Event: Pemilu 2019

  • 8
                    
                        Diminta Hasto Mundur, Riezky Aprilia PDI-P: Anda Sekjen, Bukan Tuhan
                        Nasional

    8 Diminta Hasto Mundur, Riezky Aprilia PDI-P: Anda Sekjen, Bukan Tuhan Nasional

    Diminta Hasto Mundur, Riezky Aprilia PDI-P: Anda Sekjen, Bukan Tuhan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Mantan anggota DPR RI Fraksi PDI-P
    Riezky Aprilia
    menolak saat diminta mundur sebagai anggota DPR RI 2019–2024 terpilih oleh Sekretaris Jenderal PDI-P
    Hasto Kristiyanto
    .
    Hal ini disampaikan Riezky saat menjadi saksi dalam sidang perkara dugaan suap dan dugaan perintangan penyidikan
    kasus Harun Masiku
    yang menjerat Hasto, Rabu (7/5/2025).
    Awalnya, Riezky menuturkan bahwa permintaan itu disampaikan Hasto saat dirinya bertemu pada 27 September 2019.
    Ia pun menanyakan kepada Hasto perihal pelantikannya sebagai anggota DPR RI terpilih menggantikan Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia sebelum pencoblosan.
    “Mudah-mudahan saya enggak salah, waktu itu saya hadir, Pak Sekjen, bahwa saya mempertanyakan masalah pelantikan saya. Pelantikan saya, undangan saya,” ucap Riezky dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu.
    “Sempat terjadi dialog pada saat itu, bahwa saya akan diberikan undangan apabila saya bersedia mundur,” kata dia menjelaskan.
    Riezky merupakan caleg dengan perolehan suara terbanyak kedua di Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I pada Pemilu 2019 sehingga ia berhak menjadi caleg terpilih.
    Namun, Hasto disebut memilih Harun Masiku yang ditetapkan sebagai caleg DPR terpilih, padahal perolehan suara Harun berada di urutan keenam di antara caleg-caleg PDI-P.
    Riezky pun menerangkan bahwa saat itu Hasto menyampaikan permintaan mundur tersebut adalah perintah partai, tetapi ia menolaknya.
    “Ini mohon maaf kalau saya agak mencoba mengingat, saya bilang, saya akan mundur apabila saya mendengar langsung dari Ibu Ketua Umum pada saat itu,” kata Riezky sambil menangis.
    Riezky mengaku sempat kaget dengan respons Hasto karena Hasto membawa-bawa statusnya sebagai sekretaris jenderal partai.
    Riezky lantas menegaskan bahwa Hasto memang sekjen partai, tetapi bukan Tuhan.
    “Dan Pak Sekjen menjawab dan itu yang saya tidak akan pernah saya lupakan karena agak kaget untuk pertama kali saya bisa berinteraksi, ‘saya ini Sekjen partai’,” kata Riezky menirukan Hasto.
    “Di situ saya, reaksi saya juga emosi, saya berdiri, (saya bilang), ‘saya tahu Anda Sekjen partai tapi Anda bukan Tuhan.’ Itu yang saya sampaikan. Waktu yang singkat Pak Sekjen tapi sangat melekat sampai sekarang di benak saya,” ucapnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Perkuat Dugaan Palsu hingga Ingin Eksis Terus

    Perkuat Dugaan Palsu hingga Ingin Eksis Terus

    Persoalan ijazah mantan Presiden RI ke-7, Joko Widodo alias Jokowi seharusnya tidak menjadi polemik yang berkepanjangan. Namun di lain sisi, Jokowi yang bukan lagi orang nomor satu di RI ini diduga ingin namanya terus menjadi perbincangan alias eksis terus.

    “Saya menduga persoalan ijazah Jokowi menjadi polemik yang berkepanjangan karena memang Jokowi menginginkannya agar menjadi perbincangan yang berkepanjangan, apalagi setelah tidak menjadi presiden. Jokowi tentu ingin namanya tetap eksis dalam perbincangan nasional pasca tidak lagi menjadi Presiden,” kata pengamat kebijakan publik, Fernando Emas saat berbincang dengan Monitorindonesia.com, Sabtu (26/4/2025).

    Kalau memang Jokowi tidak ingin menjadi polemik yang berkepanjangan, ungkapnya, seharusnya sejak awal sudah menunjukkan kepada pihak yang meragukan terkait dengan keaslian ijazahnya. 

    Termasuk pada saat menunjukkan kepada wartawan, sepertinya ada upaya agar persoalan ijazah terus menjadi perbincangan dengan tidak mengizinkan didokumentasikan. 

    “Roy Suryo dan lainnya meragukan keaslian ijazah Jokowi tentu karena memiliki bukti yang dianggap mereka valid. Sebaiknya segera dituntaskan persoalan ijazah Jokowi dengan berbagai pihak yang berkompeten dan tidak berpihak,” tuturnya.

    Selain itu, menurut Fernando, jika nantinya ijazah Jokowi terbukti palsu maka kosekuesnsinya penjara. Tidak menutup kemungkinan penyelenggara pemilu kala Jokowi mencalonkan diri Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta dan Presiden RI 2 periode dapat terjerat juga.

    “Jokowi dapat dijerat pemalsuan dokumen, sementara KPUD Solo, KPU DKI Jakarta, hingga KPU RI turut serta. Hanya saja semua itu dapat dibuktikan di meja hijau pengadilan setempat,” jelasnya.

    Pernyataan Fernando tersebut juga sekaligus merespons keinginan mediasi oleh kubu Jokowi dalam gugatan di Pengadilan Surakarta. “Ada apa nih mereka mau mediasi, kuat dugaan ijazah SMA nya bermasalah? Nah ini juga jadi soal. Mengapa dan ada apa di balik itu,” jelasnya.

    Diketahui bahwa Jokowi tidak hadir pribadi dalam sidang perdana gugatan ijazah palsu di Pengadilan Negeri Surakarta, Kamis (24/4/2025) lalu.

    Pihak penggugat yakni Muhammad Taufiq meminta Jokowi hadir saat mediasi dan menunjukkan ijazah aslinya kepada pengadilan dan publik. 

    “Kita tahu Pak Jokowi sibuk dan lain sebagainya, tapi tetap kita harapkan Pak Jokowi hadir dan membawa ijazah aslinya,” kata Muhammad Taufiq di jumpai di Pengadilan Negeri Surakarta.

    Muhammad Taufiq mengatakan merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 Pasal 17, dalam mediasi persidangan seharusnya prinsipal dihadirkan.

    Kuasa hukum Jokowi, YB Irpan, belum bisa memastikan apakah Jokowi bisa hadir dalam proses mediasi pekan depan. Ia menjelaskan, secara aturan tidak masalah jika Jokowi tidak hadir secara pribadi dalam proses mediasi. Sebab, Jokowi telah menunjuk kuasa hukum.

    “Untuk sementara saya tidak bisa memastikan. Akan tetapi setidaknya, beliau selain memberikan kuasa untuk mewakili kepentingan hukum di dalam pokok perkara, saya menerima surat kuasa untuk mewakili dalam proses mediasi. Sehingga saya belum bisa memastikan akhirnya bisa hadir atau tidak,” jelas Irpan di PN Surakarta.

    Adapun gugatan perkara nomor 99/Pdt.G/2025/PN Skt itu terkait perbuatan melawan hukum soal ijazah Jokowi ini dilayangkan oleh pengacara asal Solo, Muhammad Taufiq. 

    Dalam gugatannya, penggugat melakukan gugatan kepada Jokowi sebagai tergugat 1, KPU Kota Solo sebagai tergugat 2, SMAN 6 Solo sebagai tergugat 3, dan Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai tergugat 4. Sementara itu sidang gugatan akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda mediasi. 

    Bagaimana babak terbaru polemik ijazah Jokowi UGM?

    Setidaknya sudah empat orang yang vokal menggugat keaslian ijazahJokowi dilaporkan polisi. Adalah mantan Menpora Roy Suryo, ahli digital forensik Rismon Sianipar, Wakil Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Rizal Fadillah, dan dokter Tifauzia Tyassuma.

    Relawan Pemuda Patriot Nusantara melaporkan empat orang itu ke Polres Metro Jakarta Pusat buntut tudingan ijazah palsu Jokowi pada Rabu (24/4/2025).

    Laporan tersebut dilayangkan Andi Kurniawan selaku Ketua Relawan Pemuda Patriot Nusantara dan teregister dengan nomor LP/B/978/IV/2025/SPKT/Polres Metro Jakpus/Polda.

    Dalam laporannya, keempat orang itu diduga telah melanggar Pasal 160 KUHP terkait tindak pidana penghasutan di muka umum lewat tudingan ijazah palsu milik Jokowi.

    Terkait laporan itu, Roy mengaku tak gentar. Bahkan, ia mempersilakan aparat penegak hukum untuk memproses laporan tersebut.

    “Silakan saja diproses kalau kami berempat yang justru menggunakan teknologi canggih untuk menegakkan kejujuran dan kebenaran mau diproses dengan pasal menghasut itu,” kata Roy saat dikonfirmasi, Kamis (24/4/2025).

    Namun, Roy tak berkomentar lebih jauh ihwal laporan itu. Ia hanya menyampaikan masyarakat bisa memberikan penilaian sendiri atas peristiwa yang terjadi. “Masyarakat bisa menilai bagaimana sebenarnya yang terjadi, Gusti Allah SWT tidak sare (tidur),” tandas dia.

    Selai itu, Roy Suryo juga akan dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Dia akan dipolisikan bersama Rismon Sianipar dan Tifauzia Tyassuma akan dilaporkan ke Polda Metro Jaya terkait tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 Joko Widodo ke Polda Metro Jaya.  

    Hal itu akan dilakukan Peradi Bersatu setelah laporannya ditolak oleh Bareskrim Polri pada Kamis (24/4/2025). “Terlalu cepat tanggapan daripada Mabes Polri yang akhirnya setelah melalui serangkaian konsul, bahwa laporan ini perlu diajukan di Polda Metro Jaya,” kata Wakil Ketua Peradi Bersatu Lechumanan, Jumat (25/4/2025).

    Menurutnya, Mabes Polri beralasan bila tempat kejadian atau lokasi peristiwa (lokus) perkara berada di wilayah hukum Polda Metro Jaya. Lechuman mengaku bakal segera membuat laporan ke Polda Metro Jaya.

    “Karena lokusnya itu ada dua, pertama lokus di Jakarta Pusat yang peristiwa tanggal 22, kalau tidak salah 2 hari atau 3 hari yang lalu, kemudian yang kemarin lokus di Jakarta Selatan,” ungkap Lechumanan.

    Sementara itu, Sekretaris Jenderal Peradi Bersatu Ade Darmawan menjelaskan alasan membawa kasus ini ke meja hijau karena Roy Suryo dkk dinilai telah membuat gaduh atas tudingan ijazah palsu. 

    Bahkan terkesan seperti menjalani demokrasi yang kebablasan. “Harus ada demokrasi hukum juga yang berjalan. Jadi kalau atas nama demokrasi, tetapi kebablasan dan membuat gaduh,” tutur Ade.

    Apa bukti Roy Suryo?

    Roy Suryo menegaskan bahwa ijazah yang diterbitkan Universitas Gadjah Mada (UGM) bukanlah milik Jokowi. Roy Suryo mengklaim mempunyai bukti, dan mengetahui siapa sosok yang ada di ijazah Jokowi.

    Roy Suryo berani mengatakan hal ini berdasarkan artificial intelegence (AI) dan Error Level Analysis (ELA). Dia menjelaskan, ketika potret dalam ijazah disandingkan dengan potret sepupu kandung Jokowi, Dumatno Budi Utomo, hasilnya mengejutkan.

    Pakar telematika itu meyakini sosok dalam ijazah adalah Dumatno Budi Utomo. “Mohon maaf akhirnya saya harus bilang apa adanya, begitu dengan program itu, ketika itu gambar Pak Jokowi saya saandingkan dengan foto Mr X ini, jawabannya apa? Mismatched, atau tidak match. Saya pastikan itu bukan Jokowi, 99,9 persen,” kata Roy Suryo.

    “Saya berani pastikan foto diijazah itu adalah miliknya Dumanto Budi Utomo, Dumatno Budi Utomo,” jelas Roy Suryo dalam YouTube Abraham Samad SPEAK UP yang kini viral di media sosial.

    “Sepupunya Jokowi?” tanya Abraham Samad. “Sepupunya Jokowi,” tegas Roy Suryo. “Kok bisa dia? kemudian dicari juga, ketemu juga, akhirnya foto Jokowi dulu dengan Dumatno itu,” kata Roy Suryo membandingkan foto keduanya.

    Dirinya tetap membandingan foto tersebut, meski diketahui Dumatno dengan Jokowi sangat berbeda usia. “Kok beda usianya? Memang ternyata beda,” tegas Roy Suryo. “Mereka berdua itu terpaut usia sekitar 16 tahun,” ungkapnya.

    Lantas Abraham Samad menanyakan rentang usia antara Jokowi dengan Dumanto. “Siapa yang lebih tua?” tanya Abraham Samad.

    “Ya Jokowi lebih tua. Jokowi tahun 1961, Dumatno ini lahir tahun 1977,” jelas Roy Suryo. “Oh masih muda ya?” tanya Abraham Samad lagi. “8 Juli 77,” jawab Roy Suryo.

    “Dan bentuknya sekarang, wajahnya sekarang pun, kalau dilihat akhirnya orang juga bisa tahu akhirnya, bibirnya tebal, telinganya daplang, hidungnya juga sedikit mancung, pakai kacamata,” kata Roy Suryo. 

    “Yang namanya pakai kacamata itu kan nggak bisa hilang, Pak Samad, ya kan?” tanya Roy Suryo. “Jadi ini memang membuat saya, wah ini memang sebuah proses yang luar biasa. Saya ini kaget saya, terus terang Pak Samad. Kesimpulannya lebih dari 80 persen ini match dengan foto di Ijazah,” jelas Roy Suryo.

    Sosok Dumanto sendiri diketahui adalah alumni STIES Surakarta. Dumatno adalah mantan Caleg DPR RI Hanura di Pemilu 2019-2024 dari Dapil IX Jawa Tengah. Adapun riwayat pendidikan Dumatno Budi Utomo tersebut diungkap akun IG @dpp_hanura, pada 26 Februari 2019.

    Apaka akan bernasib sama dengan Zaenah Mustofa?

    Proses hukum telah dialami Zaenal Mustofa, salah satu pengacara yang menggugat keaslian ijazah Jokowi. Kasus yang menjerat Zaenal ini tak terkait dengan polemik ijazah Jokowi.

    Zaenal dilaporkan ke pihak berwajib terkait dugaan pemalsuan surat sejak 2023 dan baru-baru ini, polisi akhirnya menetapkan Zaenal sebagai tersangka.

    Laporan terhadap Zaenal dilayangkan Asri Purwanti yang teregister dengan nomor LP/B/86/X/2023/SPKT/RES. SKH/POLDA JATENG, tanggal 16 Oktober 2023. 

    “Perbuatan pemalsuan surat dilakukan terlapor H. Zaenal Mustofa dengan cara membuat surat palsu seolah-olah mahasiswa dari fakultas hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dengan memakai NIM : C100010099 dengan atas nama terlapor Zaenal Mustofa,” kata Kapolres Sukoharjo AKBP Anggaito Hadi Prabowo saat dikonfirmasi, Kamis lalu.

    Surat itu kemudian ditelusuri oleh pelapor dengan cara bersurat ke Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) wilayah Jawa Tengah. Dari penelusuran itu diketahui bahwa Zaenal merupakan lulusan dari Universitas Surakarta (UNSA) pindahan dari UMS.

    “Di dalam jawaban tersebut juga dilampiri klarifikasi ijazah Universitas Surakarta (UNSA) yang menjelaskan bahwa terlapor Zaenal Mustofa merupakan pindahan dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS),” jelas Anggaito.

    “Atas hal tersebut kemudian pelapor menelusuri dan membuat surat ke UMS bagian Biro Administrasi Akademik dan mendapatkan jawaban tertanggal 13 Mei 2020 bahwa NIM dengan nomor C100010099 bukan milik terlapor Zaenal Mustofa tetapi atas nama Anton Widjanarko,” imbuhnya.

    Berdasarkan gelar perkara, Zaenal pun ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 263 ayat 2 KUHP tentang pemalsuan surat.

    Di sisi lain, Jokowi juga tengah menghadapi gugatan soal keaslian ijazah tersebut di Pengadilan Negeri (PN) Solo. Gugatan terdaftar dengan nomor perkara 99/Pdt.G/2025/PN Skt, dan terkait mobil Esemka terdaftar dengan nomor perkara 96/Pdt.G/2025/PN Skt.

    Dalam perkara ini Jokowi duduk sebagai tergugat 1, KPU Kota Solo tergugat 2, SMAN 6 Solo tergugat 3, dan Universitas Gadjah Mada tergugat 4. 

  • Kuasa Hukum Hasto Sebut Uang Suap PAW DPR RI Bersumber dari Harun Masiku – Halaman all

    Kuasa Hukum Hasto Sebut Uang Suap PAW DPR RI Bersumber dari Harun Masiku – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kuasa hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto, Febri Diansyah, menyatakan bahwa uang suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) DPR RI 2019-2024 bersumber dari Harun Masiku.

    Febri meyakini dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perihal dugaan suap terhadap kliennya itu tidak terbukti.

    Pasalnya, menurut dia, apa yang menjadi dakwaan Jaksa tidak berkesesuaian dengan keterangan saksi yang telah dihadirkan dalam sidang sebelumnya.

    “Jadi tadi ada satu poin penting yang ada di dakwaan penuntut umum yang tidak terbukti,” kata Febri kepada wartawan di sela-sela persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (24/4/2025).

    Febri menuturkan, sebelumnya pada dakwaan, jaksa menyebut Hasto diduga menyuap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan Rp600 juta yang diberikan dalam dua tahap.

    Akan tetapi, Wahyu dalam keterangannya pada sidang pekan lalu dan eks anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina sebagai perantara pemberi suap dalam sidang hari ini menyatakan, penyetoran uang suap itu hanya satu kali yakni 17 Desember 2019.

    Tak hanya itu, kata Febri, dari suap Rp 600 juta yang dijanjikan tersebut diketahui baru Rp200 juta yang diserahkan Tio dan kader PDIP Saeful Bahri kepada Wahyu.

    Atas hal ini, Febri pun berkesimpulan bahwasanya sumber uang suap yang selama ini dituduhkan terhadap kliennya itu justru diduga kuat berasal dari Harun Masiku yang kini berstatus buronan KPK.

    “Uangnya dari mana? Uangnya dari Harun Masiku. Itu yang tadi clear terbukti dan berkesesuaian dengan sidang sebelumnya. Jadi, kalau bisa disebut bagian penting dari dakwaan KPK tadi, itu gugur,” katanya.

    Hasto didakwa

    Hasto Kristiyanto telah didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kepengurusan PAW Harun Masiku.

    Hal itu diungkapkan JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (14/3/2025).

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu,” kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto.

    Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaanya, yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku, memberikan uang sejumlah 57.350 ribu dolar Singapura (SGD) kepada mantan anggota KPU Wahyu Setiawan.

    Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatra Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    “Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,” ucap Jaksa.

    Jaksa mengatakan peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia.

    Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara.

    Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara.

    Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).

    Setelah itu, Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI.

    “Dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku kepada Terdakwa,” ujar Jaksa.

    Selang satu bulan, yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas.

    Atas keputusan itu Hasto pun memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU.

    Kemudian, DPP PDIP bersurat kepada KPU yang pada pokoknya meminta agar perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku.

    “Menindaklanjuti surat dari DPP PDIP tersebut yang pada pokoknya KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDI-P karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” sebutnya.

    Setelah tidak bisa memenuhi permintaan DPP PDIP, KPU pun menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI terpilih berdasarkan rapat pleno terbuka pada 31 Agustus 2019.

    Akan tetapi operasi pengajuan Hasto sebagai anggota DPR masih berlanjut. Hasto meminta fatwa dari MA hingga menyuap Wahyu Setiawan sebesar 57.350 SGD atau setara Rp600 juta.

    Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

  • Wahyu Setiawan Pernah Menguping Obrolan Donny dan Saeful Bahri, Ungkap Sumber Uang Suap Harun Masiku – Halaman all

    Wahyu Setiawan Pernah Menguping Obrolan Donny dan Saeful Bahri, Ungkap Sumber Uang Suap Harun Masiku – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan mengaku pernah mendengar soal sumber uang suap pergantian antar waktu (PAW) calon anggota DPR RI Harun Masiku berasal dari Hasto Kristiyanto.

    Wahyu mengatakan informasi itu ia peroleh setelah mendengar obrolan dari kader PDIP sekaligus mantan terpidana kasus Harun Masiku, Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri.

    Adapun pernyataan itu Wahyu sampaikan saat hadir sebagai saksi sidang kasus suap dan perintangan penyidikan pergantian antar waktu (PAW) calon anggota DPR RI, Harun Masiku dengan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (17/4/2025).

    Pengakuan Wahyu itu bermula saat dirinya dicecar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai pengetahuannya soal sumber uang suap kasus Harun Masiku.

    “Saudara saksi mengenai sumber uang, apakah saudara juga pernah mendengar orang menyatakan bahwa duit itu bersumber dari Pak Hasto?” tanya Jaksa.

    “Pernah,” kata Wahyu.

    “Siapa yang menyampaikan pada saudara?” tanya Jaksa.

    “Antara Donny dan Saeful,” jawab Wahyu.

    Setelah itu Wahyu pun bercerita awal mula ia mendengar informasi tersebut.

    Wahyu menjelaskan, informasi itu ia dapatkan saat mendengar obrolan Donny dan Saeful di Gedung KPK usai ditangkap dalam kasus Harun Masiku.

    Di sela-sela proses pemeriksaan Wahyu menyebut dirinya sempat beristirahat sambil merokok sementara Donny dan Saeful mengobrol.

    “Pada waktu itu saya diamankan di KPK itu saya merokok, jadi pada waktu itu saya merokok, mereka ngobrol,” ucap Wahyu.

    “Intinya dia menyampaikan bahwa tahap pertama itu, Ini kata obrolan mereka (Donny dan Saeful) itu dari Pak Hasto (soal sumber uang). Itu saya dalam posisi diam dan saya tidak tahu itu, tapi saya mendengar obrolan itu,” kata Wahyu.

    “Yang tahap pertama itu?” tanya Jaksa.

    “Kalau pemahaman saya yang itu dari Pak Hasto,” jawab Wahyu.

    Wahyu pun kembali menegaskan bahwa informasi tersebut dirinya dapatkan dari hasil obrolan Donny dan Saeful serta bukan berasal dari penyampaiannya.

    “Bukan saya yang menyampaikan, jadi saya mendengar mereka ngobrol itu kemudian akhir-akhir ini saya membaca media bahwa Pak Saeful pernah menyampaikan itu,” ucap Wahyu.

    Seperti diketahui Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kepengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.

    Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (Jpu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jum’at (14/3/2025).

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu,” kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto.

    Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaannya yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dolar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

    Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    “Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,” ucap Jaksa.

    Jaksa mengatakan, peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia.

    Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara.

    Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara.

    Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).

    Setelah itu Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI.

    “Dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku kepada Terdakwa,” ujar Jaksa.

    Setelah itu selang satu bulan yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas.

    Atas keputusan itu Hasto pun memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU.

    Kemudian DPP PDIP bersurat kepada KPU yang pada pokoknya meminta agar perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku.

    “Menindaklanjuti surat dari DPP PDIP tersebut yang pada pokoknya KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDIP karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” sebutnya.

    Setelah tidak bisa memenuhi permintaan DPP PDIP, KPU pun menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI terpilih berdasarkan rapat pleno terbuka pada 31 Agustus 2019.

    Akan tetapi operasi pengajuan Hasto sebagai anggota DPR masih berlanjut.

    Dimana Hasto meminta fatwa dari MA hingga menyuap Wahyu Setiawan sebesar 57.350 SGD atau setara Rp 600 juta.

    Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

  • Ganjar Pranowo Pakai Baju Hitam Hadiri Sidang Kasus Sekjen PDIP di Pengadilan: Semangat Mas Hasto – Halaman all

    Ganjar Pranowo Pakai Baju Hitam Hadiri Sidang Kasus Sekjen PDIP di Pengadilan: Semangat Mas Hasto – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo hadir langsung menyaksikan sidang lanjutan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.

    Sidang beragendakan pembuktian jaksa KPK itu digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis (17/4/2025).

    Ganjar hadir mengenakan kemeja hitam. 

    Dia duduk pada bangku pengunjung yang berada di baris paling depan.

    Ganjar menegaskan dukungannya kepada Sekjen PDI Perjuangan itu.

    “(Mendukung Hasto) iya tentu,” ucap Ganjar.

    Dia menyampaikan agar Hasto tetap semangat untuk menghadapi persoalan yang dihadapinya.

    “Semangat Mas Hasto. Bisa menghadapi tantangan,” ucapnya sambil mengangkat tangan kanan yang terkepal.

    Tak hanya Ganjar Pranowo, beberapa kawan sesama kader PDI Perjuangan juga tampak hadir.

    Mereka diantaranya Deddy Sitorus, Guntur Romli, dan Ono Surono.

    Istri Hasto, Maria Stefani Ekowati, turut hadir mendampingi sang suami menjalani sidang lanjutan.

    Maria tampak duduk disamping Hasto sebelum persidangan dimulai.

    Agenda Sidang

    Sidang hari ini beragenda pembuktian dari jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Pantauan Tribunnews.com sekira pukul 08.50 WIB, menjelang sidang lanjutan untuk perkara nomor 36/Pid Sus.TPK/2025/PN Jkt.Pst itu, puluhan pasukan Satgas Cakra Buana telah hadir di Pengadilan Tipikor.

    Mereka tampak mengenakan seragam warna hitam berlogo Satgas Cakra Buana dan baret warna merah.

    Beberapa diantara personel Satgas Cakra Buana ada juga yang mengenakan kaus yang di punggungnya bertuliskan “#BebaskanHasto”.

    Di sisi lain, pihak kepolisian tampak memperketat pengamanan jelang sidang tersebut.

    Lebih dari sepuluh barrier berukuran besar dipasang di jalan raya yang berada di depan Gedung Pengadilan Tipikor.

    Masing-masing barrier tersebut berukuran sekira 2×2 meter dan dipasang sekitar 50 meter panjangnya.

    Ratusan personel kepolisian juga tampak menggelar apel di halaman Pengadilan Tipikor.

    Usai menggelar apel, kepolisian menambah piranti pengamanan, dengan memasang pagar besi di sisi depan Gedung Pengadilan Tipikor.

    Selain itu, pada pukul 09.08 WIB, pihak kepolisian menutup ruas Jalan Bungur Besar Raya yang mengarah ke Gunung Sahari menggunakan pagar besi.

    Pagar besi tersebut dipasang melintang agar tidak ada kendaraan yang melintas.

    Sedangkan, polisi masih membuka arus lalu lintas di Jalan Bungur Besar Raya yang mengarah ke Stasiun Pasar Senen. Situasi padat merayap kendaraan terjadi di ruas jalan tersebut.

    Kasus Hasto

    Seperti diketahui   Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kepengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.

    Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (Jpu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jum’at (14/3/2025).

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu,” kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto.

    Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaanya yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dollar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

    Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    “Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,” ucap Jaksa.

    Jaksa mengatakan, peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia.

    Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara.

    Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara.

    Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).

    Setelah itu Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI.

    “Dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku kepada Terdakwa,” ujar Jaksa.

    Setelah itu selang satu bulan yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas.

    Atas keputusan itu Hasto pun memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU.

    Kemudian DPP PDIP bersurat kepada KPU yang pada pokoknya meminta agar perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku.

    “Menindaklanjuti surat dari DPP PDIP tersebut yang pada pokoknya KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDI-P karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” sebutnya.

    Setelah tidak bisa memenuhi permintaan DPP PDIP, KPU pun menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI terpilih berdasarkan rapat pleno terbuka pada 31 Agustus 2019.

    Akan tetapi operasi pengajuan Hasto sebagai anggota DPR masih berlanjut.

    Dimana Hasto meminta fatwa dari MA hingga menyuap Wahyu Setiawan sebesar 57.350 SGD atau setara Rp 600 juta.

    Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

     

  • Eks Ketua KPU Arief Budiman Bakal Hadir Sebagai Saksi Sidang Hasto Kristiyanto Hari Ini – Halaman all

    Eks Ketua KPU Arief Budiman Bakal Hadir Sebagai Saksi Sidang Hasto Kristiyanto Hari Ini – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman bakal hadir sebagai saksi dalam sidang lanjutan dugaan suap dan perintangan penyidikan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR Harun Masiku di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (17/4/2025).

    Arief dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi untuk terdakwa Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.

    Jaksa KPK, M Takdir Suhan mengatakan selain Arief, pihaknya juga menghadirkan mantan komisioner KPU yang juga terpidana dalam kasus ini yaitu Wahyu Setiawan serta eks Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina.

    “(Saksi yang hadir) Arief Budiman mantan Ketua KPU, Agustiani Tio Fridelina dan Wahyu Setiawan,” kata Takdir saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (17/4/2025).

    Takdir menjelaskan ketiga saksi itu telah menyatakan diri bakal hadir dalam sidang tersebut.

    “Sudah konfirmasi hadir mereka,” katanya.

    Seperti diketahui Sekertaris Jenderal (Sekjen) PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kepengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.

    Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (Jpu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jum’at (14/3/2025).

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu,” kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto.

    Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaanya yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dollar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

    Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    “Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,” ucap Jaksa.

    Jaksa mengatakan, peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia.

    Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara.

    Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara.

    Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).

    Setelah itu Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI.

    “Dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku kepada Terdakwa,” ujar Jaksa.

    Setelah itu selang satu bulan yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas.

    Atas keputusan itu Hasto pun memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU.

    Kemudian DPP PDIP bersurat kepada KPU yang pada pokoknya meminta agar perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku.

    “Menindaklanjuti surat dari DPP PDIP tersebut yang pada pokoknya KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDI-P karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” sebutnya.

    Setelah tidak bisa memenuhi permintaan DPP PDIP, KPU pun menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI terpilih berdasarkan rapat pleno terbuka pada 31 Agustus 2019.

    Akan tetapi operasi pengajuan Hasto sebagai anggota DPR masih berlanjut.

    Dimana Hasto meminta fatwa dari MA hingga menyuap Wahyu Setiawan sebesar 57.350 SGD atau setara Rp 600 juta.

    Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

     

     

  • Rahasia Komeng Raih 5 Juta Suara Tanpa Kampanye: Ini Strateginya!

    Rahasia Komeng Raih 5 Juta Suara Tanpa Kampanye: Ini Strateginya!

    Jakarta, Beritasatu.com – Alfiansyah Bustami Komeng atau Komeng, komedian yang kini juga berkiprah di dunia politik, baru-baru ini mengungkapkan strategi jitu yang membuatnya meraih lebih dari 5 juta suara dalam Pemilu 2024 saat mencalonkan diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Jawa Barat. Yang menarik, Komeng tidak melakukan kampanye sama sekali.

    Dalam wawancaranya dengan Gofar Hilman di podcast HAS Creative, Minggu (13/4/2025), Komeng menceritakan bagaimana dirinya mempersiapkan diri untuk maju di DPD Jawa Barat tanpa menggunakan cara-cara kampanye tradisional.

    “Jujur ya, di Jawa Barat kalau mau maju DPD tanpa partai harus mengumpulkan minimal 7.000 KTP. Jumlah itu berbeda-beda tergantung daerahnya. Jadi tentu saya harus mempersiapkan diri dan mendaftar dengan benar,” ungkap Komeng.

    Meski tak melakukan kampanye konvensional, Komeng tetap mengingatkan masyarakat akan pencalonannya dengan cara yang lebih sederhana dan efektif. “Saya memilih untuk tidak kampanye karena saya tidak percaya diri bisa menepati janji. Kalau saya samperin orang, mereka takut dikira mau dikerjain. Kalau saya bicara di depan banyak orang, saya khawatir tidak bisa menepati janji,” jelasnya.

    Sebagai pengganti kampanye, Komeng memilih untuk bekerja di wilayah yang strategis, seperti Bandung. Ia menerima tawaran pekerjaan off-air hanya di lokasi-lokasi yang relevan dengan basis pemilihannya dan menolak undangan di luar Jawa Barat.

    “Kalau ada tawaran manggung di Kalimantan atau Surabaya, saya pilih Bandung. Itu saja strateginya. Tapi tetap, saya tidak kampanye,” tambahnya.

    Pelawak Komeng punya alasan khusus mengapa tetap mempertahankan nama Alfiansyah di surat suara calon DPD – (Istimewa/-)

    Strategi ini terbukti sangat efektif. Komeng berhasil meraih 5.399.699 suara, menjadikannya peraih suara terbanyak dalam sejarah DPD Jawa Barat sekaligus mencatatkan rekor nasional dengan perolehan suara tertinggi pada Pemilu 2024. Angka ini mengungguli rekor sebelumnya yang dipegang oleh Oni Suwarman (Oni SOS) pada Pemilu 2019 dengan 4.132.681 suara.

    Keberhasilan Komeng ini juga menunjukkan bahwa, meskipun tanpa kampanye besar-besaran, pendekatan yang lebih personal dan cerdas dapat membuahkan hasil luar biasa.

    Dengan pencapaiannya tersebut, Komeng kini menjadi salah satu sosok yang menginspirasi banyak orang, terutama bagi mereka yang ingin terjun ke dunia politik tanpa bergantung pada cara-cara konvensional.

  • Menko Polkam Budi Gunawan Dampingi Presiden Prabowo Temui Megawati Soekarnoputri

    Menko Polkam Budi Gunawan Dampingi Presiden Prabowo Temui Megawati Soekarnoputri

    loading…

    Presiden Prabowo Subianto membawa sejumlah menteri Kabinet Merah Putih saat menyambangi kediaman Megawati Soekarnoputri, di antaranya Menko Polkam Budi Gunawan. Foto/Ist

    JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto membawa sejumlah menteri Kabinet Merah Putih saat menyambangi kediaman Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri di, Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat, pada Senin, 7 April 2025 malam. Salah satunya Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan.

    Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, dalam pertemuan itu, Prabowo Subianto ditemani sejumlah tokoh politik.

    “Ya ada ditemenin Pak Sugiono (Menlu), Pak Ahmad Muzani (Ketua MPR sekaligus Sekjen Gerindra), Pak Prasetyo Hadi (Mensesneg), Letkol Teddy (Seskab), Pak Aries Marsudianto (Kepala BPPIK). Di sana ditemenin oleh Pak Budi Gunawan (Menko Polkam) dan beberapa yang lain,” kata Dasco dikutip Kamis (10/4/2025).

    Wakil Ketua DPR itu menyampaikan pertemuan tersebut dalam rangka silaturahmi Hari Raya Idulfitri ini tidak direncanakan sebelumnya. Pertemuan digelar secara mendadak.

    “Enggak, kebetulan aja itu abis rapat, lalu kemudian ya saya juga tiba-tiba diajak. Kan kalau pertemuan silaturahmi hari raya kan tidak usah kasih-kasih tahu kan, kita juga dateng enggak sembunyi-sembunyi kita datang ramai-ramai kok,” ucapnya.

    Perlu diketahui, Budi Gunawan pernah menjadi ajudan Megawati Soekarnoputri saat menjadi Presiden. Tidak hanya itu, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) juga pernah andil dalam pertemuan antara Prabowo Subianto dengan Joko Widodo (Jokowi) usai Pemilu 2019.

    Juru Bicara PDIP Guntur Romli mengatakan, membenarkan Budi Gunawan ikut dalam pertemuan Prabowo dan Megawati. Menurut Guntur Romli, kehadiran Budi Gunawan dalam pertemuan tersebut sebagai Menko Polkam.

    “Jadi beliau sebagai Menko Polkam ya, karena Pak Budi Gunawan bukan kader meskipun mantan ajudan Bu Megawati tapi bukan masuk ke dalam pihak PDIP,” jelasnya.

    (shf)

  • Hasto Kristiyanto Siap Hadapi Persidangan Hari Ini, Agenda Dengarkan Tanggapan JPU KPK – Halaman all

    Hasto Kristiyanto Siap Hadapi Persidangan Hari Ini, Agenda Dengarkan Tanggapan JPU KPK – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto akan menjalani persidangan lanjutan terkait kasus Harun Masiku di Pengadilan Tipikor, Jakarta pada Kamis (27/3/2025) hari ini.

    Adapun, agenda persidangan yakni mendengarkan tanggapan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas eksepsi Hasto Kristiyanto.

    Kuasa hukum Hasto Kristiyanto, Maqdir Ismail mengatakan, pihaknya siap menghadapi persidangan.

    Dimana, Hasto maupun tim hukum akan menjadi pendengar yang baik dalam pembacaan tanggapan JPU KPK. 

    Terutama, tekait teknis pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik terhadap Hasto.

    “Ya kami itu kan jadi pendengar yang baik saja, kami harus mendengar apa yang akan disampaikan oleh pihak KPK,” kata Maqdir di kawasan Menteng, Jakarta, pada Rabu (26/3/2025).

    “Terutama terkait dengan hal-hal teknis mengenai proses pemeriksaan ketika penyelidikan yang mereka lakukan. Itu salah satu di antaranya yang harus kami dengar besok,” tambah dia.

    Maqdir menambahkan, pihaknya juga berharap majelis hakim dapat melihat secara jernih perkara yang menimpa Hasto ini.

    Apalagi, kata Maqdir, pihaknya telah menyampaikan bahwa perkara yang menimpa Hasto dilakukan dengan cara yang tidak benar.

    “Ini yang harus kami perbaharui, itu yang harus kami hentikan. Kami gak mau proses hukum itu dilakukan dengan cara-cara yang, ya kalau istilah kami mungkin ya ugalan-ugalan sih tidak ya, tetapi ini dengan cara-cara yang tidak patuh, itu yang kita saksikan,” tegas Maqdir.

    Sementara, Maqdir menyampaikan bahwa Hasto Kristiyanto kini dalam kondisi sehat.

    Bahkan, lanjut dia, Hasto dalam kondisi siap menghadapi situasi apapun.

    “Ya (Hasto) kondisinya baik dan dia apapun yang akan terjadi akan kita hadapi,” kata Maqdir.

    SIDANG PRAPERADILAN HASTO – Kuasa Hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Maqdir Ismail menyebut putusan hakim tidak menerima permohonan kliennya merupakan pelecehan baru, PN Jakarta Selatan, Kamis (13/2/2025) Ia juga mempertanyakan putusan hakim melarang menguji dua penetapan tersangka dalam satu permohonan. (Tribunnews/Rahmat Nugraha). (Tribunnews.com/Rahmat W. Nugraha)

    Sebelumnya, Hasto Kristiyanto, menyatakan terdapat operasi 5 M yang dilakukan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat mengusut kasus suap dan perintangan pergantian antar waktu (PAW) Harun Masiku yang saat ini menjeratnya. 

    Adapun hal ini Hasto ungkapkan saat membacakan nota keberatan atau eksepsi pribadinya atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (Jpu) KPK terkait kasus tersebut di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (21/3/2025). 

    Hasto menuturkan bahwa operasi 5M yang dilakukan KPK dianggapnya sebagai bentuk pelanggaran terhadap prinsip hukum. 

    “Proses penyidikan yang dilakukan KPK terhadap saya dan saksi-saksi jelas melanggar HAM. Penyidik KPK melakukan operasi 5M, menyamar, membohongi, mengintimidasi, merampas, dan memeriksa tanpa surat panggilan. Ini adalah pelanggaran serius terhadap prinsip hukum yang adil,” ucap Hasto di ruang sidang.

    Terkait hal ini mulanya Hasto menceritakan bahwa dirinya pada 10 Juni 2024 diperiksa penyidik KPK bernama Rossa Purbo Bekti untuk mengusut kasus yang melibatkan buronan Harun Masiku. 

    Namun saat pemeriksaan itu, Hasto mengaku justru hanya didiamkan di ruang pemeriksaan selama tiga jam. 

    Usut punya usut Hasto pun menilai bahwa pemeriksaan terhadapnya hanya sebagai kedok dari KPK yang pada dasarnya untuk merampas barang pribadi milik Kusnadi Staf pribadinya.

    “Ternyata pemeriksaan saya hanya sebagai kedok, tujuannya sebenarnya adalah untuk merampas paksa barang-barang saudara Kusnadi yang dilakukan secara melawan hukum,” ujar Hasto. 

    SIDANG DAKWAAN – Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (14/3/2025). Jaksa Penuntut Umum KPK mendakwa Hasto Kristiyanto dalam kasus suap dan perintangan penyidikan perkara korupsi tersangka Harun Masiku pada rentang waktu 2019-2024. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

    Hasto juga menerangkan, saat itu Kusnadi didatangi oleh penyidik KPK yang menyamar dan dianggapnya melakukan intimidasi. 

    Kemudian saat itu penyidik menyita barang pribadi milik Kusnadi dan beberapa barang milik DPP PDIP. 

    “Penyidik KPK menyamar, membohongi, dan mengintimidasi Kusnadi. Barang-barang milik Kusnadi dan DPP Partai, termasuk telepon genggam dan buku catatan rapat partai, dirampas tanpa surat panggilan yang sah,” kata Hasto. 

    Hasto menuturkan bahwa tindakan KPK tersebut melanggar prinsip penghormatan terhadap HAM yang diatur dalam UU KPK No.19 Tahun 2019. 

    “KPK di dalam menjalankan tugasnya harus berasaskan pada penghormatan terhadap HAM. Namun, dalam praktiknya, KPK justru melakukan pelanggaran HAM yang serius,” ujarnya. 

    Akibat adanya operasi 5M itu, Hasto menyoroti dampak psikologis yang dialami Kusnadi usai mengalami hal tersebut.

    Pasalnya dalam operasi itu, Kusnadi kata Hasto diperiksa selama tiga jam dan tanpa adanya surat pemanggilan sebagai saksi sebelumnya. 

    “Kusnadi diintimidasi dan diperiksa selama hampir tiga jam tanpa surat panggilan. Barang-barang yang dirampas kemudian dijadikan sebagai bukti dalam surat dakwaan. Ini adalah bukti yang diperoleh secara melawan hukum,” ujarnya. 

    Tak hanya itu, dalam eksepsinya, Hasto mengatakan operasi 5M tersebut tidak hanya merugikan Kusnadi. 

    Ia menilai operasi tersebut dianggapnya juga merusak integritas proses hukum. 

    “Bukti yang diperoleh melalui cara-cara melawan hukum tidak sah dan seharusnya tidak dapat digunakan dalam persidangan,” kata Hasto. 

    Alhasil Hasto pun meminta majelis hakim untuk menolak bukti-bukti yang disodorokan JPU KPK yang diperoleh melalui operasi tersebut 

    “Saya memohon kepada majelis hakim yang mulia untuk menolak bukti-bukti yang diperoleh secara melawan hukum. Proses hukum harus dilakukan dengan cara yang adil dan menghormati HAM,” pungkasnya. 

    Seperti diketahui Sekertaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kepengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.

    Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (Jpu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (14/3/2025). 

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu,” kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto. 

    Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaanya yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dollar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. 

    Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku. 

    “Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,” ucap Jaksa. 

    Jaksa mengatakan, peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia. 

    Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara. 

    Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara. 

    Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA). 

    Setelah itu Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI. 

    “Dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku kepada Terdakwa,” ujar Jaksa. 

    Setelah itu selang satu bulan yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas. 

    Atas keputusan itu Hasto pun memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU. 

    Kemudian DPP PDIP bersurat kepada KPU yang pada pokoknya meminta agar perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku. 

    “Menindaklanjuti surat dari DPP PDIP tersebut yang pada pokoknya KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDI-P karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” sebutnya. 

    Setelah tidak bisa memenuhi permintaan DPP PDIP, KPU pun menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI terpilih berdasarkan rapat pleno terbuka pada 31 Agustus 2019. 

    Akan tetapi operasi pengajuan Hasto sebagai anggota DPR masih berlanjut. 

    Dimana Hasto meminta fatwa dari MA hingga menyuap Wahyu Setiawan sebesar 57.350 SGD atau setara Rp 600 juta. 

    Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

  • Pesan Hasto kepada Kader dan Simpatisan PDIP: Tetap Loyal Terhadap Ibu Megawati – Halaman all

    Pesan Hasto kepada Kader dan Simpatisan PDIP: Tetap Loyal Terhadap Ibu Megawati – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto meminta seluruh kader dan simpatisan partai untuk loyal terhadap Megawati Soekarnoputri selama dirinya menjalani proses hukum terkait kasus dugaan suap dan perintangan pergantian antar waktu (PAW) calon anggota DPR RI, Harun Masiku.

    Hal itu diungkapkan Hasto saat ditemui awak media di sela proses sidang kasusnya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jum’at (21/3/2025).

    Hasto juga mengaku berterima kasih kepada simpatisan PDIP lantaran telah mendukungnya selama ia menjalani masa hukuman.

    Tak hanya itu ia juga meminta agar para pendukungnya untuk tetap tenang meski saat ini dirinya terjerat kasus pidana.

    “Terus bersemangat berikan dukungan loyalitas tertinggi kepada kepada ketua umum kita, Ibu Megawati Soekarnoputri di dalam mengabdi kepada bangsa dan negara dan menjalankan tugas internasionalnya,” ucap Hasto kepada wartawan.

    Dalam momen itu, Hasto juga menyinggung soal adanya ketidakadilan terkait perkara yang menjeratnya saat ini.

    Atas hal tersebut Hasto pun meminta agar publik tidak mendiamkan dugaan ketidakadilan yang menurutnya tengah ia alami itu.

    “Sekiranya kita mengabaikan berbagai praktik-praktik ketidakadilan, maka kita sama saja dengan membunuh masa depan kita sebagai bangsa. Karena itulah keadilan itu sangat hakiki, melekat sama prinsip yang ketahanan, demokrasi kebangsaan dan juga keadilan sosial itu sendiri,” jelasnya.

    Seperti diketahui Sekertaris Jenderal (Sekjen) PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kepengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.

    Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (Jpu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jum’at (14/3/2025).

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu,” kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto.

    Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaanya yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dollar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

    Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    “Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,” ucap Jaksa.

    Jaksa mengatakan, peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia.

    Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara.

    Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara.

    Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).

    Setelah itu Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI.

    “Dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku kepada Terdakwa,” ujar Jaksa.

    Setelah itu selang satu bulan yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas.

    Atas keputusan itu Hasto pun memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU.

    Kemudian DPP PDIP bersurat kepada KPU yang pada pokoknya meminta agar perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku.

    “Menindaklanjuti surat dari DPP PDIP tersebut yang pada pokoknya KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDI-P karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” sebutnya.

    Setelah tidak bisa memenuhi permintaan DPP PDIP, KPU pun menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI terpilih berdasarkan rapat pleno terbuka pada 31 Agustus 2019.

    Akan tetapi operasi pengajuan Hasto sebagai anggota DPR masih berlanjut.

    Dimana Hasto meminta fatwa dari MA hingga menyuap Wahyu Setiawan sebesar 57.350 SGD atau setara Rp 600 juta.

    Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.