Category: Tribunnews.com Internasional

  • Keras Kepala Si Paling Merasa Benar, Cerita di Balik Pemakzulan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol – Halaman all

    Keras Kepala Si Paling Merasa Benar, Cerita di Balik Pemakzulan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol – Halaman all

    Keras Kepala Si Paling Merasa Benar, Cerita di Balik Pemakzulan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol

    TRIBUNNEWS.COM – Parlemen Korea Selatan telah memilih untuk memakzulkan Presiden Yoon Suk Yeol atas upayanya yang berumur pendek untuk memberlakukan darurat militer awal Desember ini.

    Pada Sabtu (14/12/2024), Majelis Nasional negara itu memberikan suara 204 berbanding 85 untuk memakzulkan Yoon dan menangguhkan kekuasaan dan tugasnya, Associated Press melaporkan.

    Usulan tersebut membutuhkan dukungan dari dua pertiga anggota parlemen untuk meloloskannya.

    Setidaknya 200.000 orang telah berkumpul di luar parlemen untuk mendukung pemecatan presiden, menurut AFP.

    Yoon sempat selamat dari pemungutan suara pemakzulan pertama Sabtu pekan lalu setelah sebagian besar Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berkuasa memboikotnya.

    Presiden mengeluarkan dekrit darurat militer pada tanggal 3 Desember, yang menyebabkan kekacauan politik di seluruh negeri.

    Dekrit itu hanya berlangsung selama enam jam karena parlemen negara itu memberikan suara untuk memblokir dekrit tersebut.

    Mahkamah Konstitusi Korea Selatan memiliki waktu 180 hari untuk memutuskan apakah akan memberhentikan Yoon sebagai presiden atau mengembalikan kekuasaannya.

    Jika ia dipaksa keluar, pemilihan umum untuk memilih penggantinya harus diadakan dalam waktu 60 hari.

    Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol berpidato di Seoul awal minggu Desember 2024. Parlemen Korea Selatan telah memberikan suara untuk memakzulkan Yoon atas upayanya memberlakukan darurat militer awal bulan ini.

    Keras Kepala, Merasa Benar Keluarkan Dekrit

    Sempat lolos dari pemakzulan setelah insiden dekrit militer, Yoon akhirnya tumbang betulan. Apa sebab?

    Sikap penolakan Yoon untuk mengundurkan diri dan kekerasan kepalanya kalau dia benar dalam mengumumkan darurat militer justru menjadi bumerang.

    Sikap itu malah meyakinkan beberapa anggota parlemen dari partainya sendiri untuk menyeberang dan memenuhi mayoritas dua pertiga, atau 200 suara, yang dibutuhkan untuk menggulingkannya, The Washington Post melaporkan.

    Sebagai informasi Yoon membenarkan deklarasi darurat militer sebagai langkah untuk menggagalkan kegiatan “anti-negara” oleh partai oposisi yang mengendalikan Majelis Nasional. 

    Ia mengirim ratusan tentara dan polisi ke parlemen dalam upaya untuk memblokir pemungutan suara atas dekrit tersebut.

     Ia mengatakan pada Kamis pekan ini kalau keputusannya merupakan tindakan konstitusional pemerintahan.

    Alih-alih melembut, dia malah menuduh Partai Demokrat, partai oposisi liberal utama , sebagai “monster” yang telah mencoba untuk memakzulkan pejabat dan melemahkan rancangan anggaran pemerintah.

    Seorang pria melihat dari balik garis polisi di luar Majelis Nasional di Seoul pada tanggal 4 Desember 2024, setelah Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer. – Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol pada tanggal 3 Desember mengumumkan darurat militer, dengan mengatakan bahwa langkah tersebut diperlukan untuk melindungi negara dari “kekuatan komunis” di tengah pertikaian parlemen mengenai rancangan undang-undang anggaran. (Photo by ANTHONY WALLACE / AFP) (AFP/ANTHONY WALLACE)

    Efek Pergolakan Bagi Seoul

    “Demokrasi Korea telah berhasil melewati situasi sulit, dan negara demokrasi lain dengan bentuk pemerintahan presidensial harus mengambil pelajaran dari kejadian ini,” kata Tom Pepinsky, profesor pemerintahan dan kebijakan publik di Universitas Cornell.

    “Upaya Presiden Yoon untuk mengumumkan darurat militer menunjukkan rapuhnya supremasi hukum di masyarakat yang terpecah, terutama masyarakat dengan pemerintahan presidensial di mana kepala eksekutif tidak dapat dengan mudah diberhentikan oleh badan legislatif,” katanya kepada Newsweek .

    Pepinsky mengatakan beruntungnya, deklarasi darurat militer ditentang dengan tegas oleh Majelis Nasional negara itu, serta media, masyarakat sipil, dan anggota militer yang memilih tidak menggunakan kekerasan terhadap pengunjuk rasa dan anggota parlemen.

    “Yang terpenting, tidak ada satu pun anggota partai Presiden Yoon yang bersedia membela tindakannya di depan umum, juga tidak ada satu pun yang memberikan suara untuk membela pernyataan darurat militernya,” tambahnya.

    Perdana Menteri Han Duck-soo akan menjabat sebagai presiden sementara saat Korea Selatan memasuki masa ketidakpastian.

    Perdana Menteri Han Duck-soo akan menjabat sebagai presiden sementara saat Korea Selatan memasuki keadaan ketidakpastian sementara Mahkamah Konstitusi memutuskan tuduhan tersebut pada saat yang sama dengan transisi presiden di Amerika Serikat.

    Washington Post mengatakan kekosongan kekuasaan dapat membahayakan kemampuan Seoul untuk menanggapi kemungkinan perubahan dalam kebijakan perdagangan, mengingat ancaman Presiden terpilih Donald Trump untuk meminta tarif yang lebih tinggi dan saran bahwa Korea Selatan harus membayar jumlah yang tinggi untuk 30.000 tentara Amerika di semenanjung.

    Rachel Beatty Riedl, direktur Pusat Demokrasi Global Universitas Cornell mengatakan pergolakan politik Korea Selatan mungkin memiliki konsekuensi signifikan bagi penyelarasan geostrategis yang lebih luas.

    “Sekutu global yang melihat Korea Selatan sebagai mitra demokrasi yang kuat di bawah rezim Yoon akan menilai ketahanan demokrasi warga negaranya, partai politik, dan pengawasan kelembagaan sambil menunggu masa transisi ketidakpastian kebijakan luar negeri yang akan menyertai perubahan kepemimpinan,” katanya kepada Newsweek .

    “Perlawanan demokrasi Korea Selatan memperkuat premis global bahwa demokrasi mampu menyingkirkan pemimpin yang berupaya merebut kekuasaan melalui kekerasan, dan meminta pertanggungjawaban elite politik atas kinerjanya,” katanya.

     

    (oln/afp/nw/wp/*)

  • Ledakan Bom Rakitan di Festival Thailand, Tiga Tewas dan 48 Terluka – Halaman all

    Ledakan Bom Rakitan di Festival Thailand, Tiga Tewas dan 48 Terluka – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sebuah ledakan terjadi di Thailand pada hari Jumat (13/12/2024), menjelang tengah malam.

    Polisi Thailand mengatakan, ledakan terjadi ketika sebuah alat peledak rakitan dilemparkan ke arah sebuah festival di distrik Umphang di provinsi Tak, Thailand Utara.

    Ledakan yang terjadi di sebuah kerumunan ini menewaskan 2 orang di lokasi kejadian.

    Sementara 1 orang meninggal ketika dibawa ke rumah sakit.

    Ledakan ini juga mengakibatkan 48 orang terluka.

    Juru bicara Kementerian Pertahanan mengatakan kepada The Associated Press bahwa polisi setempat sebelumnya sempat mengetahui adanya perkelahian antara kelompok-kelompok yang bermusuhan di lokasi tersebut.

    Hingga akhirnya ledakan terjadi dan bukti forensik menunjukkan bahwa alat peledak merupakan bom rakitan.

    Dalam rekaman yang berasal dari tempat kejadian menunjukkan kepanikan petugas darurat dan pengunjung festival merawat yang terluka.

    Video lainnya menunjukkan dua orang terbaring berdekatan dan sedang diberikan CPR.

    Terlihat juga beberapa orang lainnya tampak bingung dan berlarian di sekitar lokasi.

    Atas kejadian ini, Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra meminta kepada pihak berwenang untuk segera memburu pelaku.

    Ia juga meminta agar korban luka segera ditangani.

    Juru bicara Kantor Perdana Menteri, Jirayu Huangsub, mengatakan Perdana Menteri telah mengerahkan Kepala Polisi Nasional dan badan keamanan setempat untuk memprioritaskan perawatan bagi yang terluka dan melakukan investigasi secara menyeluruh, dikutip dari The Sun.

    Ledakan di Sebuah Festival di Provinsi Tak, Thailand

    Tidak hanya itu, beberapa pihak lainnya juga dilibatkan dalam upaya penyelidikan insiden ini.

    “Selain itu, ia telah menginstruksikan polisi, petugas administrasi, dan personel keamanan di seluruh negeri untuk meningkatkan langkah-langkah keamanan di festival selama periode ini. Ini termasuk melakukan inspeksi bahan berbahaya untuk memastikan keselamatan publik,” kata Jirayu dalam sebuah pernyataan pada hari Sabtu.

    Perdana Menteri juga menyampaikan belasungkawa kepada keluarga korban yang meninggal.

    PM Thailand berjanji, akan memberikan biaya pengobatan kepada korban luka dan juga akan memberikan santunan kepada keluarga yang ditinggalkan.

    “Ia telah menugaskan instansi terkait untuk membantu keluarga korban dengan menanggung biaya pengobatan dan memberikan santunan finansial bagi yang meninggal, sesuai dengan ketentuan. Langkah-langkah ini harus segera dilaksanakan, dengan laporan kemajuan disampaikan kepada Perdana Menteri,” imbuh Jirayu.

    Saat penyelidikan dilakukan, polisi menangkap 2 tersangka insiden ledakan di sebuah festival dekat perbatasan dengan Myanmar ini.

    Polisi di Provinsi Tak mengatakan, kedua pelaku ledakan telah diinterogasi pada pagi ini.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Thailand

  • Han Duck Soo Janjikan Stabilitas Pemerintahan di Korsel Setelah Yoon Suk Yeol Dimakzulkan – Halaman all

    Han Duck Soo Janjikan Stabilitas Pemerintahan di Korsel Setelah Yoon Suk Yeol Dimakzulkan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM Parlemen Korea Selatan telah memberikan suara untuk memakzulkan Presiden Yoon Suk Yeol pada Sabtu (14/12/2024).

    Pemakzulan ini terjadi setelah Yoon mengumumkan darurat militer yang memicu kontroversi di kalangan publik dan anggota parlemen.

    Proses Pemakzulan

    Pemungutan suara di majelis nasional menunjukkan bahwa 204 anggota parlemen mendukung pemakzulan, sementara 85 anggota menolak.

    Terdapat tiga surat suara yang rusak dan delapan dinyatakan tidak sah.

    Dengan pemakzulan ini, Yoon Suk Yeol akan diberhentikan dari jabatannya hingga keputusan akhir dari Mahkamah Konstitusi.

    Setelah pemungutan suara, Yoon mengkonfirmasi keputusannya untuk menghentikan sementara perjalanan politiknya.

    “Saya menghentikan sementara perjalanan saya,” ujarnya.

    Meskipun demikian, Yoon menegaskan bahwa perjuangannya untuk negara tidak akan berhenti.

    “Saya menghentikan sementara perjalanan saya,” tambahnya.

    Han Ducksoo Mengambil Alih

    Setelah pemakzulan Yoon, Perdana Menteri Han Ducksoo akan menjabat sebagai pengganti sementara.

    Han berjanji akan berusaha menjaga stabilitas pemerintahan Korea Selatan.

    “Saya akan mencurahkan seluruh kekuatan dan upaya saya untuk memastikan pemerintahan yang stabil,” kata Han.

    Pemakzulan Yoon adalah yang kedua dalam waktu kurang dari satu dekade bagi seorang pemimpin Korea Selatan.

    Sebelumnya, partai oposisi juga mencoba memakzulkan Yoon seminggu lalu, namun gagal setelah Partai Kekuatan Rakyat yang berkuasa memboikot pemungutan suara.

    Yoon sebelumnya mengumumkan darurat militer pada 3 Desember 2024, yang melibatkan pengiriman tentara ke parlemen untuk mencegah anggota parlemen menolak dekrit tersebut.

    Tindakan ini memicu penyelidikan terhadap Yoon, termasuk kemungkinan tuduhan pemberontakan dan penyalahgunaan kekuasaan.

    Sehari setelah deklarasi darurat, anggota parlemen menyetujui penyelidikan untuk menentukan apakah tindakan Yoon melanggar hukum.

    Selain itu, mantan Menteri Pertahanan Kim Yonghyun telah ditangkap atas tuduhan merekomendasikan penerapan darurat militer dan menyalahgunakan kekuasaan.

    Kim adalah salah satu orang terdekat Yoon dan dituduh mengirim pasukan ke Majelis Nasional untuk menghalangi proses pemungutan suara.

    Dengan situasi politik yang semakin memanas, pemerintahan baru diharapkan dapat membawa stabilitas di Korea Selatan.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Olok-olok Menghinakan, Lambaian Sepatu Iringi Pasukan Rusia Berkemas Angkat Kaki dari Suriah – Halaman all

    Olok-olok Menghinakan, Lambaian Sepatu Iringi Pasukan Rusia Berkemas Angkat Kaki dari Suriah – Halaman all

    Olok-olok Menghinakan, Lambaian Sepatu Iringi Pasukan Rusia Berkemas Angkat Kaki dari Suriah

    TRIBUNNEWS.COM – Kejatuhan Bashar al-Assad di Suriah sepertinya memang menohok kehormatan Rusia, negara yang menyokong rezim sebelum terguling oleh gerakan kilat oposisi bersenjata di negara tersebut.

    Laiknya pecundang kalah, Rusia yang selalu punya tempat istimewa di rezim Assad, kini dilaporkan harus berkemas, bahkan dengan olok-olok yang menghinakan.

    Hal itu ditunjukkan oleh sebuah video yang dilacak lokasinya oleh CNN, menunjukkan peralatan militer Rusia bergerak di Suriah barat, Sabtu (14/12/2024).

    Dalam video yang direkam di pinggiran Homs, truk militer, pengangkut personel lapis baja, dan SUV berbendera Rusia terlihat bergerak ke arah barat di jalan raya M1 yang mengarah ke pangkalan Rusia di dekat pantai Suriah.

    “Tidak jelas apakah peralatan itu menuju ke pangkalan, tetapi kami sebelumnya melaporkan kalau Rusia tampaknya sedang memuat dan mempersiapkan pesawat untuk meninggalkan instalasi militernya di Suriah,” tulis laporan CNN.

    Hal yang menjadi perhatian, video tersebut juga memperlihatkan seorang pria berpakaian seragam militer melambaikan sepatu ke arah kendaraan militer Rusia saat mereka melewatinya.

    Sebagai informasi, menyambut atau mengucapkan selamat tinggal kepada seseorang dengan sepatu dianggap sebagai penghinaan terbesar dalam budaya Arab.

    Lebih dari 2.000 Tentara Suriah Kini Berlindung di Tenda-Tenda di Irak

    Nasib terhinakan juga dirasakan lebih dari 2.000 tentara Suriah.

    Mereka yang melarikan diri ke Irak selama akhir pekan kemarin setelah runtuhnya pemerintah Suriah pimpinan Assad, saat ini tinggal di kota tenda yang dibuat oleh pemerintah Irak untuk melindungi mereka.

    Kementerian Pertahanan Irak memerintahkan unit militer di provinsi Anbar barat untuk mendirikan kamp dengan ratusan tenda untuk 2.150 tentara Suriah, menurut Imad al-Dulaimi, wali kota kota terdekat Rutba.

    “Tentara Suriah “menyerahkan diri kepada otoritas Irak setelah jatuhnya rezim di Suriah” karena takut akan pembalasan di negara asal mereka setelah mengabdi pada rezim Assad,” kata al-Dulaimi dilansir CNN Jumat.

    Kantor berita pemerintah Irak, INA, melaporkan minggu lalu bahwa sedikitnya 2.000 tentara Suriah telah menyeberang ke Irak saat pemberontak maju.

    Sistem rudal pertahanan S-400 buatan Rusia. (AMERICAN MILITARY FORUM)

    Rusia Angkut Sistem Rudal S-400 hingga KA-52 Alligator

    Pasukan Rusia yang ditempatkan di pangkalan militer Suriah mulai mengemasi sejumlah alat tempurnya setelah pemerintahan Bashar al-Assad runtuh di sabotase kelompok pemberontak Hayat Tahrir al-Sham (HTS).

    Laporan ini mencuat lantaran citra satelit yang dirilis oleh Maxar menunjukkan pergerakan pasukan Rusia yang sedang mengemasi peralatan tempur mereka di pangkalan udaranya di Suriah.

    Salah satu aset yang dipersiapkan untuk diangkut dengan pesawat kargo besar adalah sistem pertahanan rudal S-400.

    Tak hanya itu pasukan Rusia juga terlihat tengah membongkar helikopter serang darat KA-52 Alligator yang kemungkinan dipersiapkan untuk diangkut balik ke Moskow.

    “Gambar dari citra satelit yang diambil pada hari Jumat menunjukkan dua Antonov AN-124, pesawat kargo terbesar milik Rusia sedang berada di pangkalan udara Hmeimim di provinsi pesisir Latakia, Suriah,”ujar  laporan Maxar, dikutip dari Middle East Monitor.

    “Keduanya bersiap memuat helikopter serang Ka-52 yang sedang dibongkar dan elemen unit pertahanan udara S-400 yang berada di pangkalan udara tersebut.” imbuhnya.

    Hal serupa juga dikonfirmasi oleh Jurnalis Channel 4, ia mengatakan bahwa mereka melihat 150 kendaraan militer Rusia tengah konvoi, bergerak di keluar dari Suriah.

    “Kendaraan Rusia terlihat bergerak dengan tertib dan tampaknya telah terjadi kesepakatan yang memungkinkan Rusia keluar dari Suriah dengan tertib,” jelas jurnalis Media Inggris itu.

    Kapal Militer Rusia Angkat Kaki

    Selain peralatan tempur udara, kapal-kapal Angkatan Laut Rusia kepergok telah meninggalkan pangkalan mereka di Tartous, Suriah.

    Menurut foto dari penyedia citra satelit Maxar, tiga fregat berpeluru kendali Angkatan Laut Rusia dan sedikitnya dua kapal pendukung awalnya di tempatkan di pelabuhan Tartus pada 5 Desember 2024.

    Namun pada hari Selasa, 9 Desember 2024, kapal-kapal tersebut telah meninggalkan pelabuhan.

    “Armada tersebut berangkat dari pangkalan angkatan laut antara tanggal 6 Desember dan 9 Desember,” menurut citra satelit, seperti dimuat Al Arabiya.

    Kementerian Pertahanan Rusia belum memberikan komentar atas laporan tersebut.

    Namun menurut informasi yang beredar, kaburnya Rusia dari pangkalan militer di Suriah lantaran mereka takut dengan pergerakan cepat Pasukan pemberontak Suriah yang berhasil merebut beberapa kota penting di negara tersebut dari pasukan rezim Assad.

    Rusia yang merupakan sekutu utama rezim Assad dalam beberapa dekade terakhir, diketahui sedang berupaya keras mencapai kesepakatan dengan koalisi oposisi Suriah untuk menjamin keamanan dua pangkalan militer mereka yang penting dan strategis di negara tersebut.

    Namun buntut runtuhnya rezim Assad, kini Rusia kehilangan pangkalan-pangkalan tersebut.

    Ini akan menjadi kemunduran besar bagi Rusia, terutama di tengah konflik yang masih berlangsung di Ukraina.

    Lantaran Tartus adalah pangkalan angkatan laut utama Rusia di luar negeri, sementara Khmeimim digunakan untuk memindahkan pasukan militer masuk dan keluar dari Afrika.a

    Rusia Kehilangan Kekuatan di Mediterania

    Setelah Assad lengser, analis militer Rusia Ruslan Pukhov mengakui bahwa Rusia tidak memiliki kemampuan untuk proyek kekuatan keras yang berarti di luar lingkup pengaruhnya sendiri di wilayah pasca-Soviet.

    Lebih lanjut kejatuhan Assad yang mengejutkan juga membuat status kekuatan besar Rusia di Mediterania hancur berantakan. 

    Ini karena penutupan Selat Bosphorus dan evakuasi aset angkatan laut dari Tartus, sehingga Rusia tidak memiliki kemampuan untuk melakukan operasi maritim skala besar di Mediterania.

    Imbasnya Rusia kemungkinan akan menderita isolasi jangka panjang dari Mediterania dan mengalami gangguan logistik yang parah pada operasinya di Mali, Burkina Faso, Republik Afrika Tengah, dan Sudan.

  • Harapan Baru untuk Austin Tice, Foto Terbaru Diterbitkan FBI – Halaman all

    Harapan Baru untuk Austin Tice, Foto Terbaru Diterbitkan FBI – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Badan Investigasi Federal (FBI) Amerika Serikat telah merilis foto terbaru Austin Tice, jurnalis yang hilang di Suriah selama 12 tahun.

    Foto ini dirilis pada hari Jumat, 13 Desember 2024, sebagai bagian dari upaya pencarian setelah jatuhnya rezim Assad di Suriah.

    Dalam foto yang dirilis, Austin Tice terlihat seperti berusia 40-an.

    FBI menjelaskan bahwa langkah ini diambil untuk memperbarui seruan kepada masyarakat agar memberikan informasi mengenai keberadaan Tice, yang ditahan di Damaskus sejak Agustus 2012.

    “Kami memperbarui seruan kami untuk mendapatkan informasi yang dapat mengarah pada lokasi yang aman untuk pemulihan dan pengembalian Austin Tice,” ungkap FBI dalam pernyataannya di media sosial.

    FBI juga menawarkan hadiah sebesar 1 juta USD (sekitar Rp 158 miliar) bagi siapa saja yang dapat memberikan informasi yang mengarah pada pengembalian Tice dengan selamat.

    “Kami tetap berkomitmen untuk membawa Austin pulang ke keluarganya,” tambah FBI.

    Austin Tice adalah seorang kapten veteran Korps Marinir AS dan jurnalis lepas.

    Ia terakhir terlihat pada Agustus 2012 saat meliput perang saudara di Suriah.

    Keluarga Tice menyatakan bahwa ia berencana pergi ke Lebanon pada 14 Agustus, namun setelah meninggalkan Darayya, ia dilaporkan ditahan.

    Tice terakhir kali muncul dalam sebuah video berdurasi 46 detik yang dirilis beberapa minggu setelah penangkapannya, di mana ia terlihat mengenakan pakaian robek dan penutup mata, dituntun oleh pria bertopeng bersenjata.

    Sejak saat itu, tidak ada informasi lebih lanjut mengenai keberadaannya.

    Dukungan dari Pemerintahan Baru Suriah

    Pemerintahan baru Suriah berjanji untuk membantu menemukan Austin Tice.

    “Kami siap bekerja sama dengan pemerintah AS untuk mencari warga negara Amerika yang hilang,” ujar departemen urusan politik pemerintah transisi dalam sebuah pernyataan.

    FBI merilis foto jurnalis AS yang hilang selama 12 tahun di Suriah Austin Tice (X/Twitter)

    Pencarian Tice masih berlangsung, dan sebelumnya, Amerika Serikat telah meminta bantuan dari kelompok oposisi Suriah, Hayat Tahrir al-Sham (HTS), untuk membantu menemukan dan membebaskan jurnalis yang hilang ini.

    Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller, menekankan pentingnya memprioritaskan pemulangan Tice dalam semua komunikasi dengan HTS.

    “Jika mereka menemukannya, kami berharap mereka segera mengembalikannya kepada kami dengan selamat,” tutup Miller.

    Dengan rilis foto terbaru ini, diharapkan dapat memberikan harapan baru dalam pencarian Austin Tice dan mempercepat proses pemulangan jurnalis yang telah hilang selama lebih dari satu dekade.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Yoon Suk Yeol – Halaman all

    Yoon Suk Yeol – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Yoon Suk Yeol adalah Presiden Korea Selatan.

    Pria bertinggi di 1,78 m ini juga dikenal sebagai pengacara. Ia juga pernah menjabat sebagai jaksa agung.

    Yoon Suk Yeol lahir pada tanggal 18 Desember 1960 di Seoul, Korea. 

    Presiden Yoon Suk Yeol lahir di lingkungan Bomun-dong, distrik Seongbuk, Seoul.

    Yoon Suk Yeol merupakan anak dari pasangan profesor. 

    Dilansir Britannica, ayah Yoon Suk Yeol bernama Yoon Ki-Jung yang merupakan ekonom terkemuka di Universitas Yonsei.

    Ayah Yoon Suk Yeol mendirikan Korean Statistical Society dan menjadi anggota National Academy of Sciences. 

    Sementara sang ibu adalah Choi Jeong-Ja.

    Ibu Yoon Suk Yeol mengajar di Ewha Womans University sebelum meninggalkan jabatannya untuk menikah. 

    Pasangan itu membesarkan Presiden Yoon Suk Yeol dan adik-adiknya di Yeonhui-dong, distrik Gangnam, tempat Yoon bersekolah di Sekolah Dasar Daegwang, Sekolah Menengah Pertama Jungnang, dan Sekolah Menengah Atas Chungam.

    Yoon Suk Yeol diketahui telah menikah dengan Kim Keon-hee sejak tanggal 11 Maret 2012.

    Pendidikan

    Tahun 1988 : Magister Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Nasional Seoul

    Tahun 1983 : Sarjana Hukum, Jurusan Hukum, Universitas Nasional Seoul

    Karier

    Dilansir dari laman eng.president.go.kr, Yoon Suk Yeol menempuh pendidikan di Universitas Nasional Seoul, tempat ia meraih gelar Sarjana dan Magister Hukum. 

    Yoon Suk Yeol mengawali kariernya sebagai jaksa pada tahun 1994. 

    Presiden Yoon Suk Yeol menjabat sebagai Kepala Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul dan diangkat sebagai Jaksa Agung pada tahun 2019.

    Dengan keyakinannya, tidak setia kepada siapa pun kecuali kepada Konstitusi, ia adalah seorang jaksa yang hanya berpedoman pada hukum dan prinsip. 

    Yoon Suk Yeol melakukan investigasi korupsi terhadap tokoh-tokoh penting pemerintahan.

    Presiden Yoon terjun ke dunia politik dengan tujuan menjadikan Republik Korea sebagai negara yang menjunjung tinggi kebebasan dan kreativitas, negara yang menjunjung tinggi generasi masa depan dan masyarakat yang kurang mampu, serta negara yang memenuhi tanggung jawabnya dan berbagi nilai-nilai universal dengan masyarakat internasional.

    Didorong oleh aspirasi rakyat untuk pemulihan keadilan dan supremasi hukum, ia terpilih sebagai Presiden pada bulan Maret 2022.

    Berikut rincian lengkap karier Presiden Yoon Suk Yeol :

    2010 – 2022

    Mei 2022 Presiden Republik Korea ke-20
    Maret 2022 Presiden terpilih ke-20 Republik Korea
    Juli 2019 Jaksa Agung, Kejaksaan Agung
    Mei 2017 Kepala Jaksa, Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul
    April 2013 Kepala Jaksa, Cabang Yeoju, Kantor Kejaksaan Distrik Suwon
    September 2011 Kepala Jaksa, Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul & Kepala Divisi Investigasi Pusat 1, Kantor Kejaksaan Agung (merangkap jabatan)

    2001 – 2009

    Januari 2009 Kepala Jaksa, Departemen Investigasi Khusus, Kantor Kejaksaan Distrik Daegu
    Januari 2008 Dikirim ke Kejaksaan Khusus untuk menyelidiki kejahatan yang diduga dilakukan oleh calon presiden dari Partai Nasional Besar
    Maret 2007 Petugas Riset Penuntutan, Kejaksaan Agung
    Januari 2002 Pengacara, Bae, Kim & Lee LLC

    1990 – 1999

    Maret 1999 Jaksa, Kantor Kejaksaan Distrik Seoul

    Maret 1994 Jaksa, Kantor Kejaksaan Distrik Daegu

    Februari 1994 Lulus dari Angkatan ke-23 Lembaga Penelitian dan Pelatihan Peradilan

    Oktober 1991 Lulus Ujian Advokat ke-33

    Deklarasi Darurat Militer

    Presiden Yoon Suk Yeol – Selebaran dari Kantor Kepresidenan Korea Selatan yang diambil pada tanggal 3 Desember 2024 ini menunjukkan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol menyampaikan pidato untuk mengumumkan darurat militer di Seoul. – Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol pada tanggal 3 Desember mengumumkan darurat militer, menuduh pihak oposisi sebagai “pasukan anti-negara” dan mengatakan bahwa ia bertindak untuk melindungi negara dari “ancaman” yang ditimbulkan oleh Korea Utara. (Photo by Handout / South Korean Presidential Office / AFP) (AFP/HANDOUT)

    Pada Selasa (3/12/2024), Yoon mengumumkan darurat militer di Korea Selatan dalam rangkaian peristiwa yang dramatis dan tak terduga. 

    Ia menuduh Majelis Nasional yang dipimpin oposisi, dan khususnya Partai Demokrat Korea sebagai “sarang penjahat” dan “monster yang meruntuhkan sistem demokrasi liberal .”

    Ia mengklaim bahwa negara itu telah menjadi “surga narkoba” dan menuduh lawan-lawannya berpihak pada Korea Utara.

    Yoon menyatakan, keputusannya untuk memberlakukan darurat militer ditujukan untuk memberantas “kekuatan anti-negara pro-Korea Utara yang tidak tahu malu ini.”

    Segera setelah pengumuman Yoon, Kepala Staf Angkatan Darat Park An-Su diangkat menjadi komandan darurat militer.

    Park menyatakan bahwa semua kegiatan politik, termasuk protes publik dan pertemuan Majelis Nasional, dilarang.

    Ia mengumumkan “semua media berita dan publikasi” akan dikontrol oleh otoritas darurat militer dan memperingatkan bahwa siapa pun yang melanggar darurat militer dapat ditangkap tanpa surat perintah.

    Meskipun demikian, para pengunjuk rasa mulai berkumpul di luar Majelis Nasional, di mana mereka bentrok dengan polisi.

    Pernyataan Yoon segera dikecam oleh politisi oposisi dan partai penguasa Korea Selatan, Partai Kekuatan Rakyat (PPP).

    Majelis Nasional bersidang dengan 190 dari 300 anggota parlemennya dan mengeluarkan resolusi dengan semua anggota yang hadir memberikan suara untuk membatalkan pernyataan darurat militer.

    Ini menandai deklarasi darurat militer pertama di Korea Selatan sejak 1980.

    Setelah pemungutan suara Majelis Nasional, Yoon membatalkan keputusannya dan mengumumkan akan mencabut darurat militer setelah menyusun kabinetnya, hanya beberapa jam setelah deklarasi awalnya.

    Keesokan harinya, sejumlah anggota staf Yoon mengundurkan diri. Partai-partai oposisi liberal Korea Selatan mengajukan mosi untuk memberikan suara atas pemakzulan Yoon pada 7 Desember.

    Yoon selamat dari pemungutan suara pemakzulan setelah partainya keluar dari Majelis Nasional, memboikot prosesnya.

    Sebagai hasil dari boikot tersebut, hanya 195 anggota parlemen yang memilih untuk pemakzulan, kurang dari 200 suara yang dibutuhkan. 

    Pimpinan PPP, Han Dong-hoon menyatakan, Yoon akan segera mengundurkan diri dan selama sisa masa jabatan, Yoon ia tidak akan menangani tugas kepresidenan apa pun.

    Sebaliknya, Perdana Menteri Han Duck-Soo akan memikul tanggung jawab tersebut dengan arahan dari PPP.

    Sementara itu, anggota parlemen oposisi mengajukan mosi untuk pemungutan suara pemakzulan lainnya pada 14 Desember.

    Selain itu, Yoon dilarang meninggalkan negara itu oleh kementerian kehakiman, dan jaksa membuka kasus pidana terhadapnya karena pengkhianatan.

    Pemakzulan

    Pada 14 Desember 2024, para anggota parlemen Korea Selatan mengambil langkah bersejarah dengan memutuskan untuk memakzulkan Yoon Suk Yeol.

    Dalam pemungutan suara yang melibatkan 300 anggota parlemen, 204 suara mendukung pemakzulan, 85 menolak, dan tiga abstain, sementara delapan suara dibatalkan.

    Ketua Majelis Nasional (DPR) Woo Won-shik dalam pembukaan rapat Majelis Nasional menekankan, beban sejarah kini berada di tangan para anggota majelis.

    Dia mendorong mereka untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan tanggung jawab konstitusional mereka.

    Sementara itu, Park Chandae, pemimpin Partai Demokratik Korea menyatakan, Yoon dianggap sebagai “dalang pemberontakan”.

    Ia menekankan bahwa pemakzulan adalah satu-satunya cara untuk melindungi konstitusi Korea Selatan.

    (Tribunnews.com/Ika Wahyuningsih)

  • Yoon Suk Yeol Dimakzulkan: Implikasi dan Reaksi di Korea Selatan – Halaman all

    Yoon Suk Yeol Dimakzulkan: Implikasi dan Reaksi di Korea Selatan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pada 14 Desember 2024, para anggota parlemen Korea Selatan mengambil langkah bersejarah dengan memutuskan untuk memakzulkan Presiden Yoon Suk Yeol.

    Keputusan ini muncul setelah adanya pengumuman darurat militer yang kontroversial dari Yoon pekan lalu.

    Dalam pemungutan suara yang melibatkan 300 anggota parlemen, 204 suara mendukung pemakzulan, 85 menolak, dan tiga abstain, sementara delapan suara dibatalkan.

    Apa Alasan di Balik Pemakzulan Yoon Suk Yeol?

    Ketua DPR Woo Wonshik dalam pembukaan rapat Majelis Nasional menekankan bahwa beban sejarah kini berada di tangan para anggota majelis.

    Dia mendorong mereka untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan tanggung jawab konstitusional mereka.

    Sementara itu, Park Chandae, pemimpin Partai Demokratik Korea, menyatakan bahwa Yoon dianggap sebagai “dalang pemberontakan”.

    Ia menekankan bahwa pemakzulan adalah satu-satunya cara untuk melindungi konstitusi Korea Selatan.

    Yoon sendiri, meskipun menghadapi kritik tajam, tetap bersikap menantang dan tidak menunjukkan penyesalan atas tindakannya.

    Perlu dicatat bahwa pemakzulan Yoon adalah yang kedua kalinya dalam sejarah Korea Selatan, setelah Park Geun-hye, presiden sebelumnya, dimakzulkan pada bulan Desember 2016 dan dicopot pada Maret 2017 karena penyalahgunaan wewenang.

    Siapa yang Menggantikan Yoon Suk Yeol Sebagai Presiden?

    Setelah pemakzulan ini, Perdana Menteri Han Ducksoo secara otomatis mengambil alih tugas sebagai presiden sementara.

    Dalam pernyataan resmi, Han Ducksoo berkomitmen untuk bekerja keras dalam menstabilkan situasi politik pasca-deklarasi darurat militer oleh Yoon.

    Dia menyerukan kolaborasi dari seluruh elemen masyarakat untuk membangun stabilitas di negara tersebut.

    Han juga menekankan pentingnya menjaga fungsi pemerintahan dan meminta pejabat publik untuk melaksanakan tugas mereka dengan penuh dedikasi.

    “Pemerintah akan mendedikasikan semua upayanya untuk memastikan stabilitas awal urusan negara semata-mata sesuai dengan kehendak rakyat,” ungkap Han yang dikutip oleh kantor berita Korean Times.

    Bagaimana Reaksi Masyarakat Terhadap Pemakzulan Ini?

    Pemakzulan Yoon diwarnai dengan aksi demonstrasi besar-besaran dari ribuan warga.

    Laporan dari Korea Herald mencatat bahwa demonstrasi tersebut dipimpin oleh anggota serikat buruh dan kelompok sipil liberal yang memulai aksi mereka di dekat Seoul Plaza dan melanjutkan ke kediaman presiden.

    Meskipun ada yang meragukan stabilitas demonstrasi, aksi ini berlangsung dengan damai dan tertib.

    Menariknya, banyak demonstran yang membawa lightstick dari fandom K-Pop serta poster-poster kreatif.

    Bahkan, lagu terbaru dari grup idol AESPA menjadi pengiring dalam aksi tersebut.

    Dalam konteks ini, meski Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang dipimpin Yoon memboikot pemungutan suara pemakzulan, hal tersebut tidak menghalangi keinginan mayoritas masyarakat.

    Jajak pendapat menunjukkan bahwa 75 persen warga mendukung pemakzulan Yoon dari jabatannya sebagai presiden.

    Pemakzulan Yoon Suk Yeol bukan hanya sekadar kejadian politik, tetapi juga mencerminkan dinamika sosial dan keinginan masyarakat Korea Selatan untuk menjaga konstitusi dan stabilitas pemerintahan.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • FBI Rilis Foto Terbaru Austin Tice, Harapan Baru untuk Temukan Jurnalis AS yang 12 Tahun Hilang – Halaman all

    FBI Rilis Foto Terbaru Austin Tice, Harapan Baru untuk Temukan Jurnalis AS yang 12 Tahun Hilang – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM –  Badan investigasi utama dari Departemen Kehakiman Amerika Serikat, FBI telah merilis foto jurnalis Amerika, Austin Tice yang 12 tahun hilang di Suriah.

    Dalam foto yang dirilis FBI pada hari Jumat (13/12/2024), terlihat pertambahan usia Austin Tice.

    Penampilannya terlihat seperti berusia 40-an.

    Alasan FBI merilis foto terbaru Austin adalah sebagai upaya pencarian jurnalis AS ini setelah jatuhnya rezim Assad di Suriah pada minggu lalu.

    “Mengingat kejadian terkini di Suriah, FBI memperbarui seruan kami untuk mendapatkan informasi yang dapat mengarah pada lokasi yang aman, pemulihan, dan pengembalian Austin Bennett Tice, yang ditahan di Damaskus pada bulan Agustus 2012,” kata FBI dalam pernyataannya di X, dikutip dari Anadolu Anjansi.

    Untuk mempermudah pencarian Tice, FBI menawarkan hadiah 1 juta USD atau sekitar Rp 15,8 M bagi seseorang yang dapat membawa jurnalis ini kembali dengan selamat.

    “FBI dan mitra pemerintah kami tetap berkomitmen untuk membawa Austin pulang ke keluarganya, dan kami masih menawarkan hadiah hingga $1 juta untuk informasi yang mengarah pada pengembalian Austin dengan selamat,” tambahnya.

    Austin Tice Terakhir Terlihat Pada Tahun 2012

    Austin Tice adalah seorang kapten veteran Korps Marinir AS yang juga merupakan jurnalis lepas.

    Pada bulan Agustus 2012, Tice melakukan perjalanan ke selatan Damaskus, ibu kota Suriah untuk meliput perang saudara.

    Keluarga Tice mengatakan di situs webnya bahwa ia berencana berangkat ke Lebanon pada tanggal 14 Agustus.

    Namun, tak lama setelah meninggalkan pinggiran kota Damaskus, Darayya, Austin dikabarkan telah ditahan, dikutip dari NPR.

    Tice terakhir terlihat oleh dunia dalam sebuah video yang dirilis beberapa minggu setelah ia ditahan.

    Video yang berdurasi 46 detik tersebut memperlihatkan Austin mengenakan  pakaian robek dan penutup mata serta dituntun oleh pria bertopeng bersenjata. 

    Sejak video tersebut dirilis, pemerintah AS mengatakan bahwa Tice ditahan oleh pemerintah Suriah 

    Tidak ada yang secara terbuka mengaku bertanggung jawab atas penangkapannya atau atas video tersebut. 

    Sejak saat itu, keluarga Tice juga tidak mendapatkan informasi apapun terkait keberadaannya.

    Pemerintahan Baru Suriah Janji Bantu Cari Austin Tice

    Kepemimpinan baru Suriah mengatakan bahwa pihaknya berjanji menemukan jurnalis AS yang diculik selama 12 tahun, Austin Tice.

    “Kami mengonfirmasi kesiapan kami untuk bekerja sama secara langsung dengan pemerintah AS guna mencari warga negara Amerika yang hilang oleh rezim al-Assad sebelumnya,” kata departemen urusan politik pemerintah transisi dalam sebuah pernyataan di Telegram, dikutip dari Al-Arabiya.

    Menurut pemerintahan transisi yang mengambil alih kendali Suriah mengatakan bahwa saat ini pihaknya sedang melakukan pencarian Austin Tice.

    “Pencarian warga negara Amerika Austin Tice masih berlangsung,” jelasnya.

    Sebelumnya, Amerika Serikat mengirimkan permintaan kepada kelompok oposisi Suriah Hayat Tahrir al-Sham (HTS) untuk membantu menemukan dan membebaskan jurnalis Amerika yang hilang Austin Tice saat membebaskan para tahanan di lapas negara itu.

    Juru bicara Departemen Luar Negeri, Matthew Miller mengatakan bahwa saat ini HTS harus memprioritaskan pembebasan Miller.

    “Dalam semua komunikasi kami dengan pihak-pihak yang kami ketahui berbicara dengan HTS, kami telah mengirim pesan yang sangat jelas bahwa saat mereka bergerak maju membebaskan penjara-penjara di Suriah, prioritas utama kami adalah memulangkan Austin Tice,” katanya.

    Tidak hanya meminta bantuan ke HTS, Miller meminta kepada semua yang berada di Suriah untuk membantu pencarian Austin.

    “Kami ingin siapa pun yang bertugas di Suriah untuk mencarinya, dan jika mereka menemukannya, untuk segera mengembalikannya kepada kami dengan selamat,” tambahnya.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait FBI dan Austin Tice

  • Impian Naji jadi Pesepakbola seperti Ronaldo Pupus di Tangan Israel – Halaman all

    Impian Naji jadi Pesepakbola seperti Ronaldo Pupus di Tangan Israel – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Nasib tragis dialami seorang remaja asal Palestina bernama Naji al-Baba (14).

    Impian Naji al-Baba menjadi pemain sepakbola seperti Cristiano Ronaldo pupus di tangan Israel.

    Naji tewas ditembak tentara Israel saat tengah bermain bersama teman-temannya di Halhul, Kota Hebron, selatan Tepi Barat pada 3 November 2024.

    Sepupu Naji berlari ke rumahnya , berteriak panik, dan mengatakan, tentara Israel telah tiba dan mulai menembaki anak-anak.

    Ayah Naji, Nidal Abdel Moti al-Baba dan pamannya, Samir, bergegas menuju lokasi kejadian.

    “Saya ingin anak saya! Saya ingin anak saya!” teriak Nidal, saat tentara menyerang dan memukuli dirinya dan saudaranya.

    Setelah kekacauan itu, Nidal melihat tentara membawa jasad Naji.

    “Saya mengenalinya dari sepatu yang baru saya belikan untuknya beberapa hari sebelumnya,” ungkap Nidal.

    Jenazah Naji dibawa pergi oleh tentara, sedangkan ambulans Palestina baru dipanggil dua jam kemudian.

    Naji kemudian dibawa ke Rumah Sakit Abu Mazen Halhul.

    Laporan medis forensik mengungkapkan, Naji terkena empat peluru: satu di panggul, satu di kaki, satu di jantung, dan satu di bahu.

    Tragisnya, Naji dibiarkan tanpa perawatan medis selama 30 menit setelah ditembak.

    Keesokan harinya, keluarga Naji mengunjungi rumah sakit untuk mempersiapkan pemakamannya.

    Meskipun tangannya patah, Nidal bersikeras menggendong jenazah putranya untuk menghadiri pemakaman yang dihadiri ratusan orang dari Halhul.

    Sosok Naji

    Setelah pemakaman, Nidal mengungkapkan sejumlah kebiasaan yang dilakukan sang anak. 

    “Saya berangkat kerja di Betlehem pada pagi hari dan Naji berangkat sekolah. Ketika saya pulang kerja pukul 12 siang, saya melihat Naji sedang bersiap pulang ke rumah,” katanya kepada Al Jazeera.

    Setelah pulang dari sekolah, Naji meminta izin kepada ayahnya untuk bermain sepak bola bersama teman-temannya di dekat toko kelontong milik kakeknya.

    Ia telah menyiapkan makanan kesukaannya, molokhia dengan ayam, untuk makan siang sebelum pergi bermain.

    Namun, itu adalah terakhir kalinya keluarga melihat Naji hidup.

    Ibu Naji, Samahar al-Zamara turut mengenang kebersamaannya dengan sang anak.

    “Saat ia meninggalkan kami, saya merasa kehilangan sebagian dari diri saya yang tidak akan pernah bisa kami dapatkan kembali,” ungkapnya.

    Keluarga Naji sangat merindukannya, terutama setelah kejadian tragis tersebut. Naji adalah anak ke-lima dari enam bersaudara.

    Nasib Bocah Palestina yang Bermimpi Jadi Pemain Sepak Bola seperti Ronaldo

    Sementara itu, Nasser Merib (61), manajer klub olahraga Halhul di mana Naji bergabung, mengenang remaja tersebut sebagai pesepakbola berbakat dengan kaki kanan yang kuat.

    “Dia benar-benar meningkatkan level tim dalam pertandingan. Dia ambisius dan bermimpi menjadi pemain internasional seperti Ronaldo,” ungkap pria yang disapa Kapten itu.

    Namun, mimpi Naji harus direnggut oleh empat peluru yang mengakhiri hidupnya secara tragis.

    Rekan setim Naji, Reda Hanieh, juga mengenang kenangan indah bersama Naji.

    “Dia yang paling tinggi dan selalu banyak tertawa. Biasanya saya kebobolan karena saya tahu Naji akan lebih baik dalam menendang bola daripada saya,” kata Reda.

    Setiap kali mencetak gol, Naji akan berlari ke arah Reda untuk merayakannya bersama.

    Tanggapan Kementerian Pertahanan Israel

    Al Jazeera telah mencoba menghubungi Kementerian Pertahanan Israel untuk meminta komentar mengenai pembunuhan Naji al-Baba, tapi hingga saat ini belum ada tanggapan resmi yang diberikan.

    Insiden ini menambah deretan panjang tragedi yang dialami anak-anak Palestina di tengah konflik yang berkepanjangan, dan mengingatkan kita akan impian-impian sederhana mereka, seperti menjadi pemain sepak bola seperti Cristiano Ronaldo.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Kritik Tajam Trump atas Penggunaan Rudal AS oleh Ukraina: Tindakan Gila dan Berbahaya – Halaman all

    Kritik Tajam Trump atas Penggunaan Rudal AS oleh Ukraina: Tindakan Gila dan Berbahaya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump melontarkan kritik keras terhadap penggunaan rudal jarak jauh yang dipasok Washington kepada Ukraina untuk menyerang wilayah Rusia.

    Kritikan ini menunjukkan kemungkinan perubahan kebijakan AS di bawah kepemimpinan Trump terhadap Kyiv.

    “Sungguh gila apa yang terjadi. Ini gila. Saya sangat tidak setuju dengan peluncuran rudal-rudal hingga ratusan mil ke dalam wilayah Rusia,” ujar Trump dalam wawancara dengan majalah TIME, yang dilansir Reuters, Jumat (13/12/2024).

    “Mengapa kita melakukan itu? Kita hanya meningkatkan perang ini dan memperburuknya. Hal itu tidak seharusnya dibiarkan,” tegas Trump.

    Wawancara dengan TIME ini dilakukan sebagai bagian dari penobatan Trump sebagai “Person of the Year” untuk tahun ini.

    Presiden Joe Biden, bulan lalu, mencabut larangan AS terhadap Ukraina untuk menggunakan rudal jarak jauh yang dipasok Washington dalam serangan lebih dalam ke wilayah Rusia.

    Langkah ini merupakan dukungan terbaru Biden untuk membantu Kyiv mengusir pasukan Rusia yang menginvasi negara tersebut.

    Keputusan Biden diambil setelah permohonan berulang kali dari Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan setelah pengerahan 15.000 tentara Korea Utara (Korut) ke medan pertempuran oleh Rusia.

    Pengerahan tentara Korut ini menjadi alasan utama Biden untuk mengubah kebijakannya.

    Namun, Trump mengungkapkan bahwa ia ingin segera mengakhiri perang yang telah berlangsung hampir tiga tahun tersebut, meskipun ia belum memberikan rincian rencananya.

    Berbeda dengan Joe Biden, Trump marah ketika Ukraina menembakkan rudal AS ke wilayah Rusia.

    “Apa yang terjadi sungguh gila. Gila. Saya sangat tidak setuju dengan pengiriman rudal ratusan mil ke Rusia,” kata Trump.

    Ia menegaskan bahwa langkah ini hanya akan memperburuk situasi dan memperpanjang konflik.

    Trump mengklaim ia bisa mengakhiri perang Ukraina dalam sehari, meskipun belum mengungkapkan secara rinci bagaimana cara melakukannya.

    Trump diperkirakan akan mendorong perundingan damai cepat yang bisa menyebabkan Ukraina harus menyerahkan sebagian besar wilayah timur negaranya.

    Keterlibatan Korea Utara Semakin Memperburuk Situasi

    Dalam wawancara dengan TIME, Trump juga mengomentari keterlibatan Korea Utara dalam perang Rusia-Ukraina. Ia menyebut kehadiran pasukan Korut di Rusia semakin memperumit perang.

    “Ketika Korea Utara terlibat, itu adalah faktor yang sangat rumit,” kata Trump.

    Trump menambahkan bahwa di bawah pemerintahannya, Korea Utara akan lebih tenang karena ia memiliki hubungan yang baik dengan pemimpin Korut, Kim Jong Un.

    “Saya tahu Kim Jong Un, saya akrab dengan Kim Jong Un. Saya mungkin satu-satunya orang yang pernah berurusan dengannya,” ujar Trump.

    Spekulasi Tentang Kebijakan Trump terhadap Ukraina dan Korut

    Kendati demikian, masih belum jelas apakah Pyongyang akan sejalan dengan Washington, mengingat Korut saat ini menjalin hubungan erat dengan Rusia, yang merupakan rival bebuyutan AS.

    Ada spekulasi bahwa di bawah kepemimpinan Trump, AS akan mendesak Ukraina untuk menyerahkan sebagian wilayahnya kepada Rusia guna mengakhiri perang yang telah berlangsung sejak Februari 2022.

    Trump juga diduga akan menghentikan pasokan militer Washington ke Kyiv.

    Saat ditanya apakah AS akan meninggalkan Ukraina, Trump membantah.

    “Saya ingin mencapai kesepakatan. Dan satu-satunya cara untuk mencapai kesepakatan adalah dengan tidak meninggalkan,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Inggris mendesak Joe Biden untuk memberikan izin bagi penggunaan rudal jarak jauh, termasuk Storm Shadows yang menggunakan sistem data AS, untuk menyerang Rusia.

    Biden menyetujui hal tersebut setelah ribuan tentara Korut dikerahkan ke Rusia untuk membantu Vladimir Putin merebut kembali wilayah Kursk.

    Rusia kemudian mengancam balasan setelah Ukraina menargetkan lapangan udara militer di provinsi Rostov dengan rudal balistik ATACMS buatan AS.

    Keith Kellogg, utusan khusus untuk Ukraina dan Rusia yang ditunjuk Trump, mengatakan pada Jumat (13/12/2024) bahwa konflik di Ukraina dapat diselesaikan dalam beberapa bulan ke depan.

    “Jika menyangkut Ukraina dan Rusia, saya yakin masalah ini akan terselesaikan dalam jangka waktu beberapa bulan ke depan,” kata Kellogg kepada Fox News.

    Ia juga menambahkan bahwa tidak mengherankan jika Trump mengundang Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy ke AS untuk melakukan pembicaraan perdamaian.

    Sementara itu, Departemen Pertahanan AS mengumumkan bantuan baru senilai 500 juta dolar AS (sekitar Rp8,01 triliun) untuk memenuhi kebutuhan keamanan Ukraina dalam perjuangannya melawan Rusia.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)