Event: Pemilu 2014

  • Mendesak Reformasi Sistem Pemilihan Umum

    Mendesak Reformasi Sistem Pemilihan Umum

    Jakarta

    Tidak sedikit kawan-kawan saya yang berseloroh, “Demokrasi itu bukan tujuan, bukankah ia hanya jalan untuk mencapai kesejahteraan?”, lalu yang lain menyahut, “Ya betul, lihat Tiongkok, luar biasa bargaining position-nya di kancah global, dan tidak perlu repot-repot dengan demokrasi.”

    Obrolan itu bermula dari pembahasan hangat seputar pemilihan umum (pemilu), dengan konteks putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 135/2024 yang memisahkan pemilu nasional dan pemilu daerah.

    Namun, saya masih meyakini demokrasi sebagai jalan kehidupan berbangsa dan bernegara, mengutip Abraham Lincoln “No man is good enough to govern another man without that other’s consent.”

    Langkah untuk menjamin “persetujuan” tersebut memiliki legitimasi yang kuat melalui proses pemilu yang demokratis. Saya memahami mungkin sebagian dari kita telah jenuh, bosan, atau mungkin marah, dengan “janji manis” demokrasi yang tak kunjung datang.

    Beragam efek samping pemilu yang tidak diharapkan telah menimbulkan permasalahan, seperti maraknya politik uang (money politic) yang ikut menyumbang terjadinya korupsi, biaya tinggi dalam pemilu (pusat maupun daerah), dan lamban atau lemahnya institusionalisasi demokrasi.

    Nah, reformasi terbuka lebar melalui masuknya RUU Pemilu dalam prioritas prolegnas 2025, akan tetapi sayang sampai sekarang kita belum tahu kapan pembahasannya akan dilangsungkan.

    Urgensi Reformasi Pemilu

    Reformasi sistem pemilu kian mendesak untuk segera dilakukan di Indonesia. Terlebih, setelah keluarnya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) 135/2024 tentang pemisahan pemilu nasional dan pemilu daerah. Riuh rendah terkait putusan ini, terus saling bersahutan hingga saat ini. Namun, sepatutnya publik tidak boleh hanyut dalam kondisi ini.

    Seharusnya yang kita lakukan adalah mendesak agar DPR dan pemerintah, segera melakukan pembahasan terhadap revisi UU Pemilihan Umum (RUU Pemilu).

    Mengapa desakan itu penting? Setidaknya terdapat 2 (dua) putusan MK sebelumnya yang berharga bagi perbaikan pelaksanaan Pemilu 2029 mendatang. Pertama, putusan tentang penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden. Kedua, putusan soal ambang batas parlemen yang tidak lagi 4 persen. Sayangnya sampai dengan saat ini, belum jelas kapan RUU Pemilu akan dibahas.

    Siapa yang menjadi leading sector RUU Pemilu masih belum jelas, namun sepatutnya tidak perlu berebut siapa yang akan menjadi leading sector pembahasan RUU Pemilu. Apakah akan diserahkan kepada Komisi II, Badan Legislasi (Baleg) ataupun Panitia Khusus (Pansus)? Tidak jadi masalah, toh sama-sama DPR juga.

    Melemahnya Partai Politik

    Pemilihan anggota DPR baik pusat maupun daerah, semakin terpersonalisasi pada figur kandidat dari pada partai politik, terutama setelah diterapkannya proporsional daftar terbuka pada Pemilu 2009.

    Aspinall dan Berenschot (2020) menyebut fenomena tersebut menyebabkan terjadinya apa yang disebut sebagai free-wheeling clientelism (klientelisme gelindingan roda lepas), yang membuat partai politik terdegradasi perannya dalam proses pemilihan dibandingkan kandidat itu sendiri.

    Declaining partai politik terlihat dari semakin rendahnya party-id dari partai politik di Indonesia. Dari survei Politika Research & Consulting (PRC) sejak 2020 hingga 2024 menunjukkan bahwa orang yang merasa dekat dengan partai politik tertentu hanya berkisar 15,2 persen hingga 10,3 persen saja dari total pemilih. Hal ini menunjukkan bahwa perlu segera dilakukan perbaikan atas pelembagaan partai politik.

    Selain itu, melemahnya partai politik tercermin dari semakin berkurangnya jumlah pemilih yang mencoblos partai politik. Pemilih lebih cenderung mencoblos kandidat atau figur (caleg) dari pada partai politik. Apabila dibandingkan pada Pemilu 2019 dan Pemilu 2024, menunjukkan hampir semua partai politik mengalami penurunan jumlah pemilih yang mencoblos partai politik, kecuali hanya Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang mengalami peningkatan.

    Ketika mekanisme yang digunakannya adalah electoral threshold jumlah suara terbuang (tidak terkonversi menjadi kursi DPR) harusnya lebih kecil apabila dibandingkan dengan penerapan parliamentary threshold, namun ternyata tidak selalu demikian. Suara terbuang menjadi sumber kritik bagi pemerhati demokrasi di Indonesia.

    Semakin besarnya suara terbuang mencerminkan terjadinya disproporsionalitas di dalam sistem Pemilu kita yang menganut proporsionalitas.

    Pemilu pasca reformasi (1999-2024), berdasarkan data KPU RI menunjukkan bahwa suara terbuang terbesar terjadi pada Pemilu 2009 yang mencapai 19.047.481 suara atau setara dengan 18,3 persen total suara sah. Di sisi lain, suara terbuang terendah pada Pemilu di Indonesia terjadi pada tahun 2014 dengan 2.964.975 suara atau setara dengan 2,4 persen (sudah menggunakan parliamentary threshold).

    Namun sejak itu, jumlah suara terbuang kian meningkat 13.595.842 suara atau 9,7 persen (2019) dan 17.304.303 suara atau 11,4 persen (2024). Salah satu bukti empiris yang mendukung mengapa suara terbuang pada Pemilu 2014 relatif lebih sedikit adalah, karena partai politik peserta Pemilu relatif sedikit (12 partai politik) jika dibandingkan dengan periode Pemilu pasca reformasi lainnya.

    Menanti Arah Baru?

    Ambang batas pencalonan Pilpres yang sudah digugurkan, menandakan lahirnya sebuah baru dalam Pilpres di Indonesia. Artinya semua partai politik berhak mencalonkan presiden dan wakil presidennya. Sudah seharusnya momentum ini bisa dijadikan oleh partai politik untuk menggerakkan pendalaman demokrasi (deepening democracy) dan menciptakan sistem yang lebih inklusif.

    Sikap anti-partai politik yang selama ini seperti mewabah harus dilawan dengan gerakan nyata, dengan merebut hati rakyat. Bagaimanapun juga partai politik adalah pilar penting dalam demokrasi.

    Secara konseptual oleh Norris (2004) perdebatan tentang reformasi elektoral secara umum adalah perdebatan memilih di antara adversarial democracy dan consensual democracy. Indonesia sendiri lebih cenderung pada consensual democracy. Visi utama consensual democracy adalah menekankan pada pengambilan keputusan secara konsensus, tawar-menawar atau kompromi di antara beragam partai politik di parlemen, mendukung sistem elektoral proporsional yang mengurangi hambatan bagi partai minoritas, memaksimalkan partisipasi pemilih, dan parlemen yang mencerminkan keragaman.

    Namun di sisi lain, consensual democracy memiliki kelemahan karena menghasilkan hasil elektoral yang tidak tegas atau koalisi pemerintahan yang cenderung lemah, tidak efektif, dan tidak stabil, memungkinkan terjadinya permasalahan fragmentasi multi-partai, dan cenderung mendorong pengambilan keputusan yang lambat dan terlalu berhati-hati.

    Karena adanya kelemahan atau kelebihan itu barangkali yang membuat adanya usulan jalan ketiga, seperti usul tentang sistem pemilu campuran dalam pemilihan anggota legislatif. Hemat penulis, Indonesia harus bisa belajar dengan caranya sendiri. Apakah jalan yang dipilih adalah memberikan peluang yang lebih besar terhadap partai-partai kecil atau partai baru, namun disisi lain menimbulkan “bahaya” fragmentasi partai.

    Ada pula jalan lainnya, seperti mengurangi jumlah partai di level nasional, untuk mendorong penyederhanaan partai politik (multi-partai sederhana).

    Apapun langkah yang akan diambil oleh para pengambil kebijakan, RUU Pemilu mendesak untuk dilakukan pembahasan serta mengedepankan partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation).

    Sudah saatnya momentum RUU Pemilu menjadi ajang konsolidasi sistem politik Indonesia untuk jangka panjang. Tidak ada sistem pemilihan yang benar-benar sempurna, tapi yang bisa kita lakukan adalah menentukan sistem pemilihan secara sadar yang paling menunjang agar bangsa Indonesia bisa bertumbuh.

    Faris Widiyatmoko. Dosen FISIP UPNV Jakarta dan Direktur Eksekutif Politika Research & Consulting.

    (rdp/rdp)

  • Kader PDIP Andi Widjajanto Buka Suara soal Isu Ijazah Jokowi Dicetak di Pasar Pramuka

    Kader PDIP Andi Widjajanto Buka Suara soal Isu Ijazah Jokowi Dicetak di Pasar Pramuka

    GELORA.CO – Kader PDIP sekaligus mantan Sekretaris Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Jusuf Kalla pada Pemilu 2014, Andi Widjajanto, akhirnya angkat bicara terkait isu pembuatan ijazah palsu di Pasar Pramuka yang sempat disinggung Beathor Suryadi.

    Dalam sebuah wawancara yang dikutip dari channel Youtube Sentana TV, Andi Widjajanto menegaskan bahwa dirinya tidak pernah berinteraksi dengan Beathor maupun terlibat dalam praktik yang disebutkan.

    “Saya tidak pernah berinteraksi dengan Bang Betor terkait ijazah, tidak pernah ada pembicaraan soal itu, dan tidak ada keterlibatan saya dalam urusan ijazah yang sekarang ramai dibicarakan,” ujar Andi Widjajanto.

    Andi menegaskan bahwa tugasnya sebagai Sekretaris Tim Kampanye Nasional pada Pemilu 2014 hanyalah memastikan kelengkapan dokumen administrasi yang menjadi persyaratan pencalonan.

    Ia menekankan bahwa semua dokumen, termasuk ijazah, dinyatakan sah dan lengkap oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

    “Saat itu saya hanya memastikan dokumen administrasi untuk KPU lengkap. Semua dokumen sudah diverifikasi dan dinyatakan sah oleh KPU. Tugas saya selesai di situ,” tegas Andi.

    Ia juga menyatakan bahwa pada tahun 2014, tidak pernah terbesit di pikirannya untuk mempertanyakan keaslian ijazah Joko Widodo.

    “Saat itu Pak Jokowi sudah dua kali menjadi Wali Kota dan satu kali menjadi Gubernur. Tidak ada pertanyaan di kepala saya mengenai keaslian ijazah beliau,” ungkapnya.

    Saat ditanya apakah ia pernah melihat ijazah asli yang dilegalisir, Andi membenarkan bahwa ia pernah melihat dokumen tersebut.

    Namun, ia mengaku tidak mengingat secara detail bagaimana tampilan ijazah itu, termasuk apakah ijazah tersebut mirip dengan yang kini ramai beredar di media sosial.

    “Saya memang pernah melihat ijazah yang dilegalisir, tapi saya sudah tidak ingat lagi detailnya seperti apa. Saya anggap itu proses administrasi yang biasa saja pada saat itu,” ujarnya.

    Terkait kabar bahwa KPU melakukan verifikasi langsung ke Universitas Gadjah Mada (UGM), Andi menegaskan bahwa itu merupakan wewenang KPU.

    Ia tidak mengetahui secara pasti apakah KPU melakukan pengecekan lapangan atau tidak.

    “Itu memang menjadi tugas KPU untuk memverifikasi dokumen. Saya tidak tahu apakah mereka melakukan pengecekan langsung ke kampus, tapi dokumen yang kami serahkan sudah dinyatakan sah dan lengkap,” jelas Andi.

    Saat disinggung tentang keberadaan tim yang menyiapkan dokumen untuk pencalonan Jokowi, termasuk nama-nama seperti Widodo dan David yang disebut oleh Beathor, Andi mengaku mengenal mereka tetapi menegaskan bahwa dirinya tidak terlibat dalam urusan teknis penyusunan dokumen tersebut.

    “Saya kenal dengan Pak Widodo dan Pak David. Tapi saya tidak tahu persis peran mereka dalam proses penyusunan dokumen itu. Itu mungkin bagian dari tim internal Pak Jokowi sejak beliau menjabat sebagai Wali Kota,” katanya.

    Menanggapi desakan sejumlah pihak agar isu ini diusut lebih dalam, Andi menyerahkan sepenuhnya kepada publik dan otoritas yang berwenang.

    “Kalau masyarakat masih penasaran, silakan saja menelusuri. Tapi bagi saya, secara formal, proses administrasi pada Pemilu 2014 dan 2019 sudah dinyatakan sah dan lengkap oleh KPU. Itu cukup,” tutup Andi.

  • Profil Puti Guntur Soekarno, Cucu Presiden Soekarno di Komisi X DPR RI

    Profil Puti Guntur Soekarno, Cucu Presiden Soekarno di Komisi X DPR RI

    Jakarta, Beritasatu.com – Puti Guntur Soekarno adalah sosok yang tidak asing dalam dunia politik Indonesia. Sebagai cucu dari Presiden Pertama RI, Ir Soekarno, Puti melanjutkan semangat perjuangan kakeknya dengan menjadi anggota DPR RI dan kini aktif di Komisi X.

    Seperti diketahui, Komisi X membidangi urusan pendidikan, kebudayaan, pemuda dan olahraga, pariwisata, serta ekonomi kreatif. Kiprahnya di dunia politik tidak hanya mengandalkan nama besar keluarganya, tetapi juga dibarengi dedikasi dan kerja nyata untuk masyarakat.

    Sosok Puti Guntur Soekarno

    Lahir pada 26 Juni 1971, Puti memiliki nama lengkap Sri Puti Pramathana Puspa Seruni Paundrianagari Guntur Soekarnoputri. Ia adalah putri tunggal Guntur Soekarnoputra dan Henny Emilia Hendayani. Meski berasal dari keluarga besar tokoh bangsa, Puti tumbuh menjadi pribadi yang rendah hati dan peduli terhadap sesama.

    Pendidikan dasarnya ditempuh di Yayasan Perguruan Cikini, lalu melanjutkan ke SMP dan SMA Budi Utomo, hingga akhirnya meraih gelar sarjana dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, jurusan administrasi negara.

    Perjalanan Politik dan Keterlibatan di Komisi X

    Karier politik Puti Guntur Soekarno dimulai sejak 2009 saat terpilih sebagai anggota DPR RI dari dapil Jawa Barat X. Ia kembali dipercaya oleh rakyat pada Pemilu 2014 dan 2019, kali ini dari Dapil Jawa Timur I (Surabaya-Sidoarjo).

    Di parlemen, Puti duduk di Komisi X, tempat ia bisa memperjuangkan isu-isu yang sudah sejak lama menjadi fokusnya, seperti pendidikan dan kebudayaan. Berbekal pengalaman aktif di yayasan sosial, seperti Yayasan Fatmawati dan Puspa Seruni, Puti menyalurkan kepeduliannya kepada generasi muda Indonesia.

    Puti juga aktif dalam struktur partai politik. Ia pernah menjabat sebagai Ketua Departemen Organisasi DPP PDI Perjuangan serta Wakil Sekretaris MPR RI Fraksi PDI Perjuangan. Perannya sebagai perempuan politikus menjadi inspirasi bagi banyak wanita muda di Indonesia.

    Aktivitas Budaya hingga Religi

    Sebelum terjun ke politik, Puti aktif dalam kegiatan seni dan budaya bersama Swara Mahardhika pimpinan Guruh Soekarnoputra. Ia juga memiliki kecintaan mendalam terhadap film-film Bollywood, terutama bertema sejarah epik.

    Tak hanya warisan selera seni, Puti juga mewarisi nilai-nilai religius dari neneknya, Fatmawati Soekarno, yang mengajarinya mengaji dan hidup sederhana.

    Sebagai ibu dari dua anak, Puti tetap menjalankan peran keluarganya dengan penuh tanggung jawab. Ia dan suaminya, Johansyah Jaya Kameron, menjaga keharmonisan keluarga di tengah kesibukan dunia politik.

    Dalam berbagai kesempatan, Puti Guntur Soekarno menegaskan bahwa perjuangannya di Komisi X adalah bagian dari warisan nilai-nilai Bung Karno yang berpihak pada rakyat kecil. Ia terus memperjuangkan sektor pendidikan, kebudayaan, serta pemuda dan olahraga demi kemajuan Indonesia.

  • Profil Titiek Soeharto, Putri Presiden Ke-2 RI Jadi Ketua Komisi IV

    Profil Titiek Soeharto, Putri Presiden Ke-2 RI Jadi Ketua Komisi IV

    Jakarta, Beritasatu.com – Siti Hediati Soeharto, yang lebih dikenal dengan nama Titiek Soeharto, merupakan salah satu anggota aktif di Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Partai Gerindra. Sebagai tokoh politik yang berasal dari keluarga Presiden kedua Indonesia, Soeharto, Titiek Soeharto menunjukkan komitmen terhadap tugas-tugas legislatif di parlemen.

    DPR memiliki tiga fungsi utama, yaitu fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Dalam menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat, Siti Hediati Soeharto turut berperan dalam penyusunan dan pembahasan rancangan undang-undang (RUU), khususnya yang menyangkut kepentingan masyarakat luas.

    Namun, bagaimana sosok Titiek Soeharto? Berikut ini profil dan perjalanan kariernya.

    Profil Titiek Soeharto

    Siti Hediati Soeharto atau Titiek Soeharto lahir di Semarang, Jawa Tengah, pada 14 April 1959. Ia merupakan anak keempat dari Presiden kedua Indonesia, Soeharto, dan Siti Hartinah (Tien Soeharto). Titiek menyelesaikan pendidikan di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan meraih gelar sarjana ekonomi pada 1985.

    Selain aktif di dunia politik, dia juga terlibat dalam berbagai kegiatan sosial, budaya, dan bisnis, yang memperkaya pengalamannya sebagai anggota DPR.

    Karier politik Titiek Soeharto dimulai pada 2012 saat bergabung dengan Partai Golongan Karya (Golkar). Ia dipercaya memimpin bidang pertanian dan nelayan di Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golkar hingga 2015.

    Pada Pemilu 2014, dia terpilih sebagai anggota DPR dengan perolehan 61.655 suara dan menjabat sebagai wakil ketua Komisi IV DPR periode 2014–2019. Komisi IV fokus menangani isu pertanian, kehutanan, perikanan, dan kelautan.

    Setelah beralih ke Partai Gerindra, Titiek kembali mencalonkan diri pada Pemilu 2024 dan berhasil meraih 145.489 suara dari daerah pemilihan (dapil) Yogyakarta. Saat ini, dia menjabat sebagai ketua Komisi IV DPR periode 2024–2029.

    Dalam posisinya, dia memprioritaskan isu strategis seperti ketahanan pangan dan kemandirian pertanian. Ia menyoroti surplus beras nasional sebesar 4 juta ton sebagai capaian positif kebijakan pertanian pemerintah dan mendorong ekspor beras untuk meningkatkan kesejahteraan petani.

    Selain politik, Titiek Soeharto aktif dalam organisasi sosial dan budaya. Ia pernah menjabat sebagai ketua umum Persatuan Panahan Indonesia (Perpani) dan ketua umum Yayasan Seni Rupa Indonesia (YSRI).

    Pengalaman tersebut memperkuat pemahamannya dalam menjalankan tugas sebagai wakil rakyat, khususnya dalam merumuskan kebijakan yang berpihak pada masyarakat.

    Dengan latar belakang keluarga yang kuat di dunia politik dan pengalaman luas di berbagai sektor, Titiek Soeharto terus berkontribusi pada pembangunan nasional melalui perannya di DPR.

    Fokusnya pada sektor pertanian dan ketahanan pangan mencerminkan komitmennya untuk mendukung petani, nelayan, dan pelestarian sumber daya alam secara berkelanjutan. Sebagai ketua Komisi IV DPR, dia berperan penting dalam merumuskan kebijakan yang mendukung kesejahteraan masyarakat dan pembangunan sektor agraria.

    Titiek Soeharto tetap menjadi figur yang relevan dalam politik Indonesia, menggabungkan pengalaman, dedikasi, dan visi untuk kemajuan bangsa. Perannya di DPR menegaskan pentingnya kebijakan yang berorientasi pada kepentingan rakyat, khususnya di bidang pertanian dan ketahanan pangan.

  • Profil Adies Kadir, Wakil Ketua DPR RI dengan Latar Belakang Hukum

    Profil Adies Kadir, Wakil Ketua DPR RI dengan Latar Belakang Hukum

    Jakarta, Beritasatu.com – Adies Kadir adalah salah satu tokoh dalam dunia politik Indonesia yang kini menjabat sebagai wakil ketua DPR RI untuk periode 2024-2029.

    Sebagai politisi senior dari Partai Golkar, Adies Kadir telah dikenal luas atas kiprahnya dalam bidang legislasi dan hukum di parlemen. Dengan pengalaman panjang dan dedikasi tinggi, ia menjadi sosok sentral dalam menjalankan fungsi pengawasan, legislasi, dan penganggaran di DPR RI.

    Profil Adies Kadir

    Lahir di Balikpapan, Kalimantan Timur, pada 17 Oktober 1968, Adies Kadir memulai karier akademiknya di bidang teknik sipil, di mana ia meraih gelar insinyur dari Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (UWKS).

    Namun, ketertarikan kuat terhadap bidang hukum membawanya melanjutkan studi dan meraih gelar sarjana hukum dari Universitas Merdeka Surabaya, dilanjutkan dengan gelar magister humaniora bidang hukum dari Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya.

    Tak berhenti sampai di situ, Adies juga berhasil meraih gelar Doktor Ilmu Hukum dari universitas yang sama.

    Jejak Politik dan Pengabdian di DPR RI

    Karier politik Adies Kadir dimulai sebagai anggota DPRD Kota Surabaya periode 2009-2014. Namanya semakin dikenal ketika ia terpilih menjadi anggota DPR RI pada Pemilu 2014, mewakili daerah pemilihan Jawa Timur I (Surabaya dan Sidoarjo).

    Sejak saat itu, Adies terus memperoleh kepercayaan publik dan kembali terpilih untuk periode 2019–2024 serta 2024-2029.

    Selama bertugas di DPR, Adies Kadir aktif di Komisi III yang membidangi hukum, HAM, dan keamanan. Ia pernah menjabat sebagai wakil ketua Komisi III dan ketua Fraksi Partai Golkar.

    Puncak karier legislatifnya terjadi pada 1 Oktober 2024, ketika ia resmi dilantik sebagai wakil ketua DPR RI dalam sidang paripurna ke-2 masa sidang 2024-2025.

    Aktivitas di Luar Politik dan Organisasi

    Selain aktif di parlemen, Adies Kadir juga memiliki latar belakang profesional di sektor swasta. Ia pernah menjabat sebagai direktur utama PT Adi Jayatek dan general manager PT Lamicitra Nusantara Tbk.

    Keterlibatannya dalam organisasi sosial dan politik, seperti sebagai ketua ormas MKGR Kota Surabaya dan sekretaris pengurus daerah AMPG, menunjukkan komitmennya terhadap pembangunan masyarakat dan jaringan politik yang luas.

    Peran Strategis di Parlemen

    Sebagai Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir memiliki tanggung jawab besar dalam mengawal agenda-agenda strategis nasional. Pengalaman panjang dan kepiawaiannya dalam bidang hukum menjadi modal penting untuk memastikan fungsi DPR berjalan dengan optimal. 

    Sosoknya diharapkan mampu mendorong kinerja parlemen yang responsif terhadap aspirasi rakyat dan dinamis terhadap tantangan zaman.

    Dengan pengalaman akademik dan karier politik yang solid, Adies Kadir menjadi figur sentral dalam kepemimpinan DPR RI periode 2024-2029. Kiprahnya menunjukkan dedikasi tinggi terhadap pelayanan publik dan reformasi legislatif.

  • Menang Gugatan Atas Penguasaan Kantor Demokrat Jatim, Siapa Bonie Laksmana?

    Menang Gugatan Atas Penguasaan Kantor Demokrat Jatim, Siapa Bonie Laksmana?

    Surabaya (beritajatim.com) – Bonie Laksmana, mantan Sekretaris DPD Partai Demokrat Jawa Timur, baru-baru ini memenangkan gugatan hukum terkait penguasaan kantor DPD Demokrat Jatim. Pengadilan Negeri Surabaya menyatakan gedung yang terletak di Jalan Kertajaya Indah Timur No. 82, Surabaya, adalah milik pribadi Bonie, bukan aset partai.

    Putusan ini menandai akhir dari sengketa panjang antara Bonie dan DPD Demokrat Jatim yang saat ini dipimpin oleh Emil Elestianto Dardak. Dalam perkara No. 1151/Pdt.Bth/2024/PN.Sby, majelis hakim PN Surabaya menolak seluruh gugatan Partai Demokrat.

    Pria kelahiran 6 Februari 1973 ini bukanlah sosok baru dalam dunia politik. Sebagai putra sulung mantan Wali Kota Madiun dua periode, Bambang Irianto, Bonie kenyang akan pengalaman politik.

    Bonie pernah menjabat sebagai Ketua DPC Partai Demokrat Madiun dan Sekretaris DPW Partai Demokrat Jatim. Di bawah kepemimpinannya, Demokrat berhasil meraih kursi di DPRD Kota Madiun pada Pemilu 2009 dan 2 kursi DPR RI di Dapil 8 Jatim pada Pemilu 2014.

    Bonie juga menjadi konsultan politik untuk Partai Perindo dalam Pemilu 2024. Pada Pileg 2024 tersebut, Perindo menjadi partai pemenang di Kota Madiun hingga meraih Kursi Ketua DPRD.

    Selain kiprahnya di dunia politik, Bonie juga memiliki latar belakang pendidikan yang mumpuni. Bonie menempuh pendidikan dasar hingga menengah di Kota Madiun, yaitu di SDN Madiun Lor (Endrakila), SMPN 1 Kota Madiun, dan SMAN 3 Kota Madiun. Kemudian melanjutkan studi di Universitas Trisakti Jakarta jurusan Teknik Industri.

    Bonie kemudian melanjutkan pendidikan dan meraih gelar Master di bidang Keuangan dari University of Houston, Texas, Amerika Serikat, pada 1999, dan menerima penghargaan Delta Mu Delta.

    Bonie juga maju pada Pilwali Kota Madiun 2024. Bonie berpasangan dengan Bagus Rizki Dinarwan dalam Pilkada Kota Madiun 2024, dengan dukungan dari Partai Golkar dan Perindo. Namun, harus kandas oleh petahana Maidi – Bagus. [asg/beq]

  • Profil Sekar Arum Widara, Pemain Angling Dharma yang Ditangkap Polisi

    Profil Sekar Arum Widara, Pemain Angling Dharma yang Ditangkap Polisi

    Jakarta, Beritasatu.com – Mantan artis sinetron kolosal Sekar Arum Widara yang dikenal lewat perannya di Angling Dharma, baru-baru ini ditangkap oleh kepolisian Polres Metro Jakarta Selatan. Penangkapan ini dilakukan setelah Sekar diduga terlibat dalam kasus peredaran uang palsu.

    Pihak kepolisian berhasil mengamankan barang bukti berupa uang palsu dengan jumlah total lebih dari Rp 200 juta. Aksi Sekar terungkap setelah ia ketahuan menggunakan uang palsu untuk berbelanja di beberapa toko di Lippo Mall Kemang, salah satunya di Hypermart.

    “Pelaku melakukan transaksi pembelian di Hypermart menggunakan uang palsu dan langsung diamankan,” ujar Iptu Teddy Rohendi, Kanit Ranmor Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan.

    Lantas, siapa sebenarnya sosok Sekar Arum Widara ini? Dihimpun dari berbagai sumber, berikut profil dan perjalanan kariernya!

    Profil Sekar Arum Widara

    Sekar Arum Widara lahir di Bogor pada 2 November 1984. Selain dikenal sebagai aktris, ia juga merupakan lulusan perguruan tinggi dengan gelar sarjana ilmu politik.

    Di luar dunia hiburan, Sekar sempat menjajal dunia politik. Pada Pemilu 2014, ia mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk DPRD Kota Bogor dari Daerah Pemilihan 5 (Bogor Utara), namun tidak berhasil lolos.

    Pascavakum dari dunia hiburan, Sekar meniti karier di sektor swasta sebagai seorang karyawan dan konsultan profesional.

    Perjalanan Karier di Dunia Hiburan

    Sekar memulai karier di dunia hiburan Indonesia pada akhir 1990-an dan mulai dikenal publik lewat sinetron kolosal Angling Dharma yang tayang sejak 3 Mei 2000.

    Sinetron ini menjadi salah satu tayangan kolosal paling populer saat itu dan melambungkan nama Sekar sebagai salah satu aktris berbakat. Selain Angling Dharma, Sekar juga tampil dalam berbagai produksi televisi lainnya sepanjang era 2000-an.

    Pada awal dekade 2010-an, ia mencoba peruntungan sebagai presenter dalam acara televisi bertema aksi bela diri berjudul Pendekar, yang tayang sekitar tahun 2010 hingga 2011. 

    Program ini cocok dengan citra Sekar yang dikenal lewat peran-peran kolosal dan laga. Setelahnya, Sekar perlahan menghilang dari layar kaca dan tidak lagi aktif di dunia hiburan.

    Film dan Program TelevisiAngling Dharma (2000-2005): Sinetron kolosal legendaris produksi Genta Buana Pitaloka yang menceritakan kisah legenda Angling Dharma. Sekar tampil dalam peran penting di serial ini.Pendekar (2010-2011): Acara televisi mingguan bertema aksi dan bela diri, di mana Sekar tampil sebagai presenter dalam sekitar 40 episode.Aktif di Media Sosial

    Sekar cukup aktif di media sosial, khususnya di Instagram melalui akun @sekardaraaaa yang memiliki lebih dari 12 ribu pengikut.

    Namun, sejak terjerat kasus hukum pada 2025, aktivitasnya di media sosial tampaknya berhenti dan belum diketahui perkembangan terbarunya.

    Ancaman Hukuman

    Pasca penangkapan, Sekar Arum Widara ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemalsuan uang. Ia dijerat dengan Pasal 26 ayat (2) dan (3) juncto Pasal 36 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, serta Pasal 244 dan 245 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Atas perbuatannya tersebut, ia terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun.

  • Profil Sekar Arum Widara, Bintang Angling Dharma yang Terjerat Kasus Uang Palsu, Pernah jadi Caleg PDIP

    Profil Sekar Arum Widara, Bintang Angling Dharma yang Terjerat Kasus Uang Palsu, Pernah jadi Caleg PDIP

    GELORA.CO – Nama mantan artis sinetron kolosal, Sekar Arum Widara, menjadi sorotan publik usai lama tak terdengar kabarnya di dunia hiburan.

    Perempuan yang pernah dikenal luas berkat perannya dalam sinetron legendaris Angling Dharma ini kini harus berurusan dengan hukum, setelah ditangkap atas dugaan pengedaran uang palsu di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.

    Sekar Arum Widara diamankan pihak kepolisian pada Rabu (02/04/2025).

    Penangkapan berawal saat dirinya kedapatan mencoba menggunakan uang pecahan Rp100 ribu yang diduga palsu untuk bertransaksi di salah satu gerai di Lippo Mall Kemang.

    Aksi tersebut terungkap setelah kasir memeriksa uang tersebut dengan alat pendeteksi ultraviolet (UV).

    Tidak hanya di satu toko, Sekar dilaporkan mencoba bertransaksi serupa di beberapa gerai sebelum akhirnya diamankan oleh petugas keamanan pusat perbelanjaan dan diserahkan kepada kepolisian.

    Jejak Karier, Dari Artis, Dunia Politik Hingga Karyawan Swasta

    Sekar Arum Widara lahir di Kota Bogor, Jawa Barat, pada 2 November 1984.

    Kariernya di dunia hiburan mulai dikenal publik saat ia terlibat dalam berbagai sinetron bertema kolosal yang populer di layar kaca pada awal tahun 2000-an.

    Ia dikenal sebagai sosok yang kerap memerankan karakter perempuan anggun dalam cerita-cerita berlatar kerajaan, cerita rakyat, dan legenda nusantara.

    Namanya semakin melejit setelah menjadi salah satu pemeran dalam sinetron Angling Dharma, sebuah serial televisi bertema kerajaan yang tayang di stasiun Indosiar mulai tahun 2000.

    Meski bukan bintang utama, pesona dan gaya aktingnya membuat Sekar cukup dikenal di kalangan penggemar sinetron kolosal.

    Setelah beberapa tahun vakum dari dunia hiburan, Sekar mencoba peruntungan baru di dunia politik.

    Ia mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk Daerah Pemilihan V Bogor Utara dalam Pemilu 2014.

    Namun, langkah politiknya tersebut tidak berbuah manis, karena ia gagal meraih kursi di parlemen.

    Di luar aktivitas politik, Sekar Arum Widara juga diketahui aktif berorganisasi, salah satunya melalui Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI).

    Tak hanya itu, latar belakang pendidikannya mencerminkan ketertarikan pada dunia sosial dan tata kelola pemerintahan.

    Ia menempuh studi di Universitas Indonesia dan berhasil meraih gelar akademik Sarjana Ilmu Politik.

    Di usianya yang kini 41 tahun, Sekar Arum Widara diketahui telah beralih profesi sebagai karyawan swasta di bidang konsultasi profesional, dan tidak lagi aktif di dunia hiburan.

    Tertutup Tapi Aktif di Medsos

    Sebelum kasus ini mencuat, kehidupan pribadinya cenderung tertutup, walaupun ia cukup aktif di media sosial.

    Akun Instagram pribadinya @sekardaraaa memiliki lebih dari 12 ribu pengikut, dengan unggahan terakhir tercatat pada tanggal (16/03/2025), beberapa minggu sebelum penangkapannya. ***

  • Profil Ifan Seventeen, Dirut PT PFN yang Selamat dari Tsunami Banten

    Profil Ifan Seventeen, Dirut PT PFN yang Selamat dari Tsunami Banten

    Jakarta, Beritasatu.com – Riefian Fajarsyah atau yang lebih dikenal sebagai Ifan Seventeen telah ditunjuk oleh Menteri BUMN Erick Thohir sebagai direktur utama (dirut) PT Produksi Film Negara (PFN).

    Penunjukan Ifan Seventeen sebagai dirut PFN ini mengejutkan dunia hiburan dan perfilman Indonesia, mengingat Ifan lebih dikenal sebagai musisi dan vokalis band Seventeen dibandingkan dengan latar belakang perfilman.

    Ifan Seventeen lahir di Yogyakarta pada 16 Maret 1983. Ia bergabung dengan grup band Seventeen pada 2006 setelah memenangkan audisi vokalis. Band ini sukses merilis album Lelaki Hebat, yang mengubah warna musik band dari pop menjadi rock dan membawa mereka ke puncak popularitas.

    Namun, kejayaan Seventeen terguncang pada 22 Desember 2018 saat band ini mengalami tragedi tsunami di kawasan Tanjung Lesung, Banten. Dalam insiden tersebut, tiga personel Seventeen, Herman Sikumbang, Muhammad Awal Purbani (Bani), dan Windu Andi Darmawan (Andi), serta beberapa kru dan istri Ifan, Dylan Sahara, meninggal dunia. Ifan menjadi satu-satunya anggota band yang selamat dari musibah tersebut.

    Setelah tragedi tersebut, Ifan memilih untuk bersolo karier dan merilis beberapa lagu, termasuk Masih Harus di Sini, yang didedikasikan untuk sahabat-sahabatnya yang meninggal dalam musibah tersebut.

    Selain berkarier di musik, Ifan juga sempat terjun ke dunia akting dengan membintangi beberapa film, di antaranya Sukep: The Movie (2019), Kemarin (2020), dan Melukis Harapan di Langit India (2024). Ia juga membintangi web series Satu Hati Dua Janji.

    Di bidang politik, Ifan pernah bergabung dengan Partai Gerindra dan mencalonkan diri sebagai anggota DPR dari dapil Yogyakarta pada Pemilu 2014, tetapi gagal. Ia kembali mencoba peruntungan pada Pemilu 2019 sebagai calon legislatif DPR dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di dapil Kalimantan Barat I, tetapi belum berhasil.

    Pada Pemilu Presiden 2024, Ifan mendukung pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dengan merilis lagu Pernah di Sana bersama Ajudan Prabowo, Rizky Irmansyah.

    Ifan dibesarkan di Jakarta dan Pontianak. Ia merupakan sarjana ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM).

    Dalam kehidupan pribadinya, Ifan telah menikah tiga kali. Pernikahan pertamanya dengan Ghea Astrid Gayatri pada 2006 berakhir dengan perceraian pada 2011. Dari pernikahan ini, ia memiliki seorang anak, Rania Dzaqira. Pernikahan keduanya dengan Dylan Sahara pada 2016 harus berakhir tragis saat sang istri meninggal dalam tsunami Selat Sunda 2018. Ifan kemudian menikah dengan Citra Monica pada 29 Mei 2021 setelah menjalin hubungan sejak 2020.

    Penunjukan Ifan Seventeen sebagai dirut PT PFN oleh Menteri BUMN, Erick Thohir, menimbulkan perdebatan mengingat latar belakangnya yang lebih dominan di bidang musik dan tidak memiliki pengalaman mendalam di industri perfilman. Namun, dengan rekam jejaknya di dunia hiburan dan semangatnya dalam berkarya, banyak yang menantikan bagaimana Ifan akan membawa PFN ke arah yang lebih maju.

  • Golkar Tak Masalah TNI Aktif di Jabatan Sipil, Dandhy Laksono Beri Komentar Menohok: Juara Partai Paling Korup

    Golkar Tak Masalah TNI Aktif di Jabatan Sipil, Dandhy Laksono Beri Komentar Menohok: Juara Partai Paling Korup

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Sutradara film Dirty Vote, Dandhy Laksono, mengkritik sikap Partai Golkar yang menyatakan tidak keberatan jika perwira TNI aktif menduduki jabatan sipil.

    Dikatakan Dandhy, hal ini mengingatkan pada masa Orde Baru, di mana militer memiliki peran dominan dalam pemerintahan.

    “Ada tiga pilar pendukung diktator korup Soeharto yang membuatnya berkuasa 32 tahun (6 periode),” ujar Dandhy di X @Dandhy_Laksono (12/3/2025).

    Dandhy menyinggung sejarah panjang Golkar yang disebut sebagai bagian dari tiga pilar utama pendukung rezim Soeharto.

    “ABRI, Birokrat, dan Golkar (ABG). Waspada, bahaya laten Orde Baru,” Dandhy menuturkan.

    Lebih lanjut, ia juga menyoroti rekam jejak Golkar dalam dunia politik Indonesia pasca-Reformasi.

    “Dari Pemilu 2014 sampai 2024, juara partai paling korup tetap Golkar,” tandasnya.

    Sekadar diketahui, sebuah diagram yang beredar di media sosial menampilkan daftar partai politik dengan jumlah kasus korupsi terbanyak dalam rentang waktu 2014 hingga 2017.

    Dalam data tersebut, Partai Golkar tercatat sebagai partai dengan jumlah kasus korupsi tertinggi, diikuti oleh PDIP dan Partai Demokrat.

    Berdasarkan diagram tersebut, Partai Golkar memiliki kasus korupsi yang tercatat setiap tahun dari 2014 hingga 2017, dengan total kasus mencapai sembilan.

    Sementara itu, PDIP dan Partai Demokrat masing-masing menempati posisi kedua dan ketiga, dengan jumlah kasus yang signifikan pada periode yang sama.

    Selain tiga partai besar tersebut, beberapa partai lain juga masuk dalam daftar, seperti PAN, PPP, NasDem, Hanura, Gerindra, PKS, dan PKB.