Dari Jarum Jahit ke Cetakan Kue Lumpur, Kisah Bu Martini Temukan Kebahagiaan di Usia Senja Surabaya 22 Januari 2025

Dari Jarum Jahit ke Cetakan Kue Lumpur, Kisah Bu Martini Temukan Kebahagiaan di Usia Senja
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        22 Januari 2025

Dari Jarum Jahit ke Cetakan Kue Lumpur, Kisah Bu Martini Temukan Kebahagiaan di Usia Senja
Tim Redaksi
SURABAYA, KOMPAS.com
– Terkadang kebahagiaan datang dari hal-hal sederhana yang tidak terduga. Hal itulah yang dialami Martini Setiyowati (56), yang menemukan keceriaan barunya lewat sepiring kue lumpur, setelah hampir 30 tahun berkutat dengan jarum dan benang.
Di teras rumahnya di Jalan Pacuan Kuda,
Surabaya
, Rabu (15/1/2025), wanita yang akrab disapa Bu Martini ini dengan cekatan menuang adonan kue lumpur ke dalam cetakan berlubang tujuh.
Tangannya yang terampil, warisan dari puluhan tahun menjadi penjahit, kini beralih mengaduk adonan dan menghias kue-kue mungil yang menggoda selera.
Perjalanan Bu Martini dalam dunia menjahit dimulai sejak usia belia. Tanpa mentor khusus, gadis kecil berusia 12 tahun saat itu belajar secara otodidak, menggerakkan jarum dan benang dengan penuh determinasi.
“Tidak ada yang menginspirasi, datang dari diri sendiri. Saya memang tertarik untuk menambah keterampilan biar lebih mandiri,” kenangnya sambil tersenyum.
Pada tahun 1987, tekadnya untuk mengasah kemampuan semakin kuat. Bu Martini memutuskan untuk mengambil kursus menjahit formal, memperkuat fondasi yang telah ia bangun secara otodidak.
Keputusan ini mengantarkannya pada karier profesional yang bertahan selama hampir tiga dekade, dari 1990 hingga 2018.
“Saya sudah jenuh dengan kesunyian. Menjahit butuh konsentrasi tinggi dan harus di tempat yang sepi. Padahal saya ini orangnya suka ngobrol dan berinteraksi dengan orang lain,” ungkapnya menjelaskan alasan perubahan kariernya.
Setelah meninggalkan dunia jahit-menjahit, Bu Martini sempat mencoba peruntungan di bidang kuliner dengan berjualan nasi selama lima tahun.
Namun, rupanya ini bukanlah pelabuhan terakhir baginya. Keputusan untuk beralih ke bisnis kue lumpur datang secara tidak terduga di tahun 2023.
“Waktu di perjalanan, saya sedang berpikir mau buka usaha apa yang bisa membuat saya berinteraksi dengan orang lain, yang tidak mengharuskan saya terkurung di dalam rumah. Tiba-tiba mata saya tertuju pada penjual kue lumpur. Seketika itu juga saya teringat kalau saya bisa membuat kue ini,” jelasnya mengenang momen pencerahan tersebut.
“Dulu saya dapat resep dari teman, tapi saya ubah sedikit-sedikit sampai ketemu yang pas dengan selera pelanggan,” ungkapnya.
Jiwa perfeksionisnya sebagai mantan penjahit rupanya terbawa hingga ke dapur. Setiap hari, Bu Martini membagi waktu berjualan menjadi dua shift: pagi hari pukul 06.00-09.00 WIB dan sore hari mulai pukul 16.30 WIB.
Di sela-sela itu, ia menyiapkan adonan untuk jualan sore. Dalam sehari, tidak kurang dari 224 buah kue lumpur terjual dari total empat kali produksi.
“Setiap ronde saya membuat empat cetakan, satu cetakan ada tujuh lubang. Jadi sekali produksi bisa menghasilkan 112 kue,” jelasnya detail.
Yang menarik, meski sudah berganti profesi beberapa kali, semangat Bu Martini tidak pernah surut.
“Namanya usaha ya harus babat alas dari nol. Tapi justru di sinilah saya menemukan kebahagiaan baru,” tuturnya.
Berbeda dengan masa-masa menjadi penjahit yang mengharuskannya bekerja dalam kesunyian, kini Bu Martini bisa bebas berinteraksi dengan pelanggan sambil tetap menghasilkan karya yang membanggakan. Pendapatan yang diperoleh pun lebih menjanjikan karena bisa berjualan dua kali sehari.
Keseimbangan antara bisnis dan keluarga juga lebih mudah dijaga dengan usaha barunya ini.
“Karena lokasi jualan di depan rumah, saya bisa tetap dekat dengan keluarga sambil menjalankan bisnis,” jelasnya.
“Alhamdulillah, rezeki memang tidak ke mana. Justru ketika kita berani mencoba hal baru, di situlah kadang rezeki menanti,” ujarnya filosofis.
Ke depan, Bu Martini berencana membuka cabang, meski rencana itu masih dalam tahap pemikiran. Baginya, yang terpenting adalah terus bersyukur dan menjaga kualitas dagangan.
“Semoga usaha ini selalu lancar dan dalam lindungan Allah SWT,” harapnya.
Kisah Bu Martini menjadi pengingat bahwa tidak ada kata terlambat untuk memulai sesuatu yang baru. Di usia 56 tahun, ia membuktikan bahwa kebahagiaan dan kesuksesan bisa datang dalam berbagai bentuk, bahkan dari sepiring kue lumpur yang mengepul hangat.
“Jangan bosan mencoba hal baru, terutama untuk ekonomi keluarga. Barangkali rezeki kita ada di salah satu hal baru yang baru kita coba,” pesannya kepada mereka yang mungkin sedang ragu untuk beralih profesi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.