Eri Cahyadi Respons Positif Putusan MK yang Pisah Pemilu Nasional dan Daerah
Tim Redaksi
SURABAYA, KOMPAS.com
– Wali Kota
Surabaya
,
Eri Cahyadi
merespons putusan
Mahkamah Konstitusi
(
MK
) perihal pemisahan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah pada tahun 2029.
Eri mendukung keputusan MK terkait
pemisahan pemilu
tersebut.
Dia memperkirakan, skema itu bisa berjalan lebih baik dibandingkan dilaksanakan secara serempak.
“Kalau itu sudah diputuskan, tapi memang lebih baik kalau dipastikan ada perbedaan, tidak berbarengan, itu memang jauh lebih baik,” kata Eri di DPRD
Surabaya
, Senin (30/6/2025).
Selain itu, menurut Eri, hal itu mempermudah masyarakat dalam memberikan hak suaranya.
Para pemilih memiliki waktu untuk berpikir menentukan pilihannya.
“Sehingga apa? Sehingga tidak berbarengan dan tidak menimbulkan gesekan yang seperti kemarin,” katanya.
“Orang itu bosan, mari (habis) presiden, pileg (pemilihan legislatif),
maringono
(setelahnya) pilkada (pemilihan kepala daerah) sama DPRD Kota, daerah, mungkin dipisah lebih bagus,” ucap Eri.
Meski demikian, kata Eri, MK pasti sudah memiliki pertimbangan sendiri sebelum mengeluarkan keputusan tersebut, terutama dengan memikirkan manfaat untuk masyarakat secara luas.
“Tapi itu saya yakin banyak pertimbangan, dan saya yakin keputusan itu pasti akan mempertimbangkan lebih baik manfaatnya daripada mudaratnya, makanya diambil keputusan itu,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, putusan MK yang memerintahkan pemisahan antara pemilu nasional dan pemilu daerah mulai 2029 dinilai sebagai momentum penting untuk memperbaiki tata kelola pemilu.
Putusan ini dinilai bisa meringankan beban penyelenggara pemilu dan berpotensi meningkatkan kualitas partisipasi rakyat dalam pesta demokrasi.
Lebih jauh, putusan MK tersebut juga dianggap membuka jalan dilaksanakannya revisi besar-besaran terhadap undang-undang kepemiluan melalui pendekatan
omnibus law.
Dalam putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024, MK menyatakan bahwa pemilu nasional dan daerah tidak lagi dilakukan secara serentak.
Pemilu nasional akan difokuskan pada pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR, serta DPD.
Sementara itu, pemilu daerah yang mencakup pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, wali kota/wakil wali kota, serta anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota, dilakukan pada waktu yang berbeda.
Wakil Ketua MK Saldi Isra menyampaikan bahwa Mahkamah mempertimbangkan pembentuk undang-undang yang belum melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019.
Selain itu, MK melihat DPR maupun pemerintah sedang mempersiapkan upaya untuk melakukan reformasi terhadap semua undang-undang yang terkait dengan Pemilu.
“Dengan pendirian tersebut, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa semua model penyelenggaraan pemilihan umum, termasuk pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota yang telah dilaksanakan selama ini tetap konstitusional,” ujar Saldi di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Eri Cahyadi Respons Positif Putusan MK yang Pisah Pemilu Nasional dan Daerah Surabaya 30 Juni 2025
/data/photo/2025/06/30/6862580292d8d.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)