Derita Eks Karyawan Diana, Ijazah Ditahan 5 Tahun Sejak 'Resign', Kini Hanya Bisa Kerja Serabutan Surabaya 22 April 2025

Derita Eks Karyawan Diana, Ijazah Ditahan 5 Tahun Sejak 'Resign', Kini Hanya Bisa Kerja Serabutan
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        22 April 2025

Derita Eks Karyawan Diana, Ijazah Ditahan 5 Tahun Sejak Resign, Kini Hanya Bisa Kerja Serabutan
Editor
SURABAYA, KOMPAS.com
– Pemuda berinisial DSP (24), mantan karyawan pabrik
CV Sentosa Seal
, perusahaan milik pengusaha
Jan Hwa Diana
(JHD) melapor ke Mapolda Jatim, Senin (21/4/2025).
Laporan ini karena ijazahnya masih ditahan oleh pihak perusahaan tersebut, meskipun sudah
resign
sejak tahun 2020 lalu.
Akibatnya, Korban DSP, beberapa tahun belakangan, kesulitan mencari pekerjaan.
Apalagi jika tempat perusahaan yang akan dilamar memintanya menunjukkan ijazah pendidikan terakhir.
Terpaksa, untuk sementara waktu, ia bekerja membantu bisnis pribadi yang dikelola keluarganya.
Kendati begitu, DSP tetap tak legawa jika ijazah terus-terusan ditahan tanpa penjelasan.
Apalagi, proses
penahanan ijazah
tersebut, berlangsung hingga lima tahun lamanya, setelah dirinya
resign
dari perusahaan tersebut.
“Saya kesulitan melamar kerja lagi. Karena ijazah ditahan. Karena untuk melamar harus bawa ijazah asli. Ya selama ini, akhirnya saya membantu pekerjaan orangtua yang sampingan-sampingan,” ujar DSP.
Korban DSP mengaku tertarik bekerja di CV Sentosa Seal (SS) setelah membaca sebuah postingan berisi lowongan pekerjaan melalui Facebook (FB) pada November 2019.
Namun, ia memutuskan keluar dari pekerjaan ‘resign’ April 2020, setelah bekerja secara serabutan di dalam pabrik atau gudang tersebut selama kurang lebih setengah tahun.
Memang, informasi pada postingan lowongan FB tersebut beredar tidak mencantumkan syarat untuk menyerahkan ijazah sebagai jaminan.
Namun, saat proses interview dengan pihak manajemen, peraturan mengenai adanya penyitaan ijazah sebagai jaminan dari pihak pelamar kerja, baru dibahas secara lisan.
Pihak manajemen berdalih, jaminan tersebut diperlukan guna mengantisipasi adanya praktik curang yang dimungkinkan bakal dilakukan si pelamar kerja tatkala sudah diterima sebagai karyawan.
Seperti kinerja kerja yang tak sesuai target, dan antisipasi manakala si karyawan tersebut melakukan aksi pencurian barang investaris milik perusahaan.
“Awalnya tahu dari FB. Kalau penjelasan ijazah bakal ditahan, itu saat waktu
interview
. Iya, bilangnya cuma buat jaminan, takutnya mungkin kayak masalah keuangan, takut ada yang mencuri,” ungkapnya.
Sebenarnya, sejak ijazah disita dan tak kunjung dikembalikan meksipun dirinya sudah
resign
, DSP sudah berusaha untuk memintanya kepada pihak manajemen.
Manajemen tersebut adalah karyawan yang mengaku sebagai petugas personalia atau human resource development (HRD) perusahaan UD. SS, yang berinisial VO dan HS.
Namun, tetap saja, pihak perusahaan tersebut tidak kunjung mengembalikannya. Bahkan, Korban DSP pernah mendatangi langsung perusahaan tersebut bersama orangtuanya.
Bahkan, saat dirinya mencoba menelepon pemilik perusahaan tersebut yakni sosok JHD yang belakangan viral karena polemik perusahaan swasta melakukan penyitaan ijazah di Surabaya.
Hasilnya, dapat ditebak, Korban DSP berdalih permintaannya itu ditolak mentah-mentah oleh pihak JHD tanpa alasan yang jelas.
“Saya sudah menagih ijazah agar dikembalikan. Tadinya
enggak
ada respons. Saya konfirmasi ke bu bosnya langsung. Iya ke Bu JHD yang viral itu. Saya saat itu coba
ngomong
baik-baik, sudah saya telpon, saya ke sana sama ayah saya, ternyata
enggak
ada orangnya,” katanya.
“Lalu saya telpon, kemudian setelah telpon, malah saya yang dimaki-maki pakai kata-kata kotor. Saya tanya; masalahnya apa kok gak diberikan. Tambah dimaki-maki saya,” ujar dia.
Sementara itu, Pengacara Korban DSP, Edy Tarigan mengatakan, kliennya itu, dijebak dengan klausul perjanjian tidak tertulis bahwa pelamar kerja yang telah diterima sebagai karyawan di perusahaan tersebut, bakal ditawarkan dua jenis pilihan perjanjian.
Perjanjian pertama menjaminkan uang sekitar dua juta rupiah dengan kemudahan proses penerimaan kerja tanpa harus menyerahkan ijazah sebagai jaminan.
Perjanjian kedua menjaminkan lembar ijazah asli tanpa harus menyetorkan uang sekitar dua juta rupiah.
Namun, tambah Tarigan gaji si karyawan bakal dipotong sebanyak sekitar satu juta rupiah setiap bulannya.
“Pemotongan gaji klien kami, ada bukti. Dilakukan setiap bulan. Mas DSP bayaran 1 minggu Rp 400 ribu. Meskipun setelah dipotong di awal, sampai sekarang ijazahnya belum diambil,” ujar Edy.
Itulah mengapa, lanjut Tarigan pihaknya mendampingi Korban DSP untuk membuat laporan ke SPKT Mapolda Jatim dengan terlapor berinisial VO dan kawan-kawan.
Laporan tersebut dibuktikan dari telah keluarnya Surat Tanda Penerimaan Laporan (STPL) Nomor LP/B/532/IV/2025/SPKT/POLDA JAWA TIMUR tanggal 21 April 14.30 WIB.
Sosok tersebut merupakan pihak manajemen yang mengaku sebagai HRD atau yang bertanggungjawab atas proses rekrutmen karyawan.
Termasuk, pihak yang melakukan penyitaan ijazah asli si pelamar kerja sebagai jaminan.
“Mengapa saya sebut; dan kawan-kawan. Karena yang bertanda tangan adalah VO. Yang ada ditulis di bawah adalah VO. Pasal yang kami persangkakan adalah Pasal 372 tentang penggelapan, ijazah dan barang yang dimiliki klien kami,” pungkasnya.
Untuk diketahui, keberadaan ijazah milik 31 karyawan yang diduga ditahan CV Sentosa Seal hingga kini belum diketahui secara pasti.
Pemilik perusahaan CV Sentosa Seal, Jan Hwa Diana, mengaku lupa terhadap 31 karyawan yang melaporkannya.
Diana juga tetap membantah telah menahan ijazah karyawan yang bekerja di perusahaannya.
Bantahan itu disampaikan Diana saat diperiksa oleh Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Timur dalam rangka penyusunan Berita Acara Pemeriksaan Ketenagakerjaan (BPAK) pada Rabu (16/4/2025).
Artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul
Cerita Karyawan UD Sentosa Seal yang Ijazahnya Ditahan sejak Tahun 2020, Kini Susah Dapat Kerja
.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.