Jakarta, Beritasatu.com– Anggaran program makan bergizi gratis dipangkas dari semula Rp 15.000 menjadi Rp 10.000 per porsi per orang. Pemerintah dinilai tak boleh memukul rata biaya produksi makanan dan perlu mempertimbangkan variasi biaya hidup di setiap daerah.
Ekonom senior sekaligus Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyampaikan, anggaran Rp 10.000 per porsi sangat minim, apalagi jika diterapkan di daerah dengan biaya produksi dan biaya hidup tinggi.
“Nilai Rp 10.000 itu sudah tipis banget untuk makan bergizi gratis. Apalagi kalau mempertimbangkan variasi biaya hidup antardaerah. Di luar Jawa terutama, rata-rata lebih mahal dibandingkan di Jawa,” ungkap Faisal, saat ditemui di kantor Core Indonesia, Jakarta, Kamis (19/12/2024).
Menurut Faisal, langkah pemerintah memangkas anggaran makan bergizi gratis demi menjaring sebanyak-banyaknya penerima manfaat adalah keputusan kurang tepat.
“Kita lihat dari UMR (upah minimum regional) saja, UMR itu kan jauh banget bedanya. Antara Jawa Tengah sama Jawa Barat itu saja bisa jauh banget. Nah itu titik hal yang perlu diperhatikan. Jadi jangan one size fits all. Jangan Rp 10.000 untuk seluruh daerah,” tambahnya.
Faisal khawatir, minimnya anggaran makan bergizi gratis tersebut dapat mengurangi kualitas makanan dan pilihan menu. “Artinya, jika diterapkan di daerah-daerah yang biaya produksinya mahal, bisa menurunkan mutu makanannya,” kata dia.
Faisal menilai, kualitas dan pilihan menu makanan yang tidak sesuai dapat berujung pada timbulnya masalah baru, yakni food waste. Apalagi, makan bergizi gratis ini menyasar anak-anak dan ibu hamil yang kerap memiliki preferensi menu tertentu.
“Jadi banyak juga kasus makanan yang sudah dikasihkan saat pilot project (makan bergizi gratis) itu terbuang, karena terima menunya bukan dari preferensi mereka,” tuturnya.