Curiga Ukraina Bakal Mobilisasi Pasukan, Putin Ajukan Syarat Ketat untuk Gencatan Senjata 30 Hari – Halaman all

Curiga Ukraina Bakal Mobilisasi Pasukan, Putin Ajukan Syarat Ketat untuk Gencatan Senjata 30 Hari – Halaman all

TRIBUNNEWS.COM – Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan kesediaannya untuk menerima usulan gencatan senjata sementara selama 30 hari yang diajukan oleh Amerika Serikat (AS) terkait konflik dengan Ukraina.

Namun, Putin mengajukan sejumlah syarat sebelum kesepakatan ini dapat diterima.

Dalam konferensi pers bersama Presiden Belarusia Alexander Lukashenko, Putin menegaskan gencatan senjata harus memberikan solusi untuk akar masalah yang menyebabkan konflik.

“Idenya sendiri bagus, dan kami mendukungnya, tetapi ada sejumlah masalah yang perlu didiskusikan,” kata Putin, dikutip dari Kyiv Independent.

Putin mengungkapkan kekhawatirannya bahwa gencatan senjata dapat dimanfaatkan oleh Ukraina untuk memobilisasi pasukan dan menerima pasokan senjata.

Ia menekankan Rusia akan setuju jika ada jaminan dari Ukraina kalau mereka tidak akan melatih pasukan atau menerima bantuan militer selama periode gencatan senjata.

Putin juga mempertanyakan siapa yang akan memantau kepatuhan terhadap gencatan senjata.

“Jika ada pelanggaran dari salah satu pihak, maka bisa memperburuk situasi,” katanya.

Ia menambahkan pasukan Rusia sedang berusaha memblokir unit-unit besar Angkatan Bersenjata Ukraina di Kursk dan menekankan perlunya perundingan lebih lanjut.

Respons dari AS dan Ukraina

Sebelumnya, pada awal Maret 2025, Presiden AS Donald Trump mengusulkan penempatan pasukan perdamaian Eropa di wilayah Ukraina sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata.

Usulan ini ditolak Rusia karena dianggap sebagai campur tangan NATO.

Putin lebih memilih untuk membahas masalah ini langsung dengan AS dan mungkin dengan Trump.

Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyatakan Rusia tampaknya berusaha menunda perdamaian selama mungkin.

Sebagai bagian dari upaya gencatan senjata, Ukraina setuju untuk menerima gencatan senjata yang diusulkan oleh AS pada Selasa (11/3/2025), dengan syarat Rusia juga melaksanakannya.

Perundingan ini diharapkan dapat membawa jalan menuju penyelesaian yang lebih permanen dan damai di Ukraina.

Rusia Kembali Kuasai 70 persen Kursk

Selain gencatan senjata, situasi di Kursk juga menjadi perhatian internasional.

Dalam perkembangan lain yang dilaporkan oleh The Guardian, Rusia berhasil merebut kembali sekitar 70 persen wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh Ukraina di Kursk.

Kursk merupakan bagian dari wilayah yang direbut Kyiv selama penyerbuan Ukraina pada Agustus tahun lalu.

Menurut Institut Studi Perang yang berbasis di Washington, wilayah yang kini dikuasai Rusia sebelumnya dikuasai Ukraina pada minggu-minggu pertama invasi tersebut.

Saat ini, Ukraina hanya menguasai kurang dari 200 kilometer persegi di Kursk, sebuah penurunan signifikan dari 1.300 kilometer persegi yang mereka kuasai pada puncak serangan.

Militer Rusia mengonfirmasi bahwa mereka telah mengambil alih sebagian besar wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh Ukraina.

Tentara Ukraina yang berusaha melarikan diri dari Kursk dilaporkan harus berjalan puluhan kilometer untuk kembali ke wilayah Ukraina.

Itu pun sambil menghindari patroli dan serangan dari pasukan Rusia yang terus menguasai wilayah tersebut.

Ukraina Bangun Pertahanan Cepat di Kursk

Pada Kamis (13/3/2025), militer Ukraina berusaha keras membangun garis pertahanan di dekat perbatasan untuk mencegah Rusia memanfaatkan serangan balasan Sudzha sebagai landasan untuk maju ke wilayah timur laut Ukraina.

Invasi Ukraina ke Kursk sebelumnya dimaksudkan untuk mengalihkan perhatian pasukan Rusia dari bagian lain di Ukraina.

Selain itu, wilayah yang berhasil direbut di Kursk dipandang sebagai alat tawar-menawar bagi Ukraina.

Ukraina Perintahkan Evakuasi Wajib di Delapan Desa Dekat Perbatasan Kursk

Pada Kamis (13/3/2025), Ukraina mengumumkan perintah evakuasi wajib terhadap delapan desa yang terletak di dekat perbatasan dengan wilayah Kursk.

Pemerintahan militer wilayah Sumy mengungkapkan bahwa keputusan evakuasi tersebut diambil karena “memburuknya situasi operasional di wilayah tersebut” dan “penembakan terus-menerus oleh Rusia.”

(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)