Cerita Penumpang Tak Bisa Pulang dan Terpaksa Bermalam di Stasiun Cikarang
Editor
BEKASI, KOMPAS.com
– Bagi sebagian orang, Stasiun Cikarang bukan sekadar tempat transit, tetapi juga tempat beristirahat sementara ketika malam terlalu larut dan kereta terakhir sudah berangkat.
Di antara dinginnya angin, sejumlah penumpang terlihat menghabiskan malam di sudut-sudut stasiun, menunggu kereta paling pagi agar bisa kembali melanjutkan perjalanan.
Kompas.com memantau suasana
Stasiun Cikarang
sejak Kamis (20/11/2025) malam hingga Jumat dini hari (21/11/2025).
Kereta terakhir dari arah Manggarai tiba sekitar pukul 00.40 WIB.
Namun, meski aktivitas kereta berhenti, ruang tunggu dan area lobi masih tetap penuh oleh penumpang yang memilih bermalam di sana.
Di ruang tunggu Perjalanan Jarak Jauh (PJJ) di lantai II, masih ada 17 penumpang yang bertahan.
Ada yang tidur di bangku, di lantai, mengisi baterai ponsel, hingga sekadar duduk menunggu dengan sorot mata lelah.
Seorang keluarga tampak berkumpul di pojok ruangan sambil menata koper dan tas ransel besar.
Di lantai I, pemandangan serupa terlihat.
Beberapa lelaki tidur di dekat tiang beton, ada yang rebahan di teras dengan kantong plastik menutupi badan, bahkan seorang pria tua terlihat tidur menempel dinding.
Sementara empat pemuda duduk mengobrol di taman depan stasiun. Di area parkir motor, dua orang lain juga tertidur sambil menutup wajah dengan kain.
Bagi banyak dari mereka, tak pulang malam itu bukan pilihan, melainkan keadaan.
Eri, seorang warga yang malam itu tidur di luar stasiun, mengaku menginap karena tidak ada ongkos untuk pulang.
“Mau pulang tapi tidak ada ongkos. Ya saya menunggu di sini dulu. Nanti mau naik KRL paling pagi, yang jam 04.00 WIB. Ke arah Tangerang Selatan,” ujarnya.
Eri menjelaskan bahwa ini adalah pengalaman pertamanya bermalam di stasiun.
Ia baru pulang dari menjenguk teman yang terkena musibah, dan transportasi lain terlalu mahal bagi kantongnya.
“Kebetulan tidak bawa motor. Jadi menunggu saja yang ongkosnya murah. Saya mau duduk di luar stasiun sambil menunggu,” katanya.
Nasib serupa dialami Adit (50), warga Cikarang yang bekerja di proyek konstruksi di Krenceng, Cilegon, Banten.
Ia pulang dua kali seminggu untuk menengok keluarga, dan pada Jumat pagi harus kembali bekerja. Agar tidak terlambat, ia memilih menunggu kereta paling pagi.
“Pokoknya saya usaha berangkat pakai kereta paling pagi dari sini. Ya jam 04.00 WIB. Kalau kesiangan nanti susah dapat keretanya. Apalagi perjalanan saya sangat jauh, ganti-ganti kereta sampai Banten,” ujar Adit.
“Tadi dari rumah jam 22.30 WIB. Ya saya tunggu di sini saja. Saya isi baterei handphone dulu, nanti kalau diusir sama petugas keamanan, saya keluar,” tambahnya.
Seorang petugas keamanan Stasiun Cikarang menjelaskan bahwa ruang tunggu lantai II seharusnya digunakan hanya untuk penumpang jarak jauh, lansia, ibu hamil, atau penumpang yang membawa anak.
Meski begitu, pihaknya tetap melakukan pengecekan dan menertibkan secara berkala.
“Kami cek dulu untuk memastikan para penumpangnya supaya tertib. Untuk yang menunggu kereta ke arah barat, Jakarta dan lainnya, kami minta untuk tertib menunggu di luar stasiun,” katanya.
Pada pukul 01.45 WIB, petugas mulai memeriksa satu per satu penumpang yang tidur di ruang tunggu dan meminta beberapa di antaranya pindah keluar.
Beberapa orang kemudian memilih duduk di taman, di samping stasiun, atau kembali merebahkan badan di parkiran motor.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Cerita Penumpang Tak Bisa Pulang dan Terpaksa Bermalam di Stasiun Cikarang Megapolitan 21 November 2025
/data/photo/2025/11/21/691fd60f36d55.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)