TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dalam situasi global yang tidak menentu masing-masing negara melakukan proteksi terhadap Industri dalam Negeri. Kebijakan Tarif Trump di Amerika adalah bentuk respons terhadap situasi global.
Mayoritas Ekonom Indonesia berpendapat bahwa pemerintah Indonesia perlu mempersiapkan langkah konkret dalam proteksi terhadap industri terdampak.
Antisipasi kebijakan fiskal dan industri ini bukan saja melindungi industri dalam negeri, namun juga bersiap merespon adanya perang harga dari peralihan pasar dan distribusi barang.
Dalam sektor migas Indonesia, seharusnya memberi karpet merah kepada kepentingan dalam negeri bukan asing.
Muhammad Nalar A Khair selaku Ekonom Lembaga Riset Sigmaphi menilai, pemerintah perlu berpihak pada industri pipa nasional. Jangan sampai ada perusahaan yang melanggaran UU pada tender pipa di sektor migas.
Dia mengingatkan, industri sektor migas harus tunduk pada perundang-undangan dan peraturan pemerintah yang berlaku.
“Disaat seluruh dunia, tiap negara melakukan proteksi terhadap industri dalam negerinya, bukan malah memberi karpet merah untuk industri asing. Apalagi dalam UU sudah jelas mensyaratkan produk TKDN yang sudah melebihi 40 persen” Papar Nalar.
Sebagaimana juga menjadi kekhawatiran Asosiasi pabrikan besi dan baja dalam negeri, Hal senada disampaikan oleh The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA), Ismail Mandry menyerukan bahwa pemerintah harus mengantisipasi pasar Indonesia yang akan dibanjiri besi dan baja produk impor. Hal ini sebagai dampak dari peralihan distribusi barang dari AS akibat Tarrif Trump.
Muhammad Nalar A Khair meminta agar pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap masalah ini. Jika pelanggaran UU pada tender pipa di sektor migas dibiarkan, maka ini menjadi preseden buruk bagi keberadaan industri nasional.
Dia menambahkan, perang dagang ini bisa menjadi awal untuk menunjukan keseriusan pemerintah Indonesia terhadap proteksi ekonomi nasional.
“Jika ada pelanggaran tidak ditindak, maka niscaya mustahil pengusaha berlomba lomba untuk melakukan investasi di sektor industri, Indonesia ke depan tidak akan pernah bangkit mandiri menuju negara industri yang memiliki nilai tambah,” tutupnya.