TRIBUNNEWS.COM – Meski sudah terkepung oleh Rusia dan diminta untuk menyerah, Ukraina malah ngotot ingin bertahan di Kursk.
Staf Umum tentara Ukraina bahkan membantah klaim bahwa pasukan Kyiv telah dikepung di Kursk di tengah serangan Rusia yang sedang berlangsung.
Staf Umum itu mengatakan Rusia telah melaporkan dugaan pengepungan pasukan Ukraina di Kursk untuk tujuan politik dan memberi tekanan kepada Kyiv.
Laporan pengepungan ini muncul setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meminta Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mengampuni pasukan Ukraina yang ada di Kursk.
“Pada saat ini, ribuan tentara Ukraina dikepung sepenuhnya oleh militer Rusia, dan berada dalam posisi yang sangat buruk dan rentan,” kata Trump, dikutip dari Kyiv Independent.
Saat berbicara dalam pertemuan Dewan Keamanan Rusia, Putin mengklaim pada Jumat (14/3/2025) bahwa beberapa pasukan Ukraina berhasil diblokir di wilayah Rusia.
Menyusul pernyataan Trump, Putin mengatakan bahwa tentara Ukraina harus menyerah di Kursk.
“Unit-unit telah berkumpul kembali, bergerak ke garis pertahanan yang lebih menguntungkan dan menyelesaikan tugas yang diberikan di Kursk,” kata Staf Umum Ukraina.
“Tidak ada ancaman pengepungan terhadap unit-unit kami. Tentara kami memukul mundur serangan musuh dan menimbulkan kerusakan akibat tembakan yang efektif dari semua jenis senjata,” lanjutnya.
Pada hari yang sama, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan kepada wartawan bahwa operasi Kursk “telah menyelesaikan tugasnya”.
Ia mengatakan bahwa Ukraina juga mampu menstabilkan situasi di dekat Pokrovsk.
Di sisi lain, Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia Dmitry Medvedev meminta Ukraina untuk segera menyerah dari Kursk.
Karena, lanjut Medvedev, jika mereka menolak untuk meletakkan senjata, tentara Rusia akan menghancurkan Ukraina di Kursk.
“Ini adalah pendekatan yang sangat manusiawi dari negara kami, tetapi bagi Nazi Ukraina, ada juga sisi buruknya—jika mereka menolak meletakkan senjata, mereka semua akan dilenyapkan secara sistematis dan tanpa ampun,” katanya, dikutip dari TASS.
Ia mencatat bahwa beberapa jam mendatang akan menunjukkan apakah rezim Kyiv akan menggunakan kesempatan itu untuk menyelamatkan tentaranya.
Pada tanggal 13 Maret, Putin mengatakan bahwa Rusia memegang kendali penuh atas situasi di Wilayah Kursk, dan sekelompok tentara Ukraina berada dalam isolasi total.
Kemudian pada tanggal 12 Maret, ia mengunjungi salah satu pos komando kelompok Kursk milik tentara Rusia.
Serangan besar-besaran oleh tentara Ukraina di Wilayah Kursk dimulai pada bulan Agustus 2024.
Menurut Staf Umum tentara Rusia, lebih dari 86 persen wilayah yang diduduki oleh tentara Ukraina telah dibebaskan.
Penduduk dievakuasi dari Sudzha yang telah dibebaskan.
Di beberapa bagian perbatasan, tentara Rusia memasuki Wilayah Sumy.
Menurut Kementerian Pertahanan Rusia, sejak dimulainya perang di wilayah Kursk, musuh telah kehilangan lebih dari 67.000 tentara.
(*)