TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- AP (40), ibu rumah tangga yang menjadi korban penusukan anaknya MAS (14) telah memaafkan pelaku.
Dalam kejadian penusukan tersebut, MAS membunuh ayah dan neneknya, APW (40) dan RM (67) pada Sabtu (30/11/2024). Pembunuhan ayah dan nenek itu terjadi di Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Kasie Humas Polres Metro Jakarta Selatan, AKP Nurma Dewi, setelah melakukan pemeriksaan kedua terhadap AP pada Rabu (11/12/2024).
“Kalau kita mintain keterangan kemarin, ibunya sangat memaafkan,” ujar Nurma saat ditemui di Tebet, Jakarta Selatan, pada Jumat (13/12/2024).
Nurma mengatakan AP mengatakan MAS tetaplah anaknya terlepas dari perbuatannya.
“‘Bagaimanapun ceritanya, dia itu tetap anak saya’, itu yang dikatakan oleh ibunya,” kata Nurma.
Nurma menambahkan bahwa ucapan maaf yang disampaikan oleh AP kepada MAS juga merupakan upaya untuk meringankan hukuman pelaku.
Meskipun demikian, AP menyadari bahwa proses hukum terhadap MAS tetap berlanjut meskipun ia telah memberikan permohonan maaf.
“Iya melindungi betul (ingin keringanan hukuman). Dia sudah minta, bahkan dia menganggap jika (penusukan) itu bukan perbuatan anaknya,” tambah Nurma.
Psikolog tidak temukan hal mencurigan dari sikap MAS
Novita Tandry, psikolog yang sempat mendampingi MAS (14) tidak menemukan kejanggalan dalam sikap MAS selama sesi percakapan singkat mereka.
“Kalau saya melihat, secara fisik dia cukup baik, secara psikologis juga cukup baik. Bicara manner, sopan santun, etikanya ada. Dia menjawab pertanyaan nyambung, logikanya jalan,” ujar Novita saat dihubungi, Senin (9/12/2024).
Meski demikian, Novita belum dapat menarik kesimpulan pasti mengenai motif di balik tindakan MAS. Ia menegaskan bahwa pemahaman mendalam terhadap kasus ini memerlukan kajian komprehensif, mengingat banyaknya faktor yang mungkin terlibat.
“Kalau bicara perricide, tindakan pembunuhan anak pada salah satu atau kedua orangtuanya, faktornya kan banyak, kombinasi penyebabnya juga banyak,” jelasnya.
Prestasi akademik dan tekanan
Novita mengungkapkan, MAS dikenal cerdas di bidang akademik. Sejak SD hingga SMP, ia konsisten berada di peringkat 10 besar.
Namun, nilai akademiknya mulai menurun setelah masuk SMA, yang bukan merupakan sekolah impiannya.
“Yang selama ini sampai SMP selalu masuk 10 besar, tetapi dia tidak diterima di sekolah yang dia mau. Jadi ini mungkin salah satu faktor tekanan,” katanya.
Novita juga menemukan bahwa MAS memiliki minat di bidang seni, seperti menggambar animasi dan karikatur, yang menunjukkan kecerdasannya.
Gangguan tidur dan halusinasi
MAS diketahui memiliki riwayat gangguan tidur dan pernah empat kali berkonsultasi ke psikiater bersama orangtuanya.
Novita menduga gangguan tidur berkontribusi pada munculnya halusinasi auditori, seperti bisikan yang didengar MAS sebelum melakukan pembunuhan.
“Halusinasi auditori atau visual itu bisa terjadi pada saat kita kurang tidur. Dia di sekolah juga suka ketiduran di kelas,” ungkap Novita.
Saat insiden pembunuhan terjadi, MAS diduga sedang mengalami kesulitan tidur. Menurut Novita, tekanan dari berbagai aspek yang dialami MAS dapat memengaruhi kemampuan berpikir jernih.
“Pressure seseorang yang terus datang secara bersamaan bisa membuat orang tidak bisa berpikir jernih. Kewarasannya hilang saat itu,” tambahnya.
Menunggu penyelidikan lebih lanjut
Novita menekankan pentingnya menunggu hasil penyelidikan resmi, termasuk dari Asosiasi Psikologi Forensik (Apsifor), untuk memahami motif tindakan MAS secara menyeluruh.
“Kalau menurut saya, pressure dari akademik yang sedang turun, gangguan tidur, dan kurangnya aktivitas fisik saling berkorelasi erat dengan kondisi kesehatan mental,” tutup Novita. (TribunJakarta/Kompas.com)