DPRD Padang Gelar "Hearing" Kasus RSUD Rasidin, tapi Keluarga Pasien Tak Diizinkan Bicara Regional 2 Juni 2025

DPRD Padang Gelar "Hearing" Kasus RSUD Rasidin, tapi Keluarga Pasien Tak Diizinkan Bicara
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        2 Juni 2025

DPRD Padang Gelar “Hearing” Kasus RSUD Rasidin, tapi Keluarga Pasien Tak Diizinkan Bicara
Tim Redaksi
PADANG, KOMPAS.com
– Keluarga pasien yang meninggal dunia usai diduga ditolak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Rasidin Padang tidak diberi kesempatan berbicara dalam rapat dengar pendapat (
hearing
) yang digelar DPRD Padang, Senin (2/6/2025).
Hearing yang berlangsung di Gedung DPRD Padang itu dihadiri Ketua DPRD Padang Muharlion, anggota Komisi IV yang membidangi kesehatan, serta perwakilan
RSUD Rasidin
.
Dalam forum tersebut, pihak rumah sakit, termasuk dokter jaga IGD saat kejadian bernama Pipit, diberikan kesempatan menjelaskan kronologi penanganan pasien.
“Pasien datang langsung kami bawa ke tempat tidur dan dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital,” ujar dokter Pipit dalam hearing tersebut.
Ia menyebutkan, sebelum pemeriksaan fisik dilakukan, pihaknya lebih dulu menggali informasi mengenai keluhan pasien.
“Saat ditanya, pasien mengeluhkan batuk kering yang sudah berlangsung tiga hari. Tidak ada sesak napas, tidak ada dada berdebar. Nafsu makan menurun, tapi masih bisa makan dan minum. Tidak ada demam, dan pasien juga mengatakan belum pernah berobat sebelumnya,” jelas Pipit.
Berdasarkan hasil pemeriksaan awal dan wawancara medis, pasien didiagnosis mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
Namun, adik pasien, Yudi, yang hadir dalam
hearing
tersebut, mengaku kecewa karena tidak diberi kesempatan menyampaikan versi keluarga.
“Sangat disayangkan saya hadir tapi tak diberi kesempatan menceritakan kronologis versi kami,” ujar Yudi kepada Kompas.com, usai hearing.
Menurut Yudi, beberapa keterangan yang disampaikan pihak rumah sakit tidak sesuai dengan kondisi kakaknya saat kejadian.
“Misalnya kakak saya itu dalam keadaan sesak napas dan kondisi fisik yang lemah. Tapi dibilang tidak sesak napas,” kata Yudi.
Ia juga menyampaikan bahwa almarhumah memiliki riwayat penyakit dalam yang seharusnya menjadi bahan pertimbangan dalam penanganan.
“Almarhumah memiliki riwayat penyakit dalam sehingga ini harusnya menjadi pertimbangan dokter,” katanya.
Menanggapi hal itu, Ketua DPRD Padang Muharlion menyatakan, keputusan untuk tidak memberi waktu berbicara kepada keluarga diambil agar tidak terjadi adu argumen.
“Karena tidak ingin terjadi saling bantah. Jadi kita sepakat tak memberi keluarga bicara,” kata Muharlion.
Sebelumnya diberitakan, seorang warga Padang berinisial DE (44), pemegang Kartu Indonesia Sehat (KIS), meninggal dunia pada Sabtu (31/5/2025) usai diduga ditolak
RSUD Rasidin Padang
.
Menurut keterangan keluarga, DE dibawa ke IGD RSUD Rasidin sekitar pukul 00.15 WIB karena mengalami sesak napas. Namun, pihak rumah sakit menyatakan kondisi pasien tidak dalam keadaan gawat darurat dan menyarankan ke puskesmas agar bisa ditanggung BPJS.
Setelah dibawa pulang, kondisi DE memburuk. Ia kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Siti Rahmah Padang menggunakan becak motor, namun nyawanya tak tertolong.
Direktur RSUD Rasidin, Desy Susanti, membenarkan pasien sempat datang ke IGD. Namun, menurutnya, hasil pemeriksaan menunjukkan kondisi DE saat itu tidak gawat darurat.
“Mereka datang kita layani. Dokter IGD menyebutkan setelah diperiksa kondisi pasien saat itu tidak dalam keadaan darurat,” kata Desy.
Desy menyebut, dokter menyarankan pasien ke puskesmas agar mendapatkan pelayanan yang dijamin BPJS.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.