Event: Pilkada Serentak

  • Nasdem Desak DPR Minta Penjelasan MK Buntut Putusan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah

    Nasdem Desak DPR Minta Penjelasan MK Buntut Putusan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah

    Nasdem Desak DPR Minta Penjelasan MK Buntut Putusan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Partai
    Nasdem
    dalam pernyataan sikapnya mendesak agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI meminta penjelasan Mahkamah Konstitusi (
    MK
    ) terkait putusan memisahkan pelaksanaan pemilihan umum (
    pemilu
    ) serentak nasional dan lokal.
    “Partai
    NasDem
    mendesak
    DPR RI
    untuk meminta penjelasan MK dan menertibkan cara MK memahami norma Konstitusi dalam mengekspresikan sikap kenegarawanannya yang melekat pada diri para hakimnya,” kata anggota Majelis Tinggi Partai NasDem, Lestari Moerdijat di kantor DPP Nasdem, Gondangdia, Jakarta Pusat, Senin (30/6/2025).
    Pasalnya, Nasdem dengan tegas menyatakan bahwa
    putusan MK
    tersebut menyalahi konstitusi.
    “Pemisahan skema pemilihan presiden,
    DPR
    RI, DPR RI dengan kepala daerah dan DPRD adalah melanggar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945,” ujar Lestari.
    Wakil Ketua MPR yang biasa disapa sebagai Rerie ini memaparkan bahwa putusan MK itu bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 22e ayat 1 yang menyatakan bahwa pemilu diselenggarakan setiap lima tahun sekali.
    “Perlu untuk dipahami bahwa pemilihan anggota DPRD dan kepala daerah merupakan bagian dari rezim pemilu. Penegasan DPRD sebagai rezim pemilu dijelaskan dalam Pasal 22e UUD NRI 1945, sedangkan pilkada sebagai rezim pemilu ditegaskan dalam putusan MK 95/2022,” katanya.
    “Sehingga secara konstitusional, pemilu harus dilaksanakan setiap lima tahun sekali dan terlepas dari waktu pemilihan yang berbeda,” ujar Lestari lagi.
    Selain itu, dia menyebut, MK telah memasuki dan mengambil kewenangan legislatif dan pemerintah. Sebab, penentuan waktu pasti penyelenggaraan pemilu merupakan
    open legal policy
    yang merupakan kewenangan DPR RI dan Presiden atau pemerintah.
    “MK memasuki dan mengambil kewenangan legislatif terkait
    open legal policy
    yang merupakan kewenangan DPR RI dan Presiden (Pemerintah),” kata Lestari.
    Tak hanya itu, Nasdem menilai, MK melakukan pencurian terhadap kedaulatan rakyat karena memutuskan pemisahan pemilu serentak nasional dan lokal.
    Sebab, lagi-lagi berdasarkan Pasal 22e ayat 1 UUD NRI 1945, pemilu diselenggarakan setiap lima tahun sekali.
    “MK tunduk pada batas kebebasan kekuasaan kehakiman dan tidak mempunyai kewenangan untuk menetapkan norma baru, apalagi membuat putusan merubah norma konstitusi UUD NRI 1945. Dengan keputusan ini MK sedang melakukan pencurian kedaulatan rakyat,” ujar Lestari.
    Dalam pernyataan sikap ini, hadir politikus elite NasDem lain antara lain Ketua Fraksi NasDem DPR Victor Laiskodat, Ketua Fraksi NasDem MPR Robert Rouw, hingga Ketua Dewan Pakar NasDem Peter F Gontha.
    Diberitakan sebelumnya, MK mengabulkan sebagian permohonan Perludem dalam Perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024.
    Dalam putusan yang dibacakan pada 26 Juni 2025, MK memutuskan bahwa pemilu anggota DPRD dan kepala/wakil kepala daerah (pemilu lokal) digelar 2 atau 2,5 tahun sejak pelantikan anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden terpilih (pemilu nasional).
    Dalam pertimbangan hukum, MK menyoroti pelaksanaan
    Pemilu
    2019 yang menyebabkan penyelenggara pemilu jatuh sakit dan meninggal dunia karena rumitnya teknis penghitungan suara dan terbatasnya waktu untuk rekapitulasi suara.
    Selain itu, MK juga menyoroti tenggelamnya masalah pembangunan daerah di tengah isu nasional karena pemilu nasional dan lokal digabungkan
    Menurut Mahkamah, masalah pembangunan di setiap provinsi dan kabupaten/kota harus tetap menjadi fokus dan tidak boleh dibiarkan tenggelam di tengah isu nasional.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • NasDem: Putusan MK soal Pemisahan Pemilu Tak Berkekuatan Mengikat

    NasDem: Putusan MK soal Pemisahan Pemilu Tak Berkekuatan Mengikat

    NasDem: Putusan MK soal Pemisahan Pemilu Tak Berkekuatan Mengikat
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Partai
    NasDem
    menilai putusan
    MK
    soal pemisahan pemilu serentak tidak punya kekuatan hukum yang mengikat lantaran bersifat inkonstitusional.
    “Dan karenanya putusan MK tidak mempunyai kekuatan mengikat dan merupakan putusan inkonstitusional,” kata anggota Majelis Tinggi Partai NasDem,
    Lestari Moerdijat
    di kantor DPP NasDem, Gondangdia, Jakarta Pusat, Senin (30/6/2025).
    Dalam pengumuman pernyataan sikap DPP Partai NasDem ini, hadir politikus elite NasDem lain antara lain Ketua Fraksi NasDem DPR Victor Laiskodat, Ketua Fraksi NasDem MPR Robert Rouw, hingga Ketua Dewan Pakar NasDem Peter F Gontha.
    NasDem menilai putusan MK itu bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 22e ayat 1 yang menyatakan bahwa pemilu diselenggarakan tiap lima tahun sekali.
    Adapun menurut putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024, pemilu nantinya dipisah antara pemilu serentak nasional dan pemilu serentak lokal dengan jeda antara 2 tahun sampai 2 tahun 6 bulan. Putusan itu akan diberlakukan untuk
    Pemilu 2029
    .
    “Pemisahan skema pemilihan presiden, DPR RI, DPR RI dengan kepala daerah dan DPRD adalah melanggar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945,” kata Rerie, sapaan Lestari Moerdijat.
    NasDem juga menyatakan MK tidak punya kewenangan mengubah norma hukum dan konstitusi.
    Sebagaimana diketahui, MK memutuskan bahwa pemilu serentak dibagi menjadi dua, yakni, pertama, pemilu serentak nasional terdiri dari Pilpres, Pileg DPR, MPR, dan DPD. Kedua, pemilu serentak lokal terdiri dari Pilkada, Pileg DPRD Provinsi, dan Pileg DPRD Kabupaten/Kota.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Soal Pemilu Dipisah, Nasdem: MK Memasuki dan Ambil Kewenangan Legislatif…

    Soal Pemilu Dipisah, Nasdem: MK Memasuki dan Ambil Kewenangan Legislatif…

    Soal Pemilu Dipisah, Nasdem: MK Memasuki dan Ambil Kewenangan Legislatif…
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Partai
    Nasdem
    menyebut bahwa Mahkamah Konstitusi (
    MK
    ) memasuki dan mengambil kewenangan legislatif dan pemerintah karena memutuskan
    pemilu
    anggota DPRD dan kepala/wakil kepala daerah (pemilu lokal) digelar 2 atau 2,5 tahun sejak pelantikan anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden terpilih (pemilu nasional).
    Pasalnya, dalam pernyataan sikapnya, Nasdem menegaskan bahwa hal itu harusnya
    open legal policy
    yang merupakan kewenangan DPR RI dan Presiden atau pemerintah.
    “MK memasuki dan mengambil kewenangan legislatif terkait open legal policy yang merupakan kewenangan DPR RI dan Presiden (Pemerintah),” kata anggota Majelis Tinggi Partai
    NasDem
    , Lestari Moerdijat di kantor DPP NasDem, Gondangdia, Jakarta Pusat, Senin (30/6/2025).
    Selain itu, Lestari mengatakan, Nasdem menilai bahwa MK telah menjadi negative legislator sendiri. Padahal, bukan kewenangannya dalam sistem hukum yang demokratis.
    “Dan tidak melakukan metode moral reading dalam menginterpretasi hukum dan konstitusi,” ujarnya.
    Lebih lanjut, Wakil Ketua MPR yang biasa disapa sebagai Rerie ini memaparkan bahwa
    putusan MK
    itu bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 22e ayat 1 yang menyatakan bahwa pemilu diselenggarakan setiap lima tahun sekali.
    “Perlu untuk dipahami bahwa pemilihan anggota DPRD dan kepala daerah merupakan bagian dari rezim pemilu. Penegasan DPRD sebagai rezim pemilu dijelaskan dalam Pasal 22e UUD NRI 1945, sedangkan pilkada sebagai rezim pemilu ditegaskan dalam putusan MK 95/2022,” katanya.
    “Sehingga secara konstitusional, pemilu harus dilaksanakan setiap lima tahun sekali dan terlepas dari waktu pemilihan yang berbeda,” ujar Lestari melanjutkan.
    Dalam pernyataan sikap ini, hadir politikus elite Nasdem lain antara lain Ketua Fraksi Nasdem DPR Victor Laiskodat, Ketua Fraksi NasDem MPR Robert Rouw, hingga Ketua Dewan Pakar Nasdem Peter F Gontha.
    Diberitakan sebelumnya, MK mengabulkan sebagian permohonan Perludem dalam Perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024.
    Dalam putusan yang dibacakan pada 26 Juni 2025, MK memutuskan bahwa pemilu anggota DPRD dan kepala/wakil kepala daerah (pemilu lokal) digelar 2 atau 2,5 tahun sejak pelantikan anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden terpilih (pemilu nasional).
    Dalam pertimbangan hukum, MK menyoroti pelaksanaan
    Pemilu
    2019 yang menyebabkan penyelenggara pemilu jatuh sakit dan meninggal dunia karena rumitnya teknis penghitungan suara dan terbatasnya waktu untuk rekapitulasi suara.
    Selain itu, MK juga menyoroti tenggelamnya masalah pembangunan daerah di tengah isu nasional karena pemilu nasional dan lokal digabungkan
    Menurut Mahkamah, masalah pembangunan di setiap provinsi dan kabupaten/kota harus tetap menjadi fokus dan tidak boleh dibiarkan tenggelam di tengah isu nasional.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Eri Cahyadi Respons Positif Putusan MK yang Pisah Pemilu Nasional dan Daerah
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        30 Juni 2025

    Eri Cahyadi Respons Positif Putusan MK yang Pisah Pemilu Nasional dan Daerah Surabaya 30 Juni 2025

    Eri Cahyadi Respons Positif Putusan MK yang Pisah Pemilu Nasional dan Daerah
    Tim Redaksi
    SURABAYA, KOMPAS.com
    – Wali Kota
    Surabaya
    ,
    Eri Cahyadi
    merespons putusan
    Mahkamah Konstitusi
    (
    MK
    ) perihal pemisahan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah pada tahun 2029.
    Eri mendukung keputusan MK terkait
    pemisahan pemilu
    tersebut.
    Dia memperkirakan, skema itu bisa berjalan lebih baik dibandingkan dilaksanakan secara serempak.
    “Kalau itu sudah diputuskan, tapi memang lebih baik kalau dipastikan ada perbedaan, tidak berbarengan, itu memang jauh lebih baik,” kata Eri di DPRD
    Surabaya
    , Senin (30/6/2025).
    Selain itu, menurut Eri, hal itu mempermudah masyarakat dalam memberikan hak suaranya.
    Para pemilih memiliki waktu untuk berpikir menentukan pilihannya.
    “Sehingga apa? Sehingga tidak berbarengan dan tidak menimbulkan gesekan yang seperti kemarin,” katanya. 
    “Orang itu bosan, mari (habis) presiden, pileg (pemilihan legislatif),
    maringono
    (setelahnya) pilkada (pemilihan kepala daerah) sama DPRD Kota, daerah, mungkin dipisah lebih bagus,” ucap Eri. 
    Meski demikian, kata Eri, MK pasti sudah memiliki pertimbangan sendiri sebelum mengeluarkan keputusan tersebut, terutama dengan memikirkan manfaat untuk masyarakat secara luas.
    “Tapi itu saya yakin banyak pertimbangan, dan saya yakin keputusan itu pasti akan mempertimbangkan lebih baik manfaatnya daripada mudaratnya, makanya diambil keputusan itu,” ujarnya.
    Diberitakan sebelumnya, putusan MK yang memerintahkan pemisahan antara pemilu nasional dan pemilu daerah mulai 2029 dinilai sebagai momentum penting untuk memperbaiki tata kelola pemilu.
    Putusan ini dinilai bisa meringankan beban penyelenggara pemilu dan berpotensi meningkatkan kualitas partisipasi rakyat dalam pesta demokrasi.
    Lebih jauh, putusan MK tersebut juga dianggap membuka jalan dilaksanakannya revisi besar-besaran terhadap undang-undang kepemiluan melalui pendekatan
    omnibus law.
    Dalam putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024, MK menyatakan bahwa pemilu nasional dan daerah tidak lagi dilakukan secara serentak.
    Pemilu nasional akan difokuskan pada pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR, serta DPD.
    Sementara itu, pemilu daerah yang mencakup pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, wali kota/wakil wali kota, serta anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota, dilakukan pada waktu yang berbeda.
    Wakil Ketua MK Saldi Isra menyampaikan bahwa Mahkamah mempertimbangkan pembentuk undang-undang yang belum melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019.
    Selain itu, MK melihat DPR maupun pemerintah sedang mempersiapkan upaya untuk melakukan reformasi terhadap semua undang-undang yang terkait dengan Pemilu.
    “Dengan pendirian tersebut, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa semua model penyelenggaraan pemilihan umum, termasuk pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota yang telah dilaksanakan selama ini tetap konstitusional,” ujar Saldi di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tanggapan Bupati Lumajang soal Putusan MK Pisahkan Pemilu
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        30 Juni 2025

    Tanggapan Bupati Lumajang soal Putusan MK Pisahkan Pemilu Surabaya 30 Juni 2025

    Tanggapan Bupati Lumajang soal Putusan MK Pisahkan Pemilu
    Tim Redaksi
    LUMAJANG, KOMPAS.com
    – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan memisahkan pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) nasional dan daerah mulai tahun 2029.
    Pemilu nasional
    akan difokuskan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta Presiden dan Wakil Presiden.
    Sementara itu, pemilihan anggota DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota akan dilakukan bersamaan dengan pemilihan kepala daerah (Pilkada) minimal dua tahun setelah
    pemilu nasional
    .
    Dengan keputusan ini,
    pemilu daerah
    diperkirakan akan berlangsung pada tahun 2031, yang berarti masa jabatan kepala daerah akan diperpanjang satu tahun.
    Sebelumnya, masa jabatan kepala daerah dijadwalkan berakhir pada tahun 2030, namun kini akan berakhir pada tahun 2031.
    Menanggapi keputusan tersebut, Bupati Lumajang,
    Indah Amperawati
    , menyatakan bahwa pilihan untuk memperpanjang masa jabatan kepala daerah sangat bijak.
    Ia menjelaskan bahwa perpanjangan masa jabatan akan memastikan bahwa program-program daerah untuk masyarakat dapat terus berjalan tanpa terputus.
    “Sepertinya akan diperpanjang, ini juga baik karena program daerah juga akan terus berjalan,” kata Indah di Lumajang, Senin (30/6/2025).
    Namun, Indah juga mengakui bahwa perubahan jadwal pemilu ini akan menambah beban bagi partai politik.
    Dengan adanya dua kali agenda pemilu dalam kurun waktu lima tahun, partai akan menghadapi tantangan yang lebih besar dalam hal akomodasi dan sumber daya manusia.
    “Pusingnya bertambah, beban partai pasti bertambah baik akomodasi maupun tenaga yang dikeluarkan,” imbuh Indah.
    Sebagai informasi tambahan, putusan MK mengenai pemisahan pemilu nasional dan daerah ini juga berpotensi menambah masa jabatan anggota DPRD selama dua tahun.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Marak BTS Palsu Kuras Rekening Warga RI, Ini Solusinya

    Marak BTS Palsu Kuras Rekening Warga RI, Ini Solusinya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kejahatan BTS palsu yang sempat menghebohkan beberapa waktu lalu bisa kita hindari dengan solusi baru dari Android 16. Pembaruan tersebut membawa fitur keamanan yang akan mengingatkan pengguna saat menggunakan jaringan seluler palsu atau tidak aman.

    Fitur dirancang melawan simulator situs seluelr atau perangkat didesain sebagai menara operator seluler. Keduanya akan membuat perangkat di dekatnya seakan terhubung dengan operator asli dan mengumpulkan informasi pribadi termasuk mengurasi rekening bank.

    Pengguna akan dapat memilih untuk mengaktifkan atau menonaktifkan notifikasi jaringan. Pemberitahuan itu akan memperingatkan pengguna saat perangkat mengakses jaringan berbahaya.

    Android juga menyediakan opsi lain untuk pengguna bisa mengaktifkan perlindungan jaringan 2G. jadi akan menghindari jaringan yang kurang aman.

    Sayang fitur keamanan ini tidak akan langsung tersedia. Hanya menjadi bagian dari pembaruan OS Android terbaru yang dirilis awal bulan ini.

    Android Authority melaporkan fitur akan tersedia hingga perangkat Android generasi berikutnya. Sebab perangkat sekarang tidak memiliki hardware yang mendukung fitur keamanan tersebut, dikutip dari Engadget, Senin (30/6/2025).

    Salah satu kemungkinannya fitur akan tersedia paling cepat di Pixel 10, yang segera rilis dalam waktu dekat.

    Kejahatan BTS palsu atau Fake BTS sendiri sempat terjadi beberapa kali. Misalnya pada penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 dan 2023 lalu.

    Sementara awal 2025 ini, penipuan tersebut berkembang dan menyasar ke dunia perbankan. Sejumlah daerah jadi sasaran modus tersebut seperti Jakarta, Bandung hingga Denpasar. Oknum menyamar sebagai akun bank dan bisa membobol rekening pengguna dan menyebabkan kerugian finansial.

    Dalam sebuah wawancara, Direktur Strategi dan Kebijakan Infrastruktur Digital Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Denny Setiawan menjelaskan pemancar yang digunakan sifatnya intermitter. Alatnya bisa berukuran sangat kecil atau dengan menggunakan ponsel yang dapat berpindah dengan cepat.

    “Kurang lebih 2 menit dan intermittent sehingga sulit sekali untuk melakukan pelacakan sumber pancaran,” ungkap dia.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Repons PKS usai MK Putuskan Pemilu dan Pilkada Terpisah

    Repons PKS usai MK Putuskan Pemilu dan Pilkada Terpisah

    Bisnis.com, Jakarta — PKS akan mendorong revisi Undang-Undang Pemilu dan Pilkada menyusul adanya putusan MK yang memisahkan pemilu nasional dan daerah.

    Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS, Jazuli Juwaini meminta semua pihak untuk menghormati putusan MK yang sudah final dan mengikat terkait pemisahan pemilu nasional dan daerah.

    Menurut Jazuli, proses revisi tersebut harus dilakukan secara hati-hati, cermat, dan partisipatif, karena menyangkut desain besar demokrasi bangsa, termasuk aspek teknis penyelenggaraan dan pengisian masa jabatan kepala daerah serta anggota DPRD pada masa transisi.

    “Putusan ini membawa implikasi yang perlu ditindaklanjuti dengan perubahan regulasi, tidak hanya soal waktu pelaksanaan, tetapi juga menyangkut kesiapan dari regulasi, kelembagaan penyelenggara, hingga kepastian hukum bagi jabatan-jabatan publik di daerah selama masa jeda 2029–2031,” tuturnya di Jakarta, Senin (30/6).

    Dia mengemukakan revisi UU nantinya tidak hanya sebatas penyesuaian teknis, tetapi juga momentum untuk memperkuat kualitas demokrasi, partisipasi rakyat, dan efektivitas tata kelola pemilu agar lebih efisien, transparan, dan akuntabel.

    “DPR dan pemerintah serta penyelenggara pemilu akan bekerja sama memastikan transisi ini berjalan mulus, konstitusional, dan tetap menjamin hak pilih rakyat serta stabilitas pemerintahan di pusat dan daerah,” katanya.

    Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi mengubah skema waktu pelaksanaan Pemilu menjadi dua tahap: Pertama, Pemilu Serentak Nasional yaitu Presiden, DPR, dan DPD tetap dilaksanakan pada tahun 2029. 

    Kedua, Pemilu Daerah Pilkada dan Pemilihan Anggota DPRD digeser dua tahun kemudian pada tahun 2031, dan disatukan pelaksanaannya.

  • DPR Pertanyakan Posisi MK usai Putuskan Pisah Pemilu dan Pilkada

    DPR Pertanyakan Posisi MK usai Putuskan Pisah Pemilu dan Pilkada

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda mempertanyakan posisi Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan jadwal pemilu. Menurutnya, ada norma yang dilampaui MK.

    Dia menjelaskan MK itu dilahirkan sebagai negative legislature, sehingga posisinya hanya memberikan pandangan terhadap satu norma undang-undang apakah konstitusional atau inkonstitusional terhadap Undang-Undang Dasar (UUD).

    Kemudian, legislator NasDem ini menjabarkan bila norma undang-undang itu inkonstitusional maka akan diserahkan kepada presiden atau pemerintah dan DPR, supaya norma yang inkonstitusional itu disempurnakan.

    “Nah sekarang MK itu memposisikan diri sebagai positive legislature. Jadi bukan hanya mengatakan bahwa ini inkonstitusional, tapi dia bikin norma sendiri,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (30/6/2025).

    Rifqi khawatir bilamana ini terus terjadi maka ke depannya Indonesia tidak akan pernah bisa menghasilkan satu demokrasi konstitusional dan negara hukum yang baik.

    Dia juga mengeluhkan bila semisalnya nanti pihaknya sudah merevisi Undang-Undang Pemilu dan UU-nya belum dilaksanakan, tahu-tahu ada judicial review (uji materiil) dan diterbikan lagi norma baru.

    “Nah kalau seperti ini terus Menurut pandangan saya Kita tidak bisa saling menghargai antar lembaga negara. Karena itu kemudian izinkan sekali lagi DPR dan Pemerintah melakukan pencermatan yang sangat serius terhadap putusan MK terbaru ini,” ujarnya.

    Menurutnya, bisa jadi ini menjadi pintu masuk bagi semua pihak untuk melihat lebih jauh bagaimana proses pembentukan hukum nasional Indonesia ke depannya.

  • Jalan mulus Appi Menuju Ketua Golkar Sulsel, Erwin Aksa Faktor Penentu

    Jalan mulus Appi Menuju Ketua Golkar Sulsel, Erwin Aksa Faktor Penentu

    FAJAR.CO.ID, MAKASSAR – Munafri Arifuddin alias Appi, figur yang terus dibicarakan memiliki peluang besar menjadi Ketua Golkar Sulsel.

    Apalagi, Appi, tokoh yang bisa melanjukan tradisi Pahon Beringin di Sulsel, yaitu mengangkat kepala daerah menjadi pemimpin.

    Appi berhasil menorehkan sejarah dengan terpilih sebagai Wali Kota Makassar periode 2025-2030.

    Kemenangan ini merupakan buah dari kegigihan Appi, setelah sebelumnya dua kali gagal dalam kontestasi Pilkada Makassar. 2018 kalah dengan “kotak kosong”. 2020, Appi harus akui keunggulan petahana Danny Pomanto.

    Kini menjadi orang nomor satu di Ibu Kota Sulsel, Appi kini dilirik dan didukung mayoritas Ketua DPD II untuk melanjutkan kepemimpinan Taufan Pawe (TP).

    Dukungan DPD II tersebut bukan tanpa sebab. Ketua DPD Golkar Makassar itu dianggap punya ‘orang dalam’ yang memiliki pengaruh besar di DPP.

    Erwin Aksa, petinggi DPP Golkar. Tak lain ipar dari Appi. Appi merupakan anak mantu pengusaha terkemuka Sulsel Aksa Mahmud, yang juga tokoh senior Partai Golkar.

    Erwin Aska, merupakan Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar di era kepemimpinan Ketua Umum Airlangga Hartarto dan saat ini, dan merupakan anggota DPR RI Komisi VIII.

    Relasi dan pengaruh keluarga Aksa Mahmud dan Erwin Aksa sangat mempengaruhi, dan memuluskan perjalanan karir politik Munafri Arifuddin di Golkar.

    Kans ini membuat Appi diprediksi menjadi kiblat baru Golkar Sulsel. Sehingga, mayoritas pemilik suara lebih dulu perlihatkan loyalitasnya.

    Terbaru, Appi kembali mengumpulkan Ketua DPD II Golkar jelang Musda Golkar Sulsel, di Hotel Novotel Makassar, Sabtu, 28 Juni 2025.

  • Ondoafi dan Ondofolo di Papua ramai-ramai masuk anggota BMP kawal Presiden Prabowo

    Ondoafi dan Ondofolo di Papua ramai-ramai masuk anggota BMP kawal Presiden Prabowo

    Sumber foto: Aman Hasibuan/elshinta.com.

    Ondoafi dan Ondofolo di Papua ramai-ramai masuk anggota BMP kawal Presiden Prabowo
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Senin, 30 Juni 2025 – 15:13 WIB

    Elshinta.com – Puluhan ondoafi, ondofolo dan tokoh masyarakat rame-rame masuk anggota Barisan Merah Putih (BMP) di wilayah Kabupaten Jayapura. 

    Sebanyak 38 anggota DPC BMP Kabupaten Jayapura, Sabtu (28/6/2025) secara resmi dilantik dan dikukuhkan Ketua DPD Barisan Merah Putih (BMP) Papua, Yeri Hamadi yang dihadiri Ketua Dewan Adat Suku (DAS) Sentani, Orgened Kawai serta beberapa pejabat dan masyarakat bertempat di Obhe Kampung Harapan, Distrik Sentani Timur.  

    Ketua DPD BMP Papua, Yeri Hamadi mengatakan anggota DPC Barisan Merah Putih Kabupaten Jayapura yang hari ini telah resmi dilantik bisa melaksanakan tugas-tugasnya dalam mendukung program-program strategis pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. 

    “Kami harap anggota BMP Kabupaten Jayapura bisa mengawal semua program Presiden RI Prabowo Subianto di daerah Papua khususnya daerah ini salah satunya program makan bergizi gratis (MBG). Dan juga mengawal pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Gubernur Papua pada 6 Agustus 2025 mendatang,” kata Yeri Hamadi. 

    Menurut dia, pihaknya dari BMP Papua, kabupaten akan bersinergi dengan Pemrov Papua dan KPU dalam mendapatkan sosialisasi agar pelaksanaan PSU itu bisa berjalan baik dan benar.  BMP kedepan dapat terus melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam mejalankan program-programnya maupun progran pemerintah, dan TNI, Polri, serta menjaga kamtibmas di wilayah masing-masing. 

    “BMP yang baru dilantik bisa bersama-sama masyarakat menjaga keamanan dan membantu pemerintah dalam mendukung perkembangan pembangunan di daerah,” ungkap Yewi seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Aman Hasibuan, Senin (30/6).

    Yeri menambahkan, pelaksanaan PSU di Papua kedepan bisa berjalan dengan lancar, baik keamanan akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan masyarakat maupun pemerintah dan aparat keamanan. 

    Ditempat yang sama Ketua DCP Kabupaten Jayapura, Yakob Fiobetauw (Ondoafi) menyampaikan sebagai anggota BMP yang baru berharap agar mereka dapat diberikan pembinaan  dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya kedepan. 

    “Kami DPC BMP Kabupaten Jayapura akan menjalankan tugas-tugas yang diberikan BMP Pusat dan DPD BMP Papua teurtama mendukung program pemerintah daerah,” katanya.

    Untuk itu, semua program pemerintah pusat dan daerah harus bisa berjalan dengan baik di semua wilayah Papua, sehingga masyarakat sebagai penerima program tersebut dapat turun ke kampung-kampung dan dirasakan masyarakat.

    Sumber : Radio Elshinta