Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengingatkan para pegawai memprioritaskan kesehatan mental di tempat kerja karena ini menjadi masalah menjadi gangguan kesehatan terbesar pada kelompok usia kerja.
“Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) menunjukkan di usia 20-37 tahun kemudian di usia 40-59 tahun masalah kesehatan terbesar pada kelompok tersebut adalah gangguan kesehatan mental, ranking kedua dan kelima,” kata Pelaksana Tugas Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan DKI Jakarta Sri Puji Wahyuni di Jakarta, Jumat.
Lalu, dalam rangka menjaga kesehatan mental para pekerja, Sri mengatakan pentingnya mengutamakan upaya promotif dan preventif ketimbang rehabilitatif dan kuratif.
Hal ini karena upaya promotif dan preventif dinilai lebih efektif baik secara prognosis atau perjalanan suatu penyakit dan pengobatan atau tata laksana lebih mudah.
Baca juga: Biaya hidup dan trauma menyebabkan gangguan mental di Jakarta
Puji mengatakan upaya promotif dan preventif dalam menjaga kesehatan mental pegawai di tempat kerja bisa dimulai dari keterbukaan pegawai membicarakan masalahnya.
“Jadi kita harus mulai membiasakan bahwa masalah kesehatan mental ini adalah hal yang biasa seperti kesehatan fisik pada umumnya,” kata dia.
Selanjutnya, apabila pegawai merasa kesehatan mentalnya terganggu maka bisa mencoba melakukan tata laksana atau mencari pertolongan untuk mengatasinya.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyediakan tenaga medis khususnya psikolog di 26 Puskesmas, 17 psikiater di rumah sakit umum daerah (RSUD) dan lima psikolog klinis di rumah sakit.
“Kemudian kami juga sedang berupaya melatih para kader untuk bisa mencari pertolongan pertama pada luka batin. Ini yang mungkin di tahun depan kita akan lebih galakkan,” ujar Puji.
Baca juga: Warga DKI bisa manfaatkan layanan E-Jiwa untuk cek kesehatan mental
Selain itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI juga menghadirkan aplikasi E-Jiwa yang bisa membantu warga memeriksa kondisi kesehatan mentalnya.
“Kemudian setelah tes kemana? Dapatkan akses di Puskesmas ataupun di rumah sakit untuk bisa melanjutkan kondisi yang didapatkan dari hasil E-jiwa tadi,” ujar Puji.
Di sisi lain, peran organisasi atau perusahaan untuk menciptakan suasana yang memang bersahabat atau mendukung untuk kesehatan mental karyawannya.
Puji merujuk Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 menyatakan bahwa kesehatan mental, yakni kondisi seseorang yang dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan dan dapat bekerja secara produktif dan mampu memberikan kontribusi terhadap komunitasnya.
“Kalau memang kita memperhatikan masalah fisik, dan mengecek untuk kelainan fisik seperti cek gula darah teratur, begitu juga dengan mental. Kita mesti juga menjaga kesehatan mental kita,” katanya.
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2024