Jakarta, Beritasatu.com – Presiden Prabowo Subianto memberikan instruksi efisiensi anggaran pemerintah sebesar Rp 306,69 triliun pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal, mendukung kebijakan yang dilakukan pemerintah. Namun, ia meminta keputusan yang diambil telah melalui perhitungan yang cermat.
Faisal menjelaskan, baik APBN maupun APBD merupakan salah satu instrumen yang mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Hal itu karena anggaran tersebut tak hanya memengaruhi kesejahteraan masyarakat, tetapi juga rencana-rencana sektor swasta.
Menurut Faisal, asumsi dan dinamika APBN turut menjadi salah satu bahan pertimbangan para investor dalam menanamkan modalnya di Indonesia.
Terkait instruksi untuk melakukan penghematan, hal tersebut sangat wajar apabila terdapat pos yang dinilai terlalu besar memakan anggaran. Terlebih, ada program-program utama Pemerintah yang sebaliknya memerlukan tambahan dana.
Dengan catatan, lanjut Faisal, pertimbangan penghematan anggaran telah melalui perhitungan atau kalkulasi yang tepat.
“Penghematan anggaran merupakan satu konsekuensi, karena memang terjadi keterbatasan dari sisi penerimaan yang ada,” ungkap Faisal kepada Beritasatu.com, Rabu (29/1/2025).
“Jadi untuk bisa menjalankan belanja yang sesuai, tentunya beberapa cara dilakukan, termasuk di antaranya penghematan anggaran” sambungnya.
Faisal melanjutkan, sebenarnya ada cara lain selain melakukan efisiensi anggaran belanja, yakni memaksimalkan penerimaan negara. Namun, untuk saat ini dinilai masih cukup sulit, lantaran kondisi perekonomian nasional masih terdapat sejumlah tantangan.
Sebelumnya, pemerintah sempat berupaya menggenjot penerimaan negara melalui kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) yang awalnya 11% menjadi 12% pada 2025. Namun, akhirnya Pemerintah hanya menaikkan PPN 12% untuk barang dan jasa berlabel mewah.
Faisal mengapresiasi langkah pemerintah terkait PPN 12%. Apabila kala itu pemerintah tetap mengenakan tarif tersebut untuk barang umum, maka kondisi perekonomian nasional dalam hal ini daya beli masyarakat akan terdampak.
“Kalau dilakukan secara serampangan, misalnya seperti PPN naik 12% diberlakukan pada banyak jenis barang, justru akan menghantam perekonomian,” bebernya.
Faisal kembali menegaskan, langkah penghematan anggaran butuh kehati-hatian dan kalkulasi yang matang. Lantaran hal ini banyak kaitannya dengan multiplier effect untuk menggerakkan perekonomian.
“Kalau pemotongannya tidak tepat, justru dampaknya bisa lebih besar terhadap pencapaian pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya dalam menanggapi upaya pemerintah untuk efisiensi anggaran.