Cerita Adit Pilih Jaga Palang Kereta untuk Sambung Hidup, Tolak Ikut Sekolah Rakyat Megapolitan 16 Juli 2025

Cerita Adit Pilih Jaga Palang Kereta untuk Sambung Hidup, Tolak Ikut Sekolah Rakyat
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        16 Juli 2025

Cerita Adit Pilih Jaga Palang Kereta untuk Sambung Hidup, Tolak Ikut Sekolah Rakyat
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Faktor ekonomi masih menjadi penyebab utama yang membuat sejumlah anak di Jakarta
putus sekolah
.
Ketiadaan biaya pada akhirnya membuat sejumlah anak terpaksa bekerja demi memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti yang dialami Aditya (16), warga yang tinggal di bantaran Kali Ciliwung, Jalan Tenaga Listrik, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Di usianya yang baru menginjak 16 tahun, Aditya sudah menjadi tulang punggung bagi keluarganya.
“Aku terakhir sekolah di Palembang pas sekolah dasar, setelah itu aku tidak sekolah karena enggak ada biaya,” ujarnya kepada
Kompas.com
di area Jakarta Pusat, Rabu (16/7/2025).
Kini, Aditya harus membantu kedua orangtuanya untuk menutupi kebutuhan hidup dan membayar utang keluarga.
Setiap hari, ia berjaga di sebuah palang pintu rel kereta api tanpa pembatas, menjaga kendaraan yang melintas agar tetap aman.
Ia mengungkapkan bahwa keluarganya tengah terlilit utang, termasuk untuk membayar biaya kontrakan yang mereka tinggali.
“Parkir aja Bang setiap hari, ini kan relnya enggak ada pembatasnya. Jadi saya yang berjaga di sini, dan uangnya dikumpulkan untuk sehari-hari dan bayar hutang,” imbuhnya.
Meski telah memikul beban besar sejak muda, Aditya tetap semangat untuk membahagiakan keluarganya.
 
Namun, ketika ditanya apakah ingin melanjutkan pendidikan melalui
Sekolah Rakyat
, ia menolak. Meski program itu gratis, ia lebih memilih bekerja demi kelangsungan hidup keluarganya.
“Enggak mau, mau cari duit aja, karena buat bayar hutang,” kata dia.
Aditya bercerita bahwa ia sudah mulai bekerja sejak pukul 06.00 WIB hingga pukul 20.00 WIB.
Dari hasil kerja tersebut, ia mendapatkan uang yang jumlahnya tak selalu menentu.
“Enggak tentu (uang yang didapat), terkadang sehari bisa Rp 60 ribu, terkadang bisa RP 30 ribu, tapi kan itu lumayan,” ungkap dia.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau Gus Ipul menjelaskan, Sekolah Rakyat adalah program pemerintah yang hadir sebagai upaya mengedepankan kesetaraan kesempatan pendidikan bagi seluruh anak-anak di Indonesia.
Program tersebut diselenggarakan oleh pemerintah bukan untuk memperlihatkan adanya kesenjangan sosial.
“Sekolah Rakyat mengedepankan kesetaraan kesempatan, bukan kesenjangan sosial. Sekolah Rakyat menumbuhkan solidaritas, bukan kompetisi yang timpang,” ujar Gus Ipul dalam sambutan Pembukaan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah Rakyat Tahun Ajaran 2025/2026 di Sentra Terpadu Inten Soeweno, Cibinong, Kabupaten Bogor, Senin (14/7/2025).
Sekolah Rakyat merupakan strategi besar Presiden Prabowo Subianto untuk memutus rantai kemiskinan di Indonesia. Ia yakin, Sekolah Rakyat dapat menghasilkan anak-anak cerdas yang tidak kalah hebatnya dengan anak-anak dari sekolah umum.
“Untuk menjalin pendidikan yang bermutu untuk anak keluarga miskin dan miskin ekstrem, dan tidak boleh ada yang tertinggal dalam pendidikan,” ujar Gus Ipul.
Pada Senin (14/7/2025), pemerintah resmi memulai operasi Sekolah Rakyat di 63 titik dengan peserta didik mencapai 6.130 siswa.
Targetnya, total 100 titik Sekolah Rakyat dapat beroperasi pada tahun ajaran 2025/2026, di mana 37 titik tambahan dijadwalkan akan dibuka pada akhir Juli 2025.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.