struktur pemerintahan cukup terdiri dari pemerintah pusat dan daerah tingkat II (kabupaten/kota) tanpa melibatkan daerah tingkat I (provinsi)
Jakarta (ANTARA) – Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga menegaskan pentingnya efisiensi birokrasi untuk mendukung layanan publik ketimbang riuh memperdebatkan mekanisme pemilihan gubernur.
Menurutnya, yang mendesak saat ini hierarki pemerintahan yang lebih sederhana akan mendukung efektivitas pelayanan publik.
Jamiluddin juga menilai usulan agar gubernur dipilih oleh DPRD tidak efektif dan tidak sejalan dengan prinsip otonomi daerah.
Ia berpendapat, jika alasan seperti biaya tinggi, peran gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, dan potensi polarisasi politik dijadikan dasar usulan tersebut, maka langkah yang lebih tepat adalah menghapuskan jabatan gubernur dan lembaganya secara keseluruhan.
“Dengan begitu, bupati atau wali kota dapat berhubungan langsung dengan pemerintah pusat tanpa melalui gubernur,” kata mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta itu.
Jamiluddin membeberkan dua keuntungan utama jika jabatan gubernur ditiadakan. Pertama, jarak komunikasi antara kabupaten/kota dengan pusat menjadi lebih pendek.
“Hal ini akan memangkas alur birokrasi dan administrasi, yang sejalan dengan prinsip manajemen modern yang menginginkan pelayanan cepat, efisien, dan transparan,” katanya.
“Negara dapat meniadakan cost (biaya) untuk 38 kantor gubernur,” tambahnya.
Dengan tidak adanya pemerintahan di tingkat provinsi, negara bisa mengalihkan anggarannya untuk kesejahteraan rakyat.
Sebelumnya, Tingginya angka golongan putih (golput) di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 memunculkan wacana gubernur dipilih melalui DPRD atau presiden mewakili pemerintah pusat.
Hal itu didasarkan biaya untuk menggelar pemilihan gubernur (pilgub) cukup tinggi, sementara partisipasi pemilih rendah.
Pewarta: Ade irma Junida/Yamsyina Hawnan
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2024