Profil Maidi, Walkot Madiun yang Larang Makan Prasmanan di Hajatan, Ternyata Sejak Tahun 2023
Penulis
MADIUN, KOMPAS.com –
Wali Kota Madiun, Jawa Timur,
Maidi
akan menerbitkan aturan agar hajatan tidak lagi menyajikan makanan bagi tamu dengan model prasmanan.
Aturan ini untuk menekan jumlah sampah yang dihasilkan setiap hari di Kota Madiun.
Bukan tanpa sebab, Maidi mengeluarkan pernyataan tersebut sebab kondisi tempat pembuangan akhir (TPA) yang berada di Kelurahan Winongo pun sudah overload dan menggunung dengan ketinggian 20 meter.
“Hari ini banyak yang gengsi. Mau pernikahan besar-besaran. Akhirnya yang sisa (makanannya) banyak. Kondisi budaya seperti ini harus diubah. Insya Allah saya buat perwal di Madiun. Hajatan boleh di gedung, tetapi jangan prasmanan. Pakai kardus saja,” kata Maidi, Jumat (13/6/2025).
Pada tahun 2023, Maidi juga pernah memantik pro kontra soal prasmanan vs nasi kotak dalam hajatan. Saat itu, dia beralasan harga beras sedang tinggi.
Maidi adalah seorang guru geografi di SMAN 1 Kota Madiun pada tahun 1989 hingga awal 2000-an. Kemudian, ia menjabat sebagai Kepala Sekolah SMAN 2 Kota Madiun dan terus menanjak dalam kariernya.
Pada tahun yang sama, pria kelahiran Magetan tahun 1961 ini ditunjuk sebagai Kepala Tata Usaha Dinas Pendidikan, dan setahun kemudian menjadi Penjabat Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Madiun.
Maidi melanjutkan kariernya sebagai Kepala Dinas Pendapatan Daerah pada tahun 2005, dan setahun setelahnya kembali ditunjuk sebagai Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Madiun.
Berkat prestasinya yang gemilang, pada tahun 2009 ia dilantik sebagai Sekretaris Daerah Kota Madiun.
Setelah sembilan tahun menjabat, Maidi mencoba peruntungan dalam politik dengan maju pada pilkada 2018, di mana ia berhasil menang bersama Inda Raya.
Lima tahun kemudian, Maidi kembali maju sebagai calon wali kota Madiun dalam pilkada serentak 2024, kali ini berpasangan dengan pengusaha muda Bagus Panuntun.
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK pada awal September 2024, Maidi tercatat memiliki kekayaan sebesar Rp 18.414.126.698.
Berdasarkan hasil rapat pleno terbuka rekapitulasi penghitungan suara tingkat Kota Madiun, pasangan Maidi-Panuntun memperoleh suara terbanyak, yaitu 65.583 atau 56 persen.
Maidi-Panuntun berhasil menang di tiga kecamatan yang ada di Kota Pecel. Dalam pilkada serentak 2024, pasangan Maidi-Panuntun didukung 11 partai politik yaitu PSI, Nasdem, Partai Demokrat, Gerindra, PKB, PKS, PAN, Prima, Gelora, PBB, dan PPP.
Maidi punya beberapa alasan mengapa sebaiknya hajatan di Madiun tidak menggelar makan prasmanan.
Alasannya pertama, penyajian makanan dengan model tidak prasmanan akan menghemat pangan. Dengan demikian, makanan yang disajikan akan habis sesuai dan tidak dibuang lagi.
“Kita harus hemat pangan. Jangan boros. Kalau kita boros alam tidak akan menjamin ke depan,” ungkap Maidi.
Menurut Maidi, dengan model penyajian tidak prasmanan maka tamu bisa membawa pulang makanan. Selanjutnya makanan yang dibungkus dalam kardus dapat dinikmati bersama keluarga di rumah.
“Kalau dibawa ke rumah tidak menyisakan makanan. Dan TPA kita tidak berkelebihan. Kalau prasmanan banyak sisa,” tutur Maidi.
Alasan kedua, makan banyak akan berdampak kesehatan seperti penyakit hipertensi. Terlebih data di Kota Madiun banyak warga yang terkena penyakit hipertensi tinggi. Kondisi itu terjadi lantaran warga banyak makan tetapi tidak diimbangi dengan olahraga.
Pada tahun 2023, Maidi pernah mengimbau soal sistem makan prasmanan sebaiknya tidak dilakukan di Madiun.
Saat itu, penerapan makan dengan nasi kotak pada hajatan diperlukan agar warga menghemat penggunaan beras. Terlebih saat ini harga beras terus mengalami kenaikan.
“Di Madiun kalau orang mantu (hajatan) saya minta untuk tidak prasmanan. Harus pakai boks. Kenapa pakai kotak makan agar bisa dibawa pulang untuk dimakan se-rumah. Jadi hemat. Sehingga beras yang sudah jadi nasi dan lauk tidak dibuang,” kata Maidi, Senin (11/9/2023).
Maidi mengatakan pada sistem prasmanan biasanya akan banyak makanan sisa yang terbuang. “Kalau prasmanan yang dibuang sekian banyak,” tutur Maidi.
Apabila pemilik hajatan adalah orang kaya, Maidi meminta agar kotak nasi yang dibawa pulang berukuran jumbo. Kotak berisi makanan yang berukuran jumbo akan dapat disantap seluruh keluarga di rumah. “
Kalau orang kaya silakan buat kotak nasi yang besar sehingga bisa dibawa pulang dan dimakan satu rumah. Ini lebih hemat,” jelas Maidi.
(Penulis: Muhlis Al Alawi I Editor: Bilal Ramadhan, Phytag Kurniati)
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Event: Pilkada Serentak
-
/data/photo/2025/04/22/68079583a7378.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Profil Maidi, Walkot Madiun yang Larang Makan Prasmanan di Hajatan, Ternyata Sejak Tahun 2023 Surabaya 15 Juni 2025
-

Profil Pasha Ungu, Vokalis Ngetop yang Kini di Komisi VIII DPR
Jakarta, Beritasatu.com – Sigit Purnomo Syamsuddin Said, yang lebih dikenal publik dengan nama Pasha Ungu, kini lebih aktif berkiprah di dunia politik. Saat ini, dia menjabat sebagai anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Komisi tersebut memiliki fokus pada bidang keagamaan, sosial, pemberdayaan perempuan, dan perlindungan anak.
Lantas, bagaimana sosok Pasha Ungu? Berikut ini profil dan perjalanan kariernya dari industri hiburan hingga dunia politik.
Profil Pasha Ungu
Pasha Ungu lahir di Donggala, Sulawesi Tengah, pada 27 November 1979. Ia menghabiskan masa kecil dan pendidikannya di Kota Palu. Pendidikan dasarnya dimulai di SD Inpres Tanamodindi II Palu, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 2 Palu, dan SMA Negeri 2 Palu.
Meskipun kesibukannya di dunia musik dan politik sempat menyulitkan dirinya untuk menyelesaikan pendidikan tinggi, Pasha akhirnya berhasil meraih gelar sarjana administrasi negara dari Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Pembangunan Palu pada 2019.
Bakat menyanyi Pasha Ungu mulai terlihat sejak usia dini. Salah satu pencapaiannya adalah saat dia menjuarai lomba azan tingkat Sulawesi Tengah, yang menjadi titik awal ketertarikannya pada dunia musik. Perjalanan kariernya semakin serius ketika pada 1999, Pasha resmi bergabung dengan grup musik Ungu.
Bersama Ungu, Pasha mencetak berbagai karya yang cukup dikenal luas. Hingga 2015, grup ini telah merilis tujuh album studio, lima album religi, dan satu album kompilasi. Selain bermusik, Pasha juga terlibat dalam dunia seni peran, di antaranya tampil dalam film drama berjudul “Purple Love”, bersama personel Ungu lainnya.
Tahun 2015 menjadi titik balik bagi Pasha Ungu untuk fokus kembali ke daerah asalnya. Ia memutuskan untuk terjun ke dunia politik dengan mencalonkan diri sebagai wakil wali kota Palu, mendampingi calon wali kota Hidayat dalam ajang Pilkada 2015. Pasangan ini berhasil memenangkan pemilihan dan Pasha resmi menjabat sebagai wakil wali kota Palu periode 2016–2021.
Setelah menyelesaikan masa jabatannya di pemerintahan Kota Palu, Pasha terus melanjutkan langkah politiknya ke tingkat nasional. Pada Pemilu 2024, dia maju sebagai calon legislatif dari Partai Amanat Nasional (PAN).
Ia mencalonkan diri di daerah pemilihan (dapil) DKI Jakarta III dan berhasil meraih 50.222 suara, yang mengantarkannya menjadi anggota DPR periode 2024–2029.
Dari vokalis band Ungu yang populer di awal 2000-an hingga kini menjadi anggota DPR, Pasha telah melewati berbagai fase penting dalam hidupnya. Saat ini, dia aktif menjalankan tugas di Komisi VIII DPR, yang berkaitan langsung dengan isu-isu sosial dan keagamaan di Indonesia.
-

Bupati Fawait Ibarat Sekali Dayung Lampaui Dua Tiga Pulau di Amerika
Jember (beritajatim.com) – Ibarat peribahasa ‘Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui’. Itulah yang dilakukan Muhammad Fawait, Bupati Jember, Jawa Timur, selama di Amerika Serikar, 8-15 Juni 2025.
Tak hanya berbicara di podium acara North American Productivity Workshop (NAPW) XII, di Virginia Tech Research Center di Arlington, Negara Bagian Virginia, Amerika Serikat, 11 Juni 2025, Fawait juga memperkenalkan potensi cerutu dan kopi di Jember.
NAPW XII adalah kegiatan konferensi dua tahunan yang digelar Internasional Society for Efficiency and Productivity Analysis (ISEAPA), sebuah organisasi masyarakat internasional yang mempromosikan dan menyebarluaskan studi penelitian teoritis dan terapan yang membahas pengukuran, analisis, dan peningkatan produktivitas dan komponen-komponennya, khususnya inovasi dan efisiensi.
Dalam kesempatan tersebut, Fawait akan mempresentasikan makalah berjudul Unlocking Efficiency in Indonesia’s Palm Oil Industry: A Study on Inefficiency and Production Risks, pada 11 Juni 2025.
Dia tak sendirian. Presentasi akan dilakukan bersama pengajar Universitas Airlangga Surabaya, yakni Haura Azzahra Tarbiyah Islamiya, Dyah Wulan Sari, Widya Sylviana, dan Dian Enggar Lintang Pertiwi. Fawait memang tengah menempuh kuliah doktoral di Unair.
“Meski ini agenda pribadi, Insya Allah saya akan mengunjungi beberapa tempat untuk melihat peluang produk Jember,” kata Fawait, sebagaimana dilansir Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Jember, Jumat (12/6/2025).
Sementara itu Ketua Umum Rumah Cinta Dima Ahyar mengapresiasi kunjungan Bupati Fawait ke Amerika Serikat. “Beliau adalah Bupati Jember pertama yg diundang sebagai pembicara dan berpartisipasi dalam internasional conference,” katanya.
Dima meyakinkan bahwa Fawait berangkat ke Amerika Serikat dengan menggunakan anggaran pribadi dan melalui tata cara, mekanisme, dan prosedur ketentuan perundangan yang berlaku. “Saya juga mengapresiasi Gus Fawait yang akan mengunjungi beberapa tempat untuk melihat peluang produk atau komoditi unggulan Jember seperti cerutu dan kopi serta produk lainnya,” katanya.
Rumah Cinta adalah organisasi kemasyarakatan yang turut andil dalam pemenangan pasangan Muhammad Fawait dan Djoko Susanto dalam pilkada tahun lalu. [wir]
-

Populi Center sebut UU Pemilu-UU Pilkada perlu digabung agar sederhana
“Pada akhirnya akan memudahkan dalam pengaturan dan pelembagaan pemilu,”
Jakarta (ANTARA) – Peneliti politik dari Populi Centre Usep Saiful Ahyar menilai bahwa Undang-Undang (UU) tentang Pemilu dan UU tentang Pilkada harus digabung agar menyederhanakan menyusun secara secara logis, dan membuat kumpulan undang-undang mudah untuk dikuasai.
Dia menjelaskan bahwa metode tersebut merupakan kodifikasi undang-undang agar menyamakan peraturan teknis yang berhimpit antara nomenklatur UU Pemilu dan UU Pilkada yang memiliki makna dan kelembagaan hampir sama
“Pada akhirnya akan memudahkan dalam pengaturan dan pelembagaan pemilu,” kata Usep saat diskusi soal revisi UU Pemilu yang diselenggarakan Populi Center di Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan bahwa KPU semula diatur dalam UU Pemilu dan Bawaslu diatur dengan UU Penyelenggara Pemilu. Namun kini pengaturan keduanya sudah digabung dengan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.
Dengan begitu, dia mengatakan bahwa kini hanya tersisa UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (Pilkada) yang tidak dimasukkan dalam UU Pemilu, padahal penyelenggaranya adalah tetap KPU.
“Dengan demikian, jika dilakukan revisi UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, seharusnya kedua UU (Pilkada) tersebut digabungkan menjadi satu UU Pemilu,” katanya.
Dia pun menjelaskan bahwa metode omnibus law dengan kodifikasi merupakan dua hal yang berbeda dalam lingkup tujuan dan perubahan.
Menurut dia, kodifikasi bertujuan untuk menyatukan materi hukum yang terkait dalam satu undang-undang. Sementara omnibus law bertujuan untuk mengubah berbagai undang-undang sekaligus yang seringkali dalam satu UU saja.
Namun, dia menilai bahwa metode omnibus law terkadang menimbulkan kekhawatiran tentang kemungkinan adanya perubahan yang terlalu luas dan tidak terukur, serta berpotensi mengabaikan aturan hukum yang sudah ada.
Di sisi lain, dia pun mengusulkan agar pelaksanaan pemilu nasional yang terdiri dari pemilihan DPR, DPD, dan Presiden-Wakil Presiden berjarak sekitar 2,5 tahun dengan pemilu lokal yang terdiri dari pemilihan DPRD dan kepala daerah.
Menurut dia, pemilu nasional dan pemilu lokal yang dilaksanakan berjarak diperlukan untuk kepentingan mekanisme kontrol dan evaluasi oleh konstituen. Jika anggota legislatif dan eksekutif hasil pemilu nasional tidak menepati janji dan kurang baik, bisa menjadi pertimbangan bagi rakyat untuk memilih pada pemilu lokal.
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Pilkada Palopo Digugat ke MK!
FAJAR.CO.ID, MAKASSAR – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Selatan memastikan diri siap mendampingi Bawaslu Kota Palopo dalam menghadapi sengketa Pilkada Kota Palopo yang kini dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Gugatan diajukan oleh pasangan calon nomor urut 3, Rahmat Masri Bandaso–Andi Tenri Karta (RMB–ATK), terhadap paslon nomor urut 4, Naili Trisal–Akhmad Syarifuddin (Ome), usai pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) pada 24 Mei 2025 lalu.
“Kami sudah siap mendampingi teman-teman Bawaslu Kota Palopo untuk memberikan keterangan di MK, karena ini tanggung jawab kami sebagai pemberi keterangan, bukan sebagai saksi dan semacamnya,” tegas Andrias Duma, Anggota Bawaslu Sulsel, Selasa (10/6) di Makassar.
Dua Dalil, Bukan Sengketa Suara
Andrias menjelaskan bahwa pokok gugatan bukan soal perolehan suara karena sudah melebihi batas ambang 2 persen, melainkan menyangkut proses pencalonan.
“Dalil yang disampaikan di MK itu ada dua, dalil terkait dengan mantan narapidana Wakil Wali Kota Palopo nomor 4, Pak Ome (Akhmad Syarifuddin), kemudian yang kedua terkait dengan SPT tahunan dari calon Wali Kota Palopo (Naili) yang digugat,” ungkap Andarias.
Bawaslu Sulsel kini tengah menyusun draft keterangan tertulis dan bukti-bukti pengawasan yang akan direview internal sebelum diserahkan ke Bawaslu RI untuk kemudian digunakan dalam sidang MK. Saat ini, mereka masih menunggu jadwal resmi dari MK.
Terkait status hukum Akhmad Syarifuddin (Ome) sebagai eks narapidana, Andrias menyebut pihaknya telah melakukan klarifikasi sejak awal.
-

Sepaket Itu Hanya di Pemilu, Bukan untuk Pemakzulan
GELORA.CO -Konstitusi menyatakan hanya partai politik dan gabungan partai politik atau koalisi yang bisa mengusung capres dan cawapres. Namun, mengacu pada Pasal 7A UUD 1945, hal ini tidak berlaku dalam hal pemakzulan salah satu pemimpin negara.
Pakar Ilmu Politik Profesor Siti Zuhro berpendapat, aturan itu hanya berlaku dalam kontestasi Pilpres atau Pemilu 5 tahunan, tidak bisa dikaitkan dengan aturan impeachment. Lantaran kesalahan salah satu pemimpin negara merupakan tanggung jawab masing-masing individu.
“Selanjutnya enggak diatur, jadi kalau presiden mundur, satu paket, wakil presiden mundur, satu paket, enggak ada gitu loh. Kesalahan dibuat oleh masing-masing,” kata Siti Zuhro kepada RMOL, Selasa, 10 Juni 2025.
Ia memaparkan, dalam aturan pemilihan presiden digarisbawahi bahwa hanya partai politik, dan koalisi atau gabungan partai yang bisa mengusung calon presiden dan wakil presiden, tidak ada calon independen seperti dalam Pilkada.
Namun, dalam perjalanannya, proses pemilu yang dianggap melanggar aturan konstitusi, perlu dikoreksi. Terutama ketika salah satu dari paket pemimpin negara jelas-jelas melakukan pelanggaran maka dorongan impeachment berlaku.
“Itu kan bukan rahasia lagi, Mahkamah Konstitusi, cawe-cawe ketuanya gitu kan, muncullah ‘Dirty Vote’ gitu kan. Emang pernah ada ‘Dirty Vote’ sebelumnya? Enggak ada. Dirty Election? Enggak ada itu sebelumnya. Ada gurubesar sampai nangis-nangis gitu kan, hanya karena Pilpres? Enggak ada sebelumnya. Baru di 2024 saking luar biasanya kasusnya kan gitu, melanggar etika gitu ya, itu yang udah etika, itu di atas semuanya,” katanya.
“Kalau menurut saya enggak ada urusan sepaket-sepaket, ini masing-masing,” tutupnya.
Sebelumnya, Presiden ke-7 RI, Joko Widodo menekankan bahwa proses pemakzulan memiliki aturan ketatanegaraan yang ketat. Menurutnya, pemakzulan presiden maupun wakil presiden dilakukan sepaket kalau terbukti melakukan pelanggaran berat.
“Pemakzulan itu harus presiden atau wakil presiden misalnya korupsi, atau melakukan perbuatan tercela, atau melakukan pelanggaran berat, Itu baru (bisa dimakzulkan),” kata Jokowi kepada wartawan di Solo, Jawa Tengah, Jumat 6 Juni 2025.
-

Pakar Hukum Tata Negara Tegaskan Pemakzulan Wapres Tidak Bisa Sepaket
GELORA.CO -Pemakzulan wakil presiden tidak bisa secara otomatis presiden ikut dimakzulkan. Pasalnya, ketika wakil presiden berbuat kesalahan, maka hal itu menjadi kesalahannya sebagai individu tidak ada kaitannya dengan presiden.
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Bung Karno (UBK) Rd. Yudi Anton Rikmadani menuturkan dalam banyak peristiwa politik di kancah pilkada, ketika gubernur melakukan pelanggaran maka tidak secara langsung wakil gubernur terlibat, demikian pula di ranah kepala negara.
“Gak bisa dikatakan sepaket. Banyak kasus-kasus yang berkaitan dengan satu paket, gubernur, wali kota, itu juga ketika tindak pidana korupsi terjadi, dia terpisah kok. Itu, jadi dikatakan ya tidak bisa pernyataan itu menjadi satu paket gitu,” kata Yudi kepada RMOL, Selasa, 10 Juni 2025.
Ia mengatakan bahwa sepaket hanya mengacu pada UU Pemilu yang mengatur partai politik dan gabungan partai politik dalam mengusung calon presiden dan wakil presiden. Namun, dalam Pasal 7A dan 7B UUD 1945 soal pemakzulan disebutkan bahwa impeachment itu bersifat tunggal presiden dan wakil presiden.
“Yang bisa di-impeach itu kan Presiden, Wakil Presiden, dan Presiden dan Wakil Presiden. Sehingga pemakzulan itu tidak bisa menjadi satu kesatuan. Masing-masing individu. Karena itu di dalam Pasal 24C Ayat 20 Undang-Undang 45 juga dikatakan hal itu,” bebernya.
“Jadi ada mekanisme impeachment terhadap Presiden dan Wakil Presiden yang dapat mengakibatkan pemberhentian Presiden kan gitu,”sambung Yudi.
Ia menerangkan yang dimaksud dalam Pasal 7A UUD 1945, pemakzulan dapat dilaksanakan jika presiden atau wakil presiden atas usulan MPR, DPR, dan DPD RI, dengan syarat salah satu dari mereka melakukan pelanggaran hukum, misalnya, korupsi, penyuapan, perbuatan tercela dan lain sebagainya lah.
“Nah itu satu persatu, tidak bisa jadi satu kesatuan,” tutupnya.
-

Ketua Baleg DPR sebut RUU Pemilu dan RUU Pilkada dibahas terpisah
Jakarta (ANTARA) – Ketua Badan Legislasi DPR RI Bob Hasan mengatakan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilihan Umum dan RUU tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) rencananya dibahas secara terpisah.
Menurut dia, sejauh ini belum ada keputusan bahwa kedua RUU itu akan disatukan atau menjadi Omnibus Law Politik. Sehingga dua RUU itu akan dibahas secara satu-satu.
“Belum ada keputusan Omnibus Law Politik,” kata Bob di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan bahwa RUU Pemilu masuk ke dalam RUU prioritas yang akan dibahas oleh Badan Legislasi DPR RI pada tahun 2025. Menurut dia, RUU tersebut akan mulai disusun setelah penyusunan tiga RUU sebelumnya selesai.
Adapun tiga RUU yang kini penyusunannya sedang dirampungkan yakni RUU tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, RUU tentang Statistik, dan RUU tentang Perkoperasian.
“Ya nanti kalau yang tiga ini sudah jadi usul inisiatif, kita satu-satu,” katanya.
Selain itu, dia memastikan bahwa pembahasan RUU Pemilu nantinya tidak akan terlepas dari berbagai putusan MK yang sudah merevisi atau mengaudit UU Pemilu sebelumnya. Paling lambat, menurut dia, RUU Pemilu harus rampung dalam dua tahun ke depan.
“Itu kan putusan MK terkait Pilpres, harus ada dua tahun setelah putusan MK ini,” kata dia.
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Azhari
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Doli: Batas waktu pembuatan RUU Pemilu yang ideal tersisa setahun lagi
“Nah, kalau dihitung berdasarkan pengalaman 2024 kemarin, itu jatuhnya (seleksi penyelenggara) mulainya Agustus 2026. Nah, jadi artinya Juli 2026 undang-undang ini harus selesai,”
Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Ahmad Doli Kurnia menilai bahwa batas waktu untuk pembahasan revisi atau Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilu yang ideal hanya tersisa satu tahun lagi, sebelum tahapan Pemilu 2029 dimulai.
Dia menjelaskan berdasarkan UU yang masih berlaku, bahwa pelaksanaan tahapan pemilu dimulai dari 20 bulan sebelum hari pencoblosan. Dan satu tahun sebelum tahapan itu dimulai, menurut dia, harus dilaksanakan seleksi penyelenggara pemilu.
“Nah, kalau dihitung berdasarkan pengalaman 2024 kemarin, itu jatuhnya (seleksi penyelenggara) mulainya Agustus 2026. Nah, jadi artinya Juli 2026 undang-undang ini harus selesai,” kata Doli saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Dengan begitu, dia menilai bahwa waktu satu tahun atau satu setengah tahun ini merupakan waktu yang ideal untuk segera membahas RUU tentang Pemilu. Terlebih lagi, menurut dia, pembahasan RUU tersebut memerlukan waktu yang panjang guna menyerap aspirasi dari berbagai pihak.
Dia mengatakan bahwa RUU Pemilu telah disepakati untuk menjadi RUU inisiatif Baleg DPR RI. Nantinya, kata dia, ada rencana untuk menggabungkan UU Pemilu, UU Pilkada, hingga UU Partai Politik ke dalam satu RUU tersebut.
Atas hal itu, dia menilai bahwa RUU tersebut biasanya akan dibahas dengan mekanisme Panitia Khusus (Pansus) karena pembahasannya besar dan kompleks. Sebelumnya, kata dia, UU Pemilu memang selalu dibahas oleh Pansus.
“Buat saya, itu nggak ada masalah siapa yang membahas. Nah, concern saya itu adalah akan lebih baik kalau lebih cepat dibahas,” katanya.
Nantinya, menurut dia, Pimpinan DPR RI dengan fraksi-fraksi partai politik di DPR RI akan memutuskan pihak yang akan membahas RUU Pemilu itu, melalui rapat konsultasi pengganti rapat Badan Musyawarah.
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
