PIKIRAN RAKYAT – Pada Sabtu 1 Februari 2025 sore, mesin pencari Google Search menghebohkan publik dengan menampilkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di level Rp8.170,65 per 1 dolar AS. Informasi yang sangat berbeda dari data resmi ini memicu perdebatan, spekulasi, hingga teori konspirasi.
Sebagai perbandingan, pada Jumat 31 Januari 2025, nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan berada di Rp16.305 per dolar AS, melemah 49 poin atau 0,30 persen dari sebelumnya Rp16.257 per dolar AS. Sementara itu, Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia mencatat kurs di Rp16.312 per dolar AS.
Google Error atau Serangan Hacker?
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), Ramdan Denny Prakoso, segera menanggapi kejadian ini.
“Level nilai tukar Rp8.100-an per dolar AS sebagaimana yang muncul di Google bukan merupakan level yang seharusnya,” ujarnya di Jakarta, Sabtu 1 Februari 2025.
BI mencatat bahwa kurs yang valid tetap berada di kisaran Rp16.312 per dolar AS pada tanggal 31 Januari 2025.
Sementara itu, Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi, mengungkapkan kemungkinan lain. Menurutnya, bisa jadi ini adalah aksi peretas yang ingin “memainkan” nilai tukar rupiah sebagai bentuk protes atau satire terhadap target ekonomi pemerintah.
“Data kurs rupiah di Google itu bisa jadi cara peretas menunjukkan bahwa rupiah bisa bernilai Rp8.000 jika pertumbuhan ekonomi Indonesia benar-benar mencapai 8 persen,” katanya.
Kesalahan Data Pihak Ketiga
Google akhirnya memberikan pernyataan resmi terkait insiden ini.
“Kami menyadari adanya masalah yang mempengaruhi informasi nilai tukar Rupiah (IDR) di Google Search. Data konversi mata uang berasal dari sumber pihak ketiga,” ujar perwakilan Google dalam keterangan tertulis, Sabtu 1 Februari 2025.
Setelah mendapat laporan tentang ketidakakuratan data, Google menghubungi penyedia data untuk segera melakukan koreksi.
“Ketika kami mengetahui ketidakakuratan, kami langsung menghubungi penyedia data untuk memperbaiki kesalahan secepat mungkin,” ucap Google.
Publik Disesatkan?
Pakar keamanan siber, Pratama Persadha menilai bahwa kesalahan ini berpotensi menyesatkan publik, terutama di era digital saat ini.
“Jika Google sebagai perusahaan teknologi terbesar di dunia tidak memiliki mekanisme cepat untuk memperbaiki kesalahan informasi finansial, maka kepercayaan publik terhadap akurasi data mereka akan semakin dipertanyakan,” tuturnya.
Pratama Persadha juga menambahkan bahwa spekulasi yang berkembang di media sosial semakin memperkeruh keadaan.
“Ada netizen yang salah paham dan mengira Google mengambil data kurs dari tahun 2009 karena membaca timestamp sebagai ’01 Feb, 09′. Padahal, itu merujuk pada waktu update terakhir, yakni pukul 16.17 WIB,” katanya.
Tim riset keamanan siber CISSReC yang dipimpin oleh Pratama juga melakukan pengecekan lebih lanjut.
“Kami membandingkan nilai tukar di Google dengan situs xe.com, dan hampir seluruh nilai tukar mata uang sesuai kecuali untuk USD ke IDR. Situs xe.com menunjukkan 1 dolar AS senilai Rp16.304,69 pada pukul 20.49 WIB,” ujarnya.
Dampak untuk Rakyat
Meski sudah diklarifikasi, kejadian ini tetap menimbulkan kebingungan di masyarakat. Bagi sebagian orang, kesalahan ini mungkin terlihat sepele, namun bagi pelaku pasar, investor, dan pengusaha yang bergantung pada nilai tukar akurat, informasi yang salah seperti ini dapat berdampak besar.
Kejadian ini mengajarkan pentingnya verifikasi informasi dari sumber resmi sebelum mempercayai data yang beredar di internet.
“Masyarakat harus lebih kritis dan selalu memeriksa data dari sumber terpercaya seperti Bank Indonesia atau situs resmi keuangan lainnya,” ucap Pratama Persadha.***
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News