Jakarta (ANTARA) – Ketidakpastian global yang ditandai oleh perlambatan ekonomi dunia, inflasi yang tinggi di negara maju, serta ketegangan geopolitik telah menjadi tantangan besar bagi perekonomian dunia pada tahun 2024.
Namun, Indonesia menunjukkan kemampuan untuk bertahan dengan baik dalam situasi tersebut. Pemetaan tantangan global yang tengah terjadi saat ini salah satunya dilakukan oleh Kementerian Keuangan ke dalam tiga hal besar. Pertama, konflik geopolitik. Kedua, perubahan kepemimpinan politik di banyak negara. Ketiga, proyeksi ekonomi global dan negara-negara besar di dunia yang masih lemah.
Efek perang Ukraina-Rusia masih terasa. Konflik geopolitik di Timur Tengah dan di Laut China Selatan juga masih belum usai, membuat dunia memang berada dalam situasi global yang tidak pasti, bahkan ada kecenderungan kian memanas.
Ditambah lagi tahun ini banyak negara melakukan pemilihan umum sehingga muncul pimpinan negara baru, baik di negara maju maupun berkembang. Lebih dari 60 negara melakukan pemilihan umum dan melibatkan empat miliar orang di dunia. Perubahan kepemimpinan ini dipastikan akan menimbulkan perbedaan arah kebijakan. Pemilihan umum juga berlangsung di Indonesia dan menciptakan pergantian pimpinan dari Presiden Joko Widodo ke Presiden Prabowo Subianto.
Tantangan lain yang masih membayangi situasi global adalah kondisi perekonomian global yang belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi COVID-19.
Pada 2024, aktivitas ekonomi global cenderung lemah dengan kinerja yang bervariasi antarkawasan. Kinerja ekonomi negara-negara maju masih cukup resilien atau tangguh meski masih lebih rendah dibanding periode sebelum pandemi.
Berbagai dinamika situasi global ini sedikit banyak memberi dampak terhadap perekonomian Indonesia, dan untuk itu diperlukan upaya kolektif dan komprehensif untuk dapat menghadapi tantangan perekonomian global tersebut supaya tetap resilien dan tetap optimis mengalami pertumbuhan yang positif.
Ekonomi dunia diperkirakan hanya tumbuh 3 persen pada 2024, lebih lambat dibandingkan rata-rata sebelum pandemi (IMF, 2024). Faktor-faktor seperti perang di Ukraina, pemulihan pasca-COVID-19 yang tidak merata, dan pengetatan kebijakan moneter di negara maju memberikan tekanan pada ekonomi global.
Sebagai negara berkembang, Indonesia juga menghadapi dampak dari ketidakpastian tersebut, terutama melalui kanal perdagangan, investasi, dan nilai tukar.
Kinerja ekonomi Indonesia
Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1 persen (YoY) hingga kuartal III 2024, sejalan dengan target pemerintah. Konsumsi domestik yang kuat, pemulihan sektor pariwisata, dan peningkatan investasi menjadi pendorong utama pertumbuhan.
Inflasi Indonesia yang terkendali berada pada level 3,4 persen (YoY) per November 2024, berada dalam rentang target Bank Indonesia sebesar 2-4 persen. Kebijakan moneter yang tepat serta subsidi energi dari pemerintah membantu menjaga stabilitas harga.
Terkait ekspor-impor, meskipun harga komoditas global cenderung menurun, ekspor Indonesia tetap tumbuh sebesar 4,2 persen, didukung oleh diversifikasi produk ekspor seperti manufaktur dan produk teknologi informasi. Sementara itu, impor tumbuh 3,9 persen, menunjukkan peningkatan aktivitas produksi domestik.
Sementara itu, nilai tukar rupiah relatif stabil di tengah volatilitas global. Hingga Desember 2024, rupiah berada pada kisaran Rp15.200 per dolar AS, didukung oleh cadangan devisa sebesar 137 miliar dolar AS, cukup untuk membiayai enam bulan impor dan pembayaran utang luar negeri.
Capaian Pemerintah dalam perekonomian
Di bidang investasi infrastruktur, pada tahun 2024 pemerintah telah menyelesaikan beberapa proyek strategis nasional, misalnya tol Trans-Sumatra dan pelabuhan di Kalimantan Timur. Investasi infrastruktur ini tidak hanya meningkatkan konektivitas tetapi juga menarik investasi asing langsung (FDI) yang meningkat 11 persen dibandingkan tahun lalu.
Dalam rangka menghadapi tantangan perubahan iklim, pemerintah meluncurkan insentif untuk pengembangan energi terbarukan. Kapasitas pembangkit listrik tenaga surya meningkat 25 persen pada 2024, sementara Indonesia berhasil menarik komitmen investasi hijau sebesar 2,5 miliar dolar AS dari berbagai negara.
Terkait digitalisasi dan UMKM, Pemerintah mempercepat transformasi digital melalui program literasi digital untuk UMKM. Hingga akhir tahun, 21 juta UMKM telah terhubung dengan platform digital, meningkatkan kontribusi UMKM terhadap PDB hingga 62 persen.
Meski menunjukkan kinerja yang kuat, Indonesia tetap menghadapi beberapa tantangan diantaranya adalah kesenjangan pembangunan regional.
Pertumbuhan ekonomi yang masih terkonsentrasi di Pulau Jawa memerlukan perhatian lebih agar daerah lain dapat mengejar ketertinggalan. Ini sejalan juga dengan pandangan teori Keynesian mengenai pentingnya peran pemerintah dalam menjaga permintaan agregat melalui pengeluaran publik, terutama dalam situasi ketidakpastian global. Investasi infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia menjadi salah satu contoh penerapan teori ini, yang tidak hanya menciptakan lapangan kerja tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi jangka Panjang diseluruh wilayah Republik Indonesia.
Tantangan lain adalah peningkatan produktivitas tenaga kerja. Produktivitas tenaga kerja Indonesia masih rendah dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya. Investasi dalam pendidikan dan pelatihan vokasi harus ditingkatkan, terutama dalam digital talent untuk meningkatkan daya saing global.
Studi McKinsey (2023) menunjukkan bahwa digitalisasi dapat meningkatkan produktivitas hingga 40 persen dalam sektor ekonomi tertentu. Adopsi digital oleh UMKM di Indonesia menjadi bukti nyata bahwa teknologi memainkan peran penting dalam menjaga daya saing di tengah tekanan global.
Hal lain adalah ketahanan energi. Ketergantungan pada energi fosil masih menjadi tantangan. Pemerintah perlu mempercepat transisi energi terbarukan untuk mengurangi risiko terhadap volatilitas harga minyak dunia. Indonesia memiliki potensi besar energi terbarukan, seperti panas bumi (28.5 GW, terbesar di dunia), Hidro (94.5 GW), Energi surya (207.8 GWp), Angin dan bioenergi. Namun, pemanfaatan energi terbarukan baru sekitar 2-3 persen dari total potensi.
Di tengah ketidakpastian global, ekonomi Indonesia menunjukkan resiliensi yang kuat menjelang akhir tahun 2024. Dukungan konsumsi domestik, kebijakan pemerintah yang proaktif, dan transformasi digital menjadi fondasi utama yang menopang perekonomian.
Namun, pemerintah harus terus berfokus pada penyelesaian tantangan struktural untuk memastikan pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan.
Dengan demikian, Indonesia dapat memanfaatkan momentum ini untuk terus memperkuat posisinya di kancah ekonomi global.
*) Dr. M. Lucky Akbar, S.Sos, M.Si, Kepala Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan Jambi
Copyright © ANTARA 2024