Duduk Perkara 15 WNA China Bentrok dengan Prajurit TNI di Tambang Emas Ketapang
Tim Redaksi
PONTIANAK, KOMPAS.com
– Insiden kericuhan yang melibatkan 15 warga negara asing (WNA) asal China dengan prajurit TNI serta warga sipil di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, diduga berawal dari sengketa kepemilikan manajemen perusahaan tambang emas PT Sultan Rafli Mandiri (SRM).
Dua pihak mengklaim sebagai pengelola sah PT SRM.
Manajemen lama dipimpin Li Changjin, sementara manajemen baru mengklaim telah mengesahkan direksi melalui rapat umum pemegang saham (RUPS) pada Juli 2025.
Manajemen PT SRM versi lama menyatakan, 15 WNA China tersebut merupakan staf teknis yang dipekerjakan secara resmi di lokasi tambang.
Direktur Utama PT SRM versi lama, Li Changjin, membenarkan keberadaan mereka saat insiden terjadi.
Sementara itu, PT SRM versi baru dengan Firman sebagai direktur utama mengklaim telah mengesahkan susunan direksi baru melalui RUPS.
Pihak ini juga telah membuat pengaduan ke Polda
Kalbar
terkait dugaan penyerangan dan perusakan.
Peristiwa bentrokan itu terjadi di Desa Pemuatan Batu, Kecamatan Tumbang Titi, Kabupaten
Ketapang
, Minggu (14/12/2025) sekitar pukul 15.40 WIB.
Li Changjin menyebut insiden bermula saat staf teknis PT SRM berkewarganegaraan China mengoperasikan drone di area tambang.
Ia menegaskan penerbangan drone dilakukan di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT SRM dan bukan kawasan terlarang.
“Atas peristiwa tersebut, drone dan telepon seluler milik staf teknis kami sempat disita, sementara rekaman di dalam perangkat dihapus, sebelum akhirnya dikembalikan,” kata Li Changjin.
Ia menambahkan, staf teknis tersebut merasa ketakutan karena perlengkapan mereka disita secara tiba-tiba oleh pihak keamanan perusahaan versi baru serta prajurit TNI.
“Kami juga tidak mengetahui kepentingan pihak tertentu berada di lokasi tersebut,” ujarnya.
Direksi PT SRM versi baru menilai aktivitas penerbangan drone tersebut dilakukan tanpa izin.
Kuasa hukum PT SRM versi baru, Muchamad Fadzri, menyampaikan keprihatinan atas insiden yang berujung kericuhan.
“Yang dilakukan warga negara asing kepada aparat kita sangat kami sesalkan. Kami turut prihatin dan menyampaikan permohonan maaf kepada pimpinan-pimpinan TNI karena gara-gara ulah WNA, aparat negara menjadi korban,” kata Fadzri, Selasa (16/12/2025).
Menurut Fadzri, insiden bermula dari kecurigaan pengamanan internal perusahaan terhadap aktivitas drone di sekitar area operasional tambang. Upaya persuasif dilakukan, namun komunikasi tidak berjalan baik.
“Karena komunikasi yang tidak berjalan baik, mereka menggunakan bahasa China, kami bahasa Indonesia, terjadi perselisihan. Keamanan internal kami diserang,” paparnya.
Kodam XII/Tanjungpura membenarkan adanya insiden yang melibatkan prajurit Yonzipur 6/Satya Digdaya dengan 15 WNA di area PT SRM saat prajurit tengah melaksanakan latihan dasar satuan.
Kepala Penerangan Kodam XII/Tanjungpura Kolonel Inf Yusub Dody Sandra mengatakan, laporan awal diterima dari pengamanan PT SRM terkait aktivitas drone tak dikenal di sekitar area latihan.
Empat prajurit mendatangi lokasi dan menemukan empat WNA yang mengoperasikan drone. Tak lama kemudian, sejumlah WNA lain datang hingga total berjumlah 15 orang.
Saat proses klarifikasi, terjadi penyerangan terhadap prajurit TNI yang diduga menggunakan senjata tajam, airsoft gun, dan alat setrum.
“Dalam situasi tersebut kemudian terjadi tindakan penyerangan terhadap prajurit kami,” kata Yusub dalam keterangan tertulis yang diterima Selasa (16/12/2025).
Prajurit kemudian menghindari konfrontasi lanjutan dan melaporkan kejadian ke komando.
Akibat insiden tersebut, satu unit mobil operasional Toyota Hilux dan satu sepeda motor karyawan PT SRM dilaporkan rusak.
Kodam menyatakan masih melakukan penyelidikan untuk mendalami kronologi, motif penyerangan, serta tujuan penerbangan drone.
Melalui kuasa hukumnya, direksi PT SRM versi baru telah membuat pengaduan ke Polda Kalbar terkait dugaan penyerangan dan perusakan oleh 15 WNA China.
Kabid Humas Polda Kalbar Kombes Pol Bayu Suseno mengatakan belum menerima laporan detail terkait pengaduan tersebut.
“Silakan tanya ke Dirreskrimum Polda Kalbar,” kata Bayu.
Sementara itu, Kantor Imigrasi Ketapang memastikan telah mengamankan 15 WNA China tersebut untuk pemeriksaan keimigrasian.
Kepala Seksi Teknologi Informasi dan Komunikasi Keimigrasian Kantor Imigrasi Ketapang, Ida Bagus Putu Widia Kusuma, mengatakan para WNA tengah diperiksa terkait legalitas keberadaan dan aktivitas mereka.
“Mereka telah dibawa ke Kantor Imigrasi Ketapang,” kata Ida Bagus, Selasa (16/12/2025).
Ia menambahkan, seluruh WNA tersebut memegang Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) yang disponsori PT Sultan Rafli Mandiri versi direksi lama.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Duduk Perkara 15 WNA China Bentrok dengan Prajurit TNI di Tambang Emas Ketapang Regional 17 Desember 2025
/data/photo/2025/12/16/69410f8732b78.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)