Event: Hari Pancasila

  • Momen Hangat Prabowo-Gibran dan Megawati di Hari Lahir Pancasila

    Momen Hangat Prabowo-Gibran dan Megawati di Hari Lahir Pancasila

    Jakarta (beritajatim.com) – Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka bertemu Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri dalam suasana hangat jelang upacara peringatan Hari Lahir Pancasila di Gedung Pancasila, Jakarta, Senin pagi (2/6/2025). Pertemuan ini menjadi simbol harmoni lintas generasi dalam bingkai ideologi Pancasila.

    Megawati, yang juga Ketua Umum PDI Perjuangan, hadir mengenakan kemeja putih lengan panjang. Ia duduk bersebelahan dengan Wakil Presiden ke-6 RI Try Sutrisno. Tak lama kemudian, Prabowo berpindah tempat duduk, mendekat dan duduk tepat di samping Megawati, menunjukkan suasana akrab dan penuh rasa saling menghormati.

    Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi tampak bergabung dalam perbincangan singkat tersebut, menunduk setengah jongkok di antara keduanya untuk menyimak obrolan hangat sebelum upacara dimulai.

    Dalam momen lainnya, Megawati terlihat berjalan bersama Prabowo dan Gibran menuju mimbar kehormatan. Ia berada tepat di sisi belakang Prabowo, diapit oleh Gibran, memperlihatkan kebersamaan simbolik antar pemimpin nasional di tengah peringatan sakral ideologi negara.

    Upacara Hari Lahir Pancasila tahun ini mengusung tema “Memperkokoh Ideologi Pancasila Menuju Indonesia Raya,” menekankan pentingnya persatuan dan kebersamaan dalam membangun masa depan bangsa. [hen/beq]

  • Prabowo: Melihat Pejabat dan Pemimpin Melanggar, Laporkan!
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        2 Juni 2025

    Prabowo: Melihat Pejabat dan Pemimpin Melanggar, Laporkan! Nasional 2 Juni 2025

    Prabowo: Melihat Pejabat dan Pemimpin Melanggar, Laporkan!
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden
    Prabowo
    Subianto meminta masyarakat tidak ragu melaporkan apabila memiliki bukti dugaan penyelewengan oleh pejabat pemerintah.
    Hal itu disampaikan Prabowo dalam upacara peringatan
    Hari Lahir Pancasila
    di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Senin (2/6/2025).
    “Jangan ragu-ragu, melihat pejabat, pemimpin melanggar laporkan!” kata Prabowo dalam pengarahannya, Senin.
    Bahkan, Kepala Negara menyebut, masyarakat bisa menyiarkan bukti dari dugaan penyelewengan tersebut di tengah kemajuan teknologi seperti saat ini.
    “Sekarang kita punya teknologi, setiap rakyat di desa bisa menggunakan gadget. Kalau ada bukti segera siarkan, jangan mau terima penyelewengan, jangan mau terima pejabat yang berbuat sekehendak dirinya dan tidak setia kepada bangsa dan negara,” ujar Prabowo.
    Sebelumnya, Prabowo mengingatkan kepada para pemimpin dari pusat sampai ke desa untuk menjaga kepercayaan rakyat dan jangan menipu atau mencuri kekayaan rakyat.
    “Wujud kesetiaan kita kepada Pancasila, wujud kesetiaan kita kepada NKRI adalah seluruhnya terutama para pemimpin, pemimpin di pusat, pemimpin di provinsi, pemimpin di kabupaten/kota, pemimpin di desa, jaga kepercayaan rakyat, jangan menipu rakyat, jaga kekayaan rakyat, jangan mencuri dari kekayaan rakyat,” kata Prabowo.
    “Kalau tidak mampu, jangan masuk ke pemerintahan. Kalau tidak mampu, jangan menerima mandat dari rakyat, Marilah kita yakinkan bahwa Pancasila hidup. Pancasila bukan sekadar mantra,” ujarnya melanjutkan.
    Dalam kesempatan tersebut, Prabowo mengakui bahwa masih banyak penyelewenangan, manipulasi hingga
    korupsi
    di negeri ini, yang sayangnya dilakukan oleh para elite bangsa terutama para wakil rakyat.
    Tak hanya dilakukan oleh wakil rakyat, Prabowo mengatakan, sikap mental yang tidak baik tersebut juga masih didapati dalam tubuh pemerintahannya.
    “Saudara-saudara sekalian, kita sekarang semakin sadar betapa besar kekayaan kita, tapi kita juga harus sadar bahwa kita masih banyak kekurangan, masih banyak tantangan, kekurangan kita terutama menurut pendapat saya adalah sikap mental para elit bangsa,” ujar Prabowo.
    “Terutama mereka-mereka yang pegang jabatan jabatan penting sebagai wakil rakyat sebagai utusan rakyat dan sebagai mandataris rakyat, saya sebagai Presiden RI melihat masih terlalu banyak penyelewengan, masih terlalu banyak korupsi, masih terlalu banyak manipulasi yang dilaksanakan justru di tubuh pemerintahan, di tubuh kekuasaan,” katanya lagi.
    Oleh karena itu, Prabowo mengimbau dan mengajak semua unsur yang telah diberikan kepercayaan oleh rakyat untuk memperbaiki diri dan sistem, serta mengamalkan nilai-nilai luhur Pancasila.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jatim Sering Dibandingkan dengan Jabar, Ini Kata Plt Gubernur

    Jatim Sering Dibandingkan dengan Jabar, Ini Kata Plt Gubernur

    Blitar (beritajatim.com) – Kinerja Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur sering kali dibanding-bandingkan dengan Gubernur Jawa Barat oleh para netizen. Tidak sedikit netizen yang membandingkan kinerja Khofifah Indar Parawansa-Emil Elestianto Dardak dengan Dedi Mulyadi.

    Terkait hal itu, Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak pun angkat bicara. Menurut Emil, perbandingan ini merupakan hal yang baik dan justru menjadi satu iklim untuk saling memacu kinerja.

    “Berlomba-lomba dalam suatu kebaikan adalah sesuatu yang bagus, banyak hal yang bisa dipetik, banyak kekhasan Jawa Timur yang saya rasa ini menjadi satu iklim yang memacu kita bersama,” ucap Emil usai memimpin upacara hari lahir Pancasila di Kota Blitar, Senin (2/5/2025).

    Emil nampaknya tidak mau ambil pusing soal perbandingan kinerja pemerintahannya dengan daerah lain. Wakil dari Khofifah itu saat ini ingin fokus meningkatkan kinerja dan terus menciptakan terobosan program untuk kesejahteraan masyarakat Jawa Timur.

    “Beasiswa yang 70 ribu tadi, Ibu Gubernur sudah menunjukkan bahwa kita memberikan 70 ribu beasiswa baik di negeri maupun swasta, jadi yang tidak keterima di negeri pun ke kopen gitu,” jelasnya.

    Bagi Emil perbandingan yang diungkapkan netizen ini, akan jadi pemicu untuk terus meningkatkan kinerjanya. Dirinya dan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa pun berkomitmen untuk terus bekerja maksimal agar masyarakat Jawa Timur bisa sejahtera. [owi/beq]

  • Momen Akrab Prabowo-Megawati di Upacara Hari Lahir Pancasila, Saling Berbisik hingga Bercanda – Page 3

    Momen Akrab Prabowo-Megawati di Upacara Hari Lahir Pancasila, Saling Berbisik hingga Bercanda – Page 3

    Namun, Muzani tak mengetahui apa yang dicarakan oleh kedua tokoh tersebut saat berbisik-bisik. “Di antara keduanya juga ada berbisik, yang saya terus terang belum tahu apa yang dibisikkan,” kata Muzani.

    Menurut dia, pertemuan para tokoh bangsa ini merupakan momentum yang mengharukan. Terlebih, para pemimpin dan tokoh bangsa duduk di satu meja untuk bercanda, berbincang, saling bersalaman, bersilaturahmi, dan bertegur sapa.

    “Tapi keakraban, kekeluargaan penuh mewarnai dan menjadi pemandangan di depan mata kami. Sekarang itu kami bersyukur, bergembira dan bersenang karena pemimpin-pemimpin bangsa semuanya saling tegur sapa, saling bersalaman dan saling ngobrol,” tutur dia.

    Sekjen Partai Gerindra ini pun berharap, pertemuan para tokoh dan pemimpin bangsa tetap bisa berlanjut ke depannya. “Mudah-mudahan, mudah-mudahan. Iya, iya sepertinya begitu,” ucap Muzani.

  • Hari Lahir Pancasila, Prabowo Ajak Rakyat Bersatu dan Hilangkan Gontok-gontokan – Page 3

    Hari Lahir Pancasila, Prabowo Ajak Rakyat Bersatu dan Hilangkan Gontok-gontokan – Page 3

    Prabowo mengingatkan saat ini dunia dihadapkan dengan ketidakpastian, tantangan globalisasi, distruksi teknologi, perubahan sosial yang cepat, dan konflik antar negara besar. Meski begitu, dia bersyukur Indonesia saat ini menjadi negara dengan ekonomi terbesar ke-16 di dunia.

    “Kita bersyukur bahwa kita sekarang sudah mulai merasakan bangsa Indonesia sebagai bangsa ke-4 terbesar di dunia dari segi jumlah penduduk, tapi juga bangsa di dunia yang sudah mencapai ke-16 ekonomi terbesar dan dari tahun ke tahun menuju kekuatan demi kekuatan,” jelas Prabowo.

     

  • Wabup Tuban Ajak ASN Jadikan Pancasila Kompas Moral Hadapi Era Disrupsi

    Wabup Tuban Ajak ASN Jadikan Pancasila Kompas Moral Hadapi Era Disrupsi

    Tuban (beritajatim.com) – Wakil Bupati Tuban Joko Sarwono mengajak seluruh aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemkab Tuban untuk menjadikan Pancasila sebagai pedoman dalam menghadapi berbagai tantangan zaman, mulai dari disrupsi teknologi, krisis global, hingga kedaulatan digital. Hal ini disampaikan saat memimpin upacara peringatan Hari Lahir Pancasila dan Hari Kebangkitan Nasional ke-117, Senin (2/6/2025).

    Menurut Joko, dua momentum bersejarah ini bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan saat yang tepat untuk merefleksikan kembali semangat persatuan dan nasionalisme sebagai fondasi kemajuan bangsa.

    “Hari Lahir Pancasila dan Hari Kebangkitan Nasional adalah dua tonggak penting yang saling melengkapi yakni satu sebagai dasar ideologis bangsa, dan satu lagi sebagai titik awal kesadaran kolektif untuk bangkit dari penjajahan menuju kemerdekaan,” ungkap Joko.

    Ia menekankan bahwa nilai-nilai luhur Pancasila harus diinternalisasi secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila, lanjutnya, bukan hanya dokumen historis, tetapi merupakan jiwa bangsa dan kompas moral dalam menghadapi perkembangan zaman yang serba cepat dan penuh tantangan.

    Sebab di dalam Pancasila terkandung nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Demokrasi, dan Keadilan Sosial, yang menurutnya sejalan dengan semangat kebangkitan nasional yang menyala sejak 1908.

    “Mari kita semangat membangun dari bawah, melibatkan semua pihak, dan berpihak pada rakyat merupakan wujud nyata dari Pancasila yang hidup dan bekerja dalam realitas keseharian,” tegasnya.

    Dalam kesempatan tersebut, Joko juga mengajak seluruh peserta upacara dan masyarakat Tuban untuk terus menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam hati dan tindakan, serta menjaga bara kebangkitan nasional melalui kerja nyata demi Indonesia yang lebih kuat, adil, dan bermartabat.

    “Jayalah Indonesia Raya,” tutupnya. [dya/beq]

  • Prabowo: Pejabat Tak Sanggup Bekerja Lebih Baik Mundur

    Prabowo: Pejabat Tak Sanggup Bekerja Lebih Baik Mundur

    Jakarta, Beritasatu.com – Presiden Prabowo Subianto secara tegas meminta para pejabat pemerintahan yang tidak mampu menjalankan tugas dengan baik untuk mengundurkan diri sebelum diambil tindakan pemberhentian. Hal ini dia sampaikan saat memberi pidato dalam upacara peringatan Hari Lahir Pancasila di Gedung Pancasila, Jakarta Pusat, pada Senin (2/6/2025).

    “Semua pejabat yang tidak mampu melaksanakan tugas lebih baik mundur sebelum saya berhentikan,” tegas Prabowo di hadapan para pejabat negara dan tamu undangan.

    Presiden juga menyerukan seluruh kementerian dan lembaga untuk berbenah diri dan menunjukkan kesetiaan kepada negara.

    Eks menteri pertahanan itu menegaskan siapa pun yang tidak setia dan melanggar konstitusi akan ditindak tanpa pandang bulu.

    “Negara akan bertindak. Mereka yang tidak setia kepada negara akan kita singkirkan tanpa ragu, tanpa melihat keluarga siapa, partai mana, suku apa,” ujar Prabowo.

    Kritik terhadap Sikap Mental Elite

    Dalam pidatonya, Prabowo juga menyoroti persoalan mentalitas elite bangsa yang dinilai belum mencerminkan sikap sebagai wakil rakyat.

    Prabowo menyebut masih banyak praktik korupsi dan manipulasi yang terjadi justru di dalam tubuh pemerintahan sendiri.

    “Masih terlalu banyak penyelewengan, korupsi, dan manipulasi yang dilakukan pejabat negara. Ini harus dihentikan,” tegasnya.

    Lebih lanjut, dia mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila, bukan hanya sekadar menjadikannya slogan.

    Dia juga mendorong masyarakat untuk melaporkan penyimpangan yang dilakukan pejabat, termasuk dengan memanfaatkan teknologi.

    “Jangan ragu melihat pelanggaran. Laporkan! Gunakan gadget, gunakan bukti, jangan biarkan pejabat bertindak semaunya,” ujar Prabowo menutup pidatonya.

  • Gestur Hormat Prabowo ke Megawati Dinilai Lanjutkan Tradisi Kenegarawanan Para Tokoh Bangsa

    Gestur Hormat Prabowo ke Megawati Dinilai Lanjutkan Tradisi Kenegarawanan Para Tokoh Bangsa

    Jakarta (beritajatim.com) – Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Presiden Terpilih Prabowo Subianto tampil bersama dalam peringatan Hari Lahir Pancasila di Monumen Pancasila Sakti, Jakarta Timur, Minggu (1/6/2025). Kehadiran keduanya dalam satu panggung kenegaraan dianggap sebagai simbol kelanjutan tradisi kenegarawanan di Indonesia.

    Ketua DPP PDIP Said Abdullah menyebut, momen tersebut menunjukkan kedewasaan politik dua tokoh bangsa yang telah lama menjalin hubungan baik.

    “Ibu Prof Dr Hj Megawati Soekarnoputeri selaku Ketua Dewan Pengarah BPIP bersama Presiden Prabowo Subianto hadir pada puncak peringatan Hari Pancasila. Dalam hemat saya itu wujud kenegarawanan beliau berdua,” ujarnya.

    Said menilai, penghormatan yang diberikan Presiden Prabowo kepada Megawati bukan sekadar basa-basi politik. Dalam pidatonya, Prabowo secara eksplisit menyebut Megawati lebih dulu dibanding tokoh-tokoh lainnya. Menurut Said, hal itu mencerminkan penghargaan terhadap peran Megawati sebagai Presiden Kelima RI dan Ketua Dewan Pengarah BPIP.

    “Kita semua tahu Ibu Mega dan Pak Prabowo bersahabat sejak lama. Hubungan beliau berdua terajut dengan baik sejak lama, baik dalam konteks politik, apalagi dalam urusan strategis, menyangkut ideologi negara Pancasila,” kata Said.

    Ia menambahkan, pertemuan Prabowo dan Megawati pada 9 April 2025 lalu di kediaman Megawati di Menteng memperkuat sinyal positif tersebut. Prabowo juga sebelumnya bersilaturahmi ke sejumlah tokoh bangsa, yang dinilai sebagai ikhtiar membangun stabilitas politik nasional.

    Said menyoroti bahwa hubungan hangat antartokoh bangsa adalah warisan dari generasi terdahulu. Ia mencontohkan bagaimana Buya Hamka menjadi imam salat jenazah Presiden Soekarno, meski keduanya sempat berbeda pandangan politik secara tajam.

    “Ibu Mega dan Presiden Prabowo saya kira juga melanjutkan tradisi dari para pemimpin bangsa sebelumnya. Dahulu banyak tokoh politik bangsa yang berbeda haluan politik, berbeda dalam menempuh jalan kebijakan, namun mereka semua bisa berhubungan baik, menjaga silaturahmi,” tutur Said.

    Menurutnya, tradisi kenegarawanan seperti ini hanya bisa dimaknai oleh mereka yang memiliki kedewasaan dalam berbangsa dan bernegara. “Hal-hal seperti ini hanya bisa dimaknai dan dipahami oleh mereka yang memang sudah zuhud dalam berbangsa dan bernegara,” tandasnya. [beq]

  • Prabowo-Megawati Berbisik di Sela Acara Hari Lahir Pancasila, Bahas Apa?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        2 Juni 2025

    Prabowo-Megawati Berbisik di Sela Acara Hari Lahir Pancasila, Bahas Apa? Nasional 2 Juni 2025

    Prabowo-Megawati Berbisik di Sela Acara Hari Lahir Pancasila, Bahas Apa?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani menyebutkan, Presiden
    Prabowo Subianto
    dan Presiden ke-5
    Megawati Soekarnoputri
    sempat berbisik-bisik di sela-sela momen peringatan
    Hari Lahir Pancasila
    di Gedung Pancasila, Jakarta Pusat, Senin (2/6/2025).
    Ia mengaku belum tahu apa yang dibisikkan, meski tidak menutup kemungkinan soal rencana pertemuan lanjutan keduanya.
    “Di antara keduanya juga ada berbisik, yang saya terus terang belum tahu apa yang dibisikkan. Sepertinya begitu (soal pertemuan kembali), tapi saya belum tahu,” kata Muzani usai
    Upacara Hari Lahir Pancasila
    , Senin.
    Muzani menyebutkan, momen itu terjadi di ruang tunggu sebelum upacara dimulai.
    Ia mengatakan, suasana di ruang tunggu itu memang ramai.
    Selain Prabowo dan megawati, ada pula Wakil Presiden
    Gibran Rakabuming Raka
    , Wakil Presiden ke-6 Try Sutrisno dan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla
    Muzani menuturkan, pertemuan antara Prabowo dan Megawati berlangsung sangat akrab.
    Terdapat suasana penuh kekeluargaan sehingga keduanya banyak bercanda.
    “Keakraban, kekeluargaan, penuh mewarnai dan menjadi pemandangan di depan mata kami. Sekarang itu kami bersyukur, bergembira dan bersenang karena pemimpin-pemimpin bangsa semuanya saling tegur sapa, saling bersalaman dan saling ngobrol,” ucap Muzani.
    Muzani mengungkapkan, Megawati juga sempat berbincang dan bercanda dengan Gibran yang duduk di hadapannya.
    “Iya (ngobrol dengan Bu Mega). Bercanda-canda juga. Bercanda di antara kita. Yang ada di holding, ada saya, ada Pak Prabowo,” kata dia.
    Menurut Muzani, momen kebersamaan ini merupakan gambaran bagus bahwa pemimpin bangsa duduk satu meja untuk bercanda, ngobrol, saling bersalaman, saling bersilaturahmi, dan saling bertegur sapa.
    “Saya kira ini sebuah, di hari kita memperingati kelahiran Pancasila ini, saya kira momentum yang sangat bagus dan sangat mengharukan,” kata Muzani.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • GenEtika Nusantara di era simulakra

    GenEtika Nusantara di era simulakra

    Sejumlah peserta mengikuti Karnaval Pancasila di Denpasar, Bali, Minggu (1/6/2025). Karnaval Pancasila diikuti puluhan peserta dari berbagai paguyuban tersebut digelar untuk memperingati Hari Lahir Pancasila dan memperkuat toleransi dalam menjaga keberagaman. ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/rwa. (ANTARA FOTO/NYOMAN HENDRA WIBOWO)

    Pancasila 5.0: GenEtika Nusantara di era simulakra
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Senin, 02 Juni 2025 – 11:47 WIB

    Elshinta.com – Setiap 1 Juni, bangsa Indonesia berdiri dalam momen transenden; menoleh ke masa lalu, menghadap masa depan. Setiap 1 Juni, kita memperingati Hari Lahir Pancasila. 

    Tapi Pancasila bukan sekadar dokumen sakral dari masa 1945. Ia bukan fosil ideologis yang disembah, tanpa dipahami, melainkan merupakan dokumen hidup, yang terus tumbuh dalam denyut zaman, dalam interaksi antara adat, teknologi, spiritualitas, dan kecerdasan kolektif.

    Hari kelahiran Pancasila bukan hanya peristiwa sejarah, melainkan juga sebagai  event ontologis, momen ketika bangsa Indonesia menyatakan eksistensinya, bukan hanya secara geografis, tetapi juga secara filosofis. Di sinilah kita memahami Pancasila bukan sebagai lima kalimat normatif, tetapi sebagai genom kebudayaan, kode-kode nilai yang mengatur kerja kehidupan berbangsa dan bernegara, dalam bentuk yang terus mengalami ekspresi baru, seiring waktu.

    Jika kita membaca Pancasila dengan pendekatan filologi, antropologi, dan bahkan neurofilsafat, maka kita akan menemukan bahwa ia merupakan sulaman dari lapisan-lapisan sejarah panjang Nusantara. Dari mantra dalam Kakawin Sutasoma, ke arsitektur sosial Minangkabau, hingga naskah-naskah kuno Bugis dan Bali, nilai-nilai yang kini kita kenal sebagai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Demokrasi, dan Keadilan telah lama hidup dalam bentuk adat dan laku.

    Soekarno pada 1 Juni 1945 bukan menciptakan Pancasila dari kekosongan, melainkan mengekstraknya dari roh bangsa, dari nadi peradaban yang mengalir di tubuh Indonesia. Di sinilah Pancasila memiliki sifat fenomenologis, ia bukan ide asing, tetapi artikulasi dari pengalaman batin kolektif bangsa.

    Namun, hari ini, kita hidup dalam zaman yang tidak lagi linier. Dunia sedang bergerak menuju technological singularity, sebuah titik kritis di mana kecerdasan buatan, bioteknologi, dan quantum computing melampaui batas kendali manusia. Di tengah laju eksponensial ini, Pancasila harus melakukan mutasi etik: dari teks statis menjadi meta-framework (kerangka makna) yang mampu menavigasi manusia melintasi etika teknologi.

    Etikopoliteknologi

    Kita hidup dalam dunia yang didominasi oleh biopolitik, kebijakan tentang tubuh, data, gen, dan jiwa. Negara hari ini tidak hanya mengatur batas teritorial, tetapi juga algoritma AI, rekayasa genetik (CRISPR), pengumpulan data biometrik, hingga jaringan sosial yang mempengaruhi persepsi kebenaran.

    Sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa”, harus diredefinisi bukan semata doktrin agama, melainkan sebagai prinsip transendental etik, nilai moral universal yang menjadi pagar bagi eksploitasi kehidupan oleh teknologi. Kita butuh etika spiritual untuk menjawab pertanyaan, bolehkah manusia “mendesain” manusia lain, dengan rekayasa genetika? Apakah kecerdasan buatan boleh mengambil alih keputusan medis, hukum, atau bahkan spiritual?

    Sila kedua, “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, kini menjadi dasar bagi humanisme algoritmik. Dunia algoritma tidak netral. AI bisa bias, diskriminatif, bahkan represif bila tidak dikawal. Maka, Pancasila bukan hanya alat moral, tetapi firewall sosial yang mencegah otoritarianisme digital.

    Sila Ketiga, Persatuan Indonesia, kini bermakna simbiosis digital, penyatuan keragaman dalam arsitektur teknologi yang inklusif dan etis. Di era simulakra dan algoritma, persatuan bukan keseragaman, melainkan harmoni empatik dalam interkoneksi sosial. Dalam geopolitik digital, ia menjadi tameng kedaulatan siber dan identitas nasional dari kolonialisme data.

    Sila Keempat mencerminkan demokrasi deliberatif, musyawarah berbasis hikmah, bukan sekadar suara mayoritas. Di era digital, kita butuh sistem e-deliberasi dan AI yang etis, reflektif, serta memahami konteks budaya. Melalui teknologi, seperti web3 dan blockchain, rakyat bisa turut serta membentuk kebijakan secara inklusif, adil, dan transparan.

    Sila kelima, “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, menjadi sangat relevan ketika kita bicara distribusi kekayaan di era ekonomi digital. Siapa yang mendapat akses terhadap energi terbarukan, pendidikan AI, dan pelayanan nanomedicine? Di sinilah Pancasila harus menjadi prinsip dasar untuk mewujudkan ekonomi etis berbasis solidaritas, bukan sekadar pasar bebas.

    Collaborative Intelligence

    Gotong royong bukan nostalgia kampung, tetapi formasi epistemik yang sangat futuristik. Di dunia yang semakin kompleks, problem global, seperti pandemi, perubahan iklim, dan disinformasi tidak bisa diselesaikan oleh individu, negara, atau satu sektor saja. Diperlukan collective problem-solving, yang dalam bahasa Bung Karno dan bahasa budaya masyarakat kita disebut “gotong royong.”

    Gotong royong dalam konteks ini adalah collaborative intelligence, kecerdasan kolektif yang terdistribusi antaraktor negara dan non-negara, seperti ilmuwan, seniman, pelaku startup, komunitas adat, hingga AI itu sendiri. Prinsip deliberasi dalam sila keempat harus diterjemahkan ke dalam sistem digital deliberative democracy, di mana keputusan publik tidak dibuat oleh segelintir elite, tetapi melalui partisipasi yang luas dan etis, termasuk di dunia maya.

    Pendidikan Pancasila tidak bisa lagi mengandalkan metode hafalan dan ceramah moral. Kita butuh pendekatan transdisipliner dan eksperiensial, di mana Pancasila bukan hanya diajarkan, tapi dialami dalam kehidupan sehari-hari, melalui project-based learning, kerja sosial digital, serta eksperimen kewarganegaraan di ruang virtual.

    Kurikulum 6.0 berpotensi menantang siswa untuk merumuskan “Keadilan Sosial” dalam ekosistem kripto, atau mendiskusikan “Ketuhanan” dalam konteks metaverse. Di sini, Pancasila menjadi filsafat hidup yang tidak hanya menjawab masa kini, tetapi mengantisipasi masa depan.

    Genom kebangsaan

    Di ranah bioteknologi, kita mengenal istilah genome editing, proses mengubah cetak biru genetik untuk memperbaiki penyakit atau meningkatkan kapasitas biologis. Maka mari kita gelorakan dengan bangga bahwa Pancasila adalah genom sosial Indonesia, DNA kolektif yang membentuk siapa kita, dan ke mana kita menuju.

    Namun, seperti halnya genom biologis, genom Pancasila juga rentan terhadap mutasi. Ideologisasi sempit, reduksi simbolik, dan distorsi kekuasaan. Tugas kitalah menjadi etika rekayasa bagi Pancasila, menjaganya agar tetap adaptif, namun tidak kehilangan identitasnya.

    Di tengah dunia yang tercerai oleh konflik, krisis iklim, dan perang narasi, Pancasila dapat menjadi tawaran etis dari Selatan Global (Global South). Suatu filosofi kebangsaan yang spiritual, namun rasional, nasional namun kosmopolit, tradisional namun sangat futuristik. Di sinilah Pancasila berperan sebagai soft power global.

    Indonesia amat berpotensi memimpin forum internasional, bukan dengan kekuatan militer atau ekonomi, tetapi dengan kekuatan nilai, yakni mendamaikan konflik berbasis identitas, menawarkan platform dialog antaragama, dan menjadi laboratorium bagi demokrasi partisipatif berbasis adat dan AI.

    Menuju Nusantara 5.0

    Jika Jepang mengenalkan Society 5.0, sebuah tatanan sosial berbasis AI dan IoT, maka Indonesia bisa membangun Nusantara 5.0, yakni peradaban digital yang mengakar pada kearifan lokal dan spiritualitas ekologis. Di sinilah Pancasila menjadi operating system dari tatanan itu, mengatur bagaimana manusia, mesin, dan makhluk hidup lain berinteraksi dalam kesetimbangan.

    Pancasila 5.0 bukan ide utopis. Ia adalah kerja harian; dalam desain kebijakan publik yang adil, dalam teknologi yang humanistik, dalam media yang edukatif, dan dalam ruang sosial yang terbuka bagi keberagaman. Dalam metafora Whitehead tentang proses menjadi (process philosophy), realitas adalah sungai yang tidak pernah diam. Maka Pancasila pun bukan monumen, tetapi sungai yang mengalir dari masa lalu, melintasi kini, menuju cakrawala.

    Hari ini, kita bukan hanya memperingati kelahiran Pancasila, tapi membidani kelahiran barunya. Dalam bahasa genetik, dalam sistem digital, dalam bentuk diplomasi budaya, dan dalam laku harian masyarakat. Tugas kita bukan membekukan Pancasila dalam keabadian simbolik, tetapi memastikan ia terus berdenyut sebagai jiwa zaman. Ia adalah benih nilai yang tumbuh dari akar leluhur, dan kini bersiap menjulang menjadi pohon peradaban masa depan.

    Selama Pancasila hidup dalam nalar, nurani, dan tindakan kolektif bangsa, Indonesia bukan sekadar akan bertahan, melainkan bangkit sebagai poros kemajuan global. Pancasila adalah kode genetik Nusantara. Masa depan adalah manifestasi luhur dari nilai-nilai itu yang menjelma dalam teknologi, budaya, dan kebijakan dunia.

    Sumber : Antara