Category: Tribunnews.com Regional

  • Kondisi Siswa SD di Medan yang Dihukum Duduk di Lantai, Orang Tua Minta Wali Kelas Dipecat – Halaman all

    Kondisi Siswa SD di Medan yang Dihukum Duduk di Lantai, Orang Tua Minta Wali Kelas Dipecat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang siswa kelas 4 SD di Medan, Sumatra Utara berinisial MI (10) mendapat hukuman duduk di lantai karena menunggak pembayaran SPP.

    MI dihukum selama tiga hari sejak Senin (6/1/2025) hingga Rabu (8/1/2025).

    Ibu MI, Kamelia (38), mengaku kaget melihat anaknya dipermalukan di hadapan teman-temannya selama proses belajar.

    Kamelia berencana memindahkan anaknya ke sekolah lain karena trauma.

    Jika pihak sekolah memecat wali kelas bernama Haryati, Kamelia tak akan memindahkan anaknya.

    “Saya berkoordinasi dengan kepala sekolah, buk kalau dia gak keluar, saya tarik anak saya.”

    “Karena otomatis anak saya trauma,” ucapnya, Sabtu (11/1/2025).

    Menurut Kamelia, MI akan dibenci para guru-guru di sekolah lantaran videonya viral di media sosial.

    MI juga akan trauma melihat Haryati yang memberi hukuman duduk di lantai.

    “Saya tahu, akibat kejadian itu pasti membuat anak saya dibenci,” tandasnya.

    Petugas kepolisian turun tangan untuk menyelesaikan masalah ini secara mediasi.

    Kapolsek Delitua, Kompol Dedy Dharma, menyatakan orang tua siswa telah dipertemukan dengan Haryati serta pihak sekolah.

    “Kami sudah menggerakkan anggota Bhabinkamtibmas untuk mengecek langsung terkait video viral tersebut,” tuturnya, Minggu (12/1/2025).

    Dari keterangan pihak sekolah, hukuman yang diberikan Haryati tak ada dalam aturan sekolah.

    “Sudah ditanyakan langsung ke pemilik yayasan dan kepala sekolah, tidak ada ada pelarangan siswa belajar karena SPP menunggak,” tegasnya.

    Ia menerangkan permasalah ini merupakan kelalian wali kelas yang tidak berkomunikasi dengan kepala sekolah sebelum bertindak.

    “Sudah dimediasi, untuk SPP yang menunggak pun telah lunas.” 

    “Pihak guru menyadari perbuatannya dan sudah meminta maaf kepada orang tua siswa. Intinya mereka sudah sama-sama saling memaafkan,” katanya.

    Haryati Diberi Sanksi

    Ketua Yayasan Abdi Sukma, Ahmad Parlindungan, mengatakan hukuman duduk di lantai merupakan inisiatif dari wali kelas bernama Haryati.

    Kini, Haryati mendapat hukuman larangan mengajar untuk sementara waktu.

    “Kami yayasan akan memberikan pembebasan tidak mengajar atau skorsing sampai waktu yang ditentukan kemudian,” bebernya, Sabtu (11/1/2025), dikutip dari TribunMedan.com.

    Menurutnya, pihak yayasan dan sekolah tak pernah membuat aturan tersebut.

    “Semua siswa yang ada, mau bayar atau tidak harus ikut belajar mengajar. Kami sangat kecewa dengan kondisi ini yang menjadi viral seluruh Indonesia karena tidak ada aturan tertulis,” tandasnya.

    Ia menjelaskan adik kandung korban yang duduk di bangku kelas 1 SD juga belum membayar SPP selama tiga bulan.

    Namun, wali kelasnya memperbolehkan mengikuti pelajaran seperti para siswa lain.

    Ahmad menambahkan Haryati yang berstatus wali kelas tak memiliki masalah pribadi dengan orang tua korban.

    Pihak sekolah sudah meminta maaf ke keluarga korban atas kesalahan ini.

    “Mediasi sudah. Sudah meminta maaf. Anaknya ada 2 disini, yang kelas 4 dan kelas 1 SD. Nah, yang kelas 1 ini tidak ada masalah. Sama-sama tidak membayar uang sekolah,” jelasnya.

    Sementara itu, kepala sekolah, Juli Sari, membenarkan siswa yang ada dalam video menunggak pembayaran SPP.

    Namun, pihak sekolah kecolongan dengan hukuman yang dibuat Haryati sehingga viral di media sosial.

    “Saya juga baru mengetahui siswa tersebut di dudukkan di lantai setelah wali muridnya datang ke sekolah menemui saya sambil menangis,” bebernya.

    Juli menegaskan Haryati membuat peraturan sendiri tanpa sepengetahuan pihak sekolah.

    “Wali murid juga sudah kita panggil. Saat kejadian itu orang tuanya nangis-nagis. Dan permasalahan ini sudah kami selesaikan hari itu juga,” jelasnya.

    Ia belum dapat memutuskan sanksi yang akan diterima Haryati karena perlu mengadakan rapat dengan pemilik yayasan.

    “Iya (pemecatan belum ada). Cuman sudah ditegur bahwa tidak boleh seperti itu, dan jangan di ulangi lagi.”

    “Sementara kemungkinan dipecat atau tidak itu keputusan dari yayasan, saya  tidak berani bilang iya atau tidak karena Senin rapat lagi  untuk memutuskan yang baik untuk sekolah dan wali kelas,” pungkasnya.

    Sebagian artikel telah tayang di TribunMedan.com dengan judul Siswa SD Dihukum Duduk di Lantai Oleh Gurunya karena Nunggak SPP, Polisi Bantu Mediasi 

    (Tribunnews.com/Mohay) (TribunMedan.com/Fredy Santosa/Alfiansyah)

  • Pria Asal Wonogiri Pukul Teman Pakai Batu di Bus, Langsung Kabur setelah Beraksi – Halaman all

    Pria Asal Wonogiri Pukul Teman Pakai Batu di Bus, Langsung Kabur setelah Beraksi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang pria berinisial SR (46) warga Wonokarto, Kecamatan/Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah ditangkap setelah diduga melakukan penganiayaan terhadap temannya sendiri, Sukino (53), pada Selasa (3/1/2025) lalu.

    Kasus ini terjadi di sebuah SPBU di Sukoharjo, saat keduanya dalam perjalanan pulang dari Jakarta.

    Pelaku SR menaiki bus dari Jakarta menuju Wonogiri, di mana Sukino berperan sebagai salah satu kru bus.

    Saat bus berhenti di SPBU di Sukoharjo untuk mengisi bahan bakar, SR mempersiapkan batu yang akan digunakan untuk menyerang Sukino.

    Setelah bus melanjutkan perjalanan dan tiba di Jalan Raya Sukoharjo-Wonogiri, tepatnya di Desa Nambangan, Kecamatan Selogiri, SR memukul kepala Sukino dengan batu yang telah disiapkan.

    Akibat penganiayaan tersebut, Sukino mengalami luka di bagian kepala.

    “Pelaku diduga memukul kepala korban dengan menggunakan batu. Usai melakukan aksinya, pelaku langsung pergi meninggalkan korban,” katanya, Minggu (12/1/2025).

    Ia kemudian melaporkan kejadian ini ke Polres Wonogiri untuk diproses secara hukum.

    Pelaku SR berhasil ditangkap oleh Tim Resmob Polres Wonogiri pada Jumat (10/1/2025), ketika ia pulang ke rumahnya di Kelurahan Wonokarto, Kecamatan Wonogiri.

    “Ada kesalahpahaman dan terjadilah penganiaayaan tersebut. Diduga ada kecemburuan, keduanya antara pelaku dan korban sudah saling mengenal,” jelasnya.

    Adapun motif dibalik penganiayaan ini diduga lantaran pelaku cemburu gegara korban sekaligus temannya warga Kecamatan Purwantoro, memiliki hubungan dengan istrinya.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Detik-detik Bocah 7 Tahun Tewas Dibacok Pria Bermasker di Palembang, Terungkap Ucapan Terakhirnya – Halaman all

    Detik-detik Bocah 7 Tahun Tewas Dibacok Pria Bermasker di Palembang, Terungkap Ucapan Terakhirnya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, PALEMBANG – Detik-detik bocah 7 tahun, Vito Saputra, tewas dibacok pria bermasker di Palembang, Sumatera Selatan, Sabtu (11/1/2025) malam diungkap saksi mata.

    Peristiwa terjadi sekira pukul 20.30 WIB di depan Indomaret di Jalan KH Wahid Hasyim, Kelurahan Tuan Kentang, Seberang Ulu I.

    Saat kejadian, Vito sedang menunggu ayahnya membeli nasi pecel lele di Seberang jalan tidak jauh dari lokasi kejadian.

    “Anak ini sedang menunggu ayahnya yang lagi beli pecel lele, ayahnya kebetulan saya kenal teman juga,” ujar Mamat, seorang saksi yang melihat kejadian, Minggu (12/1/2025).

    Vito saat itu ditemani korban Ariansyah yang merupakan seorang juru parkir di lokasi kejadian.

    “Ada saya juga sama Ariansyah yang lagi jaga parkir,” katanya.

    Tiba-tiba tiga orang pelaku turun dari angkot berwarna kuning.

    Ketiga pelaku yang memegang senjata tajam langsung mengepung kedua korban.

    “Saat itu posisinya tiga pelaku mengitari korban di depan dan samping kiri kanan,” ujar Mamat.

    Mamat yang berusaha mendekati korban langsung dicegat seorang pelaku yang memegang senjata tajam. 

    “Salah satu pelaku langsung mengadang saya ‘kau dak usah melok-melok’ (kamu tidak usah ikut-ikut). Semua pelaku pakai masker, saya tidak kenal,” ujarnya.

    Kemudian pelaku pun langsung membacok Ariansyah menggunakan celurit.

    “Yang saya lihat pelaku ini sempat bacok Ariansyah satu kali ke perut, kemudian yang kedua ditangkis oleh Ariansyah pakai tangan,” ujarnya.

    Setelah menusuk korban Ariansyah, pelaku turut menusuk korban Vito yang masih kecil.

    Tanpa disadari korban Vito sudah berdarah di bagian belakang.

    “Yang korban anak-anak ini teriak kok belakang aku basah katanya. Ternyata sudah dibacok juga,” katanya.

    Mamat juga tidak mengetahui apa penyebab korban dibacok, termasuk anak kecil yang tidak bersalah.

    “Tidak tahu masalah apa,” katanya.

    Setelah itu warga heboh dan melihat keduanya sudah bersimbah darah.

    Sedangkan pelaku masuk lagi ke dalam angkot dan kabur.

    “Pelakunya kabur naik angkot kuning dan kabur,” ucap Mamat.

    Vito meninggal dunia di Rumah Sakit Bari Palembang.

    Korban dibawa ke rumah duka di Jalan KH Wahid Hasyim Lorong Guba 2, Kecamatan Seberang Ulu I, rumah kakeknya.

    “Dibawa ke rumah kakeknya di sini, tadi sudah dikubur di TPU Kamboja habis Zuhur tadi,” katanya.

    Sementara korban Ariansyah saat ini masih menjalani perawatan akibat luka bacok yang dideritanya.

    Kapolsek Seberang Ulu I AKP Fitri Dewi Utami melalui Kanit Reskrim Iptu Yuardi mengatakan laporan peristiwa pengeroyokan itu sudah dilaporkan ke Polrestabes Palembang.

    “Laporannya sudah di Polrestabes Palembang. Untuk yang korban dewasa, informasi semalam sempat dirujuk ke Rumah Sakit Muhammad Hoesin. Kondisi terakhir kami belum monitor sebab itu sudah ranah Polrestabes Palembang,” katanya.

    (Tribunsumsel.com/ Rachmad Kurniawan)

    Sebagian dari artikel ini telah tayang di TribunSumsel.com dengan judul ‘Kenapa Berdarah’ VS Bocah 7 Tahun di Palembang Tewas Dibacok 3 OTK Saat Tunggu Ayah Beli Pecel Lele

  • Aksi Kader Gerindra Lunasi SPP Siswa Dihukum Duduk di Lantai oleh Guru di Medan, sang Adik Kebagian – Halaman all

    Aksi Kader Gerindra Lunasi SPP Siswa Dihukum Duduk di Lantai oleh Guru di Medan, sang Adik Kebagian – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kisah seorang siswa SD di Medan yang dihukum duduk di lantai oleh gurunya karena menunggak pembayaran SPP telah menarik perhatian publik.

    Siswa yang dikenal dengan inisial MI berusia 10 tahun tersebut viral di media sosial setelah ibunya, Kamelia, mengungkapkan kesedihannya ketika mengetahui anaknya diperlakukan seperti itu.

    Kasus ini menyoroti masalah pendidikan dan keadilan dalam perlakuan terhadap siswa di Indonesia.

    Ihwan Ritonga, Wakil Ketua DPRD Sumatra Utara dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), mengambil inisiatif untuk membantu MI.

    Setelah berita tentang hukuman yang diterima MI menyebar, Ihwan menyambangi rumah korban dan membayar seluruh tunggakan SPP hingga anak tersebut lulus sekolah.

    Tak hanya itu, Ihwan juga berkomitmen untuk membiayai SPP adik MI yang masih duduk di kelas 1 SD.

    Kamelia, ibu MI, sangat bersyukur dan mengucapkan terima kasih kepada Ihwan Ritonga.

    Dalam sebuah video yang diunggah di akun Instagram, Kamelia menyatakan, “Saya ucapkan banyak terima kasih pada bapak Ihwan Ritonga di mana bapak sendiri telah melunaskan SPP anak saya. Bukan hanya Mahesa tapi juga Faizan sampai tamat kelas 6.” Kamelia merasa beban keuangan yang dialaminya berkurang berkat bantuan tersebut.

    Kisah MI menjadi viral ketika dia dihukum duduk di lantai selama proses pembelajaran di sekolah karena menunggak pembayaran SPP selama tiga bulan.

    Kamelia mengungkapkan bahwa dia sempat tidak percaya saat anaknya melaporkan hukuman tersebut. “Saya sempat nangis. Ya Allah, kok begini sekali,” ucap Kamelia.

    Ia merasa sangat tidak adil anaknya harus dihukum hanya karena masalah keuangan.

    Kepala Sekolah Dasar Yayasan Abdi Sukma, Juli Sari, menjelaskan bahwa ia tidak mengetahui peristiwa yang menimpa MI.

    Juli menyebutkan bahwa pihak yayasan tidak pernah menerapkan kebijakan melarang siswa yang belum membayar SPP untuk mengikuti pelajaran. “Sebenarnya ada miskomunikasi,” ujarnya.

    Juli berusaha menjelaskan bahwa kebijakan tersebut tidak pernah disetujui dan bahwa tindakan tersebut diambil oleh wali kelas tanpa konfirmasi terlebih dahulu.

    Setelah kejadian tersebut, kepala sekolah telah meminta maaf kepada orang tua MI, dan mereka menganggap masalah ini sudah diselesaikan.

    Namun, insiden ini menjadi pelajaran penting mengenai perlunya komunikasi yang baik antara pihak sekolah, guru, dan orang tua siswa.

    Kisah ini menyoroti betapa pentingnya kepedulian terhadap pendidikan dan kesejahteraan siswa, serta perlunya kebijakan yang adil dalam institusi pendidikan.

    Aksi Ihwan Ritonga patut dicontoh sebagai bentuk kepedulian sosial yang dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat.

    Diharapkan kasus serupa tidak terulang di masa mendatang, dan semua siswa dapat memperoleh hak mereka untuk belajar tanpa ada diskriminasi.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Agus Buntung akan Jalani Sidang Perdana Kamis Mendatang, Berkas Perkara Diserahkan ke PN Mataram – Halaman all

    Agus Buntung akan Jalani Sidang Perdana Kamis Mendatang, Berkas Perkara Diserahkan ke PN Mataram – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – I Wayan Agus Suartama (22) alias Agus buntung yang berstatus tersangka kasus pelecehan seksual telah ditahan sejak Kamis (9/1/2025). 

    Sidang perdana Agus buntung akan digelar di Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Kamis (16/1/2025).

    Kasi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi NTB, Effrien Saputra, mengatakan berkas perkara Agus telah dilimpahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) ke Pengadilan Negeri Mataram pada Jumat (10/1/2025).

    “Penetapan jadwal sidang Agus sudah keluar dari pengadilan negeri, Jadwal sidangnya hari Kamis, 16 Januari 2025 minggu depan,” paparnya, Sabtu (11/1/2025).

    Diketahui, Agus sempat menjadi tahanan rumah dalam kasus pelecehan seksual.

    Polda NTB kemudian menyerahkan Agus ke Kejari Mataram untuk dijadikan tahanan di Lapas Kelas IIA Kuripan Lombok Barat, NTB.

    Meski diwarnai penolakan dari Agus dan keluarganya, Kejari Mataram tetap menahan Agus.

    Penyandang tunadaksa tersebut ditempatkan di tahanan khusus disabilitas dan lansia dengan kapasitas ruangan hingga 20 orang.

    Kepala Lapas Kelas IIA Kuripan, Muhammad Fadil, menyatakan petugas akan memperlakukan Agus seperti para tahanan lain.

    Sejumlah fasilitas khusus sudah disediakan seperti kloset duduk untuk lansia dan penyandang disabilitas.

    “Jadi memang yang untuk warga binaan biasa klosetnya jongkok, sedang di kamar lansia dan disabilitas ini klosetnya duduk, kita siapkan karena memang mereka membutuhkan itu, kalau jongkok mereka akan kesusahan,” bebernya, Kamis (9/1/2025).

    Pihaknya masih melihat kondisi Agus selama di lapas sebelum memutuskan memberikan tenaga pendamping.

    “Kita lihat kalau dia mampu mengurus dirinya sendiri karena banyak disabilitas yang mampu mengurus dirinya sendiri, kalau begitu kita samakan dengan yang lain.”

    “Tapi kalau semisal MCK-nya terbatas kita perlakukan sama dengan WB (warga binaan) yang sakit dan itu ada petugas yang membantu merawat mereka,” tandasnya.

    Tangis Agus

    Saat mengetahui bakal ditahan di Lapas, Agus Buntung histeris.

    Kuasa hukum Agus, Kurniadi, menyatakan kliennya keberatan dijadikan tahanan lapas dan sempat berniat bunuh diri.

    “Itu disampaikan tadi di hadapan jaksa dan orang tuanya,” katanya, Kamis.

    Agus terus memberontak dan menangis karena merasa tak melakukan pelecehan.

    Kurniadi yang menganggap penahanan Agus melanggar hak asasi manusia (HAM).

    “Tadi teriak-teriak di dalam itu merupakan dampak psikologis, Agus ini membayangkan sejak lahir sampai sekarang bergantung dengan ibunya,” lanjutnya.

    Kurniadi telah mengajukan permohonan agar Agus kembali dijadikan tahanan rumah.

    “Pelaku ini penyandang disabilitas harus dilakukan perhatian khusus, jangan ujug-ujug tanpa dasar yang jelas melakukan penahan rutan,” katanya.

    Sementara itu, Agus mengaku tak dapat melakukan aktivitas sendiri dan perlu bantuan orang lain.

    “Saya mohon, Pak, biar saya di rumah, karena saya tidak biasa, ini saja terus terang saya tahan kencing,” ucap Agus sambil menangis di hadapan Kepala Kejaksaan Negeri Mataram, Ivan Jaka, Kamis.

    Agus membantah melakukan pelecehan ke mahasiswi di sebuah home stay di Mataram.

    “Kebenaran pasti akan terungkap, kebenaran pasti akan terungkap,” imbuhnya, dikutip dari TribunLombok.com.

    Ibu Agus, Ni Gusti Ayu Ari Padni, tak kuat melihat anaknya terus menangis meminta dibebaskan.

    Ia khawatir dengan kondisi Agus yang tak memiliki kedua tangan dan harus menjalani masa tahanan.

    “Tidak bisa sendiri, mau cebok mau apa, kalau dia normal saya lepas,” tuturnya.

    Sebagian artikel telah tayang di TribunLombok.com dengan judul Jadwal Sidang Perdana Agus Difabel Akan Berlangsung 16 Januari

    (Tribunnews.com/Mohay) (TribunLombok.com/Robby Firmansyah)

  • Nahas Kronologi 2 Balita Tewas Terapung saat Orangtua Tidur Siang, Kolam Ikan Tanpa Pagar – Halaman all

    Nahas Kronologi 2 Balita Tewas Terapung saat Orangtua Tidur Siang, Kolam Ikan Tanpa Pagar – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kejadian nahas terungkap dari Desa Babadan, Kecamatan Pace, Kabupaten Nganjuk.

    Dua balita yang diketahui kembar meninggal tragis terapung di kolam ikan.

    Mirisnya, peristiwa tersebut terjadi saat kedua orangtuanya tengah tidur siang.

    Adapun insiden tersebut diketahui pada Jumat (10/1/2025).

    Polres Nganjuk lantas turun untuk menggelar olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) dan memeriksa saksi-saksi.

    Kronologi kejadian kemudian diungkap oleh Kasi Humas Polres Nganjuk, AKP Supriyanto.

    AKP Supriyanto menjelaskan, insiden nahas dua balita tewas terjadi sekitar pukul 14.00 WIB.

    Seorang kerabat bernama Suhartini merupakan orang yang pertama kalinya menemukan dua korban meninggal di kolam ikan.

    Lokasi kolam ikan tepat berada di depan rumah korban.

    Ia melihat satu korban meninggal dalam keadaan terlentang dan satu lainnya meninggal terapung.

    Setelah melihat kejadian, sebenarnya sempat dilakukan tindakan dengan membawa dua korban ke rumah sakit.

    “Korban sempat dilarikan ke sebuah klinik, namun nyawanya tak tertolong,” katanya, dikonfirmasi Sabtu (11/1/2025). 

    Polisi kemudian melakukan oleh TKP, diketahui kolam ikan memiliki panjang 190 cm, lebar 163 cm, dan tinggi 55 cm. 

    Selain itu, tidak ada pagar pembatas yang mengitari kolam ikan. 

    Hasil penyelidikan polisi menduga, korban sempat bermain di bibir kolam ikan.

    Hingga kemudian terambau ke dalam kolam ikan dan ditemukan meninggal. 

    Sementara, saat peristiwa pilu berlangsung, orang tua korban tengah tertidur. 

    “Polsek Pace bersama Tim INAFIS Polres Nganjuk telah mendatangi TKP, mencatat keterangan saksi, dan mengamankan barang bukti berupa pakaian korban. Berdasarkan pemeriksaan, tidak ditemukan tanda-tanda penganiayaan pada tubuh korban,” paparnya.

    Kejadian Lain Bocah Hanyut di Selokan

    Jenazah balita hanyut di selokan di kawasan Babatan Wiyung, Surabaya Barat,  berinisial MR berusia 3,5 tahun akhirnya ditemukan, Jumat sore (27/12/2024).

    Setelah melakukan proses pencairan selama 4 hari, korban ditemukan di sela eceng gondok Kali Makmur.

    Jenazah MR ditemukan sekitar pukul 14.00 WIB. Saat penemuan, petugas gabungan dari PU BIna Marga Surabaya yang menurunkan ekskavator mengeruk tumpukan eceng gondok.

    Dari sana petugas sempat menurunkan alat keruknya yang membuat jenazah kembali hanyut. Akhirnya, korban kemudian ditemukan.

    Lokasi penemuan jenazah berada sekitar 3 kilometer dari selokan Jalan Babatan II F Wiyung, Surabaya, lokasi awal balita tersebut tenggelam.

    Jenazah balita MR ditemukan terbelit enceng gondok di Kali Makmur, dekat SMP Negeri 34 Surabaya di Jalan Wiyung PDAM Surabaya.

    Balita MR yang terjatuh ke selokan di pemukiman warga di Babatan Surabaya dan terbawa air air saat bermain bersama kakak dan temannya ditemukan meninggal. Jenazah balita berusia 3,5 tahun ditemukan di sela enceng gondok Kali Makmur, Surabaya, setelah proses pencairan selama 4 hari, Jumat sore (27/12/2024).

    “Betul telah ditemukan. Korban berada dibalik eceng gondok. Setelah ekskavator mengeruk eceng gondok, terlihat jenazah bayi ada dibaliknya,” kata Komandan Tim Basarnas Kantor SAR Surabaya, Eko Aprianto di lokasi kejadian.

    Jenazah langsung diangkat ke perahu karet untuk selanjutnya dibawa ke pihak keluarga. “Saat ditemukan korban sudah tidak bernyawa, dan kondisi bayi sudah membiru,” terangnya.

    Petugas Basarnas yang sudah menunggu diseberang sungai langsung bergerak menangkap jenazah MR.

    Petugas yang hendak menangkap sempat kesulitan karena kondisi sungai banyak enceng gondok.

    Namun dibantu petugas di pinggir sungai akhirnya jenazah balita berhasil diangkat dan dibungkus kantong jenazah.

    “Untuk lebih pastinya jenazah langsung kami bawa ke kamar jenazah RSUD dr Soetomo Surabaya,” jelas Eko.

    Balita MR sehari-harinya diasuh kerabatnya di Babatan Wiyung Blok 2F karena kedua orangtuanya merantau bekerja di Malaysia. 

    Tangkapan kamera CCTV saat balita MR (3,5 tahun) bersama kakaknya bermain air hujan lalu terpeleset ke selokan dan hanyut di kawasan Babatan Wiyung, Surabaya Barat,  berinisial MR berusia 3,5 tahun akhirnya ditemukan, Jumat sore (27/12/2024).

    Saat kejadian, korban sedang bermain air bersama seorang kerabat dan temannya saat turun hujan deras, Selasa (24/12/2024) sore sekitar pukul 15.30 WIB.

    Korban tergelincir masuk ke selokan tanpa penutup yang arus airnya deras di depan rumah warga. Balita MR langsung terbawa arus,

    Kakaknya, yang melihat kejadian itu berteriak histeris dan melapor ke orangtuanya.

    Sebagian atikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul Nasib Pilu 2 Balita Kembar di Nganjuk, Tewas Tercebur Kolam Ikan di Rumah, 1 Hal Jadi Penyebab

  • Kamelia Menangis Melihat Anaknya Harus Dihukum Duduk di Lantai karena Nunggak Bayar SPP – Halaman all

    Kamelia Menangis Melihat Anaknya Harus Dihukum Duduk di Lantai karena Nunggak Bayar SPP – Halaman all

    Seorang siswa SD dihukum duduk di lantai karena menunggak SPP, ibunya Kamelia mengungkapkan kesedihannya.

    Tayang: Minggu, 12 Januari 2025 13:31 WIB

    Kolase Tribunnews

    Belakangan ini viral soal siswa SD di Medan, Sumatera Utara yang dihukum duduk di lantai dan tak bisa ikut kegiatan pembelajaran karena nunggak biaya SPP. Kini diketahui, siswa itu adalah MI (10), siswa kelas IV SD Yayasan Abdi Sukma di Kota Medan. Kamelia, ibu dari MI pun mengungkapkan alasannya mengapa anaknya bisa sampai menunggak biaya SPP. 

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang siswa kelas IV SD Yayasan Abdi Sukma, MI, terpaksa duduk di lantai dan tidak diizinkan mengikuti pelajaran akibat menunggak biaya SPP.

    Kamelia, ibu dari MI mengungkapkan rasa sedihnya ketika melihat anaknya diperlakukan tidak adil di sekolah.

    Kamelia mengungkapkan bahwa anaknya telah dihukum duduk di lantai sejak 6 Januari 2025.

    Ia baru mengetahui kondisi tersebut setelah anaknya mengadu dan teman-temannya memberitahunya tentang perlakuan yang diterima MI.

    “Kawankawannya bilang, ‘Bu, tolong ambil rapor anak Ibu, kasihan dia duduk di lantai. Saya sedih sekali’,” ungkap Kamelia dilansir Kompas.com, Minggu, 12 Januari 2025.

    Kamelia merasa sangat terpukul dan meminta agar dirinya saja yang dihukum, bukan anaknya.

     “Kalau mau menghukum, jangan dia. Saya saja. Anak saya cuma mau belajar,” tegasnya.

    Viral di Media Sosial

    Kisah MI menjadi viral di media sosial setelah video yang menunjukkan dia duduk di lantai selama proses belajar mengajar beredar luas.

    Dalam video tersebut, MI tidak diperbolehkan mengikuti pelajaran di kelas karena menunggak biaya sekolah selama tiga bulan.

    Hal ini menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat, terutama terkait perlakuan terhadap siswa yang tidak mampu membayar SPP.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’9′,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini

  • Kamelia Menangis Melihat Anaknya Harus Dihukum Duduk di Lantai karena Nunggak Bayar SPP – Halaman all

    Guru yang Beri Hukuman Murid Duduk di Lantai karena Nunggak Bayar SPP Tak Boleh Mengajar – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Yayasan Abdi Sukma Kota Medan, Sumatra Utara memberikan sanksi kepada Haryati, wali kelas yang menghukum Mahesya Iskandar (10) dengan cara menyuruhnya duduk di lantai selama proses belajar mengajar.

    Mahesya, siswa kelas IV, tidak diizinkan mengikuti pelajaran sejak 6 hingga 8 Januari 2025 karena menunggak pembayaran SPP selama tiga bulan.

    Ketua Yayasan Abdi Sukma, Ahmad Parlindungan, menjelaskan sanksi skorsing diberikan kepada Haryati karena tindakan tersebut bukan merupakan kebijakan yayasan.

    Haryati tidak boleh lagi mengajar untuk sementara waktu karena perbuatannya.

    “Semua siswa yang ada, mau bayar atau tidak harus ikut belajar mengajar. Kami sangat kecewa dengan kondisi ini yang menjadi viral seluruh Indonesia karena tidak ada aturan tertulis dan kami yayasan beberapa yayasan dan guru yang lama berkesempatan saya bilang.,” ungkap Ahmad, Sabtu (11/1/2025).

    Meskipun adik Mahesya yang juga menunggak SPP dapat mengikuti pelajaran, Mahesya justru dihukum.

    Ahmad menegaskan pihak yayasan tidak pernah menyetujui tindakan tersebut dan merasa kecolongan.

    Pihak sekolah sudah meminta maaf kepada orang tua Mahesya yaitu Kamelia sebagai ibunya.

    “Mediasi sudah. Sudah meminta maaf. Anaknya ada 2 disini, yang kelas 4 dan kelas 1 SD. Nah, yang kelas 1 ini tidak ada masalah. Sama-sama tidak membayar uang sekolah.”

    Tanggapan Orang Tua

    Kamelia, ibu Mahesya, mengungkapkan rasa sakitnya melihat anaknya diperlakukan seperti itu.

    Saya menangis benar-benar teriak karena dari hari Senin sampai Rabu anak sayadisuruh duduk di lantai dari pagi sampai jam 1 siang,”kata Kamelia, dijumpai di kediamannya di Gang Jarak, Jalan Brigjen Katamso, Medan, Jumat (10/1/2025).

    Menurutnya, Haryati apa yang dilakukannya merupakan peraturan yang berlaku di sekolah, yaitu apabila siswa tidak melunasi uang sekolah dilarang ikut belajar.

    Namun, kepala sekolah tidak mengetahui adanya peraturan yang mengizinkan hukuman tersebut.

    “Kepsek bilang tidak tahu. Sama sekali tidak tahu dan dijawab tidak ada,” tandasnya.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Warga Semarang Tewas Diduga Dianiaya Polisi, Berikut Kronologi Versi Polresta Yogyakarta – Halaman all

    Warga Semarang Tewas Diduga Dianiaya Polisi, Berikut Kronologi Versi Polresta Yogyakarta – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Enam anggota kepolisian dari Unit Gakkum Satlantas Polresta Yogyakarta saat ini belum dimintai keterangan terkait dugaan penganiayaan yang mengakibatkan Darso, seorang warga Kampung Gilisari, Kelurahan Purwosari, Kecamatan Mijen, Kota Semarang, Jawa Tengah, meninggal dunia.

    Darso (43) diduga menjadi korban penganiayaan oleh anggota kepolisian setelah terlibat dalam kecelakaan lalu lintas pada 12 Juli 2024.

    Kapolresta Yogyakarta, Kombes Pol Aditya Surya Dharma, menyatakan hingga saat ini, belum ada penjadwalan untuk pemeriksaan terhadap enam anggota tersebut.

    Namun, Bidpropam Polda DIY sudah melakukan serangkaian pemeriksaan kepada enam anggota Gakkum tersebut.

    Terkait dugaan penganiayaan, Aditya menjelaskan laporan ini ditangani oleh Polda Jateng. 

    “Terkait dugaan penganiayaan tehadap Darso yang dituduhkan kami. Bahwa laporan ini ditangani Polda Jateng, mungkin nanti dari tim Polda Jateng yang bisa memberikan update hasil penyelidikan,” ungkap Aditya dalam jumpa pers pada Sabtu, 11 Februari 2025.

    Aditya menjelaskan anggota kepolisian tersebut pergi ke Semarang untuk memberikan surat undangan pemanggilan kepada Darso terkait klarifikasi kecelakaan yang terjadi.

    Kecelakaan itu melibatkan pengendara sepeda motor bernama Tutik dan mobil yang diduga dikendarai oleh Darso.

    Kejadian laka lantas itu terjadi pada 12 Juli 2024 sekira pukul  09.30 WIB di Jalan Mas Suharto, Kemantren Danurejan, Kota Yogyakarta.

    Setelah kejadian korban dilarikan ke rumah sakit Bathesda Lempuyangwangi untuk menjalani perawatan.

    Pada saat itu keluarga korban sempat memotret salah satu KTP atas nama Darso yang kebetulan berada dalam mobil tersebut.

    “Setelah antar korban, pengemudi pergi meningkalkan rumah sakit tanpa berkoordinasi korban maupun pihak rumah sakit,” ujar Kapolresta.

    Salah satu saudara korban berusaha mengejar kendaraan Darso yang pergi meninggalkan lokasi. 

    Bahkan diakui korban ia sempat terserempet lalu terjatuh, namun kendaraan yang ditumpangi Darso dan teman-temannya tetap tancap gas.

    Karena merasa dirugikan, pihak korban melaporkan kejadian itu ke kepolisian pada 12 Juli 2024.

    Pada 21 September 2024, tim Gakkum mendatangi rumah Darso untuk memberikan surat undangan klarifikasi.

    Awalnya, Darso tidak mengakui keterlibatannya dalam kecelakaan tersebut, namun setelah ditunjukkan rekaman CCTV, ia mengakui mobil yang ditumpanginya terlibat dalam insiden itu.

    Polisi selanjutnya membawa Darso untuk menunjukkan lokasi rental mobil yang digunakan dirinya bersama teman-temannya untuk pergi ke Yogyakarta.

    Setelah dibawa oleh petugas kepolisian, Darso mengeluh sakit pada bagian dada kiri setelah meminta berhenti untuk buang air kecil.

    “Setelah buang air kecil dia mengeluh sakit dada kiri dan minta untuk diambil obat jantung di rumahnya,” terang Aditya.

    Petugas menyarankan agar Darso segera dirujuk ke rumah sakit terdekat, yaitu Rumah Sakit Permata Medika Semarang.

    Namun, hingga pukul 12.00 WIB, kondisi Darso tidak kunjung membaik.

    Darso akhirnya dipulangkan dari rumah sakit pada 27 Juli 2024.

    “Petugas kami kembali meghubungi rumah sakit dan mendapat info bahwa Darso sudah pulang dari RS,” kata Aditya.

    Mengenai luka lebam yang diduga akibat penganiayaan, Aditya enggan memberikan tanggapan lebih lanjut, dengan menyatakan hal tersebut akan ditangani oleh penyidik Polda Jateng.

    “Itu biar dari penyidik Polda Jateng saja yang menjawab, kami intinya mendukung penyelidikan atau bahkan penyidikan,” terang dia.

    Aditya juga menambahkan pengendara sepeda motor yang terlibat dalam kecelakaan tersebut mengalami luka pada bagian leher dan harus menggunakan penyangga.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Gunung Ibu di Halmahera Barat Erupsi dengan Tinggi Kolom Abu 4.000 Meter, Lontaran Lava Pijar 2 Km – Halaman all

    Gunung Ibu di Halmahera Barat Erupsi dengan Tinggi Kolom Abu 4.000 Meter, Lontaran Lava Pijar 2 Km – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Gunung Ibu di Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara erupsi dengan tinggi kolom abu 4.000 meter di atas puncak. 

    Fenomena letusan Gunung Ibu teramati pada Sabtu (11/1), pukul 19.35 WIT. 

    “Kejadian letusan ini berlangsung sekitar 3 menit 5 detik. Kolom abu vulkanik teramati berwarna kelabu mengarah condong ke barat,” ujar Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari dalam keterangannya. 

    Selain abu, material vulkanik teramati lontaran lava pijar yang keluar sejauh 2 km dari pusat erupsi. 

    Hingga kini, otoritas kegunungapian atau Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) masih menetapkan status aktivitas vulkanik pada level III atau ‘siaga’. 

    Status ini telah berlaku sejak 21 Juni 2024 lalu. 

    Dengan adanya status ini, PVMBG merekomendasikan tidak adanya aktivitas masyarakat, termasuk pendakian, di dalam radius 4 km dan sektoral 5,5 km dari arah bukaan kawah, yaitu di bagian utara kawah aktif Gunung Ibu. 

    Sehari sebelumnya, Jumat (10/1), gunung yang berada di Kecamatan Ibu ini mengalami erupsi dengan tinggi kolom abu hingga 3.000 meter. 

    Pada hari itu, erupsi terjadi dua kali, yaitu pukul 12.35 WIT dan 18.20 WIT. Sebaran abu mengarah condong ke selatan dan Tenggara. 

    Menurut PVMBG, erupsi Gunung Ibu wajar. Hal tersebut mengingat aktivitas vulkanik Gunung Ibu pada level III atau ‘siaga’, dengan aktivitas fluktuatif dan kejadian erupsi mencapai 70 kali per hari. 

    Di samping itu, dengan melihat aktivitas yang berlangsung hingga kini, belum terjadi perubahan ancaman bahaya di Gunung Ibu. 

    Mengantisipasi dampak akitivitas vulkanik, warga yang beraktivitas di luar rumah diimbau untuk menggunakan pelindung hidung dan mulut atau masker dan mata, dengan kacamata.  

    BNPB juga mengimbau pemerintah daerah selalu berkoordinasi dengan otoritas kegunungapian untuk upaya mitigasi, pencegahan maupun kesiapsiagaan terhadap bahaya erupsi, sedangkan PVMBG mengharapkan semua pihak untuk menjaga kondusivitas dan tidak terpancing dengan informasi palsu atau hoaks. 

    Gunung Ibu memuntahkan material vulkanik setinggi kurang lebih 4.000 meter saat terjadi letusan seperti yang diamati dari Pos Pengamatan Gunung Ibu di Halmahera Barat, Maluku Utara pada Sabtu (11/1/2025). (Poskupang/HO/Badan Geologi Indonesia)