TRIBUNNEWS.COM, BEIJING – Pemerintah China mengumumkan rencana pemberian subsidi bagi warganya untuk membeli smartphone, tablet, jam tangan pintar dan berbagai perangkat elektronik, mulai Jumat (3/1/2025).
Subsidi ini merupakan lanjutan dari program tukar tambah nasional berupa potongan harga untuk pembelian peralatan rumah tangga dan mobil, yang sebelumnya telah dijalankan pemerintah China. Namun di tahun 2025, program ini diperluas mencakup perangkat pribadi.
Langkah tersebut merupakan bagian dari upaya China untuk menghidupkan kembali pasar ponsel pintar di China, menggenjot penjualan Industri teknologi dalam negeri seperti Huawei Technologies hingga Xiaomi.
Selain itu, cara ini bertujuan untuk mengimbangi potensi dampak tarif baru dari AS terhadap ekspor China, yang selama ini menjadi pendorong utama pertumbuhan.
“Pemerintah akan secara signifikan meningkatkan penjualan obligasi khusus jangka panjang untuk mendanai perluasan program tersebut,” kata Wakil Sekretaris Jenderal Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional Yuan Da, dikutip dari Techinasia.
Pemerintah China pada Juli 2024 telah berkomitmen untuk menyediakan dana 300 miliar yuan yang dikumpulkan dari obligasi khusus untuk mendukung program subsidi tukar tambah barang.
Tak tanggung-tanggung, China bahkan berkomitmen meningkatkan penjualan obligasi khusus jangka panjang untuk mendanai program tersebut.
Sebagai informasi, pertumbuhan ekonomi China, dilaporkan tumbuh pada laju paling lambat sejak dalam tiga bulan hingga akhir September. Negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia ini melambat karena disebabkan beberapa faktor.
Diantaranya penurunan properti yang berkepanjangan, serta ketidakamanan lapangan kerja yang menghambat pemulihan, sehingga terdapat ekspektasi bahwa pemerintah perlu mengeluarkan lebih banyak stimulus.
Tak hanya itu perlambatan juga terjadi imbas pertumbuhan penjualan ritel yang lesu, mencapai titik terendah dalam 18 bulan karena tekanan deflasi. Hal ini memaksa dunia usaha memangkas harga mulai dari mobil, makanan, hingga pakaian.
Kondisi tersebut menurunkan kepercayaan konsumen dan menghambat kemampuan pemerintah daerah yang terlilit utang untuk menghasilkan dana segar melalui penjualan tanah.
Bank Dunia bahkan memperkirakan ekonomi China tumbuh 4,5 persen pada 2025. Angkanya melambat dibandingkan prediksi laju ekonomi tahun ini, 4,9 persen.
Mengantisipasi perlambatan ekonomi yang semakin mendalam, para pemimpin China berjanji dalam pertemuan kebijakan utama bulan ini untuk meningkatkan defisit, menerbitkan lebih banyak utang.
Serta melonggarkan kebijakan moneter untuk mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi yang stabil. Pemerintah juga baru-baru ini berjanji untuk meningkatkan dukungan fiskal langsung kepada masyarakat dan meningkatkan jaminan sosial.