Event: Pilkada Serentak

  • Bawaslu tingkatkan patroli cegah politik uang pada PSU Barito Utara

    Bawaslu tingkatkan patroli cegah politik uang pada PSU Barito Utara

    Barito Utara (ANTARA) – Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Rahmat Bagja mengatakan pihaknya melakukan peningkatan patroli pengawasan untuk mencegah praktik politik uang kembali terulang dalam Pemungutan Suara Ulang (PSU) Kabupaten Barito Utara pada Rabu (6/8).

    “Pertama politik uang, patroli pengawasan kami tetap tingkatkan,” kata Bagja saat meninjau kesiapan pelaksanaan PSU di Kantor Bawaslu Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, Selasa.

    Bawaslu, kata dia, juga memberikan atensi khusus terhadap pencegahan politik uang pada gelaran pemilihan kepala daerah di Kabupaten Barito Utara dengan berkoordinasi bersama dua pasangan calon (paslon) yang berkontestasi.

    “Kemudian koordinasi dengan dua pihak ini, pasangan calon ini, dan tim paslon juga tentu kami tingkatkan,” ucapnya.

    Dia menyebut pihaknya memberikan imbauan kepada masing-masing paslon beserta tim kampanyenya untuk menghindari praktik-praktik lancung dalam gelaran PSU Pilkada Barito Utara 2024.

    Sebagaimana, kata dia, yang menjadi dasar PSU kembali digelar untuk kedua kalinya di Barito Utara karena seluruh pasangan calon bupati dan wakil bupati pada kontestasi sebelumnya didiskualifikasi lantaran terbukti saling melakukan politik uang.

    “Tidak melakukan atau mengadakan kegiatan-kegiatan yang cenderung melanggar peraturan perundangan, khususnya yang kemudian kemarin dilakukan PSU dan diskualifikasi,” katanya.

    Oleh sebab itu, Bagja berharap para paslon dapat berkaca pada pengalaman pilkada yang digelar di Barito Utara sebelumnya sebab PSU Rabu (6/8) akan menjadi PSU yang terakhir kalinya dihelat.

    Dia pun menjelaskan kunjungan yang dilakukannya ke Kantor Bawaslu Kabupaten Barito Utara hari ini untuk meninjau kesiapan pengawasan terhadap jalannya PSU di Barito Utara pada Rabu (6/8) esok hari.

    “Semua Panwascam (Pengawas Pemilu Kecamatan) pada saat ini dan PKD (Pengawas Kelurahan/Desa) sekarang melakukan patroli pengawasan, mengecek kesiapan logistik,” tuturnya.

    Dia lantas melanjutkan, “Kemudian juga berkaca patroli politik uang. Kemudian juga hal-hal yang kemudian bisa mengganggu perjalanan atau penyelenggaraan pilkada, PSU (di Barito Utara), pada saat ini.”

    Sebelumnya, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 313/PHPU.BUP-XXIII/2025 menyatakan mendiskualifikasi seluruh pasangan calon bupati dan wakil bupati pada PSU Pilkada Barito Utara 2024 karena terbukti saling melakukan politik uang.

    Pasangan calon yang didiskualifikasi adalah pasangan nomor urut 1 Gogo Purman Jaya-Hendro Nakalelo dan pasangan nomor urut 2 Akhmad Gunadi Nadalsyah-Sastra Jaya.

    Kemudian, PSU pilkada tindak lanjut putusan MK tersebut dijadwalkan pada 6 Agustus 2025 yang akan diikuti dua pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara, yakni calon nomor urut 1 Shalahuddin dan Felix S Tingan; serta calon nomor urut 2 Jimmy Carter dan Inriaty Karawaheni.

    Adapun selain di Barito Utara, PSU pada 6 Agustus juga akan digelar di Provinsi Papua, dan Kabupaten Boven Digoel; sedangkan untuk pilkada ulang digelar di Kabupaten Bangka dan Pangkal Pinang pada 27 Agustus 2025.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Disebut Berdamai dengan Jusuf Kalla, Kejagung: Putusan Pengadilan Silfester Jalan Terus

    Disebut Berdamai dengan Jusuf Kalla, Kejagung: Putusan Pengadilan Silfester Jalan Terus

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan bakal melaksanakan putusan vonis terkait Ketua Solidaritas Merah Putih (Solmet) Silfester Matutina.

    Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna mengatakan pihaknya tidak terlalu ambil pusing terkait dengan pernyataan Silfester yang mengaku sudah damai dengan Jusuf Kalla (JK).

    Pasalnya, putusan pengadilan ini sudah inkrah atau telah berkekuatan hukum tetap. Artinya, pihaknya bakal melakukan tindakan sesuai instruksi pengadilan.

    “Kita melaksanakan putusan pengadilan. Kalau urusan damai itu urusannya pribadi yang melaksanakan,” ujar Anang di Kejagung, Selasa (5/8/2025).

    Di samping itu, Anang menyatakan terkait persoalan Silfester ini telah diserahkan ke Kejari Jakarta Selatan. Sebab, tim eksekutor perkara Silfester berada di Jakarta Selatan.

    “Ya mekanisme nanti. Dikonfirmasi ke Kejari Jakarta Selatan saja ya. Karena tim eksekutornya sana,” pungkas Anang 

    Sebelumnya, Silfester Matutina mengaku sudah berdamai dengan Wakil Presiden ke-10 RI, Jusuf Kalla. Dia mengaku, saat ini dirinya memiliki hubungan baik dengan JK.

    “Terus, yang saya mau jawab juga mengenai urusan hukum saya dengan Pak Jusuf Kalla. Itu sudah selesai dengan ada perdamaian. Bahkan, saya beberapa kali, ada dua kali, tiga kali, bertemu dengan Pak Jusuf Kalla,” ujar Silfester di Polda Metro Jaya, Senin (4/8/2025).

    Di samping itu, dia menyatakan tidak mempersoalkan apabila nantinya harus dieksekusi. Pasalnya, dia mengklaim telah vonis sesuai dengan putusan pengadilan.

    “Tidak ada masalah intinya kan saya sudah menjalankan proses itu, nanti kita lihat lagi bagaimana prosesnya,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, relawan Jokowi ini dilaporkan Jusuf Kalla ke Bareskrim Polri pada Mei 2017. Kala itu, Silfester dilaporkan atas orasinya yang menuding Jusuf Kalla sebagai akar permasalahan bangsa hingga menggunakan isu rasial dalam Pilkada Jakarta 2017.

    Singkatnya, Silfester dinyatakan sah dan bersalah atas perkara itu. Kemudian, Silfester Matutina divonis 1 tahun 6 bulan atau 1,5 tahun pada 2019. Namun, hingga saat ini Silfester belum mendekam dipenjara.

  • Data BPS Ungkap ‘Roh Halus’ di Mal Benar-benar Nyata

    Data BPS Ungkap ‘Roh Halus’ di Mal Benar-benar Nyata

    Jakarta

    Konsumsi rumah tangga pada kuartal II-2025 mencatatkan pertumbuhan sebesar 4,97%, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu 4,93%. Komponen ini memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 5,12% pada kuartal II-2025.

    Naiknya konsumsi rumah tangga ini terjadi saat fenomena Roh Halus muncul yakni rombongan hanya ngelus, tapi belinya lewat online.

    Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik (BPS), Moh Edy Mahmud mengatakan komponen konsumsi rumah tangga menjadi sumber pertumbuhan ekonomi terbesar dari sisi pengeluaran. Hal ini didorong oleh peningkatan belanja kebutuhan rumah tangga dan mobilitas masyarakat seiring adanya hari besar keagamaan, libur nasional dan cuti bersama.

    “Faktor yang mendorong konsumsi rumah tangga utamanya adalah meningkatnya kebutuhan primer dan mobilitas rumah tangga. Kita tahu mobilitas penduduk cukup tinggi di triwulan II, kemudian meningkatnya kebutuhan primer untuk beberapa kegiatan karena memang ada momentum hari libur, hari besar keagamaan dan sebagainya,” kata Edy dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa (5/8/2025).

    Hal itu sejalan dengan jumlah perjalanan wisatawan nasional yang tumbuh 22,32% (yoy), serta peningkatan jumlah penumpang di beberapa moda transportasi seperti di angkutan rel dan angkutan laut yang masing-masing tumbuh 9,17% dan 16,79% yoy. Kebutuhan bahan makanan dan makanan jadi juga ikut meningkat karena aktivitas pariwisata selama periode libur.

    “Jadi mobilitas penduduk di triwulan II ini betul-betul sangat meningkat,” imbuhnya.

    Lantas apakah hal ini membuktikan daya beli sudah pulih, Edy tidak bisa menyimpulkannya. Ia hanya bilang ada pertumbuhan belanja masyarakat secara online sebesar 7,55% pada kuartal II-2025 dibandingkan kuartal I-2025.

    “Apakah daya beli sudah pulih, kita hanya menyampaikan data memang konsumsinya demikian. Jadi ada hal baru yang mungkin belum pernah diungkap yaitu fenomena adanya shifting dari belanja secara offline ke online yang barangkali belum pernah diungkap. Jadi kita memang mudah melihat fenomena secara langsung atau secara offline, tapi secara online barangkali cukup sulit untuk bisa dilihat,” imbuhnya.

    Selain konsumsi rumah tangga, pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran paling tinggi pertumbuhannya terjadi pada komponen ekspor dan impor yakni 10,67% dan 11,65%. Pertumbuhan ekspor didorong oleh kenaikan nilai ekspor non migas dan kunjungan wisatawan mancanegara, sedangkan pertumbuhan impor didorong oleh kenaikan impor barang modal serta bahan baku dan penolong.

    Selain itu, konsumsi Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) tumbuh 7,82% dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang menjadi komponen dengan kontribusi terbesar kedua PDB tumbuh 6,99%. Hanya konsumsi pemerintah yang mengalami kontraksi 0,33%.

    “Untuk konsumsi pemerintah memang kalau kita lihat di tahun lalu, belanja pemerintah di 2024 itu masih ada terkait dengan biaya Pemilu dan persiapan Pilkada yang cukup besar. Jadi kalau kita me-recall memori kita di tahun lalu pada triwulan II, memang ada realisasi belanja pemerintah yang cukup tinggi, itulah yang kemudian di Q2 ini belanja pemerintah terutama belanja barang dan jasanya memang masih negatif,” jelas Edy.

    Untuk diketahui, usai Rojali atau rombongan jarang beli dan Rohana atau rombongan hanya nanya di pusat perbelanjaan, kini ada fenomena Roh Halus alias rombongan hanya ngelus, tapi belinya lewat online. Fenomena Roh Halus ini menyoroti sekelompok orang yang datang ke mal cuma untuk memastikan kualitas dan ukuran suatu produk, biasanya pakaian atau produk fesyen lainnya. Namun mereka tidak beli produk di toko tersebut, melainkan ‘kabur’ ke toko online yang biasanya jauh lebih murah.

    Menurut Ketua Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budiharjo Iduansjah, salah satu penyebab banyak masyarakat tidak atau kurang berbelanja di mal karena sudah membeli produk-produk yang dibutuhkan mulai dari peralatan rumah tangga sampai fesyen secara online.

    “Untuk toko-toko peralatan rumah tangga, elektronik, toko baju-fesyen, sepatu itu terpukul sekali yang di mal, di department store terpukul sekali dengan online,” katanya kepada detikcom, ditulis Kamis (31/7).

    Lihat juga Video: Analisis Fenomena Rojali yang Kini Eksis

    (acd/acd)

  • 7
                    
                        Kronologi Kasus Silfester Matutina: Divonis sejak 2019 karena Fitnah Jusuf Kalla, tetapi Belum Ditahan
                        Nasional

    7 Kronologi Kasus Silfester Matutina: Divonis sejak 2019 karena Fitnah Jusuf Kalla, tetapi Belum Ditahan Nasional

    Kronologi Kasus Silfester Matutina: Divonis sejak 2019 karena Fitnah Jusuf Kalla, tetapi Belum Ditahan
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kasus yang menjerat Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) Silfester Matutina kembali mencuat. 
    Pada 2019, Silfester sebenarnya telah divonis 1,5 tahun penjara. Namun, hingga kini belum ditahan untuk menjalani hukuman tersebut. 
    Vonis itu terkait kasus fitnah terhadap Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla. 
    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna mengatakan, putusan pengadilan terhadap perkara Silfester sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah).
    Oleh sebab itu, tidak ada alasan untuk menunda penahanan terhadap pimpinan organ relawan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).
    “Harus dieksekusi, harus segera (ditahan), kan sudah inkrah. Kita enggak ada masalah semua,” kata Anang di Gedung Kejagung, Jakarta, Senin (4/8/2025).
    Silfester dituduh memfitnah Jusuf Kalla akibat orasinya pada 15 Mei 2017. Pada saat itu, Silfester menyebut JK sebagai akar permasalahan bangsa.
    “Jangan kita dibenturkan dengan Presiden Joko Widodo. Akar permasalahan bangsa ini adalah ambisi politik Jusuf Kalla,” kata Silfester dalam orasi itu. 
    Silfester juga menuduh JK menggunakan isu rasis demi memenangkan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta saat itu, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, dalam Pilkada DKI Jakarta.
    Silfester juga mengatakan bahwa JK berkuasa hanya demi kepentingan Pilpres 2019 dan kepentingan korupsi daerah kelahirannya.
     
    “Kita miskin karena perbuatan orang-orang seperti JK. Mereka korupsi, nepotisme, hanya perkaya keluarganya saja,” lanjut Silfester dalam orasi.
    Orasi itu membuat Silfester akhirnya dilaporkan ke polisi oleh Jusuf Kalla, melalui kuasa hukumnya. Kuasa hukum JK, Muhammad Ihsan, mengatakan awalnya JK tidak berniat melaporkan Silfester. 
    Namun, muncul desakan dari warga di kampung halaman JK di Sulawesi Selatan untuk melaporkan Silfester. 
    “Desakan keluarga membuat pak JK tak bisa menolak. Akhirnya pak JK mengatakan jika langkah hukum dianggap yang terbaik, silakan dilakukan langkah hukum,” kata Ihsan saat itu.
    Dua tahun kemudian, Silfester divonis hukuman 1,5 tahun penjara. Namun hingga kini, Silfester belum menjalani hukuman kurungan itu. 
    Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, mengatakan, Silfester telah diundang kembali kemarin terkait kasusnya. 
    “Informasi dari pihak Kejari Jakarta Selatan, diundang yang bersangkutan. Kalau enggak diundang ya silakan (datang),” kata Anang.
    Sementara itu, Silfester mengaku siap menghadapi proses hukum tersebut dan menyebut tak ada masalah berarti yang perlu dikhawatirkan.
    “Saya sudah menjalankan prosesnya. Nanti kita lihat lagi seperti apa kelanjutannya,” kata Silfester saat ditemui Kompas.com seusai diperiksa sebagai saksi dalam kasus tudingan ijazah palsu Presiden Joko Widodo di Polda Metro Jaya, Senin (4/8/2025).
    Ketika ditanya apakah dirinya siap ditahan, Silfester menjawab singkat.
    “Enggak ada masalah,” kata dia. 
    Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Peradi, Ade Darmawan, menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada surat resmi dari Kejari Jaksel yang menyatakan Silfester akan segera dieksekusi.
    “Belum ada suratnya,” ucap Ade.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • PSU 6 Agustus di Papua siap dilaksanakan secara aman

    PSU 6 Agustus di Papua siap dilaksanakan secara aman

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Kemenko Polkam: PSU 6 Agustus di Papua siap dilaksanakan secara aman
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Senin, 04 Agustus 2025 – 22:34 WIB

    Elshinta.com – Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam) memastikan bahwa pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Provinsi Papua yang dijadwalkan pada 6 Agustus 2025 siap dilaksanakan secara aman, tertib, dan demokratis.

    Hal itu disampaikan Deputi I Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Kemenko Polhukam, Heri Wiranto, selaku Ketua Tim Pemantauan Pemilu 2024 yang tergabung dalam Desk Koordinasi Nasional (Diskornas) Pilkada Serentak 2024, usai memimpin rapat koordinasi bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), penyelenggara Pemilu, dan unsur keamanan di Jayapura, Papua, Senin (4/8).

    “Kami telah melakukan rapat koordinasi dengan seluruh unsur terkait di mana dari hasil pertemuan tersebut dapat menyimpulkan bahwa seluruh penyelenggara telah siap melaksanakan PSU,” katanya

    Menurut Heri, pelaksanaan PSU tidak hanya berlangsung di Provinsi Papua, tetapi juga di Kabupaten Boven Digoel dan Barito Utara, Kalimantan Tengah.

    “Dan saat ini tim dari Kemenko Polhukam ditugaskan melakukan pemantauan langsung di ketiga daerah tersebut sebagai bentuk komitmen pemerintah pusat dalam menjaga integritas dan kelancaran proses demokrasi di daerah,” ujarnya.

    Dia menjelaskan untuk itu pemerintah daerah bersama KPU dan Bawaslu telah bekerja sama secara optimal dalam mempersiapkan seluruh aspek teknis pelaksanaan PSU, termasuk kesiapan logistik, dukungan anggaran, serta keamanan.

    “Pemerintah daerah sudah memfasilitasi berbagai kebutuhan penyelenggaraan, mulai dari dukungan dana yang sudah disiapkan sejak sebulan lalu,hingga logistik Pemilu. Unsur TNI dan Polri juga telah menyatakan siap mengamankan jalannya PSU,” katanya.

    Dia menambahkan sehingga PSU yang akan berlangsung pada 6 Agustus 2025 harus dapat berjalan secara damai dan demokratis, tanpa hambatan berarti. pihaknya mengimbau seluruh masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya serta menjaga situasi tetap kondusif.

    “Kami berharap PSU kali ini berlangsung aman, damai, demokratis, dan kondusif. Partisipasi masyarakat sangat penting untuk menentukan pemimpin daerah yang benar-benar diinginkan,”ujarnya lagi.

    Dia menambahkan pihaknya Tim Pemantauan Kemenko Polkam akan terus mengawal proses PSU hingga tuntas Ia juga mendorong peran aktif Bawaslu dalam melakukan pengawasan secara menyeluruh.

    Sumber : Antara

  • Kompleksitas Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal

    Kompleksitas Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal

    Jakarta

    Sudah lewat satu bulan putusan MK Nomor 135/PUU-XII/2024 dibacakan, pemerintah dan DPR masih belum merespons putusan yang bersifat final dan mengikat tersebut ke dalam sebuah bentuk kebijakan konkret: revisi UU Pemilu dan Pilkada.

    Dalam putusan tersebut, MK memutus pemisahan pemilu nasional dan pemilu lokal: Pemilu nasional untuk memilih presiden dan DPR/DPD, dan pemilu lokal untuk memilih gubernur, walikota/bupati dan DPRD yang diperpanjang paling cepat 2 tahun dan paling lambat 2,5 tahun setelah pemilu nasional selesai dilaksanakan.

    Alasannya sederhana, MK berkaca pada dua peristiwa pemilu serentak sebelumnya (2019 dan 2024); karena pemilih kebingungan ketika disodorkan banyaknya surat suara dan calon; dekatnya jarak waktu antara pemilu dan pilkada yang membuat pemilih jenuh; beratnya beban penyelenggara yang berakibat pada kelelahan hingga kematian.

    Selain itu ada juga alasan sulitnya parpol dalam mempersiapkan kader untuk bertarung; dan yang paling penting karena permasalahan daerah kerapkali tidak mendapat perhatian serius akibat tertimpa isu nasional.

    Kontradiksi Norma dan Pilihan Paling Mungkin

    Apabila dicermati, dalam putusan ini MK tidak bertindak dalam fungsinya sebagai negative legislator (pembatal undang-undang), melainkan sebagai positive legislator (pembentuk undang-undang).

    Meskipun MK masuk ke dalam wilayah teknis penyelenggaraan pemilu yang seharusnya menjadi wewenang pembentuk undang-undang (open legal policy), tetap dapat dibenarkan dan putusannya tetap dianggap sah secara hukum (erga omnes).

    Karena, di tengah rusaknya kualitas demokrasi akibat kartelisasi politik yang kuat seperti sekarang ini, MK dapat melakukan penyelamatan demokrasi melalui judicial activism untuk menjembatani kehendak rakyat yang suaranya seringkali diabaikan di dalam ruang pembentukan kebijakan.

    Namun, akibat campur tangan MK dalam membuat norma baru tersebut, kontradiksi hukum tak dapat dielakkan, khususnya dalam mengatasi permasalahan pemilu lokal yang jadwal pelaksanaannya bertentangan dengan Pasal 22E UUD 1945 yang menyatakan bahwa pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali.

    Dalam pemilu lokal, MK memutus dilaksanakan paling cepat dua tahun dan paling lambat dua setengah tahun setelah pemilu nasional usai dilaksanakan. Konsekuensinya, akan ada kekosongan masa jabatan dalam waktu yang cukup lama (2-2,5 tahun) yang harus dipikirkan oleh pembentuk undang-undang untuk diisi oleh siapa dan bagaimana cara pengisiannya.

    Untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah selama masa transisi, mungkin masih bisa dilakukan penunjukan penjabat (Pj) oleh presiden dan mendagri.

    Meskipun pilihan tersebut bertentangan dengan prinsip yang paling penting di dalam demokrasi, yakni legitimasi, kemungkinan yang paling mungkin dilakukan saat ini adalah demikian. Tapi dengan catatan bahwa masyarakat sipil harus mendesak presiden dan DPR untuk mempersiapkan norma yang membatasi dan mengawasi para Pj tersebut agar tidak menjadi alat politik kekuasaan untuk cawe-cawe memenangkan calon tertentu.

    Sementara, untuk mengisi kekosongan masa jabatan DPRD, belum ada landasan norma yang bisa dijadikan tempat bersandar untuk memperpanjang masa jabatan mereka. Sehingga mau tidak mau harus dibuat aturan mainnya agar tidak terjadi kekosongan jabatan.

    Jika opsi yang dipilih adalah memperpanjang masa jabatan DPRD selama dua tahun, tentu saja kebijakan itu bertentangan dengan konstitusi yang menyatakan bahwa keberadaan lembaga DPRD harus berasal dari mandat rakyat yang dipilih secara sah melalui pemilu.

    Jika pun selama dua tahun itu ditunjuk pelaksana tugas, maka juga bertentangan dengan nilai demokrasi yang mengedepankan legitimasi ketimbang legalitas.

    Di antara kebuntuan itu, pilihan yang paling mungkin untuk dilakukan adalah dengan dibuatnya pemilu sela untuk memilih anggota DPRD yang akan menjabat selama 2 hingga 2,5 tahun sampai dilaksanakannya pemilu lokal di tahun 2032.

    Yang Prosedural dan Yang Substansial

    Jika ditelaah lebih dalam, walaupun putusan tersebut dianggap oleh sebagian pengamat adalah putusan yang progresif, tapi nyatanya, hanya menyentuh persoalan prosedural. Bukan persoalan substansial dari berbagai persoalan pemilu yang sudah-sudah. Mahar politik, politik uang, pengerahan aparat dan birokrat untuk memenangkan calon tertentu, dan lain sebagainya.

    Berharap adanya jeda selama 2 sampai 2,5 tahun agar partai politik bisa bernafas dan mempersiapkan kader secara serius juga adalah sebuah alasan paling utopis yang pernah ada di negeri demokrasi yang mau berumur 80 tahun merdeka ini.

    Dalam Kronik Otoritarianisme Indonesia yang ditulis Zainal Arifin Mochtar dan Muhidin M. Dahlan, Herlambang P. Wiratraman mengatakan, demokrasi di Indonesia cenderung telah didominasi dan difasilitasi oleh sistem politik yang telah terkartelisasi.

    Fenomena ini oleh Richard S Katz dan Peter Mair disebut dengan istilah “partai kartel” yang kenunculannya ditandai dengan hubungan erat antara partai politik dan negara yang saling bekerja sama dalam berkolusi untuk mempertahankan kekuasaan mereka. Salah satunya berkolusi dalam memenangkan pemilu.

    Tak bisa dipungkiri, demokrasi elektoral kita telah dilumuri politik uang. Biaya politik elektoral yang tinggi membuat partai politik memberi karpet merah kepada pemilik modal untuk ikut serta mengendalikan pemilu dan menjadi bagian di dalam negara. Akibatnya, pemilu hanya menjadi sarana bagi oligarki untuk mengontrol kebijakan negara.

    Untuk dapat berkuasa dan mempertahankan kekuasaannya, partai politik tidak lagi memilih calon legislatif maupun eksekutif berdasarkan standar ideologis. Lebih condong kepada standar pragmatis. Sudah menjadi rahasia umum, mulai dari sejak fase pra pemilu (rekrutmen calon), yang dilihat paling pertama oleh partai politik bukanlah kualitas (kapabilitas), tetapi kuantitas (seberapa besar isi brangkas).

    Alhasil, mengutip laporan ICW (Indonesia Corruption Watch), yang diperoleh dari pemilu berbiaya tinggi tersebut adalah: Dari total 580 anggota DPR periode 2024- 2029, sekitar 354 orang (61%) terafiliasi dengan sektor bisnis. Dengan kata lain, sebagian besar anggota DPR yang memenangkan pemilu dan duduk di parlemen hari-hari ini adalah politisi pebisnis. Bukan ideolog, bukan pula aktivis, atau politisi yang berasal dari beragam latar belakang.

    Dengan besarnya postur politisi pebisnis yang duduk di DPR saat ini, jangan heran apabila mereka abai melaksanakan demokrasi deliberatif dalam pengambilan keputusan politik negara, terutama dalam proses pembentukan undang-undang kontroversial akhir-akhir ini (UU BUMN, UU Minerba, UU TNI).

    Data ini tidak hanya memperburuk kualitas parlemen dan pemerintahan kita, tapi juga akan memperpanjang nasib demokrasi elektoral yang berbiaya tinggi. Apalagi, di tahun 2024, menurut data yang dirilis Bank Dunia, angka kemiskinan masyarakat Indonesia mencapai 194,4 juta jiwa atau setara 68,2% dari total populasi sebanyak 285,1 juta penduduk.

    Kondisi ini tentu saja tidak bisa diselesaikan dengan sekali pukul perubahan jadwal pemilu, tapi juga harus diiringi dengan pembenahan di berbagai sektor: Partai politik, pembiayaan partai politik dan pemilu, hingga sistem pengawasan yang kuat. Jika tidak, kaki-kaki oligarki di dalam tubuh negara akan semakin kokoh, dan pemilu 2029 dan 2032 hanya akan memperluas potensi politik uang yang muaranya akan menghasilkan pemimpin serakah.

    Dengan begitu, mau sistem pemilu seperti apapun, baik serentak ataupun tidak, terpisah antara nasional dan lokal sekalipun, jika tidak diiringi dengan pembenahan lintas sektor, maka pemisahan jadwal pemilu hanya akan memperpanjang peluang oligarki untuk mengontrol kebijakan publik dengan seluruh perangkat yang mereka punya. Uang, media, aparat, dan segenap perangkat lainnya. Pada akhirnya, putusan MK tidak menyumbang apa-apa untuk peningkatan kualitas demokrasi kita.

    Zieyad Alfeiyad Ahfi atau Ziyad Ahfi. Mahasiswa pascasarjana hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta yang tengah mengambil studi Hukum Tata Negara.

    (rdp/rdp)

  • Eks Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Ditunjuk Jadi Ketua Dewas PAM Jaya
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        4 Agustus 2025

    Eks Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Ditunjuk Jadi Ketua Dewas PAM Jaya Megapolitan 4 Agustus 2025

    Eks Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Ditunjuk Jadi Ketua Dewas PAM Jaya
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan Ketua DPRD DKI Jakarta,
    Prasetyo Edi Marsudi
    , resmi menjabat sebagai Ketua Dewan Pengawas (Dewas) Perumda Air Minum (PAM) Jaya mulai Senin (4/8/2025).
    Kabar tersebut dia umumkan melalui akun Instagram pribadinya @prasetyoedimarsudi, pada Senin (4/8/2025).
    “Bismillahirrahmanirrahim. Saya terima amanah sebagai Ketua Dewan Pengawas
    PAM Jaya
    mulai hari ini, 4 Agustus 2025,” tulis Prasetyo.
    Ia menyatakan, siap turun langsung memastikan target-target PAM Jaya tercapai melalui inovasi, sinergi, dan kolaborasi.
    “Senantiasa memberikan pelayanan maksimal dan optimal, Memastikan air bersih untuk seluruh warga jakarta. Menyediakan akses air bersih yang merata, terjangkau, dan berkelanjutan,” kata dia.
    Ia juga menekankan pentingnya menjaga sumber daya air dan meningkatkan kesadaran lingkungan.
    “Kita melangkah bersama. Bersama-sama menjaga sumber daya air demi masa depan yang berkelanjutan. Edukasi terus air perpipaan, gas kampanye terus kesadaran lingkungan. Gaspolll
    PAM JAYA
    ! Jaya, Jaya Jaya!,” kata Prasetyo.
    Dalam catatan
    Kompas.com
    Prasetyo merupakan politikus senior PDI Perjuangan yang pernah menjabat Anggota DPRD DKI Jakarta (2013-2014) dan Ketua DPRD DKI Jakarta (2014-2024).
    Pada Pilkada 2024, ia juga menjadi Ketua Harian Tim Pemenangan pasangan Pramono Anung-Rano Karno.
    Selain itu, Prasetyo pernah memimpin sejumlah organisasi, seperti Banteng Muda Indonesia DKI Jakarta, Pemuda Demokrat Indonesia DKI Jakarta, dan Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jajaran Komisaris Jakpro: Jubir Anies Baswedan hingga Kepala Bapenda
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        4 Agustus 2025

    Jajaran Komisaris Jakpro: Jubir Anies Baswedan hingga Kepala Bapenda Megapolitan 4 Agustus 2025

    Jajaran Komisaris Jakpro: Jubir Anies Baswedan hingga Kepala Bapenda
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sejumlah nama ditunjuk sebagai jajaran komisaris PT Jakarta Propertindo (Perseroda) atau Jakpro. Salah satunya, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Lusiana Herawati yang ditunjuk sebagai komisaris utama.  
    Penunjukan ini berdasarkan Keputusan Para Pemegang Saham (KPPS) yang digelar pada Senin (4/8/2025).
    “Pergantian ini merupakan bagian dari upaya penyegaran struktur pengawasan perusahaan untuk semakin memperkuat tata kelola dan efektivitas organisasi, seiring dengan peran strategis Jakpro dalam pembangunan Jakarta menuju kota global yang berkelanjutan,” ujar VP Corporate Secretary Jakpro, Yeni Widayanti, dalam keterangan tertulisnya, Senin.
    Saat Pilkada Jakarta 2024, Sahrin sempat menjadi juru bicara Anies yang menyatakan dukungan kepada pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Pramono Anung–Rano Karno.
    Posisi komisaris lainnya diisi oleh Kepala Badan Pembinaan BUMD DKI Syaefuloh Hidayat, serta Ketua DPD II Golkar Jakarta Selatan Kreshna Putra.
    Menurut Yeni, perubahan ini dilakukan untuk mendukung visi jangka panjang perusahaan.
    “Perubahan komposisi Dewan Komisaris merupakan bagian dari strategi perusahaan dalam memperkuat struktur tata kelola sekaligus menyelaraskan dengan kebutuhan pengembangan proyek-proyek strategis di Jakarta,” ujar dia.
    Adapun Jakpro berperan dalam berbagai proyek prioritas ibu kota, mulai dari pembangunan LRT Jakarta Fase 1B, pengelolaan Jakarta International Stadium (JIS), revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM), hingga pengembangan kawasan hijau dan hunian terpadu.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Survei Litbang Kompas: 70,3 Persen Responden Setuju Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        4 Agustus 2025

    Survei Litbang Kompas: 70,3 Persen Responden Setuju Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah Nasional 4 Agustus 2025

    Survei Litbang Kompas: 70,3 Persen Responden Setuju Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mayoritas publik setuju pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah dipisah sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi (
    MK
    ) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada 26 Juni 2025. Hal itu terekam dalam survei Litbang
    Kompas
    yang dilakukan pada 14-17 Juli 2025.
    Dalam survei Litbang
    Kompas
    terbaru, 61,9 persen responden setuju pelaksanaan pemilu serentak nasional (DPR, DPD, Pilpres) dipisah dengan pemilu serentak lokal (DPRD provinsi, PDRD kabupaten/kota, pilkada).
    Jumlah yang setuju bertambah menjadi 70,3 persen karena sebanyak 8,4 persen responden sangat setuju pemilu serentak nasional dan daerah dipisah.
    “Atas
    putusan MK
    ini, sebanyak 70,3 persen responden menyatakan setuju jika pemilu ke depan, yakni dimulai pada 2029, dilakukan secara terpisah antara pemilu serentak nasional dan pemilu serentak lokal,” tulis peneliti Litbang
    Kompas
    , Yohan Wahyu, dikutip dari
    Kompas.id
    , Senin (4/8/2025).
    Menurut Yohan, sikap responden yang setuju juga terekam dari tingkat pendidikan dan generasi.
    Dia menjabarkan bahwa dari tingkat pendidikan, rata-rata sebanyak 59 persen dari tiap-tiap latar belakang pendidikan, baik tinggi, menengah, maupun dasar, setuju jika
    pemilu dipisah
    antara yang nasional dan daerah.
    “Sementara itu, dari latar belakang generasi, rata-rata tingkat penerimaan responden terhadap putusan MK ini juga ditemukan pola yang sama. Rata-rata penerimaan atas putusan MK ini disampaikan oleh 62 persen responden dari tiap-tiap kelompok generasi,” tulis Yohan Wahyu.
    Yohan lantas menjelaskan bahwa rata-rata itu didapat dari sebanyak 71 persen dari kelompok pemilih pemula yang setuju dan 61,2 persen dari kelompok yang sudah beberapa kali mencoblos juga setuju pemilu serentak dipisah pelaksanaannya.
    “Artinya, persoalan pemilu tidak bisa dilepaskan oleh urusan teknis di lapangan yang hampir semua responden merasakan,” kata Yohan kepada
    Kompas.com
    , Senin.
    Namun, dari hasil survei Litbang
    Kompas
    terekam bahwa sebanyak 21,7 persen tidak setuju dan 4,7 persen responden sangat tidak setuju pemilu serentak nasional dan daerah dilakukan terpisah. Sedangkan, 3,3 persen responden menjawab tidak tahu.
    Kemudian, dalam survei yang sama terekam bahwa mayoritas responden menjadikan, memudahkan memilih jadi keuntungan dari pelaksanaan pemilu yang dipisah.
    Sebanyak 41,7 persen responden mengatakan, tidak bingung memilih banyak calon sekaligus menjadi keuntungan jika pelaksanaan pemilu serentak dipisah antara nasional dan daerah.
    Lalu, 36,9 persen responden menyebut pemilu yang dipisah membuat pengawasan jadi lebih mudah. Sebanyak 16,5 persen responden menilai penyelenggaraan pemilu akan lebih fokus dan tertib jika dipisah.
    Sedangkan sebanyak 0,9 persen responden mengatakan bahwa tidak ada keuntungan dari pelaksanaan pemilu dipisah dan 4 persen responden menjawab tidak tahu.
    Menariknya, hasil survei Litbang
    Kompas
    juga memotret bahwa responden menyadari jika pemilu serentak dipisah maka biasa penyelenggaraan pemilu akan menjadi lebih mahal.
    Sebanyak 51,9 persen responden menjawab kerugian dari pelaksanaan pemilu serentak yang dipisah adalah biaya penyelenggaraan pemilu akan lebih mahal.
    Kemudian, 32 persen responden menyebut, potensi konflik politik akan meningkat karena dua kali pelaksanaan pemilu serentak. Lalu, 10,6 persen responden khawatir tingkat partisipasi pemilih bisa menurun jika penyelenggaraan pemilu serentak dipisah.
    Sementara itu, 0,7 persen responden menjawab tidak ada kerugian dari pelaksanaan pemilu serentak nasional dan daerah yang dipisah. Lalu, 4,8 persen responden menjawab tidak tahu.
    Survei Litbang
    Kompas
    ini dilakukan melalui telepon terhadap 512 responden dari 64 kota di 38 provinsi selama 14-17 Juli 2025.
    Sampel ditentukan secara acak dari responden panel Litbang
    Kompas
    sesuai proporsi jumlah penduduk setiap daerah.
    Tingkat kepercayaan survei 95 persen dan
    margin of error
    penelitian lebih kurang 4,25 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana
    Survei Litbang
    Kompas
    didanai sepenuhnya oleh Harian
    Kompas
    (PT Kompas Media Nusantara).
    Sebelumnya, MK memutuskan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah dipisahkan dengan jeda waktu paling singkat 2 tahun atau paling lama 2,5 tahun.
    Pemilu nasional antara lain pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, sementara pemilu daerah terdiri atas pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil daerah.
    “Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta pada 26 Juni 2025.
    Dalam hal ini, MK mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili oleh Ketua Pengurus Yayasan Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Pengurus Yayasan Perludem Irmalidarti.
    Secara lebih perinci, MK menyatakan Pasal 167 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai menjadi:

    Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan presiden/wakil presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional”.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ketua MPR Sebut Bupati dan Wali Kota Dipilih DPRD Tetap Demokratis
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        3 Agustus 2025

    Ketua MPR Sebut Bupati dan Wali Kota Dipilih DPRD Tetap Demokratis Nasional 3 Agustus 2025

    Ketua MPR Sebut Bupati dan Wali Kota Dipilih DPRD Tetap Demokratis
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
    Ahmad Muzani
    menyebut, pemilihan gubernur oleh pemerintah pusat dan bupati atau wali kota oleh DPRD tidak mengurangi substansi
    demokrasi
    .
    “Tidak (mengurangi substansi demokrasi) karena Undang-Undang Dasar 1945 dalam hal itu memberikan peluang itu,” kata Muzani saat ditemui awak media di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (3/8/2025).
    Pernyataan tersebut disampaikan Muzani saat dimintai tanggapan terkait usulan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau
    Cak Imin
    agar kepala daerah tidak lagi dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum (Pemilu).
    Sekretaris Dewan Pembina Partai Gerindra itu menilai usulan Cak Imin baik karena secara konstitusi memberi ruang pelaksanaan model
    pemilihan kepala daerah
    (Pilkada) melalui perwakilan.
    Menurutnya, baik pemilihan secara langsung maupun keterwakilan, sama-sama dimungkinkan oleh undang-undang.

    Demokrasi
    yang dipilih melalui perwakilan juga sesuatu yang dimungkinkan oleh sistem demokrasi kita, tapi demokrasi yang dipilih langsung juga sesuai dengan sistem demokrasi kita,” ujar Muzani.
    Sebelumnya, Cak Imin mengusulkan gubernur dipilih pemerintah pusat, sementara bupati atau wali kota dipilih DPRD.
    Menurut Cak Imin, pemilihan kepala daerah secara langsung menelan ongkos yang tinggi dan meninggalkan beban politik.
    “Ya, PKB mendukung itu. Karena banyak pilkada yang high cost, banyak pilkada yang menyisakan beban politik. Kita ingin demokrasi kita lebih murah,” ujar Cak Imin di GBK, Senayan, Jakarta, Rabu (30/7/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.