Jakarta, Beritasatu.com – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan gencar mencari sumber -sumber baru penerimaan negara. Dalam hal ini DJP melakukan perluasan basis pajak dengan potensi penerimaan pajak yang optimal.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan pihaknya memperluas basis perpajakan dengan upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pajak. Terutama dari data basis pajak yang telah dimiliki sebelumnya.
“Kami mencoba untuk terus mencari sumber baru penerimaan melalui ekstensifikasi dan juga intensifikasi terhadap sesuatu yang sudah terlaporkan di tahun-tahun sebelumnya. Kami juga melakukan pengawasan dan intensifikasi dinamisasi,” terang Suryo dalam konferensi pers APBN Kinerja dan Fakta Edisi November 2024 di kantor Kementerian Keuangan pada Jumat (8/11/2024).
Suryo mengatakan pihaknya melakukan pengawasan dan juga melakukan penegakan hukum perpajakan. Dalam hal ini aparat pajak berupaya meningkatkan kuantitas dan kualitas data dan informasi yang sangat diperlukan pada waktu kami melakukan pengawasan dan penegakan hukum perpajakan. Pada 2025 mendatang DJP akan menerapkan sistem inti administrasi perpajakan (Core Tax System Administration/CTAS)
“Apalagi pada waktu implementasi core tax ke depan, data dan informasi baik yang dari dalam negeri maupun dari luar negeri merupakan sumber informasi yang sangat diperlukan pada waktu kami melakukan kegiatan pengawasan dan penegakan hukum perpajakan lalu ikut core tax ke depan,” terang Suryo.
Saat ini DJP sudah di penghujung pengembangan core tax, pada 28 Oktober 2024 sudah sampai tahap operational acceptance test. DJP berharap agar pelaksanaan operational acceptance test selesai pada Desember 2024 dan core tax bisa dijalankan pada awal tahun 2025. Dengan adanya core tax DJP bisa meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak.
“Sampai dengan akhir tahun ini adalah masa bagi kami untuk terus mendesiminasi. Tidak hanya kepada kami yang ada di dalam, di internal direktur dan internal pajak, tetapi kepada para pihak wajib pajak dan juga stakeholder yang lainnya,” terang Suryo.
Berdasarkan data Kemenkeu realisasi penerimaan pajak mencapai Rp 1.517,53 triliun per 31 Oktober 2024. Realisasi ini telah mencapai 76,3% dari target penerimaan pajak 2024. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2023 penerimaan pajak mengalami kontraksi 0,4%.
Penerimaan pajak sebesar Rp 1.517,53 triliun terbagi dalam empat kelompok. Pertama yaitu pajak penghasilan (PPh) non migas sebesar Rp 810,76 triliun atau 76,24% dari target APBN dengan pertumbuhan bruto negatif 0,34%.
Kedua yaitu pajak pertambahan nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) sebesar sebesar Rp 620,42 triliun atau 76,47% dari target APBN. Jika dilihat secara bruto terjadi pertumbuhan bruto 7,87%. Pertumbuhan PPN dan PPnBM selaras dengan terjaganya konsumsi dalam negeri baik dari domestik maupun impor.
Ketiga, yaitu pajak bumi dan bangunan (PBB) dan pajak lainnya sebesar Rp 32,65 triliun atau 86,52% dari target APBN. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya terjadi pertumbuhan bruto 12,81%.
Keempat, yaitu realisasi PPh migas sebesar Rp 53,7 triliun atau 70,31% dari target APBN. Realisasi ini menunjukkan kontraksi 8,97% dari periode yang sama pada 2023.