Cerita Mushoddiq Bangkit Usai Tertipu Kripto, Berjualan Majalah Anak di Halte Megapolitan 25 November 2025

Cerita Mushoddiq Bangkit Usai Tertipu Kripto, Berjualan Majalah Anak di Halte
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        25 November 2025

Cerita Mushoddiq Bangkit Usai Tertipu Kripto, Berjualan Majalah Anak di Halte
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Mushoddiq (65), pria yang berjualan majalah anak, di Halte Transjakarta Bundaran HI, Jakarta Pusat, berbagi cerita soal jatuh bangun mencari nafkah di usia yang tak lagi muda.
Ia merupakan seorang
pensiunan guru
sejarah dari satu sekolah negeri di Jakarta pada 2016.
Usai pensiun sembilan tahun lalu, bapak dua anak itu masih ingin bekerja kembali untuk mengisi waktu.
Mushoddiq
lantas melamar kerja di sejumlah perusahaan bagi warga lansia.
“Waktu itu dapat. Jadi posisinya sebagai marketing untuk kredit PNS dan pensiunan di salah satu bank swasta,” ujar Mushoddiq saat dijumpai
Kompas.com
di Halte Transjakarta Bundaran HI, Jakarta Pusat, Selasa (25/11/2025).
Awalnya, pekerjaan berjalan lancar dan menguntungkan. Namun, setelah berjalan selama tiga tahun lebih, posisinya sebagai marketing terdampak pandemi Covid-19.
Saat itu, bisnis kredit perbankan pun ikut berhenti.
Mushoddiq lantas kehilangan pekerjaan dan beristirahat saat pandemi.
Di saat masa-masa istirahat itulah, ada sejumlah pihak yang menawarkan investasi kripto kepadanya.
Tergiur untuk mencoba, Mushoddiq pun menginvestasikan tabungan pensiun dan pendapatan dari pekerjaan marketing untuk kripto.
“Tapi ternyata, (perusahaan tempat investasi) tidak terdaftar. Ternyata odong-odong. Habislah itu (modal yang disetorkan),” katanya.
“Jujur saya memang kurang paham. Memang diperlukan yang ahli untuk urusan investasi kripto. Sementara kan saya lulusan S1 jurusan sejarah, sudah lama pula, zaman purbakala,” ujar Mushoddiq sambil berseloroh.
Setelah peristiwa penipuan itu, ia mengaku keuangan keluarganya sempat jatuh.
Sehingga Mushoddiq harus kembali mencari pekerjaan untuk membiayai hidup.
Ia sempat menjalani sejumlah pekerjaan sebelum akhirnya memutuskan berjualan koran dan majalah.
Mushoddiq mengungkapkan, ia awalnya tertarik membuka lapak koran dan majalah lantaran sering melihat orang lain yang juga melakukan hal serupa di halte Transjakarta.
Selain itu, ia juga seorang yang gemar membaca sejak kecil.
“Saya sejak SMP tahun 1970-an sudah baca Harian Kompas. Kalau adik-adik saya baca Bobo. Jadi memang tidak asing dengan koran dan majalah anak,” tuturnya.
Mushoddiq yang punya latar pendidikan S2 manajemen mencoba mengemas lapaknya dengan lebih profesional.
Awalnya, untuk membuka lapak Mushoddiq mengeluarkan uang Rp 400.000. Modal itu ia belikan perlengkapan untuk berjualan.
Khusus untuk lapak berwarna biru tempat menggelar dagangan diberikan oleh pihak Kompas.
Setiap hari, Mushoddiq berpakaian kemeja rapi saat berangkat dari rumahnya di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur.
Setelah sampai Halte Transjakarta Bundaran HI sekitar pukul 06.45 WIB, dia segera membuka lapak dan menata dagangannya.
 “Buka dari jam 07.00-12.00 WIB, Senin sampai Jumat. Kalau ada pesanan majalan Bobo dari pelanggan, saya buka lagi lapaknya sore pas jam warga pulang kerja. Jadi warga yang memesan bisa ambil di lapak saya di halte ini,” tuturnya.
Di lapaknya, tertulis harga masing-masing majalah dan koran yang dijual. Pembayaran bisa dilakukan dengan tunai (cash) atau transfer.
Selain itu, untuk penjualan majalah Bobo, Mushoddiq mencetak kartu informasi khusus.
Kartu itu berisi informasi seputar majalah Bobo edisi khusus yang sudah terbit, dilengkapi cara pemesanan, nomor telepon dan nomor rekening Mushoddiq untuk pembayaran secara online.
“Langsung saya kasih kartunya kepada warga yang terlihat tertarik untuk beli majalahnya. Jadi mereka bisa akses informasi bagaimana cara belinya meski tidak membeli on the spot ya,” tuturnya.
Saat ditanya soal sosoknya yang kini dikenal luas oleh warganet, Mushoddiq mengaku senang.
Ia mengatakan, putranya memberitahu bahwa ia saat ini sedang
viral di media sosial
.
“Alhamdulillah ya. Jadi banyak yang lebih tahu, banyak yang beli dagangan saya. Alhamdulillah ada peningkatan omzet saya,” tutur Mushoddiq.
Murid-murid yang dulu pernah diasuhnya di sekolah pun banyak yang mengingat dan datang mengunjungi lapaknya.
Ia pun berterima kasih kepada salah seorang gen Z yang membuatkan video dan mengunggahnya di media sosial.
Berkat video itu, Mushoddiq dikenal luas sebagai pensiunan guru sejarah yang menjual majalah dan koran di Halte Transjakarta.
Kini pendapatannya pun mengalami kenaikan dari yang sebelumnya ratusan ribu menjadi menyentuh angka jutaan rupiah dari
berjualan majalah
dan koran.
Dari penghasilan itu, ia mengaku bisa menyambung biaya hidup sehari-hari.
“Cukup untuk biaya sehari-hari. Namanya kita kan usaha. Ada motivasi the power of kepepet. Menurut saya, lansia masih bisa bekerja, berkarya. Ini juga untuk motivasi lansia lainnya yang senasib dengan saya,” tutur Mushoddiq.
Menurut Mushoddiq, dia sudah tujuh bulan ini berjualan majalah anak dan koran di Halte Transjakarta Bundaran HI.
Sebelumnya, sekitar tujuh bulan ia berjualan di Halte Tegal Mampang, Jakarta Selatan.
Saat mengawali usahanya, ia baru berjualan Harian Kompas, The Jakarta Post dan tabloid otomotif.
Ia kemudian ditawari untuk berjualan majalah Bobo.
“Alhamdulillah Bobo paling laris. Seminggu bisa 100 eksemplar. Apalagi kalau ada yang edisi khusus, banyak sekali yang cari. Bisa 100 lebih terjual per Minggu,” kata Mushoddiq.
Ia bilang, pelanggan majalah Bobo yang dijualnya berasal dari kalangan ibu-ibu muda, bapak-bapak muda hingga anak muda yang ingin bernostalgia dengan majalah tersebut.
Para pelanggan itu juga mencari majalah Bobo untuk anak-anak mereka.
Sementara itu untuk koran lebih banyak dicari oleh karyawan swasta, eksekutif muda hingga lansia yang masih ingin membaca berita surat kabar.
Mushoddiq sangat senang karena masih banyak warga yang mau membaca koran dan majalah.
Selain itu, pelanggan yang bertukar cerita dengannya saat membeli majalah Bobo edisi khusus juga membuatnya terharu.
“Ada yang terlihat senang sekali saat cerita dulu saya baca ini saat kecil, isinya ini-ini. Saya ikut senang karena bisa membantu orang bernostalgia,” ungkap Mushoddiq.
“Tapi ada sedihnya juga, kalau pelajar jarang sekali yang berminat baca. Sudah lebih banyak akses handphone saja,” lanjutnya ketika ditanya apakah ada kalangan pelajar yang membeli koran dan majalah dagangannya.
Mushoddiq berpesan kepada generasi Z agar tetap mau banyak membaca dan belajar dari berbagai sumber.
Terutama di tengah perkembangan digital yang semakin pesat.
“Gen Z teruslah membaca, karena dengan baca kita jadi cerdas. Yang paling penting kita bisa membedakan mana informasi hoaks, mana yang bukan,” tutur mantan guru SMPN 74, Rawamangun, Jakarta Timur itu.
Ia pun menitipkan pesan, bagi warga yang ingin membeli koran atau majalah untuk referensi berita sehari-hari bisa datang ke lapaknya yang berada di Halte Transjakarta Bundaran HI.
Selain itu, warga juga bisa memesan lewat nomor WhatsApp 085 813 888 000.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.