Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Duduk Perkara Warga Bekasi Tak Betah dan Jual Rumahnya karena Ulah Tower Tetangga Megapolitan 3 Februari 2025

Duduk Perkara Warga Bekasi Tak Betah dan Jual Rumahnya karena Ulah Tower Tetangga
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        3 Februari 2025

Duduk Perkara Warga Bekasi Tak Betah dan Jual Rumahnya karena Ulah Tower Tetangga
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Dalam dua tahun terakhir, sebuah
tower provider
telah berdiri di atas rumah milik pasangan suami-istri, Waluyo dan Sri Wulandari, di
Perumahan Telaga Emas
, Blok K1, RT 06/RW 13, Kelurahan Harapan Baru, Bekasi Utara, Kota Bekasi.
Keberadaan tower ini menimbulkan keresahan di kalangan warga, mengingat lokasinya yang berada di tengah permukiman padat penduduk.
Kekhawatiran warga semakin meningkat setelah insiden tragis yang terjadi di Desa Karang Satria, Tambun Utara, Kabupaten Bekasi.
Pada insiden tersebut, seorang pekerja tewas akibat
runtuhnya coran tower

provider
yang berada di atas sebuah musala.
“Sedih, kami juga ke sana (kejadian di Tambun Utara). Kalau misalnya di posisi kami
gimana
. Karena kami (seperti) di sana juga. Ternyata dari awalnya sama persis yang di kami,” ujar seorang warga, Rosmala (42) saat ditemui di lokasi, Jumat (31/1/2025).
Sebagai dampak dari situasi ini, belasan warga di Perumahan Telaga Emas tak betah dan merasa tidak aman. Mereka memilih untuk menjual rumah mereka.
Mereka bahkan memasang spanduk di depan rumah sebagai tanda rumah dijual sekaligus sebagai bentuk protes terhadap keberadaan tower.
Namun, meski sudah dua tahun berlalu, rumah-rumah tersebut tak kunjung laku.
“Iya, yang penting keselamatan kami. Kalau ada yang mau beli,
Alhamdulillah
. Tapi faktanya tidak ada yang mau,” ungkap Ketua RT setempat, Rosadi (39), saat ditemui di kediamannya, Jumat (31/1/2025).
Menurut Rosadi,
warga merasa tertipu
oleh Sri Wulandari, pemilik rumah yang atap lantai duanya dijadikan fondasi tower.
Sebelum pembangunan dimulai, Sri Wulandari sempat menginformasikan bahwa tower yang akan dibangun hanyalah tower penguat sinyal jenis
monopole
yang berukuran kecil.
Warga menyetujui karena mereka mengira tower tersebut tidak akan menimbulkan risiko.
Namun, saat konstruksi berjalan, bentuk tower ternyata jauh lebih besar dari yang dijanjikan.
“Kalau
monopole
itu kecil, tapi ini besar. Warga langsung menolak, akhirnya pembangunan sempat terhenti selama tiga bulan,” terang Rosadi.
Sejak awal pembangunan pada Agustus 2023, warga telah berulang kali menyampaikan protes dan penolakan terhadap tower tersebut.
Mereka bahkan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Kota Bekasi, namun gugatan itu ditolak.
Dalam gugatan tersebut, warga menuntut pemilik rumah, kontraktor, subkontraktor, serta pemerintah setempat.
Setelah ditolak di pengadilan tingkat pertama, warga mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bandung pada Januari 2024.
“Bandingnya sudah diajukan,” tegas Rosadi.
Setelah hampir dua tahun tanpa kepastian, warga kini meminta perhatian dari Wali Kota Bekasi terpilih, Tri Adhianto, serta Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi.
Rosmala, berharap agar kedua tokoh tersebut meninjau ulang izin pendirian tower.
“Kepada Pak Tri, Pak Dedi Mulyadi, tolong kami diperhatikan, ditinjau kembali izinnya, dilihat langsung lokasinya,” ujar Rosmala.
Ia mengaku hidup dalam ketakutan sejak tower seberat lima ton itu berdiri di atas rumah tetangganya itu.
Kekhawatirannya semakin bertambah, terutama saat hujan dan angin kencang melanda.
“Takut, apalagi kalau ada petir dan angin saat hujan. Kalau ajal di tangan Allah, ya. Tapi masa harus mati karena ketakutan?” ungkapnya.
Di tengah kondisi cuaca yang tak menentu, Rosmala berharap keselamatan warga menjadi prioritas dan pemerintah segera mengambil tindakan tegas terkait tower tersebut.
(Penulis: Achmad Nasrudin Yahya )

Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Merangkum Semua Peristiwa