Cerita Ibu di Yogyakarta Bangun Komunitas Gifted Children: Berawal dari Keresahan Anaknya Bosan Sekolah
Tim Redaksi
YOGYAKARTA, KOMPAS.com
– Istilah gifted children atau anak dengan kecerdasan luar biasa di atas rata-rata masih jarang dikenal di Indonesia.
Anak-anak berbakat istimewa ini sering kali menghadapi tantangan dalam sistem pendidikan yang belum mampu menyesuaikan kebutuhan belajar mereka.
Masalah itu salah satunya dirasakan oleh Patricia Lestari Taslim, seorang ibu asal Maguwoharjo, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Ia adalah founder komunitas Parents Support Group for Gifted Children (PSGGC) Jogjakarta, wadah bagi orangtua yang memiliki anak-anak gifted untuk saling berbagi pengalaman dan mencari solusi.
Patricia menceritakan, ide pembentukan komunitas ini berawal dari pengalaman pribadinya mendampingi putrinya, Maria Clara Yubilea atau biasa disapa Lala, yang kerap keluar masuk sekolah saat duduk di bangku SD.
“Saya masih ingat saat itu kelas 2 SD, dia sempat ngomong tidak mau sekolah. Maunya homeschooling,” kenang Patricia saat diwawancarai Kompas.com, Selasa (14/10/2025).
Sebagai orangtua dengan latar belakang pendidik—sang suami, Boy Rahardjo Sidharta, adalah dosen di Universitas Atma Jaya, sementara Patricia sendiri dosen dan mantan guru—mereka mencoba berdialog dengan sang anak.
“Kalimat yang sama saya sampaikan waktu itu, ayahnya dosen, ibunya guru, anaknya nggak mau sekolah, apa kata dunia?” ujarnya sambil tersenyum.
Namun, Lala tetap merasa tidak nyaman di sekolah. Ia sering mengeluh pelajaran yang diterima terasa berulang dan membosankan.
“Kami berusaha memenuhi kehausan ilmunya. Setiap hari setelah sarapan, kami tanya, ‘pulang sekolah kamu mau apa?’ Dia minta ke museum, ke perpustakaan, ya kami penuhi. Waktu itu kami belum tahu anak ini gifted,” tutur Patricia.
Krisis itu memuncak saat Lala duduk di kelas 6 SD. Ia menolak mengikuti model pembelajaran yang hanya berfokus pada latihan soal untuk ujian nasional.
“Drilling itu membuat dia sangat tidak nyaman. Dia sempat protes, ‘kalau dari dulu lulusnya cuma tiga pelajaran, ngapain belajar sepuluh?’” kata Patricia.
Akhirnya, setelah negosiasi panjang, orangtua mengizinkan Lala berhenti sekolah formal dan menjalani homeschooling, dengan syarat tetap mengikuti ujian agar memperoleh ijazah.
Namun, tak lama berselang, Lala kembali bosan. Saat usianya belum genap 13 tahun, ia menguasai materi pelajaran setingkat SMP dan ingin langsung mengikuti ujian paket B.
“Syaratnya waktu itu harus tes IQ. Hasilnya 131. Dari situ kami mulai sadar ada sesuatu yang berbeda,” ungkap Patricia.
Penasaran dengan istilah “gifted”, Patricia mencari informasi di internet hingga akhirnya menemukan komunitas nasional orangtua anak gifted di media sosial.
“Lewat Facebook saya buat pengumuman. Dari situ awal mula PSGGC Jogja. Orangtua-orangtua dengan keresahan yang sama berkumpul. Kami sama-sama butuh berjuang bagaimana mengasuh anak-anak ini,” ujarnya.
Kini, setelah 12 tahun berdiri, PSGGC Yogyakarta aktif menggelar seminar, diskusi, dan edukasi seputar anak gifted dengan menghadirkan psikolog dan pakar pendidikan.
Komunitas ini juga telah menerbitkan dua buku:
Menyongsong Pagi: Menyingkap Tabir Permasalahan Pendidikan Anak Gifted (Cerdas Istimewa)
Menyiangi Petang: Menyibak Aneka Karakter Anak-Anak Cerdas Istimewa di Jogjakarta
“Selain lewat seminar, kami juga aktif di media sosial agar orangtua lain tidak bingung mencari informasi,” tambahnya.
Seiring waktu, PSGGC Jogja berkembang menjadi jaringan nasional.
“Sekarang sudah ada PSGGC Solo, Jawa Timur, bahkan anggota kami ada di Kalimantan, Papua, dan Thailand. Kami menyebutnya PSGGC Indonesia,” kata Patricia.
Total anggota PSGGC Jogja saat ini mencapai 50 keluarga dengan anak yang sudah terdiagnosis gifted, sementara secara nasional jumlah anggotanya mencapai 200 orang.
Bagi Patricia, perjuangan mendampingi anak gifted bukan hanya soal pendidikan, tapi tentang memahami cara berpikir, rasa ingin tahu, dan kebutuhan emosi mereka.
“Anak-anak gifted bukan sombong, mereka hanya butuh ruang untuk berpikir dengan caranya sendiri,” tutupnya dengan tenang.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Cerita Ibu di Yogyakarta Bangun Komunitas Gifted Children: Berawal dari Keresahan Anaknya Bosan Sekolah Yogyakarta 15 Oktober 2025
/data/photo/2025/10/15/68ef97f42b469.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)