Jakarta, CNN Indonesia —
Israel disebut lebih banyak merekrut orang-orang Druze yang merupakan salah satu suku berbahasa Arab di wilayah itu.
Anggota Parlemen Knesset Arab-Israel, Hanin Zoabie, menilai langkah Israel merekrut orang-orang Arab termasuk Druze untuk memecah belah mereka.
Sekitar 83 persen anak muda Suku Druze diperkirakan mendaftarkan diri dalam Pasukan Pertahanan Israel (IDF).
Suku Druze menempati pendaftar militer tertinggi di antara semua komunitas dan sektor masyarakat Israel, termasuk semua orang Yahudi, dikutip dari I24 News.
Kenyataan ini menjadi sebuah kebanggaan bagi pemerintah Israel dan komunitas Druze.
Suku Druze merupakan kelompok minoritas berbahasa Arab dengan populasi sebesar 150.000 jiwa atau 2 persen dari total populasi Israel.
Dilansir dari Al Majalla, Suku Druze di Israel banyak menempati wilayah utara Galilea, Karmel, dan Dataran Tinggi Golan.
Para pemimpin Druze menandatangani “perjanjian darah” dengan Israel pada 1956 yang mewajibkan komunitas tersebut untuk bergabung dengan IDF.
Sudah lebih dari 50 tahun Suku Druze menjalankan perjanjian ini yang menewaskan ratusan warganya untuk melindungi Israel.
Kewajiban wajib militer bagi masyarakat Druze menjadi perdebatan panjang di kalangan komunitas Druze di Israel.
Perdebatan ini meningkat setelah konferensi di Amman pada 2001 yang disponsori ole Walid Jumblatt, pemimpin Druze Lebanon. Jumblatt meminta agar Suku Druze Israel tidak bergabung dengan IDF untuk berperang melawan saudara mereka Palestina.
Jika mereka harus bertugas, Jumblatt berharap bahwa masyarakat Druze tidak menyerang Palestina yang sedang berjuang melawan pendudukan Israel.
Namun, mayoritas masyarakat pendukung wajib militer Druze beranggapan bahwa keterlibatan dalam IDF sebagai bentuk kesetiaan Druze di Timur Tengah terhadap tanah air mereka, dilansir dari Jewish Virtual Library.
Ketika dilihat dari keterikatan generasi secara berabad-abad, secara umum Suku Druze adalah komunitas Arab Timur Tengah. Populasi Druze saat ini bisa ditemui, terutama di Suriah, Lebanon, Yordania, Israel, dan Palestina.
Diperkirakan lebih dari 1,5 juta suku Druze ada di dunia saat ini. Walaupun sebagian besar mereka tinggal di Timur Tengah, peristiwa konflik dan penganiayaan serta tekanan ekonomi dan politik membuat komunitas Druze tersebar di berbagai belahan dunia, dilansir dari Arab News.
Bersambung ke halaman berikutnya…
Suku Druze sangat erat memegang nilai-nilai komunitasnya dan tertutup dari dunia luar. Sejak tahun 1043, masyarakat Druze tidak diperbolehkan berpindah agama. Bagi orang-orang yang bukan inisiat atau “juhhal” di kalangan Druze sendiri tidak mempunyai akses terhadap teks agama mereka.
Sangat langka terjadi pernikahan antara orang Druze dengan orang luar. Pernikahan anak muda Druze dengan pihak luar akan menjadi pertanda buruk bagi masa depan masyarakat Druze dalam jangka panjang.
Hingga saat ini, masih banyak misteri yang tersembunyi di balik Suku Druze.
“Mustahil untuk memahami identitas etnis Druze tanpa membahas sejarah Timur Tengah dan mengingat bahwa ini adalah negeri dengan peradaban kuno dan saling tumpang tindih,” ungkap Eyad Abu Shakra, seorang pakar antropologi, geografi, dan sejarah Druze.
“Ini adalah tempat lahirnya tiga agama Ibrahim di dunia, penghubung dua jalur perdagangan bersejarah, Jalur Dupa, dan Jalur Sutra, dan terletak di persimpangan Asia, Afrika, dan Eropa. Oleh karena itu, mengingat penaklukan, perkawinan campur, dan perpindahan penduduk sepanjang sejarah, antropologi Timur Tengah terlalu rumit untuk memungkinkan pembicaraan tentang ras murni.” imbuhnya.
Imajinasi penulis dan sejarawan Barat menghubungkan Druze dengan Druid di Inggris kuno, bawahan Raja Hiram dari Tirus Fenisia, pembangun kuil Sulaiman, bahkan sebagai sisa orang Israel yang melarikan diri dari murka Musa setelah penghancuran anak lembu cair.
Sulit untuk mengungkap dan memahami keyakinan Druze dengan sistemnya yang sangat tertutup.
“Nenek moyang kami, Muwahhidun, menutup diri terhadap agama,” tulis Dr Anis Obeid, dalam bukunya berjudul The Druze and their Faith in Tawhid.
“Banyak anggota Druze sendiri yang tidak tahu apa agama mereka, kecuali beberapa poin pembicaraan,” imbuhnya.
Suku Druze dikenal memuja sejumlah nabi, seperti Yitro (Shu’aib) dan Ayub (Ayyub), tempat suci, serta pertemuan keagamaan yang disebut Laylet Al-Jum’a.
Komunitas Suku Druze hingga saat ini tetap bertahan di seluruh dunia yang membuktikan kepatuhan mereka terhadap prinsip taqiyya untuk melindungi diri. Mereka telah beradaptasi dengan lingkungannya dan berjanji setia kepada negara mana pun yang ditinggali.