Event: Pilkada Serentak

  • Tengahi Konflik Subandi-Mimik Sidoarjo, Parpol Pengusung Dinilai Perlu Turun Tangan
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        26 September 2025

    Tengahi Konflik Subandi-Mimik Sidoarjo, Parpol Pengusung Dinilai Perlu Turun Tangan Surabaya 26 September 2025

    Tengahi Konflik Subandi-Mimik Sidoarjo, Parpol Pengusung Dinilai Perlu Turun Tangan
    Tim Redaksi
    SIDOARJO, KOMPAS.com
    – Pakar politik lokal Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Abdul Chalik berharap, partai politik pengusung segera turun tangan mengatasi ketegangan antara Bupati Sidoarjo Subandi dan Wakil Bupati Sidoarjo, Mimik Idayana.
    Adapun Mimik mengirim surat laporan untuk Bupati Subandi ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait mutasi dan pelantikan aparatur sipil negara (ASN) yang dinilai cacat prosedur.
    Masalah tersebut menjadi puncak ketegangan antara kedua pemimpin Kabupaten Sidoarjo tersebut.
    Satu bulan setelah pelantikan, tepatnya Maret 2025, hubungan keduanya juga sempat dikabarkan tak harmonis.
    Hal itu dipicu Subandi yang menyebut tugas dewan menghambur-hamburkan uang rakyat, dan Mimik merasa dikesampingkan dalam pengambilan putusan kebijakan Pemerintah Daerah (Pemda) Sidoarjo.
    Agar tidak segera berlarut-larut, Chalik mengatakan bahwa pihak yang dapat meredam ketegangan antara Subandi dan Mimik adalah para partai pengusung.
    “Tentu yang bisa mendamaikan ya partai pengusung, yang bisa mengajak mereka berbicara,” kata Chalik pada Jumat (26/9/2025).
    Selain itu, dorongan untuk berbaikan dari para pendukung dan tokoh masyarakat juga bisa menjadi jembatan bagi Subandi dan Mimik.
    Pada saat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 lalu, Subandi-Mimik didukung tiga partai raksasa, yakni Gerindra, Golkar, dan Demokrat.
    Selain itu, partai pendukung lainnya, yaitu Hanura, Buruh, BKN, Perindo, Garuda, dan Ummat.
    Chalik menyayangkan adanya perseteruan antara pasangan kepala daerah ini.
    Sebab, jika terjadi berkepanjangan, akan mengganggu pelayanan masyarakat Sidoarjo.
    “Tentu itu akan terganggu manakala tidak ada jalan keluar untuk bisa mengompromikan, melakukan semacam mengkomunikasikan perbedaan keduanya,” ucapnya. 
    Chalik juga mengatakan bahwa tugas wakil bupati secara resmi diatur dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2014, yakni wasdalbin (pengawasan, pengendalian, dan pembinaan).
    Apabila sudah menyentuh gangguan pada pengawasan dan pertanggungjawaban kepemimpinan, pihak yang paling dirugikan adalah masyarakat.
    “Maka ketika hubungan itu tidak harmonis, maka tentu saja, akan mengganggu terhadap kepemimpinan keduanya, dan tentu itu masyarakat sangat dirugikan,” ucapnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Rumah Bupati ke-18 Gunungkidul Terbengkalai, Padahal Dulu Paling Megah
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        26 September 2025

    Rumah Bupati ke-18 Gunungkidul Terbengkalai, Padahal Dulu Paling Megah Regional 26 September 2025

    Rumah Bupati ke-18 Gunungkidul Terbengkalai, Padahal Dulu Paling Megah
    Tim Redaksi
    YOGYAKARTA, KOMPAS.com 
    – Rumah peninggalan Bupati Gunungkidul ke-18, Prawiro Suwignyo, kini terbengkalai dan rusak parah.
    Padahal, pada era 1960-an hingga 1970-an, rumah yang terletak di Padukuhan Pati, Kalurahan Genjahan, Kapanewon Ponjong itu dikenal sebagai yang paling mewah di kecamatan.
    Bangunan bersejarah tersebut berada di tengah kebun jati dan kini tak lagi berpenghuni. Bagian dinding kayu sudah jebol, sementara sisi depan tertimpa pohon jati yang roboh.
    “Ambruknya sudah satu tahun yang lalu, ketimpa pohon jati. Saya mau bantu, tapi saudaranya tidak bergerak ya tidak berani,” kata warga setempat, Suyana, Jumat (26/9/2025).
    Suyana mengenang, rumah itu dulu memiliki halaman luas, pagar kayu mengelilingi, serta ditumbuhi pohon mangga, sawo, kelengkeng, hingga kedondong.
    “Rumah itu terbaik satu kecamatan,” ucapnya.
    Rumah mulai ditinggalkan sejak istri Prawiro Suwignyo pindah ke Malang pada 1980-an.
    Rumah itu sempat ramai saat salah satu cucunya maju Pilkada 2020, kini kembali sepi.
    Sementara itu, Dinas Kebudayaan Gunungkidul menyebut rumah tersebut baru masuk daftar potensi obyek diduga cagar budaya, belum ditetapkan resmi.
    “Sudah turun dua tahun lalu, tetapi terkendala data, maka belum bisa kami tindaklanjuti untuk proses selanjutnya,” kata Kepala Disbud Gunungkidul, Choirul Agus Mantara.
    Menurut Agus, penetapan cagar budaya membutuhkan data sejarah primer maupun sekunder yang masih sulit dilacak. Meski begitu, pihaknya berjanji tetap berupaya melanjutkan kajian.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • DPRD Jember Berhati-Hati Sikapi Konflik Bupati dan Wakil Bupati

    DPRD Jember Berhati-Hati Sikapi Konflik Bupati dan Wakil Bupati

    Jember (beritajatim.com) – DPRD Kabupaten Jember, Jawa Timur, memilih berhati-hati menyikapi konflik antara Bupati Muhammad Fawait dengan Wakil Bupati Djoko Susanto, yang berujung pada pelaporan situasi pemerintah daerah ke Komisi Pemberantasan Korupsi dan Menteri Dalam Negeri.

    Kehati-hatian ini ditunjukkan Ketua DPRD Jember Ahmad Halim, saat menemui sejumlah pendukung Bupati Muhammad Fawait dan aktivis LSM di gedung parlemen, Rabu (24/9/2025).

    Dalam kesempatan itu, Ribut Supriadi, salah satu pendukung Fawait, mendesak DPRD Jember untuk memediasi konflik. “Kita harapkan DPRD bisa menjadi penengah di antara keduanya dan bisa memanggil keduanya untuk memberikan penjelasan,” katanya.

    “Kami mohon kepada pimpinan DPRD untuk segera mengambil sikap. Yang kami pedulikan adalah sustainable development. Pembangunan Jember yang berkelanjutan yang pada akhirnya bertumpu pada satu gol, satu tujuan yaitu Jember lebih baik. Jember makmur. Jember baru. Jember maju,” kata Sumpono, politisi Gerindra.

    Kustiono, pendukung Bupati Fawait lainnya, mengatakan, publik membutuhkan upaya DPRD Jember untuk menyelesaikan persoalan. “Statement dari DPRD secara institusi, itu yang dibutuhkan oleh publik Jember, bahwa persoalan ini sudah menjadi atensi,” katanya.

    Kustiono berharap DPRD Jember menggunakan hak parlemen. “Wakil rakyat itu memungkinkan dan punya hak konstitusi, hak bertanya. Agar publik mengetahui secara utuh, wakil rakyat mengundang mereka berdua, ditakoni (ditanyai). Istilahnya di diundang-undang itu kan hak interpelasi, medeni (menakutkan),” katanya.

    Namun Kustiono menyarankan agar tidak menggunakan istilah hak interpelasi. “Memungkinkan untuk memanggil atau mengundang ngopi bareng seperti itu. Saya pikir publik akan menangkap itu sebagai upaya yang elegan yang ‘oh ya wis mari’ (oh sudah selesai, red),” katanya.

    Ketua DPRD Jember Ahmad Halim berterima kasih kepada Kustiono dan kawan-kawan yang telah menyampaikan aspirasi kepada parlemen. Namun dia mengingatkan posisi DPRD Jember dengan bupati dan wakil bupati yang sejajar.

    Mediasi, menurut Halim, justru bisa dilakukan oleh level pemerintah yang lebih tinggi. “Misalkan dimediasi oleh gubernur atau Mendagri, karena Mendagri adalah penanggung jawab pemerintahan yang berlangsung,” katanya.

    DPRD Jember hanya bisa melayangkan surat kepada Menteri Dalam Negeri untuk memfasilitasi pertemuan DPRD dengan Bupati dan Wakil Bupati.

    “Walaupun tergantung kepada niat nanti. Kalau niatnya enggak pengin damai susah juga, kan ya? Kalau niatnya enggak ada yang pengin ketemu antara hati sama hati. ya, agak susah juga,” kata Halim.

    Sementara itu sebagai Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Gerindra Jember yang mengusung pasangan Fawait-Djoko saat pilkada, Ahmad Halim akan melaporkan persoalan ini kepada induk partai.

    Halim menyarankan kepada para aktivis lembaga swadaya masyarakat untuk membuat petisi kepada masyarakat umum untuk mendapatkan legitimasi. “Walaupun hanya bersifat imbauan. Walaupun saya meyakini tetap kembali kepada individu masing-masing. antara bupati dan wakil bupati,” katanya.

    Halim mengaku sudah ditelepon oleh dewan pimpinan sejumlah partai pengusung soal surat Wabup Djoko ke KPK dan Mendagri. Dia tak ingin situasi berlarut-larut.

    “Ibaratnya Jember ini sudah punya karpet merah dalam perhatian dari pemerintah pusat untuk kemajuan masyarakat maupun ekonominya. Kesempatannya sekarang. Untuk itu kita saling menahan diri, menahan diri, menahan emosi sambil berikhtiar, berdoa mungkin malam Maulid Nabi bisa menggugah hati para pimpinan-pimpinan kita,” kata Halim. [wir]

  • Pendukung Bupati Fawait dan Aktivis LSM Curhat Soal Wabup ke Ketua DPRD Jember

    Pendukung Bupati Fawait dan Aktivis LSM Curhat Soal Wabup ke Ketua DPRD Jember

    Jember (beritajatim.com) – Sejumlah pendukung Bupati Muhammad Fawait dan aktivis lembaga swadaya masyarakat menemui Ahmad Halim, Ketua DPRD Kabupaten Jember, Jawa Timur, Rabu (24/9/2025), untuk mencurahkan isi hati alias curhat soal Wakil Bupati Djoko Susanto.

    Mereka mempersoalkan tindakan Djoko yang menyurati Komisi Pemberantasan Korupsi sehingga membuat Kabupaten Jember menjadi pemberitaan nasional. Kustiono Musri, salah satu pendukung Fawait, menyayangkan kegaduhan yang dibuat oleh Djoko.

    Menurut Kustiono, selama masa Reformasi, hubungan antara bupati dan wakil bupati tidak selamanya harmonis. “Apa yang terjadi antara (Wakil Bupati) Pak Bagong (Sutrisnadi) dengan (Bupati) Pak Samsul (Hadi Siswoyo) waktu itu tidak sampai membuat gaduh,” katanya. Bupati Samsul dan Wabup Bagong memimpin Jember pada periode 2000-2005.

    Hal serupa, kata Kustiono, juga ditunjukkan Bupati MZA Djalal dan Wakil Bupati Kusen Andalas yang menjabat 2005-2015. “Mereka tidak mesra-mesra amat sebetulnya. Bahwa ada persoalan-persoalan,tetapi beliau-beliau mampu memberikan rasa tenteram pada masyarakat Jember sehingga tidak ada kegaduhan,” katanya.

    Saat Bupati Faida berseberangan dengan Wabup Abdul Muqit Arief, Kustiono menyebut keduanya tidak memperkeruh suasana. “Tidak membongkar aib hubungan keduanya itu ke ruang publik,” katanya.

    Kustiono mengatakan, seharusnya Wabup Djoko tidak mengambil cara aktivis. “Yang penting gaduh dulu agar menjadi perhatian. Kalau sebagai aktivis, itu mungkin satu-satunya cara yang bisa kami ambil. Tapi dengan status wakil bupati enggak bisa begitu,” katamya.

    Ribut Supriadi, pendukung Bupati Fawait lainnya, merasa malu karena Jember menjadi sorotan di media sosial. “Seharusnya kedua belah pihak meredam diri saat ini, menunjukkan prestasi yang telah dicapai selama ini ataupun menunjukkan capaian-capaian yang belum terlaksana. Bukan menunjukkan kekisruhan,” katanya.

    Tak cukup curhat, Ribut berpantun soal konflik tersebut. “Nonton bioskop di akhir pekan, iklannya kok pemerintahan. Harusnya capaian yang dibuktikan, bukan kisruh yang dipertontonkan,” katanya.

    Sementara itu, politisi Partai Gerindra yang juga mantan anggota DPRD Jember, Sumpono, prihatin dengan kondisi saat ini. “Disharmoni antara para pimpinan membuat kami menangis,” katanya.

    Sementara itu aktivis LSM Formasi Miftahul Rahman menilai, pernyataan Wabup Djoko menurunkan reputasi pemerintah Jember.

    “Mendowngrade pemerintahan bahwa seolah-olah Jember ini pada posisi yang tidak on the track menjalankan pemerintahan. Kalau itu dibaca oleh banyak kepentingan, saya kira akan menjadi semakin buruk: bahwa pemerintahan Jember ini seolah-olah menjadi terbiarkan,” kata Miftahul.

    Miftahul ingin DPRD Jember meminta penjelasan lebih lanjut kepada Djoko soal butir-butir laporan ke KPK dan Mendagri. Pertama, soal inkonsistensi kebijakan yang ditandai dengan dikeluarkannya Keputusan Bupati Nomor 100.3.3.2/126/1.12/2025 tentang Tim Pengarah Percepatan Pembangunan Daerah (TP3D).

    Kedua, soal tidak berjalannya meritokrasi kepegawaian aparatur sipil negara, yang berpotensi pada rendahnya profesionalitas aparatur dan kerawanan tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme.

    Laporan berikutnya adalah mengenai pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten Jember, yang dipandang Djoko, tidak menggambarkan prinsip transparansi, akuntabilitas, efektivitas, dan efisiensi.

    Keempat, soal lemahnya sistem tata kelola aset milik daerah. Djoko mencontohkan penggunaan kendaraan bermotor oleh orang yang tidak berhak.

    Kelima, soal terhambatnya koordinasi antara wakil bupati dengan organisasi perangkat daerah, yang ditandai dengan adanya ketidakpatuhan dan pembangkangan ASN kepada wakil bupati.

    Terakhir, soal tidak direalisasikannya hak keuangan dan protokoler Djoko sebagai wakil bupati Jember.

    Setelah mengkritik habis Wabup Djoko, Kustiono memuji sikap Bupati Fawait dalam menyikapi konflik tersebut. “Untungnya kita itu punya bupati yang meskipun muda tapi masih mampu memenej emosinya,” katanya.

    “Tapi balik lagi kami ke sini hari ini tidak dalam rangka membela Bupati atau membela wakil Bupati. Kami ingin agar persoalan yang memalukan dan merugikan masyarakat Jember secara umum ini bisa segera disikapi secara konstitusional, secara elegan oleh wakil rakyat di DPRD,” kata Kustiono.

    Minta DPRD Jember Memediasi
    Ribut Supriadi mendesak DPRD Jember memediasi konflik antara Bupati Fawait dan Wabup Djoko. “Kita harapkan DPRD bisa menjadi penengah di antara keduanya dan bisa memanggil keduanya untuk memberikan penjelasan,” katanya.

    “Kami mohon kepada pimpinan DPRD untuk segera mengambil sikap. Yang kami pedulikan adalah sustainable development. Pembangunan Jember yang berkelanjutan yang pada akhirnya bertumpu pada satu gol, satu tujuan yaitu Jember lebih baik. Jember makmur. Jember baru. Jember maju,” kata Sumpono.

    Menurut Kustiono, publik Jember membutuhkan upaya DPRD Jember untuk menyelesaikan persoalan. “Statement dari DPRD secara institusi, itu yang dibutuhkan oleh publik Jember, bahwa persoalan ini sudah menjadi atensi,” katanya.

    Kustiono berharap DPRD Jember menggunakan hak parlemen. “Wakil rakyat itu memungkinkan dan punya hak konstitusi, hak bertanya. Agar publik mengetahui secara utuh, wakil rakyat mengundang mereka berdua, ditakoni (ditanyai). Istilahnya di diundang-undang itu kan hak interpolasi, medeni (menakutkan),” kata Kustiono.

    Namun Kustiono menyarankan agar tidak menggunakan istilah hak interpelasi. “Memungkinkan untuk memanggil atau mengundang ngopi bareng seperti itu. Saya pikir publik akan menangkap itu sebagai upaya yang elegan yang ‘oh ya wis mari’ (oh sudah selesai, red),” katanya.

    Sikap Ketua DPRD Jember
    Ketua DPRD Jember Ahmad Halim berterima kasih kepada Kustiono dan kawan-kawan yang telah menyampaikan aspirasi kepada parlemen. Namun dia mengingatkan posisi DPRD Jember dengan bupati dan wakil bupati yang sejajar.

    Mediasi, menurut Halim, justru bisa dilakukan oleh level pemerintah yang lebih tinggi. “Misalkan dimediasi oleh gubernur atau Mendagri, karena Mendagri adalah penanggung jawab pemerintahan yang berlangsung,” katanya.

    DPRD Jember hanya bisa melayangkan surat kepada Menteri Dalam Negeri untuk memfasilitasi pertemuan DPRD dengan Bupati dan Wakil Bupati.

    “Walaupun tergantung kepada niat nanti. Kalau niatnya enggak pengin damai susah juga, kan ya? Kalau niatnya enggak ada yang pengin ketemu antara hati sama hati. ya, agak susah juga,” kata Halim.

    Sementara itu sebagai Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Gerindra Jember yang mengusung pasangan Fawait-Djoko saat pilkada, Ahmad Halim akan melaporkan persoalan ini kepada induk partai.

    Halim menyarankan kepada para aktivis lembaga swadaya masyarakat untuk membuat petisi kepada masyarakat umum untuk mendapatkan legitimasi. “Walaupun hanya bersifat imbauan. Walaupun saya meyakini tetap kembali kepada individu masing-masing. antara bupati dan wakil bupati,” katanya.

    Halim mengaku sudah ditelepon oleh dewan pimpinan sejumlah partai pengusung soal surat Wabup Djoko ke KPK dan Mendagri. Dia tak ingin situasi berlarut-larut.

    “Ibaratnya Jember ini sudah punya karpet merah dalam perhatian dari pemerintah pusat untuk kemajuan masyarakat maupun ekonominya. Kesempatannya sekarang. Untuk itu kita saling menahan diri, menahan diri, menahan emosi sambil berikhtiar, berdoa mungkin malam Maulid Nabi bisa menggugah hati para pimpinan-pimpinan kita,” kata Halim.

    Tanggapan Wabup Djoko Susanto
    Wabup Djoko Susanto mengapresiasi pertemuan antara sejumlah pendukung Bupati Fawait dan aktivis LSM dengan Ketua DPRD Jember Ahmad Halim. “Itu bentuk kepedulian kepada daerah,” katanya kepada Beritajatim.com.

    Namun Djoko mempertanyakan tudingan kegaduhan yang diarahkan kepadanya. “Itu terkait dengan mindset yang harus kita betulkan,” katanya.

    “Misalkan ada maling. Lalu yang jaga di pos kamling itu teriak-teriak” ‘maling, maling, maling’. Yang dinilai bikin gaduh itu yang mana? Yang secara eksplisit berteriak tadi, atau justru malingnya yang senyap-senyap saja?” kata Djoko tersenyum.

    Djoko kembali menegaskan, surat yang dilayangkannya ke KPK, Mendagri, dan Gubernur berisi permohonan pembinaan terhadap Pemkab Jember. “Ini bentuk tanggung jawab saya sebagai wakil bupati,” katanya.

    “Waktu kami, bupati, saya dan beberapa kepala dinas diundang, KPK mengatakan bahwa tugas wakil bupati lebih banyak di bidang pengawasan. Lah kalau saya melakukan pengawasan, apa yang salah?” kata Djoko.

    Djoko juga tidak pernah merasa mengungkapkan isi surat itu ke publik sebelum media massa memberitakannya. “Justru kemarin saya ngomong itu karena kalian tanya. Dimintai konfirmasi. Artinya sumber terbukanya surat itu bukan saya. Tapi KPK pun ya sah-sah saja mengungkap fakta,” katanya.

    “Sesuatu yang faktual, apa yang salah? Justru yang diam-diam itu yang menurut saya cara berpikirnya salah,” kata Djoko.

    Djoko kemudian mempertanyakan wacana mediasi antara dirinya dengan Bupati Muhammad Fawait oleh DPRD Jember. “Kalau mau dimediasi, yang dimediasi apanya? Saya bekerja sebagaimana amanah konstitusi. Saya bekerja karena saya disumpah. Kalau saya menjalankan amanah undang-undang, apa yang salah?” katanya. [wir]

  • Blak-blakan Ketua RW di Jakbar: Kerancuan Dana Insentif Buat Pengurus Bikin LPJ Fiktif
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        24 September 2025

    Blak-blakan Ketua RW di Jakbar: Kerancuan Dana Insentif Buat Pengurus Bikin LPJ Fiktif Megapolitan 24 September 2025

    Blak-blakan Ketua RW di Jakbar: Kerancuan Dana Insentif Buat Pengurus Bikin LPJ Fiktif
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Ketidakjelasan peruntukan dana yang diberikan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta kepada pengurus RT dan RW menimbulkan persoalan serius.
    Bukannya meringankan kerja, dana tersebut justru membuat sebagian pengurus terjebak dalam dilema, hingga memicu praktik pembuatan laporan pertanggungjawaban (LPJ) fiktif.
    Iis Wahyudi, Ketua RW 05 Kelurahan Jatipulo, Palmerah, Jakarta Barat, mengungkap praktik itu kerap terjadi di wilayahnya. Menurut dia, hal ini bermula dari ketidakjelasan nomenklatur dana yang digelontorkan Pemprov.
    “Dalam kampanye dan pernyataan publik, Gubernur Pramono Anung menggunakan kata ‘insentif’ yang kesannya seperti imbalan kerja RT dan RW. Nah, padahal kan enggak, itu sebenarnya uang operasional disebutnya,” kata Iis kepada
    Kompas.com
    , Selasa (23/9/2025).
    “Ini yang harus diluruskan. Jadi harus ada laporan yang diberikan tiap bulannya dari RT RW setempat. Ini yang harus diluruskan di masyarakat,” kata dia lagi.
    Kerancuan istilah itu, kata Iis, menimbulkan perbedaan tafsir di lapangan. Ada pengurus yang menganggap dana digunakan untuk program operasional, tetapi ada juga yang membagi-bagikan dana tersebut sebagai “uang lelah” bagi jajaran RT/RW.
    “Kalau di sini, secara praktiknya dipakai untuk bagi-bagi antara RT dan jajarannyalah, kan punya sekretaris, apa segala macem, uang lelahlah begitu,” ujarnya.
    Namun, penggunaan dana sebagai uang lelah membuat para pengurus harus tetap membuat laporan pertanggungjawaban. Akibatnya, laporan yang disusun kerap tidak sesuai kenyataan.
    “Saya
    fair-fair
    -an saja ya, enggak perlu ditutup-tutupi, akhirnya laporan yang dibuatnya jadi palsu. Karena memang Pemda (Pemerintah Daerah) juga ‘
    ngajarinnya
    ’ begitu,” terang Iis.
    Ia menambahkan, praktik itu menjadi beban moral tersendiri.
    “Di sisi lain itu kan jadi menambah dosa kami juga, gitu. Apalagi naik, ini kita
    nyetting
    -nya jadi makin banyak kan,” keluhnya.
    “Gimana mau berkah Jakarta ini, kan, kalau misalnya pemimpin di tingkat RT saja akhirnya sudah harus
    nyetting
    laporan buat dapat insentif kan,” lanjutnya.
    Iis berharap Pemprov segera mempertegas status dana tersebut. Menurut dia, nomenklatur sebaiknya diubah dari “dana operasional” menjadi “insentif” bagi pengurus RT dan RW.
    “Saya sih harapannya pengen biar diganti saja, jangan operasional bahasanya, tapi langsung insentif saja,” tegasnya.
    Jika ditetapkan sebagai insentif, kata Iis, dana itu dapat dianggap sebagai hak pribadi pengurus RT/RW atas jerih payah melayani warga. Dengan begitu, mereka tidak perlu membuat laporan fiktif.
    “Kalau insentif kan enggak (perlu LPJ), bebas mau dipakai buat apa saja. Karena anggapannya itu uang lelahlah begitu. Coba, kalau warga ada apa-apa, pasti kan yang dicari mana RT-nya, mana RW-nya,” ucapnya.
    Pemprov DKI Jakarta sebelumnya memastikan insentif bagi pengurus RT akan naik menjadi Rp 2,5 juta per bulan, sedangkan RW naik menjadi Rp 3 juta per bulan mulai Oktober 2025.
    Wakil Gubernur Jakarta Rano Karno mengatakan, kenaikan itu dilakukan secara bertahap, bukan langsung dua kali lipat seperti janji kampanye Pilkada 2024.
    “Artinya itu sudah masuk dalam APBD-P, mudah-mudahan dalam bulan Oktober sudah ada distribusi,” ujar Rano, Sabtu (20/9/2025).
    Dalam Pilgub 2024, Gubernur Pramono Anung dan Rano Karno berjanji menggandakan insentif RT dan RW. Di Jakarta, tercatat 30.894 pengurus RT dan 2.741 RW.
    Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan semangat pengurus RT dan RW dalam menjalankan fungsi pelayanan masyarakat, mulai dari pendataan warga, pengelolaan lingkungan, hingga menjadi garda terdepan komunikasi antara masyarakat dan pemerintah kota.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dana Operasional Dianggap Gaji, Ketua RW: Semua Harus Dilaporkan, bukan untuk Pribadi
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        24 September 2025

    Dana Operasional Dianggap Gaji, Ketua RW: Semua Harus Dilaporkan, bukan untuk Pribadi Megapolitan 24 September 2025

    Dana Operasional Dianggap Gaji, Ketua RW: Semua Harus Dilaporkan, bukan untuk Pribadi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Rencana kenaikan dana operasional bagi Ketua Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) di Jakarta menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat.
    Banyak warga menganggap dana tersebut sebagai gaji atau insentif pribadi bagi para ketua RT/RW dan jajaran pengurusnya.
    Sejumlah Ketua RW kemudian menegaskan bahwa dana yang diberikan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta sepenuhnya merupakan dana operasional untuk kepentingan warga, bukan untuk digunakan secara pribadi.
    Ketua RW 14 Palmerah, Jakarta Barat, Rini Astuti (49), menegaskan, dana tersebut tidak bisa disebut sebagai gaji karena memiliki mekanisme pertanggungjawaban yang ketat.
    “Bukan gaji. Jadi kalau OP (operasional) itu bukan gaji sebetulnya, jadi uang operasional buat keperluan warga,” kata Rini, akrab disapa Tuti, saat ditemui
    Kompas.com,
    Selasa (23/9/2025).
    Dana itu, lanjutnya, dipakai untuk berbagai kegiatan warga.
    “Misalnya kegiatan perayaan Agustusan, subsidi kader Dasawisma, Jumantik, sampai fasilitas-fasilitas buat warga,” ucap Tuti.
    Hal serupa disampaikan Ketua RW 05 Jatipulo, Palmerah, Jakarta Barat, Iis Wahyudi. Menurut dia, masyarakat perlu mendapat penjelasan agar tidak salah mengartikan dana tersebut.
    “Ini yang harus diluruskan. Kalau yang beredar di warga kan katanya insentif, tapi sebenarnya itu adalah uang operasional,” ujar Iis.
    Ia menjelaskan, ada perbedaan jelas antara insentif pribadi dan dana operasional. Jika insentif diberikan sebagai imbalan kerja maka tak perlu laporan.
    Namun, untuk dana operasional, pengurus wajib membuat laporan pertanggungjawaban (LPJ).
    “Nah, tapi ini kan enggak, semua uang yang kami terima itu wajib ada laporannya. Ada tanggung jawabnya, kita enggak bisa makai untuk pribadi seenaknya,” kata Iis.
    Ketua RW 08 Kota Bambu Selatan, Palmerah, Beni Kurniawan, menambahkan hal senada. Ia menekankan dana operasional diberikan di awal program dan wajib dipertanggungjawabkan.
    “Ini yang harus dipahami, ini bukan gaji. Kalau operasional, dana diberikan di depan untuk menjalankan kegiatan, dan setelahnya kami wajib membuat laporan pertanggungjawaban (LPJ),” tegas Beni.
    Menurut dia, menjadi ketua RT atau RW adalah kerja sosial, bukan pekerjaan untuk mencari keuntungan material.
    “Asumsi masyarakat yang berkembang itu sebenarnya wajar karena mereka melihat ada uang yang dialokasikan, tapi tidak paham sistemnya. Pada dasarnya, tugas kami ini adalah kerja sosial,” ujarnya.
    Beni menambahkan, LPJ harus dibuat tiap bulan, yang berarti menambah beban administrasi bagi pengurus. Meski begitu, ia tetap mengapresiasi upaya pemerintah menaikkan dana operasional.
    “Kami bersyukur minimal ada tambahan. Tapi kami juga sadar, jika dana dinaikkan signifikan, misalnya 100 persen seperti janji kampanye, itu juga menjadi beban karena tanggung jawab dan tuntutan LPJ-nya pasti akan jauh lebih berat,” ucap dia.
    Pemprov Jakarta memastikan insentif RT akan naik menjadi Rp 2,5 juta per bulan, sedangkan RW menjadi Rp 3 juta per bulan mulai Oktober 2025.
    Wakil Gubernur Jakarta Rano Karno menjelaskan, kenaikan dilakukan secara bertahap, bukan langsung dua kali lipat seperti janji kampanye Pilkada 2024.
    “Artinya itu sudah masuk dalam APBD-P, mudah-mudahan dalam bulan Oktober sudah ada distribusi,” kata Rano, Sabtu (20/9/2025).
    Dalam Pilgub 2024, Gubernur Pramono Anung dan Rano Karno menjanjikan penggandaan insentif RT/RW. Saat ini, Jakarta memiliki 30.894 pengurus RT dan 2.741 RW.
    Kebijakan kenaikan dana operasional ini diharapkan meningkatkan semangat pengurus RT dan RW dalam melayani masyarakat, mulai dari pendataan warga, pengelolaan lingkungan, hingga menjadi garda terdepan komunikasi antara warga dengan pemerintah.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kenaikan Insentif RW Dinilai Belum Cukup: Tanggung Jawab Semakin Luas
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        24 September 2025

    Kenaikan Insentif RW Dinilai Belum Cukup: Tanggung Jawab Semakin Luas Megapolitan 24 September 2025

    Kenaikan Insentif RW Dinilai Belum Cukup: Tanggung Jawab Semakin Luas
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta menaikkan insentif bulanan pengurus RT dan RW dinilai masih belum mencukupi kebutuhan operasional di lapangan.
    Meski disyukuri, sejumlah ketua RW di Jakarta Barat menilai kenaikan dari Rp 2,5 juta menjadi Rp 3 juta per bulan masih jauh dari janji kampanye yang sempat menyebut akan digandakan.
    Salah satunya disampaikan Ketua RW 08 Kota Bambu Selatan, Palmerah, Beni Kurniawan (51). Ia menilai tambahan dana sebesar Rp 500.000 atau sekitar 25 persen cukup membantu, tetapi belum menjawab seluruh kebutuhan.
    “Walaupun belum sesuai janji kampanye kan, harapannya bisa benar-benar dinaikkan 100 persen sesuai janji kampanye. Karena kebutuhan anggaran di RT RW juga kan banyak,” ujar Beni saat ditemui
    Kompas.com,
    Selasa (23/9/2025).
    Menurut Beni, tanggung jawab RT dan RW semakin luas, mulai dari pemberdayaan sosial, edukasi masyarakat, pengembangan kreativitas, hingga inovasi yang melibatkan warga langsung.
    “Kami ini kan belakangan juga diminta untuk melakukan berbagai program edukasi, sosialisasi. Untuk edukasi misalnya, pendekatan langsung ke masyarakat itu yang paling penting, bukan sekadar kasih infografis,” jelasnya.
    Ia menambahkan, insentif yang diterima harus dialokasikan ke banyak pos, mulai dari kegiatan kesekretariatan, kesehatan, pembinaan generasi muda, hingga keamanan dan ketertiban lingkungan.
    Selain itu, RT dan RW kerap ikut menanggung biaya sejumlah program sosial seperti kegiatan yang digelar Baznas dan Palang Merah Indonesia (PMI).
    “Operasional kami kadang-kadang kami juga terbebani oleh istilahnya eh anggaran-anggaran penyerapan sosial seperti program Baznas, PMI. Itu kami bisa satu tahun itu ada beberapa titik,” ujar Beni.
    Meski begitu, ia mengaku tetap berusaha mengoptimalkan anggaran yang ada.
    “Sebenarnya kami cukup-cukupin saja. Tapi kalau secara ideal, tentu masih kurang. Supaya bisa berinovasi secara ideal kan, jelas warga, apalagi anak muda juga butuh dukungan yang mumpuni juga,” tambahnya.
    Hal serupa disampaikan Ketua RW 14 Palmerah, Rini Astuti (49), yang akrab disapa Tuti. Ia menyebutkan, harus pintar mengatur anggaran agar semua program bisa berjalan.
    “Kalau memang benar mau naik, ya
    alhamdulillah
    . Jadi, setidak-tidaknya kan membantu operasional. Karena selama ini mah kami cukup-cukupin aja, adanya segitu ya dimaksimalin,” ujar Tuti.
    Menurut dia, banyak warga yang meminta perbaikan fasilitas umum, seperti posyandu dan lapangan bermain anak.
    Namun, kebutuhan dana yang besar membuat pihak RW harus menabung anggaran bertahun-tahun.
    “Jadi kami sisihin gitu, kumpul-kumpul nanti, ya kami anggarkan. Kami target dengan anggaran yang ada disisihin, dua tahun lah ya, nanti kami renovasi dua tempat itu,” jelasnya.
    Pemprov Jakarta memastikan insentif pengurus RT dan RW akan naik mulai Oktober 2025. RT akan menerima Rp 2,5 juta per bulan, sementara RW Rp 3 juta per bulan.
    Wakil Gubernur Jakarta Rano Karno menegaskan, kenaikan dilakukan bertahap, tidak langsung dua kali lipat sebagaimana janji kampanye Pilkada 2024.
    “Artinya itu sudah masuk dalam APBD-P, mudah-mudahan dalam bulan Oktober sudah ada distribusi,” kata Rano, Sabtu (20/9/2025).
    Dalam kampanye Pilgub 2024, Gubernur Pramono Anung dan Rano Karno berjanji menggandakan insentif RT dan RW. Saat ini, Jakarta memiliki 30.894 pengurus RT dan 2.741 RW.
    Kebijakan kenaikan insentif ini diharapkan mampu mendorong semangat pengurus RT dan RW dalam melayani masyarakat, baik melalui pendataan warga, pengelolaan lingkungan, maupun menjadi garda terdepan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Wabup yang Merasa Diabaikan Bupati Jember Surati KPK, Isinya soal Ini

    Wabup yang Merasa Diabaikan Bupati Jember Surati KPK, Isinya soal Ini

    Jakarta

    KPK menerima surat dari Wakil Bupati Jember, Djoko Susanto, yang merasa diabaikan Bupati Jember, Muhammad Fawait. KPK mengatakan surat itu terkait koordinasi supervisi.

    “Benar ada surat terkait koordinasi supervisi,” kata Jubir KPK Budi Prasetyo kepada wartawan seperti dikutip pada Selasa (22/9/2025).

    Namun, Budi tak menjelaskan spesifik surat koordinasi supervisi itu terkait bidang apa. Budi hanya mengatakan KPK punya fungsi untuk melakukan pendampingan terhadap pemerintah daerah dalam pemberantasan korupsi.

    “Bahwa dalam pelaksanaan fungsi tersebut, KPK berkomitmen untuk terus melakukan pendampingan dan pengawasan kepada pemerintah daerah dalam upaya-upaya pemberantasan korupsi,” kata Budi.

    Dia menjelaskan pendampingan itu salah satunya dilakukan lewat Monitoring Controling Surveilance for Prevention (MCSP). Dia menyebut ada delapan area yang menjadi fokus KPK.

    “Delapan area yaitu perencanaan dan penganggaran, perizinan, pengadaan barang dan jasa (PBJ), manajemen ASN, penguatan aparat pengawas internal, manajemen aset (BMD), optimalisasi pendapatan daerah, dan pelayanan publik,” jelas dia.

    Sebelumnya, Gerindra menyatakan akan mengklarifikasi masalah yang terjadi antara Bupati dan Wabup Jember. Fawait dan Djoko memang diusung Gerindra bersama partai lain dalam Pilkada 2024 kemarin. Bupati Fawait juga berstatus kader Gerindra.

    “Kami akan mengklarifikasi masalah ini. Keduanya merupakan pasangan yang kami usung di Pilkada Jember dan karena ini menyangkut kepala daerah yang merupakan kader Partai Gerindra,” kata Ketua DPP Partai Gerindra Bambang Haryadi.

    Bambang menyebut Gerindra tidak menutup kemungkinan mengambil langkah politik terkait permasalahan ini. Gerindra menyebut pemerintahan Kabupaten Jember tidak boleh terganggu oleh hal-hal yang sudah jelas diatur dalam undang-undang.

    “Pemerintahan Bupati Fawait harus terus melakukan penguatan dan penyelarasan dengan Pemerintah Presiden Prabowo yang juga merupakan Ketua Umum dari Fawait,” kata Bambang.

    Halaman 2 dari 2

    (haf/haf)

  • DPRP umumkan Matius Fakhiri-Aryoko Gubernur dan Wakil Gubernur Papua

    DPRP umumkan Matius Fakhiri-Aryoko Gubernur dan Wakil Gubernur Papua

    “Pemilu kepala daerah serentak 2024 menjadi sejarah baru dalam perjalanan demokrasi kami,”

    Jayapura (ANTARA) – Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) mengumumkan hasil penetapan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Papua periode 2025-2030.

    Ketua DPR Papua Denny Henrry Bonai di Jayapura, Selasa, mengatakan penetapan ini merupakan tindak lanjut dari amanat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas sengketa Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Papua.

    “Pemilu kepala daerah serentak 2024 menjadi sejarah baru dalam perjalanan demokrasi kami,” katanya.

    Menurut Bonai , pihaknya mengajak seluruh elemen masyarakat Papua untuk meninggalkan perbedaan politik dan bersatu membangun Tanah Papua.

    “Ini adalah kemenangan semua rakyat Papua. Mari satukan pandangan, bergandengan tangan, dan bekerja sesuai bidang masing-masing untuk memajukan Papua yang kami cintai,” ujarnya.

    Sementara itu Wakil Gubernur terpilih Aryoko Rumaropen menyampaikan rasa syukur dan terima kasih kepada masyarakat Papua atas kepercayaan yang diberikan.

    “Penetapan DPR Papua malam ini adalah langkah penting, selanjutnya kami menunggu proses pelantikan di Jakarta sesuai Keputusan Presiden,” katanya.

    Dia menambahkan pihaknya mengajak masyarakat untuk menjaga situasi tetap kondusif dan mendukung tahapan selanjutnya.

    “Ini adalah kemenangan seluruh masyarakat Papua di delapan kabupaten dan satu kota. Kami siap mengemban amanah untuk membangun Papua lebih baik,” ujarnya.

    penetapan Matius D. Fakhiri dan Aryoko Rumaropen sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Papua periode 2025-2030 dalam rapat paripurna pada Senin (22/9).

    Sekadar untuk diketahui Matius Fakhiri-Aryoko Rumaropen setelah meraih 259.817 suara atau 50,4 persen dari total suara sah.

    Pewarta: Ardiles Leloltery
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Gerakan Stop Tot Tot Wuk Wuk Berakar dari Rasa Ketidakadilan di Jalan

    Gerakan Stop Tot Tot Wuk Wuk Berakar dari Rasa Ketidakadilan di Jalan

    JAKARTA – Munculnya gerakan stop tot tot wuk wuk belakangan ini adalah bentuk kegeraman masyarakat atas praktik penyalahgunaan atribut kendaraan tersebut.

    Belakangan ini media sosial tengah ramai dengan gerakan stop tot tot wuk wuk, yang menggambarkan bunyi sirene dan strobo yang kerap digunakan pejabat di Indonesia di jalan raya maupun jalan tol.

    Penggunaan aksesoris kendaraan itu dinilai menyalahi aturan dan menganggu kenyamanan berkendara. Bentuk protes ini muncul dalam berbagai cara, mulai dari poster digital yang tersebar di media sosial, hingga stiker sindiran yang ditempel pada kendaraan pribadi.

    Salah satu stiker yang ramai beredar berbunyi, “Pajak kami ada di kendaraanmu. Stop berisik di jalan Tot Tot Wuk Wuk!”

    Artis Bertrand Antolin termasuk yang vokal menyuarakan kegeramannya atas penggunaan sirene dan strobo secara ilegal. Ia bahkan sering disebut mewakili suara rakyat yang muak dengan penggunaan sirene dan strobo tersebut.

    Sejumlah anggota kepolisian patwal di kawasan Nusa Dua, Badung, Bali, Oktober 2018. (ANTARA /FIKRI YUSUF)

    Menciptakan Ketidakadilan

    Keluhan masyarakat utamanya diarahkan kepada kendaraan pejabat yang menggunakan pengawalan, meski tidak dalam situasi darurat. Bahkan, tidak sedikit juga kendaraan berpelat sipil yang memakai strobo maupun sirene.

    “Kalau lagi panas-panas, macet, terus bunyi-bunyian itu kedengarannya puyeng banget, bikin emosi aja. Kita sama-sama bayar pajak, masa iya harus minggur buat pejabat yang cuma mau rapat atau urusan biasa,” kata seorang pengendara asal Jakarta, yang mengaku kesal setiap mendengar suara sirene di jalan.

    Menanggapi keresahan warganet di media sosia. Istana angkat bicara. Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menegaskan, pejabat publik harus menjaga kepatutan dan tidak menggunakan fasilitas sirene dan strobo secara berlebihan. Aturan memang membolehkannya pada kondisi tertentu, tetapi penerapannya harus menghargai ketertiban umum.

    ”Jangan digunakan untuk sesuatu yang melampaui batas-batas wajar dan tetap kita harus memperhatikan dan menghormati pengguna jasa yang lain,” ujar Prasetyo di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (19/9/2025).

    Politisi Partai Gerindra ini juga mencontohkan Presiden Prabowo Subianto yang tidak selalu memakai sirene saat berkendara. “Bapak presiden sering ikut bermacet-macet, kalau pun lampu merah juga berhenti, ketika tidak ada sesuatu yang sangat terburu-buru mencapai tempat tertentu,” ucap Prasetyo.

    Pengamat transportasi Djoko Setijoworno menuturkan, alasan paling mendasar dari penolakan masyarakat adalah adanya penyalahgunaan sirene dan rotator atau yang dikenal sebagai strobo di jalanan. Masyarakat sering melihat kendaraan pribadi atau pejabat yang bukan dalam keadaan darurat menggunakan stroboe untuk menembus kemacetan.

    Hal ini, kata Djoko, menimbulkan persepsi bahwa strobo adalah simbol hak istimewa, bukan lagi sebagai alat untuk keselamatan publik.

    “Penggunaan yang tidak pada tempatnya ini menciptakan rasa tidak adil dan memicu kemarahan,” tutur Djoko dalam keterangan yang diterima VOI.

    Menurunkan Kepercayaan Masyarakat

    Tak hanya menimbulkan kecemburuan sosial, penggunaan rotator ternyata juga berdampak langsung pada kenyamanan warga, menurut Djoko. Suara sirene yang nyaring, terutama pada malam hari atau di lingkungan padat penduduk, kerap mengganggu waktu istirahat masyarakat.

    Lebih jauh, penggunaan sirene dan strobo secara sembarangan juga berpotensi menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem darurat.  

    “Saat mendengar sirene, masyarakat tidak lagi yakin apakah itu benar-benar situasi darurat atau hanya kendaraan yang ingin mencari jalan pintas. Akibatnya, ketika ada situasi darurat yang nyata, respons masyarakat untuk memberikan jalan mungkin tidak secepat atau setanggap seharusnya,” imbuhnya.

    Mengacu pada Pasal 134 dan 135 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkatan Jalan, sirene dan lampu isyarat (strobo) merah atau biru dperbolehkan untuk kendaraan yang mendapat hak utama, yaitu kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas, ambulans yang mengangkut orang sakit, dan kendaraan untuk memberi pertolongan pada kecelakaan lalu lintas.

    Selain itu, penggunaannya diperbolehkan pula untuk pengawalan kendaraan pimpinan lembaga negara serta kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara, iring-iringan pengantar jenazah, dan konvoi atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Polri.

    Pendistribusian logistik Pilkada Serentak 2024 dari Gudang Logistik KPU Situbondo, jawa Timur, dikawal mobil patwal Polres Situbondo. Sabtu (23/11/2024). (ANTARA/HO-Humas Polres Situbondo)

    Gerakan anti sirene dan strobo ilegal muncul tak lama setelah aksi protes besar-besaran rakyat Indonesia atas adanya berbagai tunjangan, termasuk tunjangan rumah Rp50 juta per bulan, untuk anggota DPR. Jika dihitung-hitung, total pendapatan anggota dewan mencapat Rpp200-an juta per bulan.

    Angka ini dinilai terlalu fantastis, memunculkan ketimpangan yang cukup lebar dengan rakyat, yang mayoritas tengah mengalami kesulitan finansial.

    Perasaan ketidakadilan juga kemudian ditumpahkan kepada para pejabat yang memanfaatkan penggunaan sirene dan strobo ilegal yang sering digunakan untuk membelah kemacetan, bahkan tak jarang menerobos lampu merah, sehingga menciptakan ketidakadilan di jalan raya.

    “Penolakan ini tidak hanya sekadar ketidaknyamanan, tetapi memiliki dampak serius,” tutur Djoko.

    “Intinya, penggunaan sirene dan rotator yang tidak sesuai aturan menciptakan ketidakadilan, mengganggu ketenangan, dan pada akhirnya merusak esensi dari tujuannya sebagai alat keselamatan,” kata dia menambahkan.