TRIBUNNEWS.COM – Influencer sekaligus dokter Tirta Mandira Hudhi alias dr Tirta ikut mengomentari kasus dokter residen rudapaksa anak pasien.
Diketahui kasus rudapaksa ini menjerat tersangka Priguna Anugerah Pratama alias PAP (31), sedangkan korbannya seorang wanita berinisial FH (21).
Priguna Anugerah merupakan dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) anestesi di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
Menurut dr Tirta, kasus ini memalukan sepanjang program PPDS berjalan.
“Ini kisah paling memalukan sepanjang sejarah PPDS,” katanya, dikutip dari akun @tirta_cipeng, Kamis (10/4/2025).
dr Tirta menilai, kelakuan Priguna Anugerah bisa berdampak lebih luas.
Kasus bisa membuat pasien tidak percaya lagi kepada dokter anestesi.
“Hal ini bisa menghancurkan trust pasien ke dokter anestesi di seluruh Indonesia,” tambahnya.
Oleh karenanya, untuk mengembalikan kepercayaan pasien, aparat penegak hukum perlu turun tangan.
Priguna Anugerah diharapkan bisa dihukum dengan seadil-adilnya.
“Pelaku harus dihukum seberat-beratnya,” tegas dr Tirta.
Dokter kelahiran 30 Juli 1991 itu juga meminta polisi mengusut kasus ini secara tuntas.
Terutamanya mencari apakah ada korban lain dari kebejatan Priguna Anugerah.
“Investigasi harus detail, apakah ada korban-korban lain atau tidak.”
“Dukunganku untuk korban dan keluarganya,” tulisnya.
Dalam cuitan terbaru, dr Tirta mengaku heran dengan adanya warganet yang ‘menyalahkan’ korban dalam kasus rudapaksa ini.
“Kene ki dongkol tenan he moco komentar di berita soal dokter kmren yg jadi tsk perkosaan apalagi comment satpamnya yg ngeselin.”
“Trus di ig yg comment: ‘Ini korbannya kenapa kesendirian?’. ‘Ini alasan perempuan jangan sendirian Masih smpt2 nya opini gitu,” tulis dr Tirta.
Menurut hematnya, yang perlu dihakimi hanya Priguna Anugerah seorang.
Tersangka seharusnya bisa mengontrol nafsunya.
“Yang diatur libidomu. Bukan orang lain,” tegas dr Tirta.
dr Tirta dalam cuitannya juga mengingatkan bahwa manusia dianugerahi dengan akal berbeda dengan hewan.
Manusia bisa mengontrol nafsunya.
“Manusia ama hewan berbeda di 1 hal: akal. Masa pake analogi hewan, padahal ente manusia,” tegas dr Tirta.
Semua bermula saat FH mengantarkan orang tuanya ke IGD Rumah Sakit Hasan Sadikin guna mendapatkan perawatan medis pada 18 Maret 2025, sekira pukul 01.00 WIB.
Priguna Anugerah lalu mendekati FH dan menyampaikan perlu memeriksa darahnya.
“Tersangka membawa korban dari ruang IGD ke gedung MCHC (Gedung Mother and Child Health Care) lantai 7 pada pukul 01.00 WIB. Dan meminta korban untuk tidak ditemani oleh adiknya,” kata Kombes Hendra, dikutip dari kanal YouTube KOMPASTV, Kamis (10/4/2025).
Singkat cerita, tersangka membawa korban ke ruang nomor 711.
Tersangka meminta korban untuk mengganti pakaian dengan baju operasi warna hijau dan meminta korban untuk melepas baju dan celananya.
Kombes Hendra melanjutkan, Priguna Anugerah mulai melancarkan aksinya.
Tersangka mulai membius korban dengan cara menusukan jarum ke tangan FH.
“Tersangka memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan tangan korban kurang lebih 15 kali percobaan.”
“Kemudian menghubungkan jarum tersebut ke selang infus setelah itu tersangka menyuntikan cairan bening ke selang infus tersebut.”
“Dan beberapa menit kemudian korban merasakan pusing lalu tidak sadarkan diri,” urainya.
Saat tak sadar itulah, Priguna Anugerah rudapaksa korban saat tidak berdaya.
FH baru sadar setelah 3 jam usai dibius tersangka.
“Setelah tersadar korban diminta untuk berganti pakaian kembali dan diantar sampai lantai 1 di gedung MCHC.”
“Setelah sampai ruang IGD korban baru sadar bahwa pada saat itu sudah pukul 04.00 WIB, lalu korban bercerita kepada ibunya bahwa tersangka mengambil darah,” kata Kombes Hendra.
FH baru sadar jadi korban rudapaksa saat merasakan sakit saat buang air kecil.
Bagian intimnya merasa perih saat terkena air.
Korban kemudian melaporkan kejadian yang menimpanya ke Polda Jabar.
Kombes Hendra menyebut dalam perjalan kasus, ada 11 orang dimintai keterangan.
“Ada FH sendiri sebagai korban, ada ibunya kemudian, ada beberapa perawat, ada kurang lebih tiga perawat, dan adik korban.”
“Kemudian dari farmasi, dokter, dan pegawai rumah sakit Hasan Sadikin dan juga apoteker. Dan Dirkrimsus juga akan meminta keterangan ahli untuk mendukung proses penyidikan,” jelas dia.
Polda Jabar sudah menetapkan Priguna Anugerah sebagai tersangka atas kasus rudapaksa terhadap korban seorang perempuan berinisial FH.
Ia kini terancam hukuman 12 tahun penjara.
“Pasal 6C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 yaitu tentang tindak pidana kekerasan seksual.”
“Adapun ancaman hukumannya dipidana dengan pidana penjara paling lama adalah 12 tahun,” urai Kombes Hendra.
Selain jadi tersangka, Priguna Anugerah juga akan ditahan selama 20 hari guna mempermudah pendalaman kasus lebih lanjut.
PELAKU PENCABULAN – Pelaku pencabulan terhadap salah seorang keluarga pasien RS Hasan Sadikin Bandung, ditampilkan oleh Ditreskrimum Polda Jabar, Rabu (9/4/2025). Oknum dokter residen Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran (FK) di salah satu universitas di Sumedang, Jabar, ditetapkan sebagai tersangka. (Tangkap layar kanal YouTube Kompas TV)
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Barat Kombes Surawan menambahkan, Priguna Anugerah memiliki kelainan seksual.
Fakta tersebut didapatkan polisi lewat pemeriksaan yang sudah dilakukan.
“Dari pemeriksaan beberapa hari ini memang ada kecenderungan pelaku ini mengalami sedikit kelainan dari segi seksual,” urainya.
Oleh karena itu, Polda Jabar akan berkoordinasi dengan sejumlah pihak untuk mendalami kelainan seksual tersebut.
Termasuk meminta keterangan ahli dan psikolog.
“Kita akan perkuat dengan pemeriksaan dari psikologi forensik, ahli-ahli psikologi, maupun psikologi forensik untuk tambahan pemeriksaan.”
“Sehingga kita menguatkan adanya kecenderungan kelainan dari perilaku seksual,” tegasnya.
(Tribunnews.com/Endra)