Event: Pilkada Serentak

  • Soal Putusan MK, Golkar: Momentum Desain Ulang Model Pemilu – Page 3

    Soal Putusan MK, Golkar: Momentum Desain Ulang Model Pemilu – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta -b Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan judicial review atas Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2015 dan Pasal 167 UU Nomor 7 Tahun 2017. Putusan tersebut tercantum dalam Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Dengan putusan tersebut, pemilu serentak yang selama ini dikenal sebagai “Pemilu 5 (lima) kotak” tidak lagi berlaku.

    Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin menegaskan putusan ini momentum untuk mendesain ulang model pemilu dan pilkada sesuai struktur pemerintahan berdasarkan UUD NRI Tahun 1945.

    “Pertama, kami menghormati putusan MK tersebut. MK adalah lembaga yang memiliki kewenangan untuk menafsirkan apakah sebuah undang-undang bertentangan dengan konstitusi atau tidak. Karena putusan MK bersifat final dan mengikat, sebagai pembentuk UU, kami siap menyelaraskan dengan putusan MK tersebut,” ujar Zulfikar dalam keterangan, Jumat (27/6/2025).

    Politikus Golkar itu menegaskan, hal ini menjadi dorongan kuat bagi DPR dan pemerintah untuk segera menyusun Undang-Undang Pemilu yang baru.

    “Kedua, putusan MK ini secara substansi menegaskan struktur politik kita terdiri atas dua entitas, yaitu politik nasional dan politik daerah yang pengelolaanmya perlu penyesuaian,” ujarnya.

    Lebih lanjut, Zulfikar menyebut putusan MK ini menegaskan posisi pilkada sebagai bagian dari rezim pemilu, dan terbuka lebar peluang untuk memasukkan aturan pilkada terkodifikasi ke dalam UU Pemilu sesuai kebijakan dalam RPJPN 2025-2045.

    “Ketiga, putusan MK ini secara teknis akan memudahkan pemilih dalam menggunakan hak pilihnya dan mengefektifkan penyelenggara pemilu dalam melaksanakan setiap tahapan.”

    Menurutnya, hadirnya putusan MK ini mengokohkan kedudukan penyelenggara pemilu sebagai institusi yang tetap, sehingga menepis pikiran menjadikan penyelenggara pemilu lembaga ad hoc.

    “Terakhir, putusan MK ini memperkuat prinsip bahwa kita merupakan negara kesatuan yang didesentralisasikan. Harapannya, bisa memunculkan budaya politik baru yang memperkuat dan meningkatkan efektivitas pemerintahan daerah,” pungkasnya.

  • MK Putuskan Pilkada Digelar Paling Singkat 2 Tahun Usai Pemilu

    MK Putuskan Pilkada Digelar Paling Singkat 2 Tahun Usai Pemilu

    JAKARTA – Mahkamah Konstitusi memutuskan pemilihan umum (pemilu) lokal atau pilkada diselenggarakan paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun dan enam bulan setelah pemilu nasional rampung.

    Wakil Ketua MK Saldi Isra menjelaskan rampungnya pemilu nasional dapat dihitung dari waktu pelantikan masing-masing jabatan politik yang dipilih dalam pemilu nasional tersebut.

    Adapun pemilu nasional ialah pemilu anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden, sementara pemilu lokal atau daerah terdiri atas pemilu anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta pemilihan kepala dan wakil kepala daerah.

    Saldi mengatakan Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 itu dipertimbangkan dari pengalaman jadwal pemilu anggota DPR, DPD, presiden/wakil presiden, dan DPRD provinsi/kabupaten/kota tahun 2024 yang berdekatan dengan pemilihan kepala daerah.

    Menurut MK, agenda pemilu nasional dan lokal pada tahun yang sama menyebabkan berbagai permasalahan, termasuk di antaranya pelemahan terhadap pelembagaan partai politik karena kurangnya waktu bagi parpol menyiapkan kader untuk berlaga dalam setiap jenjang pemilu.

    Selain itu, MK juga menilai penyelenggaraan pemilu lokal dan nasional dalam waktu yang berdekatan menyebabkan pemilih jenuh. Fokus pemilih bahkan terpecah di tempat pemungutan suara karena banyaknya surat suara yang harus dicoblos.

    Karena itu, imbuh Saldi, penentuan jarak penyelenggaraan pemilu anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota dan kepala daerah harus didasarkan pada berakhirnya tahapan pemilu DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden.

    Adapun penghitungan waktu tersebut dimulai sejak waktu pelantikan anggota DPR dan DPD atau pelantikan presiden/wakil presiden. Hal ini karena, menurut MK, pelantikan ketiga jenis jabatan politik itu dapat diposisikan sebagai akhir dari tahapan pemilu.

    “Dengan dasar pertimbangan hukum tersebut, maka pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan presiden/wakil presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota,” kata Saldi.

    MK mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Dalam amar putusannya, MK memutuskan penyelenggaraan pemilu lokal/daerah dipisahkan dari pemilu nasional.

  • Calon independen Pilkada ulang serahkan berkas ke KPU Pangkalpinang

    Calon independen Pilkada ulang serahkan berkas ke KPU Pangkalpinang

    ANTARA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Pangkalpinang telah menerima berkas pendaftaran pasangan bakal calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Pangkalpinang, Eka Mulya Putra dan Radmida Dawam, untuk Pilkada Ulang 2025. Sebelumnya, pasangan calon dari jalur independen ini telah memenuhi syarat dukungan minimal, yakni sebanyak 16.433 dukungan, sehingga berhak melanjutkan ke tahap pendaftaran resmi. (Chandrika Purnama Dewi/Andi Bagasela/Rijalul Vikry)

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Sambut MK Soal Pemilu Nasional-Lokal, Perludem Dorong Revisi UU Pemilu
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        26 Juni 2025

    Sambut MK Soal Pemilu Nasional-Lokal, Perludem Dorong Revisi UU Pemilu Nasional 26 Juni 2025

    Sambut MK Soal Pemilu Nasional-Lokal, Perludem Dorong Revisi UU Pemilu
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi atau
    Perludem
    menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi yang telah mengabulkan gugatannya untuk sebagian, yakni memisahkan pemilu nasional dan pemilu lokal untuk 2029.
    “Perludem mengapresiasi serta menghormati putusan
    MK
    ini dan mendorong agar pembahasan UU Pemilu dn Pilkada segera dilakukan,” tulis pihak Perludem dalam siaran persnya, Kamis (26/6/2026).
    Putusan MK yang terbaru, yang mengakhiri
    pemilu serentak
    , adalah Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024.
    “Segera revisi UU Pemilu dan Pilkada,” jelas pihak Perludem.
    Revisi nantinya harus memperhatikan putusan MK tersebut.
    Nantinya, Pemilu 2029 tidak akan sama serentak seperti Pemilu 2024 atau Pemilu 2019.
    Pemilu selanjutnya bakal terpisah dua, yakni pemilu serentak nasional dan pemilu serentak lokal.
    Pemilu serentak
    nasional terdiri atas pilpres, pileg DPR, dan pileg DPD.
    Pemilu serentak lokal terdiri atas pileg DPRD provinsi dan kabupaten/kota, pilgub, dan pilbup.
    “Dengan jeda waktu minimal 2 tahun atau maksimal 2,5 tahun (antara nasional ke lokal),” ujar pihak Perludem.
    Maka, UU Pemilu dan UU Pilkada perlu direvisi dalam satu paket pembahasan menggunakan metode kodifikasi agar tidak tumpang tindih regulasi.
    “Revisi UU Pemilu dan UU Pilkada telah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025, namun hingga saat ini belum juga dimulai pembahasannya,” ujar Perludem.
    Maka, inilah momentum revisi dua UU itu demi perbaikan pemilu.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 1
                    
                        Ketua Komisi II Sebut Masa Jabatan DPRD Harus Diperpanjang Imbas Putusan MK
                        Nasional

    1 Ketua Komisi II Sebut Masa Jabatan DPRD Harus Diperpanjang Imbas Putusan MK Nasional

    Ketua Komisi II Sebut Masa Jabatan DPRD Harus Diperpanjang Imbas Putusan MK
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Ketua Komisi II DPR 
    Rifqinizamy Karsayuda
    menyatakan, putusan
    Mahkamah Konstitusi
    (MK) yang memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan daerah bakal mengharuskan
    masa jabatan DPRD
    2024-2029 diperpanjang.
    Alasannya,
    putusan MK
    tersebut berpotensi mengakibatkan kekosongan jabatan pada 2029 mendatang karena tidak ada ketentuan yang memungkinkan dilakukannya penunjukan penjabat (Pj) untuk DPRD, tak seperti kepala daerah.
    “Kalau bagi pejabat gubernur, bupati, wali kota kita bisa tujuk penjabat seperti yang kemarin. Tetapi untuk anggota DPRD satu-satunya cara adalah dengan cara kita memperpanjang masa jabatan,” ujar Rifqinizamy, Kamis (26/6/2025).
    Ia mencontohkan, jika pemilu nasional langsung digelar pada 2029, pemilu daerah baru akan digelar beberapa tahun setelahnya sebagaimana putusan MK.
    Oleh karena itu, Komisi II perlu mengkaji dan menyusun aturan untuk melaksanakan pemilu nasional dan daerah secara daerah, terutama pada masa transisi.
    “Salah satu misalnya, pertanyaan teknisnya adalah bagaimana kita bisa melaksanakan pemilu lokal setelah terlaksananya pemilu nasional tahun 2029, misalnya,” kata Rifqinizamy.
    “Secara asumtif pemilunya baru bisa dilaksanakan pada tahun 2031. Jeda waktu 2029-2031 untuk DPRD, provinsi, kabupaten, kota termasuk untuk jabatan gubernur, bupati, wali kota itu kan harus ada norma transisi,” ujar dia.
    Dalam kesempatan itu, Rifqinizamy menegaskan bahwa putusan MK tersebut juga akan menjadi bahan dalam pembahasan revisi Undang-Undang Pemilu.
    “Hal tersebut tentu akan menjadi bagian penting untuk kami menyusun revisi undang-undang pemilu yang akan datang,” kata politikus Partai Nasdem itu.
    Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk memisahkan pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) nasional dan daerah mulai 2029.
    Artinya, pemilu nasional hanya untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden/wakil presiden. Sedangkan, pemilihan anggota DPRD tingkat provinsi dan kabupaten kota dilakukan bersamaan dengan pemilihan kepala daerah (Pilkada).
    Hal tersebut tertuang dalam
    Putusan MK
    Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
    Di samping itu, MK tidak bisa menentukan secara spesifik waktu pelaksanaan pemilu nasional dengan daerah.
    Namun, MK mengusulkan pilkada dan pileg DPRD dapat digelar paling lama dua tahun enam bulan setelah pelantikan anggota DPR/DPD dan presiden/wakil presiden.
    “Menurut Mahkamah, pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota,” ujar Wakil Ketua MK Saldi Isra, Kamis.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 2
                    
                        MK Putuskan Pemilu Nasional-Daerah Dipisah, Pemilihan DPRD Bareng Pilkada
                        Nasional

    2 MK Putuskan Pemilu Nasional-Daerah Dipisah, Pemilihan DPRD Bareng Pilkada Nasional

    MK Putuskan Pemilu Nasional-Daerah Dipisah, Pemilihan DPRD Bareng Pilkada
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Mahkamah Konstitusi
    (MK) memutuskan untuk memisahkan pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) nasional dan daerah mulai 2029.
    Artinya, pemilu nasional hanya untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden/wakil presiden. Sedangkan, pemilihan anggota
    DPRD
    tingkat provinsi dan kabupaten kota dilakukan bersamaan dengan pemilihan kepala daerah (
    Pilkada
    ).
    Hal tersebut tertuang dalam Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
    Wakil Ketua MK Saldi Isra menyampaikan, Mahkamah mempertimbangkan pembentuk undang-undang yang belum melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (
    UU Pemilu
    ) sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019.
    Lanjutnya, MK melihat DPR maupun pemerintah sedang mempersiapkan upaya untuk melakukan reformasi terhadap semua undang-undang yang terkait dengan Pemilu.
    “Dengan pendirian tersebut, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa semua model penyelenggaraan pemilihan umum, termasuk pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang telah dilaksanakan selama ini tetap konstitusional,” ujar Saldi di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).
    Di samping itu, Saldi menjelaskan, MK tidak bisa menentukan secara spesifik waktu pelaksanaan pemilu nasional dengan daerah.
    Namun, MK mengusulkan
    pilkada
    dan
    pileg DPRD
    dapat digelar paling lama dua tahun enam bulan setelah pelantikan anggota DPR/DPD dan presiden/wakil presiden.
    “Menurut Mahkamah, pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota,” ujar Saldi.
    MK dalam pertimbangannya juga menjelaskan, persoalan daerah cenderung tenggelam jika
    pemilihan DPRD
    provinsi dan kabupaten/kota digabung dengan pemilihan nasional yang memilih presiden-wakil presiden dan DPR.
    Hal ini disebabkan oleh partai politik, kontestasn, hingga pemilih yang lebih fokus terhadap pemilihan presiden dan anggota DPR.
    “Masalah pembangunan di setiap provinsi dan kabupaten/kota harus tetap menjadi fokus dan tidak boleh dibiarkan tenggelam di tengah isu/masalah pembangunan di tingkat nasional yang ditawarkan oleh para kandidat yang tengah bersaing untuk mendapatkan posisi politik di tingkat pusat dalam pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, dan presiden/wakil presiden,” ujar Saldi.
    Sedangkan dari sisi pemilih, MK menilai waktu pelaksanaan pemilu nasional dan daerah yang berdekatan berpotensi membuat masyarakat jenuh. dan tidak fokus.
    Hal ini disebabkan oleh pemilih yang harus mencoblos lima jenis kertas suara dalam satu waktu, mulai dari presiden-wakil presiden, DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
    “Fokus pemilih terpecah pada pilihan calon yang terlampau banyak dan pada saat yang bersamaan waktu yang tersedia untuk mencoblos menjadi sangat terbatas. Kondisi ini, disadari atau tidak, bermuara pada menurunnya kualitas pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam pemilihan umum,” ujar Saldi.
    Dalam amar putusannya, MK menyatakan Pasal 167 ayat (3) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai, “Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden/Wakil Presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional”.
    “Menyatakan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5678) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai, ‘Pemilihan dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang dilaksanakan dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden’,” tandas Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan.
    Sebagai informasi, pemohon dalam perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 adalah Perludem yang mengujikan Pasal 1 ayat (1), Pasal 167 ayat (3), Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu, dan Pasal 3 ayat (1) UU Pilkada.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Klarifikasi Sekda Jabar Usai Disindir Erwan Setiawan karena Tak Hadir di Rapat Paripurna

    Klarifikasi Sekda Jabar Usai Disindir Erwan Setiawan karena Tak Hadir di Rapat Paripurna

    Liputan6.com, Bandung – Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman memberikan klarifikasi terkait dirinya yang absen dalam rapat paripurna DPRD Jawa Barat.

    Sebelumnya, Wakil Gubernur Jawa Barat, Erwan Setiawan sempat menyinggung Herman selaku sekda yang tak hadir dalam rapat paripurna pada Kamis, 19 Juni 2025.

    Terkait itu, Herman mengaku tidak dapat menghadiri rapat lantaran mendapat tugas untuk mendampingi Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi ke lokasi bencana pergeseran tanah di Kampung Cigintung, Desa Pasirmunjul, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Purwakarta.

    Dalam kunjungan itu, Herman mengatakan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno juga turut hadir untuk meninjau langsung lokasi bencana.

    “Pak Menko masihan simpati, bantosan tur ngadorong akselerasi penanganan bencana utamina pascabencana nyaeta ka lokasi. Sateuacanan pak gubernur oge tos on the spot langsung ka lapangan kangge mempercepat evakuasi sareng memetakan rencana relokasi (Pak Menko memberikan simpati, bantuan untuk mendorong akselerasi penanganan bencana terutama pascabencana yakni ke lokasi. Sebelumnya, pak gubernur juga sudah on the spot langsung ke lapangan untuk mempercepat evakuasi dan memetakan rencana relokasi),” kata Herman dalam unggahan di media sosialnya, dikutip pada Sabtu 21 Juni 2025.

    Setelah mendampingi Menko PMK, Herman mengaku langsung melakukan konsolidasi bersama Sekda Kabupaten Purwakarta, BPBD Provinsi Jawa Barat, dan BPBD Kabupaten Purwakarta untuk merumuskan tindak lanjut relokasi.

    “Rencana tindak lanjut relokasi tur mastikeun dukungan logistik, layanan kesehatan, tur nu sanesna kangge para pengungsi (Rencana tindak lanjut relokasi untuk memastikan dukungan logistik, layanan kesehatan, dan lainnya untuk para pengungsi),” tandasnya.

    Maka dari itu, atas ketidakhadirannya dalam rapat paripurna, Herman mengucapkan permohonan maaf. 

    “Ku kituna simkuring ngadugikeun hapunten, tadi teu tiasa ngiring rapat paripurna DPRD margi waktosna bersamaan sareng kegiatan di Purwakarta (Dengan itu, saya mengucapkan permintaan maaf, tadi tidak bisa mengikuti rapat paripurna DPRD karena waktunya bersamaan dengan kegiatan di Purwakarta),” ucapnya.

    Adapun terkait kinerjanya, Herman meminta masyarakat untuk melihat sendiri bagaimana rekam jejaknya selama menjabat sebagai sekda di lingkup Pemerintah Provinsi Jawa Barat.  

    “Simkuring totalitas kangge ngawangun Jawa Barat sakumaha tugas dan fungsi sekda, dibantos ku wargi-wargi ASN (Saya totalitas untuk membangun Jawa Barat sebagaimana tugas dan fungsi sekda, dibantu oleh para ASN),” pungkasnya.

     

    Simulasi Demo Rusuh usai Pilkada 2024 di Pemalang

  • Anies Bertemu Megawati di Akad Nikah Putri Pramono Anung, Ngobrol Apa?
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        25 Juni 2025

    Anies Bertemu Megawati di Akad Nikah Putri Pramono Anung, Ngobrol Apa? Megapolitan 25 Juni 2025

    Anies Bertemu Megawati di Akad Nikah Putri Pramono Anung, Ngobrol Apa?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Mantan Gubernur DKI Jakarta
    Anies Baswedan
    bertemu dengan Presiden ke-5 RI sekaligus Ketua Umum PDI Perjuangan
    Megawati Soekarnoputri
    dalam acara akad nikah putri Gubernur Jakarta
    Pramono Anung
    , Hanifa Fadhila di Rumah Dinas Gubernur Jakarta, Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (25/6/2025).
    Anies mengaku sempat bersalaman dan mengobrol dengan Megawati seputar
    pernikahan
     Hanifa Fadhila anak Pramono Anung.
    “Ya sama semuanya, dengan beliau juga bersalaman, ngobrol. Kalau suasana nikah kita ngobrolnya seputar pernikahan,” ucap Anies di lokasi, Rabu.
    Tak hanya itu, Anies sempat memuji suasana akad nikah yang menurutnya berlangsung khidmat dan penuh nuansa budaya.
    Ia memberikan apresiasi tinggi kepada Pramono Anung yang menyelenggarakan acara memadukan unsur tradisional dan modern.
    “Saya salut dengan Mas Pram, Mba Hani yang menyelenggarakan ini dengan bisa mengkombinasikan. Di satu sisi ada nuansa modern, tapi akar budaya terjaga. Jadi luar biasa acaranya, hikmat dan penuh nuansa kebudayaan,” kata Anies.
    Ia juga sempat mendoakan pasangan pengantin.
    “Semoga ikatan yang terbangun bukan hanya antara dua pribadi, tapi dua keluarga menjadi satu keluarga besar,” kata Anies.
    Pertemuan antara Anies dan Megawati menarik perhatian, mengingat kedekatan yang pernah terjalin di masa menjelang Pilkada 2024.
    Saat itu, Anies diketahui menjalin komunikasi intensif dengan PDIP dan menyampaikan rasa hormat kepada Megawati agar mendapatkan dukungan untuk maju di Pilkada Jakarta.
    Namun, pada akhirnya PDIP memilih mengusung kader internal, yakni Pramono Anung sebagai calon gubernur, berpasangan dengan Rano Karno sebagai calon wakil gubernur.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pemkot Malang susun regulasi program bantuan Rp50 juta per RT

    Pemkot Malang susun regulasi program bantuan Rp50 juta per RT

    “Masih disiapkan aturan untuk program itu, sekarang masih dalam tahap pembahasan berupa rancangan perwali,”

    Malang, Jawa Timur (ANTARA) – Pemerintah Kota (Pemkot) Malang mulai menyusun regulasi sebagai dasar pelaksanaan program pemberian bantuan senilai Rp50 juta untuk setiap rukun tetangga (RT).

    Wali Kota Malang Wahyu Hidayat di Kota Malang, Jawa Timur, Rabu, mengatakan regulasi yang sedang digodok ini berupa rancangan peraturan wali kota (perwali) yang memuat teknis penyaluran dana bantuan bagi setiap RT di Kota Malang.

    “Masih disiapkan aturan untuk program itu, sekarang masih dalam tahap pembahasan berupa rancangan perwali,” kata Wahyu.

    Program bantuan Rp50 juta per RT itu merupakan janji politik dari Wahyu Hidayat bersama Wakil Wali Kota Ali Muthohirin yang kerap kali disampaikan ketika masa kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

    Wahyu menjelaskan mengingat dasar teknis masih dibahas, maka program tersebut baru akan direalisasikan pada tahun anggaran 2026.

    “Karena di tahun ini ketika saya masuk (menjabat) pembahasan anggaranmya sudah berjalan, sehingga tidak mungkin untuk dilakukan penganggaran,” ucapnya.

    Penyusunan perwali ini menjadi pokok penting di setiap pelaksanaan program pemerintah daerah (pemda), karena untuk memastikan semua berjalan sesuai mekanisme dan tepat sasaran, seperti penyaluran anggaran hingga sistem pengawasan.

    “Saya sudah pernah menyampaikan jangan sampai ada masalah. Kami benar-benar melakukan koordinasi dan konsultasi supaya program ini berjalan sesuai harapan,” ujar dia.

    Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Malang Erik Setyo Santoso menyatakan program Rp50 juta per RT nantinya dimasukkan di dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) 2026.

    Dia menyebut sudah mendapatkan gambaran bagaimana program itu berjalan setelah melakukan studi banding ke beberapa daerah yang telah melaksanakan hal serupa.

    “Kami belajar bagaimana membangun pola, misalnya dari penganggaran, penerapan, dan pertanggungjawaban,” ucap dia.

    Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kota Malang Subkhan menambahkan dana yang disalurkan melalui program Rp50 juta per RT sifatnya bukan hibah, namun bisa dilakukan melalui skema penganggaran yang bisa dipertanggungjawabkan sesuai aturan.

    “Jadi pembahasan yang dilakukan itu tidak bisa dalam kurun waktu dua sampai tiga hari saja,” kata dia.

    Lantaran menyangkut anggaran daerah, maka proses pembahasan rancangan perwali perlu diawasi dengan ketat untuk mencegah potensi kesalahan saat penyaluran dan pemanfaatan bantuan.

    “Memang perlu dikawal sebaik mungkin,” ucapnya.

    Pewarta: Ananto Pradana
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Di Retret, Mendes Pesan Kepala Daerah Jaga Desa Jangan Seperti di Jepang-Korsel

    Di Retret, Mendes Pesan Kepala Daerah Jaga Desa Jangan Seperti di Jepang-Korsel

    Jakarta

    Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Yandri Susanto menjadi pemateri dalam acara retret kepala daerah gelombang ke-2. Yandri berpesan kepada kepala daerah untuk membangun desa masing-masing agar tidak seperti Jepang atau Korea Selatan (Korsel).

    “Karena kita tidak mau terjadi seperti sekarang di Jepang, tinggal 7 persen tinggal di desa, semua bergerak ke kota, harga beras di Jepang sekarang sangat mahal dan sangat langka, begitu juga Korea Selatan,” kata Yandri saat jadi pemateri retret digelar di IPDN, Jawa Barat, Selasa (24/6/2025).

    “Jadi saya tadi contohkan dua negara ini dekat dengan kita, sekarang sudah mengalami persoalan serius tata negaranya, karena desa kurang diurus,” tambahnya.

    Yandri berharap agar para kepala daerah bisa membangun desa dan memberikan pemerataan ekonomi di wilayahnya masing-masing. Program yang ditekankan adalah desa wisata, desa ketahanan pangan, hingga desa bebas sampah.

    “Inti pokoknya kalau ini dilaksanakan, maka tagline kami bangun desa, bangun Indonesia, itu bisa tercapai dan pertumbuhan ekonomi bisa disumbangkan dari desa, lumayan besar, jadi astacita ke enam itu bisa menjadi andalan,” tuturnya.

    Singgung Istri Jadi Peserta Retret

    “Alhamdulillah Ratu Rachmatuzakiyah sebagai Bupati Serang sudah dilantik tanggal 27 Mei kemarin. Dan sekarang sudah hadir di sini,” kata Yandri.

    Yandri mengungkit putusan MK yang meminta wilayah istrinya ikut pilkada pemungutan suara ulang (PSU). Ketika retret gelombang pertama di Magelang, istrinya jadi tidak bisa ikut.

    “Intinya saya minta juga MK kalau nanti ada gugatan ke depan, tolong juga diperhatikan fakta-fakta di lapangannya,” ucap dia.

    Untuk diketahui, ada 86 kepala daerah yang akan menjalani retret gelombang ke II ini. Retret akan dilakukan hingga Kamis (26/6).

    (ial/fca)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini