Event: Pilkada Serentak

  • Mengenal Sosok Husniah Talenrang, Bupati Gowa Terpilih Peduli Keluarga

    Mengenal Sosok Husniah Talenrang, Bupati Gowa Terpilih Peduli Keluarga

    FAJAR.CO.ID, GOWA — Nama Husniah Talenrang tentunya tidak asing lagi bagi masyarakat Sulawesi Selatan dan Kabupaten Gowa khususnya. Perempuan pertama yang menorehkan sejarah baru memenangkan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung dan akan menakhodai Kabupaten Gowa periode 2025-2030 nanti.

    Di balik kesuksesannya memainkan irama politik dan keuletannya membesarkan Partai Amanat Nasional (DPD PAN Gowa), ternyata Hj. Sitti. Husniah Talenrang SE, M.M, juga telaten mengurus rumah tangga dan keluarga.

    Kodrat wanita adalah mengurus suami, anak dan rumah. Kodrat ini tidak saja berlaku bagi wanita yang 100 persen waktunya tinggal di rumah atau murni ibu rumah tangga (IRT).

    Seorang wanita karir, meskipun dia pejabat sekelas gubernur atau bupati, jika dia berada di rumah, maka nalurinya akan menuntunnya kembali menjadi ibu. Minimal menyiapkan makanan untuk suami dan anak-anaknya.

    Bupati Terpilih Kabupaten Gowa di Pilkada 2024, Husniah Talenrang, misalnya. Sesibuk apapun dia dengan dunia politik yang digelutinya, jika berada di rumah, maka membuat dan menyiapkan makanan untuk suaminya,

    Istri dari Khaerul Aco ini, tentunya tetap meluangkan waktunya memanjakan suami dan keluarga dengan menu masakan khas Bugis-Makassar yang digemari.

    Sekadar diketahui, saat ini Husniah tinggal berdua dengan suaminya. Sebab, putra semata wayangnya, Azfar Hardiansyah sedang mengikuti pendidikan Akpol.

    Husniah dan Khaerul dikarunia dua putra. Namun putra bungsunya, Faiz, meninggal tahun 2022 lalu.

    Sebelum maju di Pilkada Gowa 2024, Husniah adalah anggota DPRD Gowa 2019-2024. Dia juga Ketua DPD PAN Gowa.

  • Hasil Pilkada Pamekasan Lanjut ke MK, Ini Kata Bawaslu

    Hasil Pilkada Pamekasan Lanjut ke MK, Ini Kata Bawaslu

    Pamekasan (beritajatim.com) – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Pamekasan, mempersiapkan keterangan proses pengawasan dalam berbagai tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 di Pamekasan.

    Keterangan tersebut nantinya akan disampaikan dalam sidang sengketa pemilu Pamekasan di Mahkamah Konstitusi (MK), sering dengan gugatan tim hukum paslon Muhammad Baqir Aminatullah dan Taufadi (BERBAKTI) yang secara resmi teregister melalui sistem e BRPK (Buku Registrasi Perkara Konstitusi).

    “Kami juga mendapat surat dari MK perihal salinan permohonan (tim hukum BERBAKTI) dari pemohon. Atas perintah Mahkamah, kita diminta memberikan keterangan di hadapan sidang MK terkait hasil pengawasan, khususnya terkait materi atau dalil-dalil yang diajukan pemohon,” kata Ketua Bawaslu Pamekasan, Sukma Umbara Tirta Firdaus, Selasa (7/1/2025).

    Tidak hanya itu, pihaknya juga menyampaikan kesiapan untuk memberikan keterangan sesuai dengan perintah MK. “Dari itu, kami sudah mempersiapkan keterangan terkait pengawasan kita selama pelaksanaan pilkada 2024 lalu,” ungkapnya.

    “Artinya kami sudah siap memberikan keterangan sebagai pengawas pemilihan dalam pelaksanaan pemilihan atau pilkada Pamekasan, yang digelar serentak pada 27 November 2024 lalu,” tegasnya.

    Sidang MK soal sengketa Pilkada Pamekasan, dipastikan digelar seiring dengan dikabulkannya permohonan tim hukum paslon BERBAKTI l, berdasar Buku Registrasi Perkara Konstitusi melalui sistem e BRPK dengan nomor register 183/PHPU.BUP/XXIII/2025.

    Dengan status tersebut, tim hukum paslon BERBAKTI dipastikan menerima Akte Registrasi Perkara Konstitusi (ARPK) sebagai bukti pencatatan permohonan dalam BRPK dengan pokok perkara perselisihan hasil pemilihan umum bupati kabupaten Pamekasan, Tahun 2024.

    Seperti diketahui, sengketa tersebut diajukan tim hukum paslon BERBAKTI kepada KPU Pamekasan. Mereka menilai terjadi pelanggaran pemilu pada Pilkada serentak yang diikuti tiga paslon berbeda.

    Pengajuan senjata tersebut tertuang dalam Akta Pengajuan Permohonan Pemohon Elektronik (e-AP3) Nomor 185/PAN.MK/e-AP3/12/2024, diterima dan ditandatangani Plt Panitera Muhidin pada pukul 21.38 WIB, Senin (9/12/2024) lalu.

    Sementara berdasar rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat kabupaten yang dilaksanakan KPU Pamekasan, di Gedung Serbaguna PKP RI Pamekasan, Jl Kemuning 22 Pamekasan, Rabu hingga Kamis (4-5/12/2024) lalu. Sudah dinyatakan tuntas.

    Dalam pleno terbuka tersebut, paslon nomor urut 2 Pilkada Pamekasan, KH Kholilurrahman dan Sukriyanto (KHARISMA) dinyatakan unggul dari dua paslon lainnya dengan meraih dukungan sebanyak 291.246 suara (50,9 persen).

    Sedangkan paslon nomor urut 1 Fattah Jasin dan Mujahid Anshori (TAUHID) mendapatkan total dukungan sebanyak 17.307 suara (3 persen), dan paslon nomor urut 3 Muhammad Baqir Aminatullah dan Taufadi (BERBAKTI) mendulang sebanyak 263.740 suara (46,1 persen). [pin/kun]

  • Respons Pemerintahan Prabowo soal MK Hapus Presidential Threshold

    Respons Pemerintahan Prabowo soal MK Hapus Presidential Threshold

    loading…

    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas (kanan) menyatakan, pemerintah akan menghormati putusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus ketentuan presidential threshold melalui putusan perkara nomor 62/PUU-XXII/2024. Foto/Achmad Al Fiqri

    JAKARTA – Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyatakan, pemerintah akan menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ketentuan presidential threshold melalui putusan perkara nomor 62/PUU-XXII/2024. Ia menyatakan, pemerintah akan mematuhi putusan tersebut.

    “Prinsipnya kita hormati dan patuh terhadap putusan MK. Karena putusan MK itu kan final and binding. Jadi tidak ada upaya hukum berikut,” ujar Supratman saat ditemui Graha Pengayoman, Kementerian Hukum, Jakarta Selatan, Selasa (7/1/2025).

    Politikus Partai Gerindra ini pun telah menugaskan Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Dhahana Putra untuk mengkaji putusan tersebut. Langkah itu ditujukan Supratman sebagai bentuk persiapan pemerintah dalam mematuhi putusan tersebut.

    Baca Juga: Presidential Threshold Dihapus, Capres Tunggal Pupus

    “Walaupun inisiatif untuk membuat perubahan undang-undang tentang pemilu dan pilkada itu saat ini diinisiasi oleh DPR, namun demikian pemerintah harus siap-siap juga,” katanya.

    Lebih lanjut, Supratman menilai, putusan MK berpeluang untuk menimbulkan banyak calon presiden (capres) yang mendaftar. Ia pun mengatakan, MK telah memberi wewenang pada DPR dan Pemerintah untuk melakukan rekayasa konstitusi.

    “Karena itu MK memberi ruang kepada pembentuk undang-undang, yakni DPR bersama dengan pemerintah, presiden maksud saya, untuk melakukan rekayasa konstitusional dengan mempedomani lima hal. Yang satu tidak boleh rekayasa konstitusional itu disahkan kepada perolehan suara ataupun kursi. Kan itu intinya tuh. Nah karena itu pasti ini akan dipenuhi,” kata Supratman.

    Meski demikian, Supratman belum mengetahui pasti peluang semua partai politik bisa mengajukan paslon. Menurutnya, keputusan itu menunggu hasil pembahasan RUU Pemilu.

    “Apakah nanti semua partai politik akan masing-masing boleh mencalonkan? Nah nanti akan dibahas di Revisi Undang-Undang tentang Pemilu, Partai Politik, maupun Pilkada,” pungkasnya.

    (rca)

  • Mak Rini Masih “Menghilang”, Bagaimana Nasib Pemerintahan Blitar?

    Mak Rini Masih “Menghilang”, Bagaimana Nasib Pemerintahan Blitar?

    Blitar (beritajatim.com) – Bupati Blitar, Rini Syarifah hingga saat ini masih “menghilang”. Perempuan yang akrab disapa Mak Rini tersebut hingga saat ini belum juga nampak ke publik dan menjalankan tugas sebagai Bupati Blitar usai kekalahan di Pilkada 2024 kemarin.

    Keberadaan Mak Rini dipertanyakan oleh sejumlah pihak. Bukan hanya itu, menghilangnya Mak Rini tersebut juga menimbulkan pertanyaan besar bagaimana jalannya Pemerintahan Kabupaten Blitar di awal 2025 ini.

    Terkait hal itu, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Blitar, M. Rifa’i pun angkat bicara. Menurut Rifa’i sudah seharusnya Mak Rini tetap menjalankan tugasnya sebagai Bupati Blitar dan berkoordinasi serta berkonsolidasi untuk menjalankan APBD 2025.

    “Ya memang, tidak harus hadir secara fisik namun menjadi kewajiban beliau untuk koordinasi dan konsolidasi terkait pelaksanaan APBD 2025,” ungkap M. Rifai’i, Selasa (7/1/2025).

    DPRD Kabupaten Blitar pun meminta agar Mak Rini bisa berkoordinasi dan konsolidasi dengan sejumlah pihak. Sehingga APBD 2025 bisa berjalan dengan baik dan berdampak positif untuk masyarakat.

    “OPD-OPD itu dipanggil untuk koordinasi dan konsolidasi soal program kerja,” sarannya.

    Pada awal 2025 ini, Pemerintahan Kabupaten Blitar memang masih dipimpin oleh Rini Syarifah. Ketua DPC PKB tersebut masih akan menjabat sebagai Bupati Blitar hingga bulan februari 2025 mendatang.

    Sehingga masih menjadi kewajiban Mak Rini untuk memimpin Kabupaten Blitar hingga bupati terpilih dilantik. Masyarakat pun tentu mengharapkan Bupati Blitar untuk kembali muncul ke publik dan memberikan rasa yakin terhadap kinerja masyarakat daerah.

    “Itu wajib (hadir) itu menjadi kewajiban beliau (koordinasi dan konsolidasi) antar OPD,” tegasnya. [owi/beq]

  • Dua daerah di Bengkulu tak ikut pelantikan kepala daerah serentak

    Dua daerah di Bengkulu tak ikut pelantikan kepala daerah serentak

    Pelantikan paslon gubernur/wakil gubernur terpilih pada 7 Februari, sedangkan paslon terpilih pada pemilih bupati/wali kota pada 10 Februari.

    Bengkulu (ANTARA) – Pemerintah Provinsi Bengkulu menyebutkan dua daerah dari 10 kabupaten/kota di provinsi berjuluk Bumi Rafflesia itu kemungkinan tidak ikut pelantikan kepala daerah serentak pada tanggal 10 Februari 2025.

    “Perpres mengamanatkan pelantikan pasangan calon gubernur/wakil gubernur terpilih pada tanggal 7 Februari, sedangkan paslon terpilih pada pemilih bupati/wali kota pada tanggal 10 Februari,” kata Asisten I Setda Pemerintah Provinsi Bengkulu Khairil Anwar di Bengkulu, Selasa.

    Khairil Anwar menyebutkan pasangan calon pada Pemilihan Bupati Bengkulu Selatan dan Bengkulu Tengah tercatat mengajukan gugatan perselisihan hasil pemilihan (PHP) kepala daerah ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pasangan Calon Bupati Bengkulu Tengah Evi Susanti-Rico Zaryan masuk ke tahap persidangan.

    Pasangan calon Bupati Bengkulu Selatan Rifai Tajudin-Yefri Sudianto telah diregistrasi MKRI dengan Nomor 68/PHPU.BUP-XXIII/2025 dijadwalkan sidang pada tanggal 10 Januari 2025.

    “Untuk kabupaten kota lainnya, akan dilantik pada tanggal 10 Februari 2025 seperti yang sudah diamanatkan dalam perpres,” kata Khairil.

    Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bengkulu menyatakan proses politik Pemilihan Pilkada Serentak 2024 telah rampung dengan penetapan hasil rekapitulasi penghitungan suara.

    “Kalau bahasanya, peristiwa politiknya insyaallah selesai pada hari ini karena terkait dengan angka-angka. Akan tetapi, terkait dengan peristiwa hukum yang para pihak berkeberatan bisa ke Mahkamah Konstitusi,” kata Ketua KPU Provinsi Bengkulu Rusman Sudarsono.

    Rusman mengatakan bahwa Pilkada Serentak 2024 di Bengkulu berjalan lancar, aman, dan sesuai dengan asas pemilu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

    Terkait dengan kemungkinan adanya laporan oleh para pihak dan masyarakat ke bawaslu setempat mengenai kinerja KPU Provinsi Bengkulu dan jajaran terhadap penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024, pihaknya menyatakan siap mengikuti proses hukum tersebut.

    Pewarta: Boyke Ledy Watra
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Wacana Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD, Pakar UGM: Praktek Politik Transaksional Berpeluang Tinggi

    Wacana Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD, Pakar UGM: Praktek Politik Transaksional Berpeluang Tinggi

    Yogyakarta (beritajatim.com)– Wacana mengembalikan pemilihan kepala daerah (pilkada) melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kembali menjadi topik hangat di kalangan politik dan masyarakat.

    Usulan ini mencuat setelah diungkapkan oleh Ketua Umum Golkar dan mendapat dukungan dari Presiden RI, Prabowo. Alasan yang dikemukakan antara lain untuk menghemat biaya, mengurangi potensi konflik horizontal, dan meningkatkan efektivitas pemerintahan.

    Wacana ini menuai kritik tajam. Dr. Yance Arizona, pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Ia menyebut langkah ini sebagai bentuk nyata dari kemunduran demokrasi di Indonesia. Menurut Yance, jika pemilihan kepala daerah dikembalikan ke DPRD, partisipasi langsung masyarakat dalam menentukan pemimpin akan hilang, membuka peluang besar bagi praktik politik transaksional.

    Dampak Negatif Pemilihan Melalui DPRD

    Yance menyoroti beberapa dampak negatif jika wacana ini diimplementasikan. Pertama, hak politik masyarakat untuk memilih langsung pemimpin daerah akan terhapus.

    “Selama 20 tahun terakhir, banyak pemimpin daerah terpilih karena didukung langsung oleh rakyat,” ujar Yance.

    Kehilangan hak ini, menurutnya, akan merusak fondasi demokrasi yang telah dibangun sejak era reformasi.

    Kedua, dominasi partai politik dalam proses pemilihan akan semakin kuat. Sistem politik yang sentralistik di Indonesia saat ini memungkinkan keputusan DPP partai mempengaruhi anggota partai di daerah. “Proses ini akan menguntungkan partai-partai besar, sementara partai menengah dan kecil akan sulit bersaing,” tambah Yance.

    Efisiensi Biaya dan Politik Uang

    Salah satu argumen pendukung wacana ini adalah penghematan dana pilkada dan upaya mengurangi politik uang. Namun, Yance menilai efisiensi bisa dilakukan tanpa mengorbankan proses demokrasi. “Penghematan bisa difokuskan pada pengurangan biaya perjalanan dinas dan rapat rutin, bukan dengan mengubah sistem pemilihan,” tegasnya.

    Ia juga menekankan perlunya pengawasan ketat dan penegakan hukum terhadap pelaku politik uang, yang seharusnya menjadi fokus utama pemerintah. Dengan pengawasan yang baik, potensi politik uang dapat diminimalisir tanpa harus mengubah mekanisme pilkada.

    Mengembalikan Suara Rakyat

    Yance mengingatkan pentingnya masyarakat untuk bersuara menolak wacana ini. Ia menilai, perubahan sistem pilkada ke DPRD hanyalah upaya untuk menghilangkan suara rakyat dan mensentralisasikan kekuasaan di tangan segelintir elite politik. “Kita harus waspada, karena jika sistem ini diterapkan, pemerintah akan lebih mudah menentukan siapa yang menjadi kepala daerah,” tutup Yance.

    Dengan berbagai implikasi yang mungkin terjadi, wacana pengembalian pemilihan kepala daerah ke DPRD harus dikaji secara mendalam dan melibatkan berbagai pihak, termasuk masyarakat. Demokrasi yang sehat membutuhkan partisipasi aktif dari rakyat, bukan hanya keputusan dari elite politik. [aje]

  • Pakar: UU Omnibus Law Tak Cocok untuk Mengatur Pemilu

    Pakar: UU Omnibus Law Tak Cocok untuk Mengatur Pemilu

    Pakar: UU Omnibus Law Tak Cocok untuk Mengatur Pemilu
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Pengajar hukum pemilu Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengatakan bahwa model undang-undang omnibus law untuk pengaturan pemilihan umum (pemilu) dinilai tidak cocok.
    “Omnibus itu tidak cocok untuk pengaturan pemilu, karena omnibus itu tidak sistematis, menyulitkan para pembaca undang-undang untuk mempelajari pengaturan,” imbuh dia dalam webinar, Senin (6/1/2025).
    Padahal, kata Titi, undang-undang adalah instrumen paling efektif untuk mempelajari dan melakukan pendidikan kepemiluan.
    Sebab itu, model omnibus tidak cocok digunakan dalam
    undang-undang pemilu
    karena aturan tersebut adalah instrumen pendidikan politik yang membutuhkan sistematis yang baik.
    Aktivis pemilu ini mengatakan bahwa undang-undang pemilu lebih cocok dibuat dengan modifikasi karena sejalan dengan semangat mengartikan pemilihan kepala daerah juga sebagai pemilu.
    “Juga sejalan dengan semangat Undang-Undang Nomor 59/2024 yang menyebutkan arah pembangunan demokrasi substansial akan dilakukan dengan antara lain revisi penyusunan kodifikasi pengaturan pemilu dan pilkada dalam satu naskah,” imbuh dia.
    Selain itu, revisi undang-undang partai politik juga dinilai lebih baik dalam satuan kodifikasi, bukan omnibus law.
    Undang-undang partai pun, kata Titi, harus bisa dipastikan bahwa konsep demokrasi internal partai yang mengokohkan regenerasi politik, kaderisasi politik, serta rekrutmen yang demokratis yang menghargai kader dalam sebuah proses yang inklusif, terbuka, transparan, dan akuntabel itu betul-betul hadir dan terhubung secara berkelanjutan.
    “Nah, jadi jangan lupakan juga revisi Undang-Undang partai politik,” tandasnya.
    Adapun, rencana revisi Undang-Undang (UU) Pemilu merupakan imbas dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus
    presidential threshold
    .
    Dalam putusan tersebut, MK menyatakan bahwa semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Waspada Main-main Tafsir Putusan MK soal Capres Tanpa Threshold

    Waspada Main-main Tafsir Putusan MK soal Capres Tanpa Threshold

    Jakarta, CNN Indonesia

    Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan menghapus ambang batas syarat pencalonan presiden atau presidential threshold dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

    Menteri Koordinator bidang Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan pemerintah siap membahas revisi UU Pemilu sebagai tindak lanjut atas putusan itu.

    Yusril juga menyebut sesuai dengan ketentuan Pasal 24C UUD 1945, maka putusan MK bersifat final dan mengikat (final and binding). Dengan demikian, semua pihak termasuk pemerintah terikat dengan putusan MK tanpa dapat melakukan upaya hukum apa pun.

    “Jika diperlukan perubahan dan penambahan norma dalam UU Pemilu akibat penghapusan presidential threshold, maka pemerintah tentu akan menggarapnya bersama-sama dengan DPR,” ucap Yusril.

    “Semua stakeholders termasuk KPU dan Bawaslu, akademisi, pegiat pemilu dan masyarakat tentu akan dilibatkan dalam pembahasan itu nantinya,” sambungnya.

    Usai putusan itu, bola panas kini ada di tangan pembuat undang-undang yakni pemerintah dan DPR. Publik pun dirasa perlu melakukan pengawasan untuk memastikan agar putusan MK itu benar-benar dijalankan.

    Peneliti Pusat Studi Anti-Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah mengatakan pengawasan ini berkaitan dengan politik partisipasi.

    Hal tersebut, kata Castro sapaan akrabnya, juga telah diamanatkan dalam putusan MK perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 tersebut.

    Dalam putusan itu, MK juga mengusulkan rekayasa konstitusional atau constitutional engineering untuk mencegah potensi pasangan calon presiden dan wakil presiden terlalu banyak usai penghapusan aturan ambang batas.

    Castro menerangkan salah satu poin dalam rekayasa konstitusional itu adalah proses pembentukan undang-undang harus dilakukan secara partisipatif atau meaningful participation.

    “Jadi mereka-mereka yang selama ini bergiat dalam hal kepemiluan, gerakan masyarakat sipil, semuanya harus dibuka ruang partisipasi untuk mereka, karena ini harus dijalankan secara inklusif di mana melibatkan semua orang dalam proses partisipasi,” tutur Castro saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (6/1).

    “Tidak bisa lagi kemudian partisipasinya dibuat seolah-olah partisipasi yang tertutup gitu ya, hanya melibatkan orang-orang tertentu elit-elit politik saja. Tetapi semua harus dibuka,” imbuhnya.

    Castro menyebut dalam proses pembahasan undang-undang tersebut juga harus dilakukan secara transparan.

    Misalnya, jika sudah ada draf atau konsep yang dibuat oleh pembuat undang-undang, maka hal tersebut harus dibuka ke publik. Tujuannya, agar publik bisa mempelajari draf tersebut hingga menyampaikan kritik.

    Disampaikan Castro, yang paling penting adalah proses pengawasan harus dilakukan secara simultan. Artinya, pengawasan dilakukan secara internal di dalam parlemen, sekaligus pengawasan dari luar parlemen atau eksternal.

    Ini berkaca dari tindak lanjut putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 tentang Ambang Batas Pencalonan Kepala Daerah di Pilkada.

    Saat itu, DPR sempat mencoba mengabaikan putusan tersebut hingga berujung pada gerakan ‘Darurat Indonesia’ dan aksi demo pun pecah di berbagai daerah.

    “Itu kemudian yang kita anggap sebagai proses yang masih seimbang antara pengawasan di dalam parlemen sekaligus di luar parlemen,” tutur Castro.

    “Jadi aksi-aksi demonstrasi kekuatan politik di luar parlemen juga harus tetap kita mobilisasi agar ada semacam post tower yang kuat dari publik untuk menjaga bagaimana mandat di dalam putusan MK itu tetap dijalankan,” sambungnya.

    Senada, Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas (PUSaKO Unand)FeriAmsari juga menyampaikan perlu ada pengawasan publik untuk memastikan revisi UU Pemilu sesuai dengan keputusan MK.

    Apalagi, kata Feri, pengawasan itu juga sudah termaktub dalam putusan MK soal ambang batas syarat pencalonan presiden tersebut.

    “Ya karena di putusan 62 itu juga disebutkan bahwa harus ada partisipasi publik yang bermakna ya harus memenuhi tiga hak, tiga tahapan, hak untuk didengarkan, hak untuk menyampaikan pendapat, hak untuk dijelaskan. Itu harus disampaikan oleh pembentuk undang-undang,” ujarnya.

    Celah Permainan

    Di sisi lain, Castro mengamini masih ada celah yang bisa dijadikan alat untuk mengabaikan putusan MK soal ambang batas tersebut.

    Celah itu terkait rekayasa konstitusional yang diusulkan hakim. Dalam putusan itu, MK menyebut usulan rekayasa konstitusional itu dilakukan untuk mencegah munculnya pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan jumlah yang terlalu banyak.

    Castro berpendapat hal tersebut bisa dimanfaatkan oleh pembuat undang-undang untuk kembali membuat sebuah batasan.

    “Nah ini yang saya khawatirkan jangan sampai kemudian pembentuk undang-undang, dalam hal ini pemerintah dan DPR Itu menafsirkan perintah putusan MK ini dalam bentuk pembatasan yang justru membatasi hak-hak konstitusional, terutama dari partai politik,” ucap Castro.

    “Itu celah yang bisa jadi kemudian ditafsirkan lain lain oleh atau ditafsirkan berbeda oleh pembentuk undang-undang,” lanjutnya.

    Berbeda dengan Castro, Feri menyebut celah untuk bermain atas putusan MK tersebut cenderung kecil. Sebab, menurutnya putusan MK sudah konkret menyatakan bahwa batas syarat pencalonan presiden dihapus.

    “Akan sangat kecil, kecuali pembentukan undang-undang ingin mengacaukan hasil pemilu 2029. Misalnya mereka mencoba membuat tafsir-tafsir tertentu yang berbeda dengan putusan MK, maka dengan sendirinya apa yang dijadikan undang-undang itu tidak sah,” kata Feri.

    Feri juga berpendapat jika pembuat undang-undang nekat ‘bermain’ dengan putusan MK tersebut justru akan menimbulkan dampak atau konsekuensi yang besar.

    “Orang akan mempertanyakan hasil pemilu. Kan problemnya adalah bukan hasil pemilu legislatif saja, ini hasil pemilu presiden, wah luar biasa betul itu dampaknya kalau mereka macam-macam,” ucap dia.

    “Kalau main-main begitu di Pilkada masih mungkin, masuk akal mereka mau secara politis mengganggu putusan MK. Tapi kalau mengganggu putusan MK terkait Pilpres, konsekuensinya jauh lebih besar dari Pilkada,” imbuhnya.

    (dis/gil)

    [Gambas:Video CNN]

  • Relawan dan OC Kaligis Beberkan 5 Indikasi Kecurangan di Pilkada Muara Enim

    Relawan dan OC Kaligis Beberkan 5 Indikasi Kecurangan di Pilkada Muara Enim

    FAJAR.CO.ID, MUARA ENIM – Relawan Muara Enim Maju membeberkan sejumlah indikasi terjadinya kecurangan di Pilkada Muara Enim, Selasa (7/1) sore. Relawan Muara Enim menyebut setidaknya ada 5 (lima) persoalan yang menjadi parameter dugaan adanya kecurangan dalam penyelenggaran pilkada.

    “Pertama, soal form undangan pemilih yang tidak disampaikan kepada pemilih. Kedua, fakta absensi kehadiran dan nama-nama terdaftar DPT yang tidak sesuai. Ketiga, form C1 dan hasil rekapitulasi di tingkat kecamatan yang tidak nyambung (berbeda). Yang keempat, tentu pelanggaran politik uang atau money politics yang terang-terangan terjadi. Kelima atau terakhir soal mati lampu yang mendadak terjadi pada malam pilkada,”ujar Ketua Relawan Muara Enim Maju, Arif Hidayatullah kepada awak media.

    Menurut Arif, karena kecurangan tersebut, suara kandidat yang didukungnya Nasrun Umar-Lia Anggraeni pun berkurang signifikan. Padahal, ungkap dia, banyak warga Muara Enim yang sudah memberikan suara kepada pasangan calon H. Nasrun Umar-Lia Anggraeni (HNU-LIA). Arif yakin kandidatnya seharusnya tampil sebagai pemenang pilkada Muara Enim.

    “Karena kecurangan yang sistematis tersebut, suara kandidat Nasrun Umar-Lia Anggraeni berkurang. Suara pendukung kami dicuri dan dipindahkan ke kandidat yang lain. Apalagi, dalam hasil hitung cepat internal, suara Nasrun Umar-Lia Anggraeni paling tinggi di antara kandidat yang lain,” jelas dia.

    Sebelumnya, pada awal Desember lalu, pengacara kondang OC Kaligis yang menjadi kuasa hukum pasangan calon Nasrun Umar-Lia Anggraeni, juga sudah melaporkan indikasi kecurangan tersebut kepada Bawaslu Muara Enim. Laporan OC Kaligis bernomor 002/PL/PB/KAB/06.08/XI/2024 itu diterima langsung Ketua Bawaslu Muara Enim Zainudin.

  • Digugat ke MK, Tim Hukum RAHMAD: Gugatan Paslon 02 Tak Berdasar

    Digugat ke MK, Tim Hukum RAHMAD: Gugatan Paslon 02 Tak Berdasar

    Bondowoso (beritajatim.com) – Tim hukum pasangan calon (Paslon) KH Abdul Hamid Wahid dan KH As’ad Yahya Syafi’i (RAHMAD) menegaskan kesiapan mereka menghadapi gugatan sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Bondowoso 2024.

    Gugatan diajukan oleh Paslon Nomor Urut 02, Bambang Soekwanto dan Gus Bakir (Bagus) di Mahkamah Konstitusi (MK).

    Sebagai pihak terkait dalam perkara yang telah diregister dengan Nomor 184/PHPU.BUP-XXIII/2025 pada 3 Januari 2025, Paslon Rahmad memiliki legitimasi sebagai pemenang Pilkada Bondowoso 2024 berdasarkan penetapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bondowoso.

    Ketua Tim Hukum Paslon Rahmad, Sri Sugeng Pujiatmiko menegaskan bahwa pihaknya siap menghadapi gugatan yang diajukan oleh Paslon 02. Menurutnya, gugatan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

    “Gugatan yang diajukan oleh Paslon 02 adalah rubbish in election. Secara substansi, gugatan tersebut tidak memenuhi kualifikasi sebagai objek sengketa Pilkada,” tegasnya kepada BeritaJatim.com, Senin (6/1/2025).

    Sri Sugeng menyatakan bahwa Tim Hukum Paslon Rahmad telah menyiapkan keterangan tertulis, bukti-bukti pendukung, dan saksi-saksi yang akan dihadirkan dalam persidangan di MK.

    “Gugatan ini tidak berdasar dan tidak benar. Kami yakin dapat membuktikan kebenaran dalam persidangan,” ujar pengacara senior yang juga anggota Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) ini.

    Sri Sugeng mengimbau masyarakat Kabupaten Bondowoso, termasuk para pendukung dan relawan Paslon Rahmad untuk tetap tenang dan tidak terprovokasi oleh informasi yang tidak benar.

    “Jangan melakukan tindakan di luar mekanisme hukum yang dapat mengganggu suasana kondusif. Kita harus menghormati proses hukum yang sedang berlangsung di MK,” ujarnya.

    Ia menekankan bahwa kemenangan Paslon Rahmad adalah hasil dari kepercayaan masyarakat Bondowoso melalui proses Pilkada yang berlangsung aman, damai, dan sesuai peraturan perundang-undangan.

    “Paslon Rahmad berkomitmen menjaga amanah yang telah diberikan masyarakat Bondowoso. Kami yakin, Pilkada ini dilaksanakan dengan prinsip jujur, adil, dan diawasi secara ketat oleh Bawaslu,” tambahnya.

    Di akhir pernyataannya, Sri Sugeng menyampaikan apresiasi kepada seluruh masyarakat Bondowoso yang telah memberikan dukungan kepada Paslon Rahmad.

    “Kemenangan Paslon Rahmad adalah kemenangan bersama masyarakat Bondowoso. Kami ucapkan terima kasih atas kepercayaan dan dukungannya,” pungkasnya. (awi/ian)