Liputan6.com, Lampung – Konflik antara manusia dengan harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae) di Lampung Barat dan Pesisir Barat kembali menjadi sorotan. Dalam setahun terakhir, setidaknyatujuh warga dilaporkan tewas diserang satwa yang dilindungi itu. Bahkan belasan ternak di sekitar kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) juga jadi korban.
Bupati Lampung Barat Parosil Mabsus, mengakui persoalan ini menjadi dilema. Di satu sisi, pemerintah harus melindungi harimau sebagai satwa langka. Namun di sisi lain, keselamatan dan mata pencaharian masyarakat juga harus dijaga.
“Kalau ditanya upaya, sebenarnya sudah banyak yang dilakukan. Satgas sudah kita bentuk, edukasi sudah jalan. Warga kita imbau jangan berkebun sendirian, jangan pulang terlalu sore. Bahkan upaya spiritual juga sudah dilakukan, ronda di perbatasan hutan pun sudah,” kata Parosil saat dihubungi Liputan6.com, Senin (8/9/2025).
Peran Balai TNBBS dan BKSDA
Parosil bilang, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Balai Besar TNBBS dan BKSDA Lampung untuk menangani konflik antara manusia dengan satwa liar ini.
Menurutnya instansi tersebut memiliki kewenangan langsung menangani keberadaan harimau di kawasan hutan.
“Mereka punya otoritas untuk masuk ke kawasan dan melakukan penanganan, termasuk kalau perlu penangkapan harimau yang berkonflik,” jelasnya.
Konflik manusia dan harimau juga dipicu aktivitas warga yang membuka lahan perkebunan di dalam kawasan TNBBS. Parosil mengaku sudah sering mengingatkan masyarakat agar tidak merambah hutan.
“Memang berkebun di kawasan TNBBS secara prinsip tidak diperbolehkan. Tapi faktanya, banyak warga yang tidak punya lahan pribadi. Kalau mau diturunkan, pemerintah juga harus memberi solusi. Itu yang sampai sekarang belum ada,” ujarnya.
Pemerintah Provinsi Lampung melalui Dinas Kehutanan sempat menawarkan lahan garapan di Lombok Seminung. Namun, solusi itu dinilai belum ideal karena jauh dari lokasi warga, serta jumlah lahan tidak sebanding dengan kebutuhan.
“Kemarin sudah ditawarkan dari Dinas Kehutanan Lampung, untuk lahan garapan warga, kata pak kadis ada lahan, tapi keberadaannya bukan di wilayah Suoh, adanya di Lombok Seminung, persoalannya masyarakat di sana kan tidak sesederhana itu, untuk diminta pindah ke lahan baru, untuk lahan yang tersedia juga tidak cukup, untuk membagi dengan sekian jumlah penduduk yang tinggal di kawan taman nasional,” tuturnya.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4130997/original/070415800_1661102481-IMG_20201220_150335.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)