Jakarta, Beritasatu.com – Pusat perbelanjaan tetap tak tergantikan, terutama sebagai ruang interaksi sosial masyarakat, meski berada di tengah gelombang digitalisasi dan maraknya e-commerce.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja mengonfirmasi hal tersebut dalam wawancara di program Investor Daily Special, Kamis (29/5/2025).
Menurut Alphonzus, e-commerce tidak bisa dianggap sebagai ancaman langsung bagi pusat belanja, selama keduanya memiliki fokus dan fungsi yang berbeda. “Online bukan ancaman, selama pusat perbelanjaan tidak bertarung dalam fungsi yang sama,” ujarnya.
Alphonzus menjelaskan, lonjakan belanja daring saat pandemi bukanlah permintaan murni, melainkan efek keterpaksaan akibat pembatasan aktivitas masyarakat. “Itu bukan demand yang sesungguhnya, tetapi karena semua orang dipaksa online,” katanya.
Setelah pandemi, tren belanja langsung dan kunjungan ke pusat perbelanjaan meningkat kembali. Kondisi tersebut, menunjukkan kerinduan masyarakat terhadap interaksi sosial.
APPBI menyebutkan, pusat perbelanjaan kini perlu mengedepankan customer experience. Tidak hanya bersaing dalam hal harga atau kecepatan transaksi, seperti e-commerce.
“Fungsi mal sekarang bukan hanya tempat belanja, tapi juga memberi pengalaman sosial langsung,” jelas Alphonzus.
Dengan keterbatasan ruang publik di Indonesia, pusat perbelanjaan menjadi alternatif penting untuk berinteraksi di luar dunia maya. Daripada bersaing secara langsung dengan platform digital, Alphonzus menyarankan pusat belanja untuk mendiferensiasikan fungsi mereka.
“Pusat perbelanjaan yang menyediakan ruang interaksi sosial akan tetap dipilih. Hal itu yang tidak bisa tergantikan oleh e-commerce,” tegasnya.
Pusat perbelanjaan di era digital harus bertransformasi menjadi ruang sosial yang menyenangkan dan interaktif. E-commerce mungkin unggul dalam kecepatan dan efisiensi, tetapi tidak mampu menggantikan pengalaman sosial manusia, yang masih sangat dibutuhkan masyarakat Indonesia.
