Cinta Ibu dalam Setiap Gram Emas: Dari Rp 15.000, Lily Bangun Masa Depan Anak-anaknya
Tim Redaksi
PALOPO, KOMPAS.com
– Suasana sebuah toko peralatan rumah tangga di Kelurahan Balandai, Kota Palopo, Sulawesi Selatan, tampak ramai.
Deretan piring, gelas kaca, ember plastik, timba, hingga rak berisi aneka perabot dapur tertata rapi.
Di balik meja kasir, seorang perempuan berwajah teduh dengan senyum hangat sibuk melayani pembeli.
Sesekali ia menunduk menghitung uang, lalu menulis sesuatu di buku catatan sederhana.
Perempuan itu adalah Lily Ocmelia (36).
Ibu tiga anak asal Medan ini kini dikenal sebagai pedagang sukses.
Namun, di balik kerapian toko dan ramainya pelanggan, ada kisah panjang tentang perjuangan, ketekunan, dan keberanian mengambil keputusan kecil yang berdampak besar: menabung emas di Pegadaian.
Lily merantau ke Palopo, Sulawesi Selatan, dua dekade lalu.
Seperti banyak perantau lainnya, ia datang dengan harapan sederhana: ingin hidup lebih baik.
Modalnya terbatas, pekerjaannya pun serabutan.
Ia sering kali mendapati uang hasil kerja cepat habis.
Ada kebutuhan sehari-hari, ada pula godaan untuk membeli hal-hal kecil yang membuat uang tak tersisa.
Pada 2004, sejak masih SMP, ia mendengar kabar dari seorang teman bahwa Pegadaian membuka layanan Tabungan Emas, sebuah produk yang memungkinkan siapa pun menabung mulai dari Rp10.000 atau Rp15.000.
“Awalnya saya ragu. Masa iya bisa nabung Rp15.000 diubah jadi emas? Tapi saya coba saja. Ternyata betul, dan nilainya terasa lebih besar dari sekadar tabungan biasa,” kenang Lily, Sabtu (20/9/2025).
Sejak hari itu, kebiasaannya berubah.
Ia mulai rajin menyisihkan uang kecil setiap kali ada rezeki.
Dari Rp15.000, Rp30.000, hingga ratusan ribu.
Hasil tabungan emas itu tidak hanya bertambah, tetapi juga memberi kejutan.
Dalam setahun, ia menghitung selisih keuntungan yang cukup besar.
“Kalau deposito biasa, paling dapat Rp22 juta. Tapi kalau emas, bisa jadi Rp28 juta lebih. Saya kaget juga, ternyata naiknya lumayan besar,” kata Lily.
Perlahan, ia mulai memanfaatkan emas itu untuk sesuatu yang lebih produktif: membuka usaha kecil menjual barang pecah belah.
Awalnya, barang dagangannya sederhana, seperti piring, gelas, beberapa ember plastik, timba, sapu, dan sebagainya.
Pelanggannya pun hanya tetangga sekitar.
Namun, ketika butuh tambahan modal untuk mendatangkan barang dari Jawa, emas kembali jadi penyelamat.
“Kalau modal kurang, saya gadaikan dulu emasnya. Nanti setelah barang laku, ditebus lagi. Itu yang bikin usaha saya tidak pernah terhenti,” ucapnya.
Kini, usaha Lily berkembang pesat.
Tokonya berubah menjadi grosir peralatan rumah tangga.
Pembeli datang bukan hanya dari sekitar rumah, tetapi juga dari beberapa daerah.
Di dalam toko, deretan rak penuh barang menjadi bukti kerja keras dan konsistensinya.
Dari emas yang awalnya hanya seberat beberapa gram, kini lahir sebuah usaha yang menopang hidup keluarga.
“Kalau bukan karena emas, mungkin saya sudah berhenti dagang. Uang gampang habis, tapi kalau emas, bisa jadi modal kapan saja,” ujar Lily sambil tersenyum.
Selain untuk usaha, Lily memandang emas sebagai warisan masa depan anak-anaknya.
Putra sulungnya kini sekolah di pondok pesantren kelas 7, sementara dua anak lainnya masih di sekolah dasar.
Sebagai ibu, ia ingin memastikan pendidikan mereka tidak terputus.
“Saya selalu bilang ke anak-anak, emas ini untuk masa depan kalian. Bahkan mereka sudah saya buatkan tabungan emas sendiri dari uang jajan. Jadi mereka belajar menabung sejak kecil,” tuturnya.
Di sela kesibukannya berdagang, Lily sering membayangkan saat anak-anaknya nanti kuliah.
Tabungan emas yang ia kumpulkan sedikit demi sedikit akan jadi bekal untuk mereka meraih cita-cita.
Selain tabungan, Lily juga mencoba program Cicil Emas.
Baru-baru ini, ia berhasil menebus logam mulia 25 gram hasil cicilannya.
“Rasanya bahagia sekali bisa pegang emas batangan. Padahal nyicilnya kecil-kecil, tapi akhirnya bisa lunas. Itu bikin saya tambah yakin untuk terus menabung,” imbuhnya.
Ia kini bermimpi bisa mengumpulkan emas hingga ratusan gram.
Baginya, emas bukan hanya investasi, tetapi juga bentuk ketekunan dan doa yang diwujudkan dalam wujud nyata.
Meski sudah menikmati hasil, Lily menyimpan satu penyesalan: ia merasa terlambat memulai.
“Kalau tahu dari dulu, mungkin sekarang emas saya sudah lebih banyak. Dulu saya nabung di deposito, hasilnya kecil. Kalau emas, dalam setahun saja bisa naik jauh,” katanya.
Ia berharap lebih banyak ibu rumah tangga yang berani mencoba.
“Jangan tunggu punya uang banyak dulu. Mulai dari kecil, Rp10 ribu sehari pun bisa. Lama-lama jadi besar. Saya sudah buktikan, usaha bisa jalan, anak-anak bisa sekolah, semua karena emas,” tuturnya.
Kepala Cabang Pegadaian Palopo, Erik, mengatakan kisah Lily adalah bukti nyata bagaimana produk emas Pegadaian memberdayakan masyarakat.
“Tabungan Emas bisa dimulai dari Rp10.000. Jadi semua kalangan bisa menabung. Dari yang awalnya kecil, lama-lama terkumpul dan bisa jadi modal usaha atau jaminan pendidikan, seperti yang dialami Ibu Lily,” jelas Erik.
Menurut Erik, dalam lima tahun terakhir, minat masyarakat Palopo terhadap emas meningkat signifikan.
Digitalisasi layanan juga memudahkan masyarakat mengakses produk tanpa harus datang ke kantor.
“Sekarang semua bisa lewat aplikasi. Masyarakat bisa menabung, membeli, atau menggadai emas dengan cepat. Itu membuat mereka lebih percaya diri untuk berinvestasi,” terangnya.
Kisah Lily bukan sekadar cerita bisnis.
Di dalamnya ada sisi humanis yang kuat: seorang ibu yang ingin anak-anaknya bersekolah tinggi, seorang perempuan yang tidak menyerah pada keterbatasan, dan seorang pedagang yang berani mengambil langkah kecil untuk mewujudkan mimpi besar.
Pegadaian, lewat produk emasnya, menjadi jembatan harapan: mengemaskan Indonesia.
Dari setoran kecil Rp15.000, kini berdiri sebuah toko grosir yang menopang kehidupan keluarga.
Dan di balik meja kasir, setiap gram emas yang Lily tabung adalah simbol cinta seorang ibu kepada masa depan anak-anaknya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Cinta Ibu dalam Setiap Gram Emas: Dari Rp 15.000, Lily Bangun Masa Depan Anak-anaknya Makassar 20 September 2025
/data/photo/2025/09/20/68ce5d1e02c1f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)