Tanggal 10 Agustus 2025, bertepatan dengan Hari Konservasi Alam Nasional, Popi dilepasliarkan ke Hutan Lindung Gunung Batu Mesangat di bawah pengelolaan KPHP Kelinjau. Proses pelepasan dilakukan bersama tim dari BKSDA Kaltim, Dinas Kehutanan Kaltim, dan Centre for Orangutan Protection (COP).
Kepala BKSDA Kaltim Ari Wibawanto menjelaskan, keberhasilan Popi merupakan buah dari kerja panjang rehabilitasi yang berfokus pada kemampuan bertahan hidup.
“Dalam proses rehabilitasi, Popi menunjukkan bahwa ia sudah bisa hidup sendiri di alam. Ia sudah mampu menunjukkan sifat liarnya, bisa survive di alam. Itu persyaratan utama sebelum dilepasliarkan,” ujar Ari.
Ia menambahkan, keberhasilan semacam ini bukan hal baru, melainkan bagian dari sistem panjang konservasi orangutan di Indonesia.
“Ada banyak orang utan yang sejak bayi direhabilitasi, lalu dilepas pada usia sembilan sampai sepuluh tahun, bahkan bisa berkembang biak di alam. Tapi tidak semua sama. Kami tidak memaksakan waktu; yang penting mereka siap secara fisik dan mental,” tegasnya.
Sejak dilepasliarkan, tim APE Guardian COP melakukan monitoring pasca-rilis selama tiga bulan untuk memastikan Popi beradaptasi baik. Dalam dua hari pertama, Popi masih di sekitar titik rilis. Namun di hari ketiga, ia menyeberangi sungai lewat kanopi hutan dan bertemu Bonti, orangutan betina lain yang lebih dulu dilepas pada Januari 2025.
“Popi sempat menghilang beberapa hari, lalu muncul lagi di minggu ketiga Agustus. Terakhir terlihat di pohon dekat sungai dalam kondisi sehat. Setelah itu, ia tidak lagi terlihat, tapi kami yakin ia telah mampu bertahan hidup di habitat barunya,” kata Wahyuni, Manajer Komunikasi COP.
Dari catatan tim monitoring, Popi sudah memanfaatkan sumber pakan alami hutan Mesangat seperti daun muda, bunga, kulit liana, dan buah-buahan seperti balangkasua (Lepisanthes alata) serta sengkuang/dahu (Dracontomelon dao). Kekayaan pakan ini menjadi modal penting bagi Popi untuk benar-benar mandiri di alam.
Wahyuni mengenang, Popi pernah dikenal manja di sekolah hutan. “Nilai rapornya naik turun. Kadang seharian di atas pohon, kadang malah bermain dengan keeper. Tapi kami tidak pernah menyerah. Kami ingin Popi belajar sesuai ritmenya sendiri,” ujarnya.
Ia menambahkan, kekhawatiran terbesar tim saat pintu kandang Popi dibuka adalah kemungkinan ia akan mendekati manusia, mengingat sifat manjanya dulu. “Namun begitu pintu kandang dibuka, Popi langsung memanjat pohon dan menjauh. Itu momen paling melegakan bagi kami,” kata Wahyuni.
Menurutnya, perjalanan Popi adalah bukti nyata bahwa proses panjang rehabilitasi orangutan tak pernah mengkhianati hasil.
“Dari bayi mungil dengan pusar masih basah, hingga kini mampu hidup liar di hutan sesungguhnya, itu perjalanan luar biasa. Seberapa sulit dan panjang prosesnya, alam tetap punya panggilan kuat bagi mereka. Selamat bertualang di hutan sesungguhnya, bertahan dan berkembanglah di habitat baru mu, Popi,” tutup Wahyuni.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5376811/original/096247000_1760051762-Pelepasliaran_Popi.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)