Event: Perang Dunia II

  • Ancang-ancang Trump Ubah Pentagon Jadi Departemen Perang

    Ancang-ancang Trump Ubah Pentagon Jadi Departemen Perang

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ancang-ancang akan mengubah nama Departemen Pertahanan atau Pentagon. Trump akan mengubah Pentagon menjadi Departemen Perang.

    Dirangkum detikcom dilansir kantor berita Politico, Selasa (26/8/2025), Trump mengisyaratkan pemerintahannya dalam beberapa hari mendatang, akan mengubah nama Departemen Pertahanan atau Pentagon menjadi Departemen Perang. Trump mengatakan para pejabat mungkin akan mengembalikan Pentagon ke nama yang lebih agresif seperti sebelumnya.

    Trump mengatakan penggantian nama ini mungkin akan dilakukan dalam waktu sekitar seminggu ini. Trump belum membeberkan waktunya.

    Sebelumnya, baik Trump maupun Menteri Pertahanan Pete Hegseth telah berulang kali menyesalkan perubahan nama tersebut, yang terjadi setelah Perang Dunia II.

    “Ketika kita memenangkan Perang Dunia I, Perang Dunia II, namanya adalah Departemen Perang. Dan bagi saya, memang begitulah adanya,” kata Trump dalam sebuah acara pers bersama Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung pada Senin (25/8) waktu setempat.

    “Semua orang senang bahwa kita memiliki sejarah kemenangan yang luar biasa ketika namanya masih Departemen Perang. Kemudian kita mengubahnya menjadi Departemen Pertahanan,” imbuhnya.

    Departemen Perang berdiri dari tahun 1789 hingga 1947, ketika pemerintahan mantan presiden Harry Truman memisahkan departemen tersebut menjadi Angkatan Darat dan Angkatan Udara, dan menggabungkannya dengan Angkatan Laut yang saat itu masih independen. Truman saat itu menamai badan setingkat kabinet yang baru tersebut Departemen Pertahanan.

    Truman bermaksud agar perubahan nama ini memberi kepala Pentagon kekuasaan yang lebih terpusat atas unit-unit militer tertentu, terutama Angkatan Laut, yang memiliki independensi signifikan hingga akhir Perang Dunia II.

    Trump telah mengisyaratkan dalam beberapa minggu terakhir tentang kemungkinan perubahan nama tersebut. Trump menyebut Hegseth sebagai “Menteri Perang” pada pertemuan puncak NATO pada bulan Juni lalu, dan mengindikasikan bahwa alasan politislah yang mendorong perubahan tersebut.

    Trump mengisyaratkan perubahan nama ini akan segera terjadi. Namun, Pentagon kemungkinan besar akan membutuhkan persetujuan Kongres untuk setiap perubahan nama karena departemen tersebut didirikan berdasarkan undang-undang yang telah berusia puluhan tahun.

    Lihat juga Video ‘Trump Desak Akhiri Perang di Gaza, Dorong Jalur Diplomatik’:

    Halaman 2 dari 3

    (whn/maa)

  • AS Cuan Usai Beli Murah Alaska dari Rusia, Emas-Minyak Berhamburan

    AS Cuan Usai Beli Murah Alaska dari Rusia, Emas-Minyak Berhamburan

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Anchorage, Alaska. Pertemuan itu membahas sejumlah isu khususnya upaya menghentikan perang di Ukraina.

    Pertemuan penting ini diadakan di Pangkalan Gabungan Elmendorf-Richardson, sebuah pangkalan militer Amerika Serikat yang terletak di sisi utara kota terpadat Alaska. Dengan luas mencapai 64.000 hektare, Elmendorf-Richardson merupakan pangkalan militer terbesar di Alaska sekaligus menjadi lokasi strategis bagi AS dalam latihan dan kesiapan militer di kawasan Arktik.

    Saat mengunjungi pangkalan tersebut pada masa jabatan pertamanya pada tahun 2019, Trump menyebut pasukan di sana sebagai “garis pertahanan pertama Amerika” yang bertugas di perbatasan negara terakhir.

    Namun, kondisi itu tidak selalu demikian. Alaska sendiri baru menjadi bagian dari Amerika Serikat setelah dibeli dari Rusia pada tahun 1867. Jarak kedua negara pun sangat dekat, hanya sekitar 90 km di titik tersempit Selat Bering.

    Dalam konferensi pers pada 9 Agustus lalu, Asisten Presiden Rusia Yuri Ushakov menekankan kedekatan lokasi geografis tersebut.

    “Tampaknya cukup logis bagi delegasi kami untuk terbang di atas Selat Bering dan untuk pertemuan puncak penting para pemimpin kedua negara yang akan diadakan di Alaska,” kata Ushakov, melansir Al-Jazeera, dikutip Minggu (24/8/2025).

    Kapan Rusia Menguasai Alaska?

    Ketertarikan Rusia terhadap Alaska dimulai sejak Tsar Peter yang Agung mengutus navigator Denmark, Vitus Bering, pada 1725 untuk menjelajahi wilayah pesisir Alaska. Saat itu, Alaska dipandang menjanjikan karena kaya sumber daya alam, terutama bulu berang-berang laut yang bernilai tinggi, sementara penduduknya relatif sedikit.

    Pada 1799, Kaisar Paul I memberikan hak monopoli kepada “Perusahaan Rusia-Amerika” untuk mengelola Alaska. Perusahaan ini kemudian membangun permukiman, termasuk Sitka, yang dijadikan ibu kota kolonial setelah Rusia menaklukkan suku Tlingit pada 1804.

    Namun, penguasaan Rusia di Alaska tidak berjalan mulus. Jarak yang jauh dari St. Petersburg, iklim ekstrem, keterbatasan pasokan, serta meningkatnya persaingan dengan penjelajah Amerika membuat ambisi Rusia sulit terwujud. Pada awal abad ke-19, ketika Amerika terus berekspansi ke arah barat, persaingan dengan pedagang Rusia semakin nyata. Lemahnya sumber daya membuat Rusia tidak mampu mendirikan permukiman besar ataupun mempertahankan kehadiran militer di pesisir Pasifik.

    Mengapa Rusia Menjual Alaska?

    Situasi semakin berubah setelah Perang Krimea (1853-1856). Perang ini pecah ketika Rusia menginvasi wilayah Moldavia dan Wallachia milik Turki. Inggris dan Prancis, khawatir terhadap ekspansi Rusia, bergabung dengan Kesultanan Utsmaniyah untuk melawan Rusia. Pertempuran besar berlangsung di Semenanjung Krimea, pusat posisi Rusia di Laut Hitam.

    Setelah tiga tahun, Rusia kalah telak. Perang ini membuat Rusia menghabiskan dana besar, setara dengan 160 juta pound sterling. Kekalahan tersebut memaksa Moskow mengevaluasi ulang prioritas kolonialnya. Pada saat yang sama, perburuan berlebihan membuat Alaska tidak lagi menguntungkan, sementara kedekatannya dengan Kanada yang dikuasai Inggris justru menjadi beban geopolitik.

    Memasuki 1860-an, Tsar Alexander II memutuskan menjual Alaska untuk mendapatkan dana segar sekaligus mencegah kemungkinan jatuhnya wilayah itu ke tangan Inggris. Amerika Serikat, yang saat itu tengah gencar berekspansi, muncul sebagai pembeli yang bersedia.

    Bagaimana Amerika Membelinya?

    Setelah Perang Saudara AS berakhir pada 1865, Menteri Luar Negeri AS William Seward menerima tawaran Rusia. Pada 30 Maret 1867, AS resmi membeli Alaska seharga US$ 7,2 juta. Dengan harga kurang dari dua sen per acre, Washington memperoleh wilayah seluas hampir 1,5 juta km² yang memberikan akses langsung ke utara Samudra Pasifik.

    Namun, pembelian ini awalnya mendapat kritik keras. Banyak pihak menganggap Alaska tidak bernilai, hanya “gurun es” tak berguna. Media bahkan menyebut transaksi itu sebagai “Kebodohan Seward” atau “Kotak Es Seward”. Seperti ditulis New York Daily Tribune pada April 1867: “Kita hanya mendapatkan kepemilikan nominal atas gurun salju yang tak tertembus, hamparan hutan kerdil yang luas… kita mendapatkan Sitka dan Kepulauan Prince of Wales. Sisanya adalah wilayah terlantar.”

    Pandangan itu berubah drastis setelah ditemukannya emas pada 1896, yang memicu Demam Emas Klondike. Sejak itu, nilai strategis Alaska semakin diakui, hingga akhirnya resmi menjadi negara bagian AS pada Januari 1959.

    Bagaimana Ekonomi Alaska Berkembang?

    Pada awal abad ke-20, ekonomi Alaska mulai beragam. Penangkapan ikan, khususnya salmon dan halibut, menjadi industri besar. Penambangan tembaga juga berkembang pesat, terutama di Kennecott.

    Saat Perang Dunia II, pembangunan pangkalan militer membawa infrastruktur baru dan peningkatan populasi. Namun, titik balik terbesar terjadi pada 1968, ketika cadangan minyak raksasa ditemukan di Teluk Prudhoe, pesisir Arktik. Pendapatan minyak kemudian menjadi pilar utama ekonomi Alaska, membiayai layanan publik sekaligus membentuk Dana Permanen Alaska.

    Dana ini mengelola investasi dari minyak dalam bentuk saham, obligasi, dan aset lainnya, lalu membagikan dividen tahunan kepada warga. Sistem ini membuat Alaska tidak memberlakukan pajak penghasilan maupun pajak penjualan negara bagian, sesuatu yang jarang ada di AS.

    Belakangan, pariwisata juga tumbuh pesat, menarik jutaan pengunjung ke taman nasional dan gletser. Kini, Alaska telah bertransformasi dari “pembelian yang diremehkan” menjadi negara bagian kaya sumber daya, dengan ekonomi yang bertumpu pada minyak, perikanan, dan pariwisata.

    (wur)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Gaji Pakar AI Bikin Minder Pembuat Bom Atom dan Bintang NBA

    Gaji Pakar AI Bikin Minder Pembuat Bom Atom dan Bintang NBA

    Jakarta

    Perang untuk menarik para pakar AI di Silicon Valley tengah terjadi di antara raksasa teknologi. Bahkan perusahaan seperti Meta dan lainnya, berani membayar mereka begitu tinggi, jauh dari ilmuwan penting di masa lalu.

    Dikutip detikINET dari Ars Technica, Selasa (19/8/2025) Meta baru-baru ini menawarkan peneliti AI Matt Deitke penghasilan USD 250 juta selama empat tahun dengan potensi pemberian USD 100 juta di tahun pertama saja.

    Keahlian Deitke dalam sistem AI yang menyulap gambar, suara, dan teks, menjadikannya target utama Meta. Dia tidak sendirian. CEO Meta, Mark Zuckerberg, dilaporkan juga menawarkan kompensasi USD 1 miliar ke seorang insinyur AI yang tak disebut namanya, yang akan dibayarkan selama beberapa tahun.

    Para pakar AI itu direkrut dalam lomba menciptakan kecerdasan umum buatan (AGI) atau kecerdasan super, yang mampu melakukan tugas intelektual pada atau di atas manusia. Meta, Google, OpenAI, dan lainnya bertaruh, siapa pun yang mencapai terobosan ini terlebih dulu dapat mendominasi pasar senilai triliunan dolar.

    Itu mendorong kompensasi ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sebagai perbandingan, ilmuwan pembuat bom atom J. Robert Oppenheimer, yang memimpin Proyek Manhattan yang mengakhiri Perang Dunia II, memperoleh USD 10.000 per tahun di 1943. Disesuaikan inflasi, jumlahnya menjadi sekitar USD 190.865, kira-kira setara penghasilan insinyur perangkat lunak senior saat ini.

    Deitke yang berusia 24 tahun, akan memperoleh sekitar 327 kali lipat dari apa yang diperoleh Oppenheimer saat mengembangkan bom atom.

    Bahkan banyak atlet top tidak dapat bersaing dengan angka-angka ini. New York Times mencatat bahwa kontrak empat tahun terakhir Stephen Curry dengan Golden State Warriors adalah USD 35 juta lebih rendah dari kesepakatan Meta untuk Deitke.

    Mark Zuckerberg baru-baru ini memberi tahu para investor bahwa Meta berencana terus menggelontorkan dana untuk bakat AI. “Karena kami yakin bahwa kecerdasan super akan meningkatkan setiap aspek dari apa yang kami lakukan,” cetusnya.

    Perusahaan pun memperlakukan peneliti AI seperti aset tak tergantikan. Jika perusahaan-perusahaan ini jadi yang pertama mencapai kecerdasan super, mereka akan memiliki teknologi hebat untuk mengotomatiskan jutaan pekerjaan dan mengubah ekonomi global. Perusahaan yang mengendalikan teknologi semacam itu bisa menjadi perusahaan terkaya dalam sejarah.

    Tidak mengherankan bahwa bahkan gaji tertinggi karyawan dari era teknologi awal lebih kecil dibanding gaji peneliti AI. Program Apollo menawarkan perbandingan lain yang mencolok. Neil Armstrong, manusia pertama yang berjalan di bulan, memperoleh USD 27.000 per tahun, kira-kira USD 244.639 saat ini. Peneliti AI Meta memperoleh penghasilan lebih banyak dalam tiga hari dari yang diperoleh Armstrong dalam setahun.

    Para insinyur yang merancang roket dan sistem untuk program Apollo juga memperoleh gaji cukup rendah. Laporan NASA tahun 1970 menyebut insinyur yang baru lulus memulai karier dengan gaji tahunan antara USD 84.622 sampai USD 99.555 menurut nilai saat ini. Bahkan insinyur elit dengan pengalaman 20 tahun digaji USD 278.000 per tahun dalam nilai tukar saat ini, jumlah yang dapat diperoleh oleh peneliti AI seperti Deitke hanya dalam beberapa hari.

    (fyk/fay)

  • Tak Ada Debat Panas, Pertemuan Trump–Zelenskiy Berlangsung Lebih Bersahabat

    Tak Ada Debat Panas, Pertemuan Trump–Zelenskiy Berlangsung Lebih Bersahabat

    Bisnis.com, JAKARTA– Pertemuan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Gedung Putih, Senin (18/8), berlangsung dalam suasana jauh lebih bersahabat dibandingkan pertemuan Oval Office Februari lalu yang berakhir kacau.

    Saat itu, Trump dan Wakil Presiden JD Vance sempat menegur Zelensky secara terbuka karena dianggap kurang berterima kasih atas dukungan Washington. Belajar dari pengalaman tersebut, Zelensky kali ini berulang kali menyampaikan apresiasi dalam sambutannya kepada media — setidaknya delapan kali.

    Trump pun menyambut hangat kedatangan Zelensky. Dia bahkan memuji penampilan sang presiden Ukraina yang mengenakan setelan hitam alih-alih pakaian militer yang disebut media AS sempat membuat Trump kesal sebelumnya.

    “Kami mencintai mereka,” kata Trump saat ditanya pesannya untuk rakyat Ukraina, sembari menepuk punggung Zelensky dalam gestur akrab.

    Suasana hangat itu juga diperkuat dengan hadirnya para pemimpin Eropa di Washington, menunjukkan dukungan kolektif untuk Kyiv sekaligus mendorong jaminan keamanan kuat bagi Ukraina dalam kerangka penyelesaian pascaperang.

    Meski nuansa pertemuan lebih ramah, Zelensky tetap menghadapi tekanan besar dari Trump. Presiden AS itu mendorong percepatan berakhirnya perang yang telah berlangsung lebih dari tiga setengah tahun konflik paling mematikan di Eropa sejak Perang Dunia II.

    Trump, yang Jumat lalu menjamu Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pertemuan berkarpet merah di Alaska, menyatakan kedua pihak harus berkompromi. Namun, ia juga menegaskan bahwa Ukraina perlu melupakan ambisi bergabung dengan NATO dan mengakhiri klaim atas Krimea, yang dicaplok Rusia pada 2014.

    NATO sendiri memastikan bahwa keanggotaan Ukraina tidak sedang dibahas. Namun, Sekretaris Jenderal Mark Rutte mengungkapkan kemungkinan pemberian jaminan keamanan sekelas Pasal 5 Traktat NATO — prinsip pertahanan kolektif yang menyatakan serangan pada satu anggota berarti serangan pada seluruh anggota.

    Sementara itu, Zelensky hampir pasti menolak garis besar proposal dari Putin yang mencakup penyerahan sekitar seperempat wilayah Donetsk yang kini dikuasai Rusia. Konstitusi Ukraina menetapkan bahwa pelepasan wilayah hanya bisa diputuskan melalui referendum.

    Perang yang dimulai dengan invasi Rusia pada 2022 telah menewaskan dan melukai lebih dari satu juta orang, termasuk ribuan warga sipil Ukraina, serta menghancurkan sebagian besar infrastruktur negara. Meski upaya diplomasi semakin intensif, peluang tercapainya gencatan senjata atau kesepakatan damai dalam waktu dekat masih tipis.

  • Pembantaian Nanjing di Perang Dunia II Hantui Hubungan China-Jepang

    Pembantaian Nanjing di Perang Dunia II Hantui Hubungan China-Jepang

    Jakarta

    Vlogger asal Jepang, Hayato Kato, sudah terbiasa menyuguhkan video-video lucu kepada 1,9 juta pengikutnya tentang perjalanan di China, tempat ia tinggal selama beberapa tahun.

    Namun pada 26 Juli, ia mengejutkan mereka dengan video yang muram.

    “Saya baru saja menonton film tentang Pembantaian Nanjing,” ujarnya, merujuk pada aksi tentara Jepang selama enam pekan di Nanjing pada akhir 1937. Menurut beberapa perkiraan, militer Jepang saat itu menewaskan lebih dari 300.000 warga sipil dan tentara China. Sekitar 20.000 perempuan dilaporkan diperkosa.

    Dead To Rights, atau Nanjing Photo Studio, adalah film tentang sekelompok warga sipil yang bersembunyi dari pasukan Jepang di sebuah studio foto.

    Film yang telah menjadi hit box office ini merupakan film pertama dari serangkaian film China tentang kengerian pendudukan Jepang.

    Film tersebut dirilis untuk memperingati 80 tahun berakhirnya Perang Dunia II. Namun, kenangan pahityang seringkali ditebalkan oleh pemerintah Chinamasih tertanam di benak masyarakat China sehingga memicu kemarahan.

    Berbicara dalam bahasa Mandarin di DouyinTikTok versi TiongkokKato menceritakan kembali adegan-adegan dari film tersebut: “Orang-orang berbaris di sepanjang sungai dan kemudian penembakan dimulai Seorang bayi, seusia putri saya, menangis di pelukan ibunya. Seorang tentara Jepang bergegas maju, menangkapnya, dan membantingnya ke tanah.”

    “Jika kita menyangkalnya, ini akan terjadi lagi,” lanjutnya, sembari mendesak orang Jepang untuk menonton film tersebut dan “belajar tentang sisi gelap sejarah mereka”.

    Video tersebut dengan cepat menjadi sangat populer, yang ditandai dengan lebih dari 670.000 suka hanya dalam dua minggu.

    Namun, komentar-komentar dalam cuplikan film tersebut kurang positif. Kalimat yang paling sering dikutip dari film tersebut adalah kalimat yang diucapkan seorang warga sipil Tiongkok kepada seorang tentara Jepang: “Kita bukan teman. Kita tidak pernah berteman.”

    CFOTO/Future Publishing via Getty ImagesNanjing Photo Studio adalah satu dari sekian film yang mengisahkan kengerian Perang Dunia II.

    Bagi Tiongkok, aksi militer dan pendudukan brutal Jepang merupakan salah satu babak tergelap dalam sejarah. Pembantaian di Nanjing, yang saat itu menjadi ibu kota China, merupakan luka yang sangat dalam.

    Luka itu diperburuk oleh keyakinan bahwa Jepang tidak pernah sepenuhnya mengakui kekejamannya di tempat-tempat yang dijajahnyatidak hanya di China, tetapi juga di Korea, di Malaya, Filipina, dan Indonesia.

    Salah satu poin perdebatan paling menyakitkan adalah tentang keberadaan ianfu atau “perempuan penghibur”. Sekitar 200.000 perempuantermasuk di Indonesia, yang saat itu masih Hindia Belandadiperkosa dan dipaksa bekerja di rumah bordil militer Jepang. Hingga hari ini, para penyintas masih berjuang mendapatkan permintaan maaf dan kompensasi.

    Baca juga:

    Dalam videonya, Kato tampaknya mengakui bahwa hal itu bukanlah topik pembicaraan di Jepang: “Sayangnya, film-film perang anti-Jepang ini tidak ditayangkan di Jepang secara publik, dan orang-orang Jepang tidak tertarik untuk menontonnya.”

    Ketika Kaisar Jepang mengumumkan penyerahan diri pada 15 Agustus, negaranya telah membayar harga yang sangat mahal. Lebih dari 100.000 orang tewas dalam serangan bom di Tokyo, serta dua bom atom menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki.

    Kekalahan Jepang disambut baik di sebagian besar Asia, tempat Tentara Kekaisaran Jepang telah merenggut jutaan nyawa. Bagi mereka, 15 Agustus membawa kebebasan sekaligus trauma yang membekas. Di Korea, hari itu disebut ‘gwangbokjeol’, yang berarti kembalinya cahaya.

    “Meskipun perang militer telah berakhir, perang sejarah masih berlanjut,” kata Profesor Gi-Wook Shin dari Universitas Stanford.

    Menurutnya, Jepang dan China (serta negara-negara lain yang dijajah) mengingat tahun-tahun itu secara berbeda, dan perbedaan-perbedaan tersebut menambah ketegangan.

    Ketika publik China memandang agresi Jepang pada Perang Dunia II sebagai momen yang menentukan dan menghancurkan, publik Jepang berfokus pada statusnya sebagai korban kehancuran yang disebabkan oleh bom atom dan pemulihan pascaperang.

    “Orang-orang yang saya kenal di Jepang tidak terlalu membicarakannya,” kata seorang pria Tiongkok yang telah tinggal di Jepang selama 15 tahun, dan ingin tetap anonim.

    “Mereka menganggapnya sebagai sesuatu yang terjadi di masa lalu, dan negara tidak benar-benar memperingatinya karena mereka juga memandang diri mereka sebagai korban.”

    Pria tersebut menyebut dirinya seorang patriot, tetapi ia mengatakan hal itu tidak menyulitkannya secara pribadi karena keengganan publik Jepang untuk membicarakannya berarti mereka “menghindari topik-topik sensitif seperti itu”.

    “Beberapa orang percaya bahwa tentara Jepang pergi untuk membantu China membangun tatanan baru disertai konflik dalam prosesnya. Tentu saja, ada juga yang mengakui bahwa itu sebenarnya adalah sebuah invasi,” paparnya.

    Pembantaian Nanjing pada 1937 diperingati setiap tahun di China. (CFOTO/Future Publishing via Getty Images)

    China berperang melawan Jepang selama delapan tahun, dari Manchuria di timur laut hingga Chongqing di barat daya. Perkiraan korban tewas berkisar antara 10 juta hingga 20 juta jiwa. Pemerintah Jepang menyatakan sekitar 480.000 tentaranya gugur selama periode tersebut.

    Periode tersebut telah didokumentasikan dengan baik dalam berbagai karya sastra dan film pemenang penghargaan. Tahun-tahun tersebut juga menjadi subjek karya peraih Nobel, Mo Yan.

    Di China, periode tersebut kini dikaji ulang di bawah rezim yang menempatkan patriotisme sebagai inti ambisinya. “Peremajaan nasional” adalah bagaimana Xi Jinping menggambarkan visinya.

    Meskipun Partai Komunis sangat menyensor sejarahnya sendiri, dari pembantaian Lapangan Tiananmen hingga tindakan represif baru-baru ini, Partai Komunis mendorong masyarakat China untuk mengingat kembali masa lalu yang lebih jauh sembari menekankan musuh China adalah pihak asing.

    Xi bahkan merevisi tanggal dimulainya perang dengan Jepang. Pemerintah Tiongkok kini menghitung serangan pertama ke Manchuria pada tahun 1931. Artinya perang berlangsung selama 14 tahun, alih-alih delapan tahun.

    Di bawah kepemimpinannya, Beijing juga memperingati berakhirnya Perang Dunia II dalam skala yang lebih besar. Pada 3 September, hari Jepang secara resmi menyerah, akan diadakan parade militer besar-besaran di Lapangan Tiananmen.

    Baca juga:

    Masih pada bulan September, film yang sangat dinantikan akan dirilis. Film itu berfokus pada Unit 731, sebuah cabang Angkatan Darat Jepang yang melakukan eksperimen mematikan terhadap manusia di Manchuria yang diduduki. Tanggal rilisnya 18 September adalah hari ketika Jepang melakukan invasi pertamanya ke Manchuria.

    Ada pula Dongji Rescue, sebuah film yang terinspirasi sejumlah nelayan Tiongkok yang berupaya menyelamatkan ratusan tawanan perang Inggris selama serangan Jepang.

    Kemudian film Mountains and Rivers Bearing Witness, sebuah film dokumenter dari studio milik pemerintah China tentang perlawanan Tiongkok.

    Universal History Archive/Universal Images Group via Getty ImagesTentara Jepang merayakan kemenangan setelah menduduki Nanjing pada 1937.

    Film-film itu tampaknya menyentuh hati.

    “Satu generasi itu berperang demi tiga generasi, dan menanggung penderitaan demi tiga generasi. Salut untuk para martir,” demikian bunyi unggahan populer di RedNote soal film Nanjing Photo Studio.

    “Kita bukan teman…”, kalimat yang kini terkenal dari film tersebut, “bukan sekadar dialog” antara dua karakter utama, demikian menurut sebuah ulasan populer yang telah disukai oleh lebih dari 10.000 pengguna di Weibo.

    “Kalimat itu juga berasal dari jutaan rakyat Tiongkok biasa ke Jepang. Mereka [Jepang] tidak pernah menyampaikan permintaan maaf yang tulus, mereka masih memuja [para penjahat perang], mereka menulis ulang sejarah tidak ada yang akan memperlakukan mereka sebagai teman,” tulis komentar tersebut, merujuk pada pernyataan meremehkan dari beberapa tokoh sayap kanan Jepang.

    Baca juga:

    Pemerintah Jepang sejatinya telah mengeluarkan permintaan maaf, tetapi banyak warga China merasa permintaan maaf tersebut tidak cukup.

    “Jepang terus mengirimkan pesan yang saling bertentangan,” ujar Profesor Shin, merujuk pada contoh-contoh ketika para pemimpin Jepang saling bertentangan dalam pernyataan tentang sejarah perang Jepang.

    Selama bertahun-tahun, murid-murid di China diperlihatkan foto mantan Kanselir Jerman Barat, Willy Brandt yang sedang berlutut di depan monumen peringatan Pemberontakan Ghetto Warsawa pada tahun 1970. Warga Tiongkok mengharapkan sikap serupa dari Jepang.

    GREG BAKER/AFP via Getty ImagesPada 2015, Presiden Xi Jinping memulai tradisi parade militer untuk memperingati penyerahan diri Jepang.

    Ketika Jepang menyerah pada tahun 1945, gejolak di Tiongkok tidak berakhir. Selama tiga tahun berikutnya, Kuomintang Nasionalisyang saat itu merupakan pemerintah yang berkuasa dan sumber utama perlawanan Tiongkok terhadap Jepangterlibat dalam perang saudara melawan pasukan Partai Komunis Mao Zedong.

    Perang itu berakhir dengan kemenangan Mao dan mundurnya Kuomintang ke Taiwan. Mao, yang prioritasnya adalah membangun negara komunis, tidak fokus pada kejahatan perang Jepang.

    Peringatan-peringatan yang digelar justru merayakan kemenangan Partai Komunis dan mengkritik Kuomintang. Mao juga membutuhkan dukungan Jepang di panggung internasional. Tokyo, pada kenyataannya, adalah salah satu kekuatan besar pertama yang mengakui rezimnya.

    Baru pada 1980-ansetelah kematian Maopendudukan Jepang kembali menghantui hubungan antara Beijing dan Tokyo.

    Saat itu, Jepang adalah sekutu Barat yang kaya dengan ekonomi yang sedang berkembang pesat.

    Revisi buku teks bahasa Jepang mulai memicu kontroversi. China dan Korea Selatan menuduh Jepang menutupi kekejaman masa perangnya. Saat itu China baru saja mulai membuka diri, dan Korea Selatan sedang dalam masa transisi dari pemerintahan militer menuju demokrasi.

    Ketika para pemimpin Tiongkok menjauh dari Maodan warisan destruktifnyatrauma atas apa yang terjadi saat masa pendudukan Jepang menjadi narasi pemersatu bagi Partai Komunis, kata Yinan He, profesor madya hubungan internasional di Universitas Lehigh, AS.

    “Setelah Revolusi Kebudayaan, sebagian besar rakyat Tiongkok merasa kecewa dengan komunisme,” ujarnya kepada BBC.

    “Karena komunisme kehilangan daya tariknya, nasionalisme dibutuhkan. Dan Jepang adalah sasaran empuk karena merupakan [agresor] eksternal terbaru.”

    Pada masa itu, menurut Yinan He, pemerintah China membuat “representasi masa lalu yang dikoreografikan”. Caranya adalah dengan meremehkan kontribusi AS dan Kuomintang pada peringatan berakhirnya penjajahan Jepang pada 1945, diiringi dengan meningkatnya pengawasan terhadap sikap resmi Jepang terhadap tindakan-tindakannya di masa perang.

    Getty ImagesWaktu terbaik untuk mencari penyelesaianyaitu tahun 1970-an, ketika China dan Jepang lebih dekattelah berlalu, kata Prof. He.

    Situasi ini malah diperparah oleh sikap Jepang yang menyangkal kejahatan perang. Sejumlah tokoh sayap kanan terkemuka Jepang membantah pembantaian Nanjing pernah terjadi, atau bahwa tentara Jepang memaksa begitu banyak perempuan di Asia menjadi budak seks.

    Bahkan, sejumlah pejabat Jepang kerap mendatangi Kuil Yasukuni, yang menghormati para korban perang Jepang, termasuk beberapa tokoh militer yang dicap sebagai penjahat perang.

    Permusuhan antara China dan Jepang ini telah merembet ke kehidupan sehari-hari seiring memuncaknya nasionalisme kedua negara. Orang Tiongkok dan Jepang telah diserang di negara masing-masing. Bahkan, seorang anak sekolah Jepang tewas di Shenzhen tahun lalu.

    Kebangkitan ekonomi dan ketegasan Tiongkok di kawasan Asia Timur dan sekitarnya kembali mengubah dinamika antara kedua negara. China telah melampaui Jepang sebagai kekuatan global.

    Waktu terbaik untuk mencari penyelesaiannya itu tahun 1970-an, ketika kedua negara lebih dekat, telah berlalu, kata Prof. He.

    “Mereka hanya berkata, ‘mari kita lupakan itu, mari kita kesampingkan itu’. Mereka tidak pernah mengurusi sejarah dan sekarang masalah itu kembali menghantui mereka.”

    Lihat juga Video ‘China Marah AS Masih ‘Main Api’ dengan Taiwan’:

    (ita/ita)

  • 80 Tahun Usai PD II, Kaisar Jepang Sampaikan Penyesalan Mendalam

    80 Tahun Usai PD II, Kaisar Jepang Sampaikan Penyesalan Mendalam

    Tokyo

    Kaisar Jepang Naruhito mengungkapkan “penyesalan mendalam” saat peringatan 80 tahun Tokyo menyerah dalam Perang Dunia II. Dalam peringatan itu, Kaisar Naruhito merenungkan masa lalu Jepang dan mengharapkan kehancuran akibat perang tidak akan pernah terulang kembali.

    Dalam peringatan yang digelar di arena indoor Nippon Budokan di pusat kota Tokyo, seperti dilansir AFP, Jumat (15/8/2025), Kaisar Naruhito didampingi oleh Permaisuri Masako. Sang Kaisar Jepang menyampaikan pidato bernada muram, di mana dia mengatakan dirinya merasakan “rasa duka yang mendalam dan baru”.

    “Pikiran saya bersama banyak orang yang kehilangan nyawa mereka yang berharga dalam perang terakhir dan keluarga mereka yang berduka,” ucap Kaisar Naruhito yang berusia 65 tahun.

    “Merenungkan masa lalu kita dan mengingat rasa penyesalan yang mendalam, saya sungguh berharap agar kehancuran akibat perang tidak akan pernah terulang kembali,” ujarnya.

    Perdana Menteri (PM) Jepang, Shigeru Ishiba, juga menyampaikan pidato dalam peringatan yang sama. Ishiba, dalam pidatonya, bertekad untuk “menjaga kenangan pahit perang… mewariskannya kepada generasi mendatang, dan mengupayakan tindakan menuju perdamaian abadi”.

    Peringatan serupa juga digelar di kuil kontroversial, Kuil Yasukuni, yang ada di Tokyo, dengan dihadiri puluhan ribu orang yang mengantre panjang di tengah terik matahari untuk memberikan penghormatan mereka pada Jumat (15/8) waktu setempat.

    Seorang menteri kabinet Jepang termasuk di antara mereka yang mengunjungi Kuil Yasukuni, yang menghormati 2,5 juta tentara Jepang yang gugur sejak akhir abad ke-19, tetapi juga mengabadikan para penjahat perang yang telah dihukum.

    Kunjungan ke Yasukuni oleh para pejabat pemerintah telah membuat marah negara-negara yang menjadi korban kekejaman militer Jepang, terutama China dan Korea Selatan (Korsel).

    Ishiba, yang merupakan politisi moderat di Jepang, menurut kantor berita Kyodo News, mengirimkan persembahan adat ke Yasukuni.

    Tidak ada PM Jepang yang mengunjungi Yasukuni sejak tahun 2013, ketika kunjungan mendiang mantan PM Shinzo Abe, yang saat itu aktif menjabat, memicu kemarahan di Beijing dan Seoul, dengan kecaman diplomatik yang langkah dilontarkan oleh sekutu dekatnya, Amerika Serikat (AS).

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Peristiwa 15 Agustus 1945: Indonesia alami kekosongan kekuasaan

    Peristiwa 15 Agustus 1945: Indonesia alami kekosongan kekuasaan

    Sumber foto: https://shorturl.at/uLtQS/elshinta.com.

    Peristiwa 15 Agustus 1945: Indonesia alami kekosongan kekuasaan
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Jumat, 15 Agustus 2025 – 06:12 WIB

    Elshinta.com – Pada tanggal 15 Agustus 1945 terjadi kekosongan kekuasaan di Indonesia. Hal tersebut terjadi karena Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. 

    Berikut ini kronologi kekosongan kekuasaan atau disebut vacuum of power yang terjadi pada tanggal 15 Agustus 1945 di Indonesia.

    Indonesia pernah mengalami kekosongan kekuasaan pada tanggal 15 Agustus 1945. Dalam sejarah penjajahan di Indonesia, Jepang mulai berkuasa pada Maret 1942.

    Pada saat itu, Jepang tengah terlibat Perang Dunia II, khususnya Perang Asia-Pasifik melawan Sekutu. Pada 6 dan 9 Agustus 1945, bom atom dijatuhkan oleh Sekutu di Hiroshima dan Nagasaki. 

    Kehancuran yang disebabkan oleh dua bom atom tersebut membuat pemerintahan Jepang melihat bahwa mereka tidak bisa lagi menghindari kekalahan dari Sekutu. 

    Akhirnya, pada 14 Agustus 1945 Kaisar Jepang Hirohito memutuskan untuk menyerah tanpa syarat kepada Sekutu.

    Menyerah tanpa syarat berarti penyerahan di mana tidak ada jaminan apapun yang diberikan kepada pihak yang menyerah. 

    Keesokan harinya, pada 15 Agustus 1945, Kaisar Hirohito menyampaikan langsung keputusan menyerahnya Jepang tanpa syarat kepada Sekutu melalui radio nasional. 

    Menyerahnya Jepang kepada Sekutu menimbulkan kekosongan kekuasaan di Indonesia.

    Sebenarnya Jepang berusaha menyembunyikan berita penyerahannya supaya tidak terdengar oleh para pemuda Indonesia. 

    Akan tetapi, berita penting itu terdengar oleh salah satu tokoh golongan muda Indonesia, yakni Sutan Syahrir. 

    Menyadari adanya kekosongan kekuasaan, Syahrir segera mengajak para pejuang golongan muda untuk mendesak Soekarno agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

    Melansir laman Kementerian Sekretariat Negara RI, pada 15 Agustus 1945 sekitar pukul 22.00 WIB, di kediaman Bung Karno berlangsung perdebatan antara golongan pemuda dengan Soekarno-Hatta. 

    Perbedaan pendapat antara golongan tua dan muda mengenai proklamasi terletak pada masalah waktu. Soekarno tetap berpendapat bahwa Jepang masih berkuasa secara de facto. 

    Karena itu, Soekarno ingin sidang bersama PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) terlebih dulu, yang tugasnya mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. 

    Pertimbangan Soekarno untuk mengadakan sidang bersama PPKI sebelum proklamasi kemerdekaan yakni agar tidak terjadi pertumpahan darah dengan tentara Jepang. 

    Hatta juga menyampaikan bahwa usul para pemuda tidak dapat diterima dengan alasan kurang perhitungan serta kemungkinan timbulnya banyak korban jiwa dan harta.

    Sumber : Elshinta.Com

  • Coretan ‘Holocaust in Gaza’ di Tembok Ratapan

    Coretan ‘Holocaust in Gaza’ di Tembok Ratapan

    Jakarta

    Ada coretan ‘Holocaust in Gaza’ di Tembok Ratapan area Yerusalem. Coretan itu pun menuai reaksi keras di kalangan para pemimpin agama dan politisi Israel.

    Dirangkum detikcom dilansir kantor berita AFP dan Al Arabiya, Selasa (12/8/2025), Tembok Ratapan yang ada di area Yerusalem mengalami vandalisme dengan coretan berbunyi ‘Holocaust di Gaza’ ditemukan pada salah satu bagian. Coretan yang mengecam perang Israel di Jalur Gaza itu tertulis dalam bahasa Ibrani.

    Coretan itu ditemukan pada bagian selatan Tembok Ratapan, atau Western Wall, yang masih merupakan bagian dari kompleks suci Masjid Al-Aqsa di Old City, Yerusalem, yang dianeksasi oleh Israel.

    “Ada holocaust di Gaza,” demikian bunyi coretan dalam bahasa Ibrani yang ditemukan di Tembok Ratapan pada Senin (11/8) waktu setempat. Coretan serupa ditemukan di dinding Sinagoge Agung dan beberapa tempat lainnya di area Yerusalem.

    Tonton juga video “Albanese Telepon Netanyahu: Dia Menyangkal soal Penderitaan Gaza” di sini:

    Holocaust, atau holokaus, merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut pembunuhan, atau genosida, terhadap enam juta warga Yahudi Eropa selama Perang Dunia II silam oleh Nazi Jerman yang dipimpin Adolf Hitler.

    Tembok Ratapan merupakan situs paling suci bagi umat Yahudi, di mana mereka diperbolehkan untuk berdoa di sana. Umat Yahudi, menurut perjanjian “status quo” yang telah berlaku selama puluhan tahun, hanya boleh berkunjung tetapi tidak diperbolehkan untuk berdoa di dalam kompleks Al-Aqsa.

    Aksi vandalisme dengan coretan anti-perang Gaza itu menuai kemarahan di Israel, dengan Rabbi Shmuel Rabinovitch dari Tembok Ratapan menyebutnya sebagai “penodaan”.

    “Tempat suci bukanlah tempat untuk mengekspresikan protes… Polisi harus menyelidiki tindakan ini, melacak para penjahat yang bertanggung jawab atas penodaan tersebut, dan membawa mereka ke pengadilan,” kata Rabinovitch dalam pernyataannya.

    Tonton juga video “Dokter Indonesia Cerita Pengalaman Saat Tugas di Gaza” di sini:

    Kepolisian Israel mengatakan pihaknya telah menangkap seorang tersangka berusia 27 tahun terkait vandalisme terhadap Tembok Ratapan itu. Tersangka yang tidak disebut namanya itu langsung diadili pada Senin (11/8), dengan pihak kepolisian meminta agar penahanannya diperpanjang.

    Kecaman terhadap vandalisme itu juga disampaikan oleh Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir — yang mengawasi badan-badan penegak hukum Israel. Ben Gvir yang dikenal kontroversial ini mengatakan dirinya terkejut dan menjanjikan bahwa kepolisian akan bertindak “secepat kilat”.

    Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, yang tidak kalah kontroversial dari Ben Gvir, menyebut pelaku vandalisme itu sudah “lupa apa artinya menjadi seorang Yahudi”.

    Kecaman keras juga datang dari mantan Menteri Pertahanan Benny Gantz, yang kini menjadi pemimpin oposisi, yang menyebut vandalisme itu sebagai “kejahatan terhadap seluruh bangsa Yahudi”.

    Halaman 2 dari 3

    (whn/isa)

  • Pemilik Cat Nippon Paint Meninggal Dunia, Wariskan Harta Rp 211 T

    Pemilik Cat Nippon Paint Meninggal Dunia, Wariskan Harta Rp 211 T

    Jakarta

    Goh Cheng Liang, salah satu orang terkaya di Singapura, pendiri Wuthelam Group dan pemegang saham utama Nippon Paint, meninggal dunia di usia 98 tahun hari ini, Selasa (12/8). Informasi ini disampaikan langsung oleh keluarga mendiang dalam sebuah pernyataan resmi.

    Melansir The Straits Times, Goh merupakan pemegang saham mayoritas di Nippon Paint Holdings Jepang dan diperkirakan memiliki kekayaan bersih sebesar US$ 13 miliar atau setara Rp 221,78 triliun.

    Tumbuh dalam kemiskinan, Goh dilaporkan menghabiskan 12 tahun pertama hidupnya di sebuah kamar sewaan berukuran kecil, hidup berdesakan bersama orang tua, tiga saudara perempuan, dan seorang saudara laki-laki.

    Ketika Perang Dunia II meletus, orang tuanya mengirim pemilik mayoritas saham Nippon Paint ini ke Muar di Johor, tempat ia membantu saudara iparnya menjual jaring ikan sebelum kembali ke Singapura pada tahun 1943.

    Kala itu Goh memulai bisnis minuman bersoda setibanya di Singapura. Namun usahanya gagal dan ia pun bekerja di toko perangkat keras.

    Hingga pada 1949, ketika tentara Inggris melelang perlengkapan usai perang, Goh membeli beberapa barel cat dari mereka dengan harga murah. Berbekal kamus bahasa Mandarin tentang bahan kimia, ia mulai mencampur warna, menambahkan pelarut, dan menciptakan cat Pigeon Brand miliknya sendiri.

    Tak lama, pada 1950 saat perang di Korea pecah, dengan impor yang sangat dibatasi, bisnis catnya berkembang pesat. Goh kemudian dengan cepat mengembangkan bisnisnya dengan menjalin kemitraan bersama Nippon Paint.

    Awalnya ia didekati oleh produsen cat asal Jepang tersebut untuk menjadi salah satu distributornya. Namun hingga 1974, Goh sukses mendirikan Wuthelam Holdings dan mengembangkan perusahaan tersebut menjadi konglomerat global. Kini Wuthelam memiliki hampir 60% saham Nippon Paint yang terdaftar di Bursa Efek Tokyo.

    Memiliki banyak uang, Goh juga dikenal sebagai seorang filantropis yang banyak mendanai penelitian medis, khususnya dalam pengobatan kanker. Ia juga menyediakan beasiswa bagi siswa kurang mampu serta memberikan sumbangan ke berbagai lembaga kesejahteraan.

    Bahkan pada 1995 lalu, dengan bantuan mendiang Presiden Singapura Wee Kim Wee, ia mendirikan Yayasan Goh untuk menyediakan pendekatan yang lebih terstruktur terhadap upaya filantropisnya. Yayasan Goh berkontribusi pada pendirian Pusat Kanker Nasional Singapura (NCCS).

    Yayasan ini juga memberikan hibah untuk mendukung penelitian kanker anak di Rumah Sakit Wanita dan Anak KK, Yayasan Viva, dan Rumah Sakit Universitas Nasional.

    “Kami sangat berduka atas meninggalnya Bapak Goh. Kontribusi dari Bapak Goh dan Yayasan Goh memberikan dampak positif bagi kehidupan pasien kanker dan keluarga mereka. Kami akan meneruskan warisan beliau untuk memajukan perawatan kanker dan kehidupan pasien,” kata Kepala Eksekutif NCCS, Lim Soon Thye.

    “Kami sangat beruntung karena beliau menunjukkan kepada kami cara menjadi orang baik, beliau mengajarkan kami untuk menjalani hidup dengan kasih sayang dan kerendahan hati,” ujar putra sulung Goh Cheng Liang, Goh Hup Jin.

    (igo/fdl)

  • Coretan ‘Holocaust in Gaza’ di Tembok Ratapan

    Heboh Tembok Ratapan di Yerusalem Ditulisi ‘Holocaust di Gaza’

    Yerusalem

    Tembok Ratapan yang ada di area Yerusalem mengalami vandalisme dengan coretan berbunyi “Holocaust di Gaza” ditemukan pada salah satu bagian. Coretan yang mengecam perang Israel di Jalur Gaza itu langsung memicu reaksi keras di kalangan para pemimpin agama dan politisi Israel.

    Coretan yang tertulis dalam bahasa Ibrani itu, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Selasa (12/8/2025), ditemukan pada bagian selatan Tembok Ratapan, atau Western Wall, yang masih merupakan bagian dari kompleks suci Masjid Al-Aqsa di Old City, Yerusalem, yang dianeksasi oleh Israel.

    “Ada holocaust di Gaza,” demikian bunyi coretan dalam bahasa Ibrani yang ditemukan di Tembok Ratapan pada Senin (11/8) waktu setempat. Coretan serupa ditemukan di dinding Sinagoge Agung dan beberapa tempat lainnya di area Yerusalem.

    Holocaust, atau holokaus, merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut pembunuhan, atau genosida, terhadap enam juta warga Yahudi Eropa selama Perang Dunia II silam oleh Nazi Jerman yang dipimpin Adolf Hitler.

    Tembok Ratapan merupakan situs paling suci bagi umat Yahudi, di mana mereka diperbolehkan untuk berdoa di sana. Umat Yahudi, menurut perjanjian “status quo” yang telah berlaku selama puluhan tahun, hanya boleh berkunjung tetapi tidak diperbolehkan untuk berdoa di dalam kompleks Al-Aqsa.

    Aksi vandalisme dengan coretan anti-perang Gaza itu menuai kemarahan di Israel, dengan Rabbi Shmuel Rabinovitch dari Tembok Ratapan menyebutnya sebagai “penodaan”.

    “Tempat suci bukanlah tempat untuk mengekspresikan protes… Polisi harus menyelidiki tindakan ini, melacak para penjahat yang bertanggung jawab atas penodaan tersebut, dan membawa mereka ke pengadilan,” kata Rabinovitch dalam pernyataannya.

    Kepolisian Israel mengatakan pihaknya telah menangkap seorang tersangka berusia 27 tahun terkait vandalisme terhadap Tembok Ratapan itu. Tersangka yang tidak disebut namanya itu langsung diadili pada Senin (11/8), dengan pihak kepolisian meminta agar penahanannya diperpanjang.

    Kecaman terhadap vandalisme itu juga disampaikan oleh Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir — yang mengawasi badan-badan penegak hukum Israel. Ben Gvir yang dikenal kontroversial ini mengatakan dirinya terkejut dan menjanjikan bahwa kepolisian akan bertindak “secepat kilat”.

    Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, yang tidak kalah kontroversial dari Ben Gvir, menyebut pelaku vandalisme itu sudah “lupa apa artinya menjadi seorang Yahudi”.

    Kecaman keras juga datang dari mantan Menteri Pertahanan Benny Gantz, yang kini menjadi pemimpin oposisi, yang menyebut vandalisme itu sebagai “kejahatan terhadap seluruh bangsa Yahudi”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)