Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the acf domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/xcloud.id/public_html/wp-includes/functions.php on line 6121
Emas Logam Mulia Jadi Buruan, Sadarkah Pajaknya Tinggi? – Xcloud.id
Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Emas Logam Mulia Jadi Buruan, Sadarkah Pajaknya Tinggi?

Emas Logam Mulia Jadi Buruan, Sadarkah Pajaknya Tinggi?

PIKIRAN RAKYAT – Logam mulia, khususnya emas, kerap dianggap sebagai instrumen investasi yang aman dan menguntungkan. Nilainya cenderung naik dari waktu ke waktu, menjadikannya incaran banyak orang.

Akan tetapi, di balik gemerlap emas sebagai aset, ada satu hal yang sering luput dari perhatian: pajak penghasilan (PPh) atas keuntungan penjualan emas.

Contoh Kasus: Untung dari Emas, Jangan Lupa Pajak

Ambil contoh seorang karyawan bernama Agus. Dia rutin membeli 1 gram emas tiap bulan selama 10 tahun terakhir, hingga terkumpul 120 gram.

Pada saat harga emas melonjak, Agus memutuskan menjual seluruh simpanannya dan mendapatkan Rp180 juta. Rencananya, uang itu akan digunakan untuk membeli mobil impian.

Akan tetapi, Agus adalah warga negara yang patuh. Dia tahu bahwa berdasarkan Pasal 4 UU Pajak Penghasilan, keuntungan dari penjualan harta, termasuk logam mulia, adalah objek pajak. Maka, Agus pun menghitung berapa besar pajak yang harus ia setor atas keuntungan emasnya.

Menghitung Keuntungan

Agus mencatat bahwa total biaya pembelian emas selama 10 tahun adalah Rp130 juta. Sementara, ia menjualnya seharga Rp180 juta. Artinya, ada keuntungan sebesar Rp50 juta yang harus dikenai pajak penghasilan.

Namun karena penghasilan dari penjualan emas bukanlah PPh final, maka keuntungan tersebut harus digabungkan dengan penghasilan lain yang dimiliki Agus dalam setahun.

Penghasilan dari Pekerjaan

Sebagai karyawan, Agus memperoleh gaji bulanan sebesar Rp15 juta, atau Rp180 juta per tahun. Agus berstatus lajang tanpa tanggungan, sehingga memiliki penghasilan tidak kena pajak (PTKP) sebesar Rp54 juta. Artinya, penghasilan kena pajak dari pekerjaannya adalah:

Rp180 juta – Rp54 juta = Rp126 juta

PPh yang dikenakan sesuai tarif progresif:

5% dari Rp60 juta pertama = Rp3 juta 15% dari Rp66 juta berikutnya = Rp9,9 juta

Total PPh = Rp12,9 juta, dan jumlah ini sudah dipotong oleh perusahaan tempat Agus bekerja.

Penghasilan Bertambah: Tambah Pajak?

Ketika Agus menambahkan Rp50 juta keuntungan emas ke dalam penghasilannya, total penghasilan setahunnya menjadi:

Rp180 juta + Rp50 juta = Rp230 juta

Setelah dikurangi PTKP sebesar Rp54 juta, penghasilan kena pajaknya menjadi:

Rp230 juta – Rp54 juta = Rp176 juta

PPh progresifnya:

5% dari Rp60 juta = Rp3 juta 15% dari Rp116 juta = Rp17,4 juta Total PPh terutang = Rp20,4 juta

Karena sebelumnya sudah dipotong Rp12,9 juta oleh perusahaan, maka Agus harus menyetor sendiri sisanya:

Rp20,4 juta – Rp12,9 juta = Rp7,5 juta Kenapa Harus Bayar Sendiri?

Karena perusahaan hanya memotong pajak dari gaji bulanan, bukan dari keuntungan pribadi seperti penjualan emas, maka kelebihan pajak ini harus dilaporkan dan dibayar sendiri oleh Agus saat mengisi SPT Tahunan.

Pajak Emas: Wajib Dicermati Investor

Banyak orang membeli emas sebagai investasi jangka panjang. Namun ketika dijual dan menghasilkan keuntungan, banyak yang lupa bahwa ada kewajiban pajak yang mengikuti. Apalagi, tidak semua keuntungan dari penjualan emas bisa dikenakan tarif final seperti pada transaksi reksadana atau deposito.

Dalam kasus Agus, karena penjualan emas tidak dilakukan oleh badan usaha dan tidak dipotong secara otomatis, maka pajaknya bersifat self-assessment. Artinya, wajib pajak sendiri yang harus sadar dan melaporkannya ke kantor pajak.

Uang Pajak untuk Siapa?

Uang pajak yang dibayarkan oleh masyarakat, seperti Rp7,5 juta dari Agus, tidak hilang begitu saja. Dalam APBN 2025, belanja negara mencapai Rp3.621 triliun, dan hampir 70% di antaranya berasal dari penerimaan pajak.

Anggaran tersebut digunakan untuk membiayai berbagai sektor penting:

Belanja pemerintah pusat, termasuk pendidikan, kesehatan, dan pertahanan Transfer ke daerah dan dana desa untuk pembangunan di pelosok negeri

Dengan membayar pajak, setiap warga negara turut serta membangun infrastruktur, membiayai pendidikan, dan mendanai program-program sosial.

Menjual emas memang bisa memberikan keuntungan besar, apalagi saat harga sedang tinggi. Namun, keuntungan tersebut adalah objek pajak.

Siapa pun yang memperoleh tambahan penghasilan, termasuk dari penjualan aset seperti emas, harus menghitung dan menyetor pajaknya sesuai ketentuan.

Jangan sampai keuntungan emas justru berubah jadi beban karena lalai melaporkan pajak. Menjadi investor yang bijak bukan hanya soal membeli di waktu yang tepat, tapi juga taat pada kewajiban perpajakan. Seperti Agus, yang sadar bahwa setiap rupiah yang disetor adalah kontribusi nyata untuk negeri.***

Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

Merangkum Semua Peristiwa