.
Hingga berita ini diturunkan, penyelidikan masih berlangsung dan belum ada tersangka yang ditetapkan. Polres Pasuruan berkomitmen menuntaskan kasus ini demi menjaga integritas pelaksanaan Pilkada 2024 di Kabupaten Pasuruan. (ada/ted)
-
/data/photo/2025/11/13/6915d19626da1.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Sosok Indah Bekti Pertiwi, Selebgram yang Terseret Kasus OTT Bupati Ponorogo Surabaya 13 November 2025
Sosok Indah Bekti Pertiwi, Selebgram yang Terseret Kasus OTT Bupati Ponorogo
Editor
PONOROGO, KOMPAS.com
– Sosok Indah Bekti Pertiwi menjadi buah bibir setelah operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi di Ponorogo.
Perempuan yang dikenal sebagai selebgram sekaligus pengusaha lokal itu kini terseret dalam pusaran kasus dugaan korupsi jual-beli jabatan yang menjerat
Bupati PonorogoSugiri Sancoko
dan Direktur RSUD dr Harjono,
Yunus Mahatma
.
Sebelum namanya dikaitkan dengan kasus korupsi, Indah Bekti Pertiwi dikenal di media sosial.
Ia aktif membagikan aktivitas kesehariannya melalui akun Instagram yang menampilkan gaya hidup modern khas selebritas daerah.
Selain dikenal sebagai selebgram, Indah juga pernah berbisnis.
Ia mengelola usaha peternakan sapi dan membuka warung bakso bernama Omah Lembu di Jalan Suromenggolo.
Indah juga dikenal memiliki kepedulian sosial, sering terlihat berinteraksi dengan warga, termasuk dengan sosok ODGJ bernama Katini yang akrab dengannya.
Popularitas Indah sempat menembus dunia politik.
Dalam Pilkada 2024, ia masuk dalam bursa calon wakil bupati
Ponorogo
dan sempat digadang-gadang menjadi pesaing kuat Lisdyarita.
Kampanyenya dengan slogan “Menuju Ponorogo Indah” bahkan ramai di media sosial.
Dukungan publik kala itu juga tak lepas dari nama besar ayahnya yang merupakan seorang tokoh budaya Reog Ponorogo.
Namun, gemerlap dunia maya dan sorotan politik itu kini berbalik arah setelah namanya disebut dalam operasi tangkap tangan KPK.
Indah Bekti Pertiwi diduga berperan dalam aliran dana suap yang menjadi inti kasus korupsi Ponorogo.
Berdasarkan hasil penyelidikan KPK, Indah merupakan teman dekat Yunus Mahatma, Direktur RSUD dr Harjono Ponorogo yang menjadi salah satu tersangka.
Menurut Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, Indah membantu mencairkan uang Rp 500 juta melalui pegawai bank bernama Endrika (ED).
Uang itu kemudian diserahkan kepada Ninik (NNK), ipar Bupati Sugiri Sancoko, yang menerima atas perintah langsung sang bupati.
“IBP (Indah Bekti Pertiwi) berkoordinasi dengan pihak bank untuk mencairkan uang tunai. Dana tersebut kemudian diserahkan ke perantara yang ditunjuk Bupati,” ujar Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, dikutip Tribunjateng.com dari Tribunnews.
KPK menegaskan, penyerahan uang tersebut merupakan bagian dari kesepakatan antara pemberi suap (Yunus Mahatma) dan penerima (Sugiri Sancoko) agar Yunus dapat mempertahankan jabatannya sebagai direktur rumah sakit daerah.
Setelah
OTT
dilakukan pada Jumat (7/11/2025), KPK kembali bergerak cepat.
Pada Rabu (12/11/2025), tim antirasuah menggeledah rumah mewah Indah di Kelurahan Cokromenggalan, Ponorogo.
Mengutip Tribun Jatim, tim KPK tiba sekitar pukul 16.25 WIB. Saat itu, Indah mengenakan kaus putih dan celana jins.
Ia langsung masuk ke dalam rumah bersama anaknya.
Begitu KPK masuk, polisi bersenjata langsung menutup gerbang rumah dan aktivitas di dalam rumah pun tertutup rapat.
Penggeledahan tersebut dilakukan untuk memperkuat bukti aliran uang dan komunikasi antara para pihak.
Dalam laporan KPK, Indah tercatat sebagai salah satu dari 13 orang yang diamankan dalam kasus ini.
Kasus ini bermula dari isu jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Ponorogo.
Sejumlah pejabat disebut berupaya mengamankan posisinya di tengah isu rotasi jabatan, salah satunya adalah Yunus Mahatma, Direktur RSUD dr Harjono, yang masa jabatannya baru berakhir pada 2027 tetapi merasa terancam dipindahkan.
Yunus kemudian menghubungi Sekda Ponorogo Agus Pramono (AGP) untuk mencari jalan “aman” mempertahankan jabatannya.
Ia pun menyiapkan uang Rp 500 juta untuk diberikan kepada Bupati Sugiri melalui jalur informal.
Rencana penyerahan uang sempat tertunda setelah adanya OTT KPK di Riau pada awal November.
Namun, setelah situasi dianggap aman, transaksi dilakukan pada Jumat (7/11/2025).
Indah Bekti Pertiwi diduga menjadi penghubung utama dalam proses pencairan dana dan penyerahan uang kepada Ninik, ipar bupati, atas perintah langsung Sugiri.
Setelah uang diterima, Ninik diduga melapor ke Sugiri dengan mengirimkan pesan dan foto uang sebagai bukti.
Tak lama kemudian, KPK yang telah memantau transaksi itu melakukan penyergapan beruntun terhadap para pihak, termasuk Yunus, Ninik, dan Sugiri.
Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul “Sosok Indah Pertiwi, Selebgram Terseret OTT Kasus Bupati Ponorogo dan Dirut RS Harjono, Ini Perannya.”
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/01/02/67769eab5fc3b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

/data/photo/2025/01/13/6784ea212e2e7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/11/15/6917652c08b16.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
