Dari Teras Rumah ke Panggung Nusantara: Kisah Kak Awam dan Kampung Dongeng
Tim Redaksi
TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com
– Di ujung Jalan Musyawarah, Kelurahan Sawah, Ciputat, Tangerang Selatan, berdiri sebuah rumah sederhana bercat putih.
Meski tampak biasa dari luar, rumah ini menyimpan keajaiban yang tidak banyak orang tahu, tempat di mana imajinasi anak-anak tumbuh dan hidup.
Saat melewati pagar rumah, suasana teduh langsung menyambut siapa pun yang datang.
Sepoi angin membelai pepohonan, menciptakan suasana sejuk dan asri di halaman seluas sekitar 140 meter persegi itu.
Di halaman itu pula, terpampang papan kayu bertuliskan “Kampung Dongeng”.
Inilah rumah yang menjadi panggung bagi cerita-cerita ajaib. Rumah yang menjadi pusat pergerakan literasi berbasis komunitas bagi para pendongeng.
Tepat di teras rumah, berdiri empat rak tingkat yang dipenuhi aneka buku, mulai dari cerita rakyat, dongeng nusantara, hingga buku pengetahuan.
Warna-warni sampul buku yang tersusun rapi seolah-olah memanggil para tamu, baik anak-anak maupun dewasa, untuk membaca dan larut dalam dunia cerita.
Di panggung itulah, sang pemilik rumah kerap berbagi cerita yang menyenangkan untuk anak-anak lewat suara dan ekspresi.
Siapa pun yang mendengar sang pemilik rumah bercerita bakal larut dalam dunia dongeng yang seru dan mendidik.
Pemilik rumah itu adalah Muhammad Awam Prakoso atau akrab dipanggil Kak Awam. Ia lahir di Blora, Jawa Tengah, 18 Mei 1973.
“Saya bikin panggung kecil di rumah. Jadi sebelum mulai ke luar itu, saya mulai melakukan ke istri dan anak saya. Saya pokoknya setiap hari Senin dulu ya, maksudnya Senin malam itu saya suka mendongeng bersama anak-anak di rumah,” kenang Awam saat ditemui
Kompas.com,
Kamis (7/8/2025).
Cerita-cerita itu awalnya hanya untuk buah hati Awam. Namun, perlahan, suara Awam menarik perhatian anak-anak tetangga.
Lingkaran ini kemudian membesar, menjangkau anak-anak di RW, kelurahan, kecamatan, hingga kabupaten/kota dan provinsi. Awam menyebut gerakan ini seperti obat nyamuk bakar.
“Saya melakukan analogi obat nyamuk bakar. Obat nyamuk yang mau dibakar itu biasanya dibakar dari pinggir, ini saya bakar dari tengah. Jadi semangat literasi itu dimulai dari keluarga saya,” kata dia.
Meski kini dikenal sebagai pendongeng nasional, jalan hidup Awam tidak bermula dari dunia literasi. Ia justru menempuh pendidikan di jurusan Keuangan dan Perbankan di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Ahmad Dahlan Jakarta.
Namun, ketertarikan pada seni peran sudah muncul sejak masa SMP dan SMA. Awam aktif di panggung-panggung teater hingga perguruan tinggi.
Perjumpaannya dengan tokoh-tokoh seperti Pak Raden dan Kak Seto memperkuat panggilan hatinya untuk terjun ke dunia anak.
Sejak itu, ia giat mendalami teknik bercerita, mencari referensi dari dalam dan luar negeri.
Tidak hanya itu, ia juga mengembangkan gaya mendongengnya sendiri dengan menggunakan tiga lapis suara, yaitu narasi, tokoh, dan ilustrasi efek suara.
Kemudian, suara alam, binatang, hingga suara lucu seperti sapi kejepit, semua menjadi bagian dari pertunjukan yang hidup dan mendidik.
Namun, seiring waktu, undangan mendongeng dari berbagai daerah semakin banyak. Dari sekolah hingga instansi pemerintahan Awam terima sehingga tak jarang membuatnya kewalahan.
“Masa iya semuanya saya yang tangani? Capek juga,” kata dia.
Lalu, muncul ide untuk membuka kelas pelatihan bagi pendongeng pemula. Awam memulainya dari Jabodetabek, lalu meluas.
Dari sinilah lahir gerakan Kemah Dongeng, tempat para calon pendongeng digembleng. Sebagian besar dari mereka kemudian ikut bergabung dalam komunitas yang dibentuk Awam pada 2009 bernama Kampung Dongeng.
Kini, Kampung Dongeng punya lebih dari 300 titik di seluruh Indonesia, tersebar dari Pulau Jawa hingga Maluku dan Papua.
Bagi Awam, dongeng bukan sekadar hiburan. Menurutnya, dongeng adalah media literasi yang bisa menyampaikan pesan-pesan penting secara halus dan menyenangkan.
Contohnya, kata dia, melalui dongeng, anak-anak bisa belajar nilai gizi, mencintai rupiah, bahkan memahami konsep hak cipta.
“Ternyata dongeng ini sebuah kendaraan, dongeng itu sebuah kendaraan apa pun bidangnya. Setelah saya pelajari betul itu semuanya bisa disampaikan melalui dongeng,” kata dia.
Ia pun tak segan menyuarakan kritik terkait literasi yang dianggap belum sepenuhnya merdeka.
Alasannya, masih banyak anak-anak yang terpaku dengan ponsel dibandingkan buku atau aktivitas apa pun yang ramah anak.
“Apabila kita kaitkan dengan merdeka literasi ya sebetulnya mereka harus mendapatkan berbagai layanan akses. Makanya terkait dengan buku, apakah buku itu mudah ditemukan? dan pada kenyataannya tidak,” tegas dia.
Awam menekankan pentingnya akses dan aktivasi relawan literasi di seluruh negeri. Bukan sekadar menyalurkan buku, tapi juga membangun hubungan antara anak dan cerita.
Kini, dua dekade lebih sejak Awam mendongeng untuk anaknya sendiri, semangatnya tak padam.
Awam terus memberikan dari satu panggung ke panggung lain. Bagi Awam, rumah menjadi panggung pertama yang paling penting.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Dari Teras Rumah ke Panggung Nusantara: Kisah Kak Awam dan Kampung Dongeng Megapolitan 7 Agustus 2025
/data/photo/2025/08/07/6894a77016b8b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)