Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah terus menggeber diplomasi ekonomi untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi 8%. Ekonom menilai sektor energi dan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) menjadi sektor paling potensial atau low hanging fruit dalam mendorong realisasi investasi.
Ekonom FEB UI sekaligus Tenaga Ahli Badan Komunikasi Pemerintah Fithra Faisal Hastiadi mengatakan, dari total kebutuhan investasi sekitar Rp 10.000 triliun, sekitar Rp 3.300 triliun diarahkan ke sektor energi. Sektor ini dinilai memiliki multiplier effect paling tinggi terhadap perekonomian nasional.
“Low hanging fruit-nya terkait dengan sektor energi, karena multiplier effect-nya juga paling tinggi,” ujar Fithra saat dijumpai di kompleks FEB UI, Depok, Minggu (14/12/2025).
Selain energi, sektor ICT juga menjadi prioritas karena sifatnya yang inklusif dan mampu mendorong pertumbuhan sektor lain.
Ia mencontohkan perkembangan ekonomi digital dalam beberapa tahun terakhir yang mengubah pola transaksi masyarakat, termasuk melalui pemanfaatan sistem pembayaran digital.
“QRIS misalnya, 2019 baru di-launch, tetapi sekarang sudah ada kurang lebih 40 juta merchants dan 60 juta lebih users,” beber dia.
Fithra menilai fokus diplomasi ekonomi Presiden Prabowo ke berbagai negara mitra tidak hanya membidik investasi jangka pendek, tetapi lebih diarahkan pada investasi produktif jangka menengah dan panjang, terutama di sektor-sektor strategis tersebut.
Ke depan, penguatan sektor energi dan ICT diharapkan tidak hanya mempercepat pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menopang transformasi ekonomi yang berkelanjutan.
“Keberhasilan strategi ini akan sangat bergantung pada kemampuan pemerintah memastikan komitmen investasi benar-benar terealisasi di lapangan,” pungkasnya.
