Category: Tribunnews.com Internasional

  • Amerika Serikat dan Eropa Pilih Jalan Berbeda Soal AI – Halaman all

    Amerika Serikat dan Eropa Pilih Jalan Berbeda Soal AI – Halaman all

    Meningkatnya kecerdasan buatan, atau AI, secara pesat memungkinkan komputer untuk menjalankan tugas-tugas yang dulunya bergantung pada kecerdasan manusia. AI sekarang membuka peluang besar, mulai dari pengobatan yang dipersonalisasi hingga mengatasi tantangan global, seperti perubahan iklim.

    Namun, hal itu juga menimbulkan berbagai risiko yang signifikan, mulai dari hilangnya pekerjaan, teknologi yang bias, hingga potensi penyalahgunaan di bidang-bidang seperti pengawasan.

    Sementara Uni Eropa (UE) meluncurkan setumpuk aturan AI yang komprehensif untuk memastikan keamanan dan akuntabilitas pengguna, AS di bawah Presiden Donald Trump bergerak ke arah yang berlawanan, yaitu melonggarkan pembatasan dan memberi keleluasaan kepada industri teknologi untuk membuat aturannya sendiri.

    Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    “Di AS, kami melihat adanya pergeseran yang jelas dari penekanan pada keselamatan pengguna,” kata Lisa Soder, peneliti senior di Interface, lembaga pemikir teknologi informasi yang bermarkas di Berlin, Jerman. Ia mengatakan kepada DW bahwa Trump mengubah kebijakan regulasi AI dan lebih mementingkan pentingan bisnis industri.

    Trump mengundang para miliarder teknologi untuk menghadiri pelantikannya sebagai presiden, termasuk CEO Tesla dan SpaceX Elon Musk, CEO OpenAI Sam Altman, dan CEO Meta Mark Zuckerberg, yang duduk di baris kedua tepat di belakang keluarga Trump.

    Pada hari yang sama, Trump membatalkan perintah eksekutif yang dikeluarkan oleh pendahulunya, Joe Biden, yang mengatur perlindungan dan keamanan data AI. Ia juga menandatangani perintah eksekutif untuk mengembangkan “Rencana Aksi AI” dalam waktu 180 hari. Rencana tersebut bertujuan “untuk mempertahankan dan meningkatkan dominasi Amerika dalam bidang AI.”

    Meskipun rincian kebijakan ini masih belum jelas, langkah ini secara luas diharapkan akan memberikan kebebasan signifikan kepada raksasa teknologi untuk mengembangkan teknologi AI baru. Kebijakan tersebut juga kemungkinan akan mengurangi persyaratan bagi perusahaan untuk mengurangi risiko saat mereka mengembangkan aplikasi.

    Akankah UE akan pertahakankan prinsip ‘utamakan keselamatan’?

    Undang-Undang Kecerdasan Buatan UE diputuskan pertengahan tahun lalu. Sasarannya adalah untuk melindungi warga negara UE dari potensi bahaya AI, tanpa menghambat inovasi. Untuk mencapai keseimbangan ini, Undang-Undang AI memberlakukan serangkaian aturan dan persyaratan pada sistem AI, dari minimal hingga tinggi, tergantung pada risiko yang ditimbulkannya terhadap hak-hak dasar pengguna.

    Tetapi para kritikus mengatakan, hal ini akan merugikan perusahaan-perusahaan Eropa dibandingkan pesaing mereka di luar negeri. Pada saat yang sama, ketika otoritas di Brussels dan negara-negara anggota mendirikan kantor dan tim staf untuk menegakkan aturan, perdebatan pun terjadi mengenai bagaimana regulator akan menafsirkan undang-undang baru tersebut.

    “Di Uni Eropa, kami juga melihat adanya pergeseran sentimen dan banyak ketidakpastian mengenai apa yang benar-benar bisa dilakukan dan seberapa ambisius Uni Eropa dengan peraturannya – misalnya, informasi seperti apa yang bisa mereka minta dari perusahaan,” kata Lisa Soder.

    Perlombaan global untuk AI

    Para ahli memperkirakan masa kepresidenan Trump akan memberikan dampak besar pada kompetisi AI global: persaingan internasional antara negara-negara dan perusahaan untuk mengembangkan dan menerapkan teknologi AI mutakhir akan memberi mereka keuntungan ekonomi, militer, dan strategis.

    Sejauh ini, Amerika Serikat telah menjadi pelopor AI, mendominasi penelitian dan investasi AI dengan perusahaan-perusahaan raksasa teknologi seperti Google, Meta, Apple, dan OpenAI. Tetapi perusahaan-perusahaanCina juga telah membuat kemajuan pesat dan menduduki peringkat kedua dalam pengembangan AI.

    Dalam beberapa tahun terakhir, upaya untuk mengembangkan aturan dan pembatasan yang mengikat secara internasional untuk teknologi AI sebagian besar tidak berhasil. Bahkan komitmen sukarela terhadap pengembangan dan penggunaan AI yang aman yang telah dibuat oleh banyak perusahaan teknologi besar di masa lalu kini tampak mengambang, kata Lisa Soder.

    Banyak CEO teknologi akan bertemu dengan para pemimpin dunia di KTT Kecerdasan Buatan di Paris pada 10 dan 11 Februari. Menarik untuk melihat seberapa jauh mereka berpegang pada beberapa prinsip, kata Lisa Soder.

    “Di masa lalu, perusahaan-perusahaan telah berjanji melakukan banyak hal untuk keselamatan dan kredibilitas,” katanya. “Sekarang situasi geopolitik sudah berubah, pertemuan puncak ini akan menjadi ujian penting untuk melihat apakah mereka akan terus melakukan hal itu.”

  • BREAKING NEWS: Pesawat American Airlines Bertabrakan dengan Helikopter Black Hawk di AS – Halaman all

    BREAKING NEWS: Pesawat American Airlines Bertabrakan dengan Helikopter Black Hawk di AS – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sebuah pesawat dari maskapai American Airlines yang mengangkut 60 orang penumpang dan empat kru bertabrakan dengan helikopter Black Hawk saat mencoba mendarat di Bandara Nasional Ronald Reagan, Washington D.C., Amerika Serikat (AS) pada Rabu (30/1/2025) malam sekira pukul 21.00 waktu setempat.

    “Sebuah pesawat jet regional PSA Airlines Bombardier CRJ700 bertabrakan di udara dengan sebuah helikopter Sikorsky H-60 ketika mendekati landasan pacu 33 di Bandara Nasional Reagan, Washington sekitar pukul 21.00 waktu setempat,” ujar Administrasi Penerbangan Federal dalam sebuah pernyataan, dikutip dari CBS.

    Sementara, pesawat American Airlines itu lepas landas dari Wichita, Kansas.

    Pihak maskapai pun telah mengetahui terkait adanya insiden kecelakaan tersebut.

    “American Airlines menyadari adanya laporan bahwa penerbangan American Eagle 5342, yang dioperasikan oleh PSA, dengan rute Wichita, Kansas (ICT) ke Bandara nasional Washington Reagan (DCA) terlibat dalam sebuah insiden,” demikian pernyataan resmi dari pihak maskapai.

    Di sisi lain, menurut beberapa sumber dan seorang pejabat Angkatan Darat AS mengatakan helikopter Black Hawk yang terlibat dalam tabrakan tersebut.

    Dikutip dari Fox News, Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, mengatakan telah memberitahu Presiden Donald Trump terkait insiden tersebut.

    Momen insiden tabrakan itu pun terekam sebuah kamera siaran langsung yang terpasang di Kennedy Center, Washington D.C.

    Dalam video tersebut, tampak sebuah ledakan di area Sungai Potomac pada Rabu malam waktu setempat sekira pukul 20.47.

    Sementara, Departemen Pemadam Kebakaran dan layanan Medis Darurat District of Columbia telah melaporkan dalam sebuah postingan di media sosial bahwa sebuah pesawat kecil jatuh di Sungai Potomac di sekitar Bandara Reagan.

    Pasca kejadian ini, Departemen Kepolisian D.C telah berkoordinasi untuk melakukan pencarian dan penyelamatan korban tabrakan pesawat tersebut di Sungai Potomac.

    Lalu, pihak Bandara Reagan juga telah menghentikan seluruh penerbangan dan pendaratan imbas kejadian ini.

    Kini, operasi pencarian terkait penumpang turut dilakukan oleh unit penerbangan polisi Taman AS.

    Hingga kini, belum diketahui apakah ada korban jiwa akibat insiden tersebut.

    (Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)

  • Kemampuan Netanyahu Diragukan, Peneliti Senior Sebut Tak Ada Kemenangan Total dalam Perang Gaza – Halaman all

    Kemampuan Netanyahu Diragukan, Peneliti Senior Sebut Tak Ada Kemenangan Total dalam Perang Gaza – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, sempat berjanji Israel akan meraih “kemenangan total” dalam perang di Gaza.

    Benjamin Netanyahu pun mengklaim akan membasmi Hamas dan membebaskan semua sandera.

    Namun, setelah gencatan senjata dengan kelompok militan itu, banyak warga Israel yang ragu.

    Peneliti senior di Institute for National Security Studies, lembaga pemikir di Tel Aviv, Ofer Shelah, menegaskan Hamas tidak hanya masih utuh, tetapi juga tidak ada jaminan semua sandera akan dibebaskan.

    Namun, kata Ofer Shelah, yang benar-benar menimbulkan keraguan tentang kemampuan Netanyahu untuk memenuhi janjinya adalah pemulangan ratusan ribu warga Palestina minggu ini ke rumah mereka di Gaza utara.

    Menurutnya, hal itu membuat Israel sulit untuk melancarkan kembali perangnya melawan Hamas jika kedua belah pihak gagal memperpanjang gencatan senjata melampaui fase awal enam minggu.

    “Tidak akan ada perang lagi,” kata Ofer Shelah, Kamis (30/1/2025), dikutip dari AP News.

    “Apa yang akan kita lakukan sekarang? Memindahkan penduduk ke selatan lagi?”

    “Tidak ada kemenangan total dalam perang ini,” tegasnya.

    Israel Akan Bebaskan 110 Tahanan Palestina

    Sementara itu, sebuah kelompok advokasi tahanan Palestina mengatakan otoritas Israel akan membebaskan 110 tahanan, termasuk 30 anak di bawah umur, pada hari Kamis.

    Pembebasan ini sebagai bagian dari pertukaran di bawah kesepakatan gencatan senjata Gaza yang disepakati dengan Hamas.

    “Besok (hari ini), 110 tahanan Palestina akan dibebaskan,” kata Klub Tahanan Palestina dalam sebuah pernyataan, mengacu pada pertukaran sandera dan tahanan ketiga di bawah gencatan senjata, yang dimulai pada 19 Januari, dilansir Arab News.

    Kelompok itu mengatakan, para tahanan diharapkan tiba di “daerah Radana Ramallah sekitar tengah hari.”

    Kelompok tersebut juga mengatakan, 30 tahanan berusia di bawah 18 tahun, 32 orang telah dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, dan 48 lainnya menjalani hukuman penjara dengan durasi yang bervariasi.

    Mereka menambahkan, 20 tahanan yang akan dibebaskan akan dikirim ke pengasingan.

    Dalam dua pertukaran sebelumnya, tujuh sandera Israel dibebaskan oleh militan dengan imbalan 290 tahanan — hampir semuanya warga Palestina, kecuali satu warga Yordania.

    Perkembangan Terkini Konflik Palestina Vs Israel

    Diberitakan Al Jazeera, serangan udara Israel menewaskan sebanyak 10 warga Palestina di kota Tammun, Tepi Barat yang diduduki, saat militer Israel mengintensifkan operasi di wilayah yang diduduki.

    Lebih dari 500.000 warga Palestina telah kembali ke Gaza utara di mana mereka menunggu Israel untuk mengizinkan lebih banyak bantuan kemanusiaan memasuki wilayah kantong itu.

    Larangan Israel terhadap badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) di Yerusalem Timur yang diduduki, Gaza dan Tepi Barat yang diduduki akan dimulai hari ini.

    Pertukaran tawanan ketiga dengan tahanan Palestina akan dilakukan hari ini sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas.

    SAPA PENDUDUK GAZA – Personel Brigade Al Qassam, sayap militer Hamas, menyapa penduduk Gaza yang kembali ke rumah mereka di Gaza Utara per Minggu (26/1/2025). Otoritas Israel akan membebaskan 110 tahanan, termasuk 30 anak di bawah umur. (khaberni/tangkap layar)

    Delapan tawanan yang ditahan di Gaza – tiga warga Israel dan lima warga Thailand – akan dibebaskan oleh Hamas, sementara 110 tahanan Palestina – 30 di antaranya berusia di bawah 18 tahun – akan dibebaskan oleh Israel.

    Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengatakan tentara Israel akan tetap berada di kamp pengungsi Jenin, yang telah menjadi sasaran operasi militer selama berminggu-minggu oleh pasukan keamanan Israel dan Otoritas Palestina, dan berjanji “tidak akan kembali seperti semula”.

    Kementerian Kesehatan Lebanon mengatakan delapan orang terluka dalam serangan Israel pada hari Rabu, meskipun ada perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah.

    Serangan udara Israel telah menewaskan tiga warga negara Turki yang berusaha menyeberang secara ilegal dari Lebanon ke Israel, kata Kementerian Luar Negeri Turki.

    Perang Israel di Gaza telah menewaskan sebanyak 47.417 warga Palestina dan melukai 111.571 orang sejak 7 Oktober 2023.

    Setidaknya 1.139 orang tewas di Israel selama serangan yang dipimpin Hamas hari itu dan lebih dari 200 orang ditawan.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina Vs Israel

  • Trump Akan Deportasi WNA Pro-Palestina dan Pro-Hamas yang Kritik Serangan Israel di Gaza – Halaman all

    Trump Akan Deportasi WNA Pro-Palestina dan Pro-Hamas yang Kritik Serangan Israel di Gaza – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump akan menandatangani perintah eksekutif yang dapat membatalkan visa pelajar bagi mahasiswa asing dan warga negara asing di AS yang bersimpati kepada Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) atau mengikuti demonstrasi pro-Palestina.

    Kabar ini muncul di tengah meluasnya demonstrasi pro-Palestina yang mengkritik dukungan penuh, baik militer mau pun finansial, dari pemerintah AS kepada sekutunya, Israel.

    “Kepada semua penduduk asing yang bergabung dalam protes pro-jihadis, kami memberi tahu Anda: mulai tahun 2025, kami akan menemukan Anda, dan kami akan mendeportasi Anda,” kata Donald Trump dalam lembar fakta pada perintah tersebut.

    Keputusan tersebut mencakup deportasi mahasiswa asing dan penduduk asing lainnya yang berpartisipasi dalam protes pro-Palestina selama agresi brutal Israel di Jalur Gaza.

    “Saya juga akan segera membatalkan visa pelajar semua simpatisan Hamas di kampus-kampus, yang telah dipenuhi dengan radikalisme yang belum pernah terjadi sebelumnya,” lanjutnya.

    Donald Trump mengklaim perintah tersebut untuk memerangi “anti-Semitisme” yang bertujuan melindungi Yahudi Amerika.

    “Presiden AS akan mengarahkan perintah kepada Kementerian Kehakiman untuk menindak tegas ancaman teroris, pembakaran, vandalisme, dan kekerasan terhadap orang Yahudi Amerika,” menurut laporan Reuters, Rabu (29/1/2025) mengutip lembar fakta yang tercantum dalam perintah tersebut.

    Seorang pejabat Gedung Putih mengatakan Donald Trump mungkin akan menandatangani perintah tersebut pada Rabu malam.

    Dewan Hubungan Amerika-Islam, sebuah kelompok advokasi muslim besar, akan mempertimbangkan untuk menantang perintah tersebut di pengadilan jika Trump mencoba menerapkannya.

    Perintah ini muncul beberapa hari setelah Donald Trump kembali ke Gedung Putih setelah upacara pelantikannya sebagai Presiden Amerika Serikat ke-47 pada 20 Januari 2025.

    Sehari sebelumnya, Israel dan Hamas mulai menerapkan perjanjian gencatan senjata di Jalur Gaza dengan membebaskan tiga tahanan wanita Israel dengan imbalan 90 tahanan Palestina.

    Amerika Serikat menyaksikan protes mahasiswa yang meluas untuk mendukung rakyat Palestina di Jalur Gaza, yang menjadi sasaran perang genosida yang dilakukan oleh pendudukan Israel selama 15 bulan setelah 7 Oktober 2023.

    Pemerintah AS merupakan sekutu utama Israel dan pendonor terbesar untuk militer Israel sejak pendirian negara tersebut di Palestina pada 1948 dan menyalurkan bantuan militer per tahun ke Israel.

    Saat ini proses pencarian korban tewas di Jalur Gaza masih berlangsung sejak gencatan senjata Israel-Hamas mulai berlaku pada 19 Januari lalu, yang menambah jumlah kematian warga Palestina.

    Jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 47.417 jiwa dan 111.571 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Rabu (29/1/2025) menurut Kementerian Kesehatan Gaza, sementara itu pencarian korban yang tertimbun reruntuhan masih berlanjut, menurut laporan Anadolu Agency.

    Sebelumnya, Israel mulai menyerang Jalur Gaza setelah Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) memulai Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023), untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa sejak pendirian Israel di Palestina pada 1948.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel

  • Ahmed Al-Sharaa Jadi Presiden Suriah selama Masa Transisi, Faksi Bersenjata Dibubarkan – Halaman all

    Ahmed Al-Sharaa Jadi Presiden Suriah selama Masa Transisi, Faksi Bersenjata Dibubarkan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Ahmed Al-Sharaa resmi ditunjuk sebagai Presiden Suriah selama masa transisi pemerintah di negara tersebut.

    Pemerintahan baru Suriah mengumumkan pengangkatannya dalam konferensi Deklarasi Kemenangan Revolusi Suriah di Damaskus pada Rabu (29/1/2025).

    Setelah menjadi Presiden Suriah, Ahmad Al-Sharaa mendapat mandat untuk membentuk dewan legislatif untuk masa transisi setelah pembubaran Majelis Rakyat dan penghapusan konstitusi era sebelumnya.

    “Kami mengumumkan bahwa Tuan Komandan Ahmed Al-Sharaa akan menjadi presiden negara itu dalam masa transisi, dan dia akan melaksanakan tugas kepresidenan Republik Arab Suriah dan mewakilinya di forum internasional,” kata juru bicara pemerintahan militer, Kolonel Hassan Abdul Ghani, seperti diberitakan kantor berita negara Suriah, SANA, Rabu (29/1/2025).

    “Pemerintah memberi wewenang kepadanya untuk membentuk dewan legislatif sementara untuk tahap selektif, yang akan menjalankan tugasnya sampai konstitusi permanen negara tersebut disetujui dan mulai berlaku secara eksekutif,” tambahnya.

    Ia juga mengumumkan pembubaran faksi-faksi bersenjata di Suriah.

    Keputusan ini diambil pada konferensi Deklarasi Kemenangan Revolusi Suriah yang dihadiri oleh Al-Sharaa, Menteri Luar Negeri Asaad Al-Shaibani, dan banyak pemimpin faksi bersenjata.

    Ini termasuk pembubaran tentara dan badan keamanan yang ada selama era presiden Bashar al-Assad, serta semua faksi bersenjata yang berpartisipasi dalam serangan yang menyebabkan penggulingannya pada 8 Desember 2024.

    “Kami mengumumkan pembubaran tentara rezim sebelumnya, dan pembangunan kembali tentara Suriah berdasarkan landasan nasional,” kata Abdul Ghani.

    “Pembubaran semua dinas keamanan yang berafiliasi dengan rezim sebelumnya… dan semua milisi pembentukannya, dan pembentukan lembaga keamanan baru yang menjaga keamanan warga negara,” lanjutnya.

    “Semua faksi militer, badan politik dan revolusi sipil akan dibubarkan dan diintegrasikan ke dalam lembaga negara,” tambahnya.

    Sebelumnya, Ahmed Al-Sharaa yang dikenal dengan nama samaran Al-Julani adalah pemimpin aliansi oposisi bersenjata, Hayat Tahrir al-Sham (HTS) yang berhasil menggulingkan Bashar al-Assad pada 8 Desember 2024, setelah melalui operasi militer selama kurang lebih dua minggu.

    Ahmed Al-Sharaa kemudian menjadi pemimpin de facto Suriah sejak itu hingga ditunjuk secara resmi oleh Pemerintah baru Suriah sebagai presiden selama masa transisi.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

  • Jarak Israel ke Greenland 6 Ribu Km Sejauh Jogja ke Afghanistan, Sindiran Menlu Iran ke Trump – Halaman all

    Jarak Israel ke Greenland 6 Ribu Km Sejauh Jogja ke Afghanistan, Sindiran Menlu Iran ke Trump – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Nama Greenland menjadi sorotan belakangan setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, membidik untuk membelinya.

    Seiring dengan hal itu, Greenland disebut menjadi lokasi yang pas untuk ditinggali warga Israel seperti yang dikatakan oleh Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, belum lama ini.

    Demikian sebagai sindiran Araghchi sekaligus kepada Donald Trump yang sebelumnya menginginkan perpindahan warga Gaza, Palestina ke Mesir dan Yordania dengan dalih keamanan.

    Di sisi lain, jika usulan Araghchi menyarankan warga Israel pindah ke Greenland terjadi, maka jarak yang ditempuh tidaklah pendek.

    Jarak Israel ke Greenland sekitar 6.400 kilometer jauhnya, melewati Benua Eropa dari Asia untuk sampai ke sana.

    Kemudian jika dibandingkan, jarak tersebut sama seperti dari Yogyakarta (Jogja) sampai ke Kabul, Afghanistan.

    Itupun juga harus melewati beberapa negara besar, seperti India hingga Pakistan.

    Adapun dalam wawancara eksklusif dengan Sky News, Araghchi berbicara tentang konflik antara Israel dan Hamas dan mengusulkan ide untuk “membunuh dua burung dengan satu batu” setelah gencatan senjata.

    Newsweek telah menghubungi Gedung Putih, Misi Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, pemerintah Greenland, dan Kedutaan Besar Israel di London untuk memberikan komentar melalui email. 

    Usulan terbaru Trump untuk “membersihkan” Gaza dengan menempatkan warga Palestina di Mesir dan Yordania telah memicu reaksi keras dari negara-negara Arab yang membutuhkan bantuannya dalam melaksanakan rencana tersebut.

    Dengan komentarnya-yang juga merujuk pada keinginan berulang Trump agar Amerika Serikat membeli Greenland -Araghchi diprediksi telah meningkatkan ketegangan antara Iran dan pemerintahan baru AS. 

    Dalam wawancara yang diterbitkan pada hari Selasa, Dominic Waghorn dari Sky News bertanya kepada Araghchi apa yang akan dilakukan Iran jika usulan Trump untuk merelokasi warga Palestina terwujud.

    Araghchi memberikan jawaban, “Saya pikir ini adalah proyek yang telah dicoba banyak orang di masa lalu, tetapi semuanya gagal. Palestina tidak dapat dihapus dari keputusan ini.  Orang Palestina tidak dapat diusir.”

    Sejurus dirinya justru menyarankan perpindahan warga Israel ke Greenlad.

    “Alih-alih Palestina, cobalah untuk mengusir orang Israel. Bawa mereka ke Greenland sehingga mereka dapat menyelesaikan dua masalah sekaligus. Sehingga mereka dapat menyelesaikan masalah di Greenland dan Israel. Jadi itu akan menjadi tempat yang baik bagi mereka,” ujarnya diberitakan miamiherald.

    Geger Usulan Trump

    Ketegangan antara Iran dan Israel meningkat baru-baru ini karena kekhawatiran Israel menyerang situs nuklir Teheran, dan gagasan yang sebelumnya didukung Trump. 

    Trump menyampaikan usulannya untuk “membersihkan” Gaza dalam wawancara selama 20 menit dengan wartawan di Air Force One, dengan mengatakan bahwa wilayah tersebut saat ini merupakan “lokasi pembongkaran.” 

    Ia mengusulkan pembangunan perumahan di “lokasi berbeda” dan melibatkan “beberapa negara Arab,” yaitu Yordania dan Mesir.

    “Anda berbicara tentang sekitar satu setengah juta orang, dan kami hanya membersihkan semuanya dan berkata, ‘Anda tahu, ini sudah berakhir.”

    Mesir dan Yordania sama-sama menolak usulan presiden, dan Trump juga menerima reaksi keras atas komentarnya dari sejumlah sejarawan, jurnalis, dan komentator politik .

    Minggu lalu, tujuan Trump untuk membeli Greenland, wilayah otonomi Denmark di Samudra Arktik, mendapat pukulan lagi setelah panggilan telepon dengan Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen yang digambarkan oleh beberapa pejabat Eropa sebagai “mengerikan.”

    Trump mengatakan dia ingin AS membeli Greenland demi keamanan nasional dan “ekonomi”.

    Sejumlah tokoh terkemuka di Israel, termasuk jurnalis dan komentator ternama, menanggapi usulan Presiden AS Donald Trump untuk membersihkan Gaza dan memindahkan secara paksa warga Palestina ke Yordania dan Mesir.

    Sebelumnya, pada Sabtu (25/1/2025), kurang dari seminggu setelah gencatan senjata di Gaza, Trump menyebut Jalur Gaza sebagai “lokasi pembongkaran”.

    Dia mengatakan lebih baik jika semuanya dibersihkan.

    “Saya ingin Mesir menerima orang,” kata Trump, dikutip dari Middle East Eye.

    “Anda berbicara tentang sekitar satu setengah juta orang, dan kita membersihkan semuanya dan berkata: ‘Anda tahu, ini sudah berakhir’.”

    Trump menyatakan terima kasihnya kepada Yordania yang telah berhasil menerima pengungsi Palestina.

    Ia mengatakan kepada raja, “Saya ingin Anda menerima lebih banyak orang, karena saya melihat seluruh Jalur Gaza sekarang, dan itu kacau balau. Benar-benar kacau.”

    Trump menambahkan pemindahan itu bisa bersifat sementara atau bisa bersifat jangka panjang.

    Rencana ini mendapat kecaman langsung dari Palestina, serta Yordania dan Mesir.

    EDITORIAL HAARETZ – Tangkapan layar laman media Haaretz yang diambil pada 29 Januari 2025, berisi pandangan editorial mengenai rencana Donald Trump untuk merelokasi warga Gaza. Pernyataan Trump ditolak dan dikecam secara luas. (Tangkap layar website Haaretz)

    Negara-negara tersebut menolak gagasan Trump karena khawatir Israel tidak akan pernah mengizinkan warga Palestina kembali ke Gaza jika mereka dipaksa untuk pergi.

    Surat kabar resmi Israel, Haaretz, mengeluarkan serangan pedas terhadap usulan kebijakan Trump pada hari Senin (27/1/2025).

    Dewan redaksi Haaretz menyatakan Jalur Gaza adalah rumah bagi lebih dari dua juta warga Palestina.

    “Pada tingkat ini Trump kemungkinan akan mengusulkan agar warga Gaza diluncurkan ‘secara sukarela’ ke luar angkasa dan menetap di Mars, sesuai dengan semangat janjinya dalam pidato pelantikannya,” tulis dewan redaksi.

    “Mengapa tidak bendera Palestina juga? Mungkin saja mitranya Elon Musk sudah mengerjakannya.”

    Chaim Levinson, seorang kolumnis di Haaretz, menulis: 

    “Saya minta maaf, tetapi saya harus mengecewakan Anda. Setelah memeriksa dengan sejumlah pejabat, baik di Israel maupun di negara-negara terkait—termasuk para diplomat yang terlibat dalam negosiasi—tampaknya ini hanya visi seorang taipan properti, tanpa rencana konkret yang nyata.”

    “Orang-orang yang tinggal di Jalur Gaza dianggap sebagai penderita kusta di antara teman-teman mereka dari negara-negara Islam lainnya.”

    “Semua orang membicarakan tentang penderitaan mereka, dari emir Qatar hingga presiden Mesir, yang bersedia mengirimi mereka uang – tetapi menerima orang? Ada batasnya, dan mereka akan dengan tegas mematuhinya.”

    Sementara itu, Zvi Bar’el, kolumnis di Haaretz, mengatakan tidak masuk akal jika Yordania akan menerima lebih banyak warga Palestina, terutama setelah pidato Raja Abdullah pada bulan September lalu di Majelis Umum PBB.

    Raja Abdullah mengatakan Kerajaan Hashemite tidak akan pernah menjadi tanah air alternatif bagi warga Palestina.

    “Selama puluhan tahun, Yordania mencurigai dan memperhatikan wacana Israel tentang pembentukan tanah air alternatif bagi Palestina, dan terus-menerus meminta pernyataan yang jelas dari para pemimpin Israel bahwa mereka tidak berniat menghancurkan identitas demografis kerajaan tersebut,” kata Bar’el.

    “Ketika, selama perang di Gaza, usulan agar ratusan ribu warga Gaza dideportasi ke Mesir dan negara-negara lain kembali diajukan, Yordania dan Mesir menerima jaminan Israel bahwa tidak ada niat untuk memulai pemindahan warga Palestina dari Gaza,” tambahnya.

    Middle East Eye melaporkan sebelumnya, rencana apa pun untuk “membersihkan Gaza” akan menjadi pelanggaran hukum internasional. 

    Ardi Imseis, profesor hukum internasional di Universitas Queen dan mantan pejabat PBB, mengatakan keinginan Trump untuk merelokasi warga Palestina secara massal dari Jalur Gaza yang diduduki adalah ilegal sekaligus angan-angan semata.

    “Berdasarkan hukum humaniter internasional dan hukum pidana internasional, pemindahan paksa secara individu atau massal, serta deportasi orang-orang yang dilindungi dari wilayah pendudukan ke wilayah kekuasaan pendudukan atau ke wilayah negara lain mana pun, yang diduduki atau tidak, dilarang, apa pun motifnya,” katanya kepada MEE.

    (Tribunnews.com/ Chrysnha, Tiara Shelavie)

  • Usulkan Warga Israel Diusir ke Greenland daripada Rakyat Gaza, Iran Semprot Trump – Halaman all

    Usulkan Warga Israel Diusir ke Greenland daripada Rakyat Gaza, Iran Semprot Trump – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Iran mengusulkan pengusiran warga Israel ke Greenland sebagai solusi ketegangan di Gaza.

    Hal ini sekaligus untuk menyindir wacana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang ingin merelokasi warga Gaza ke Mesir dan Yordania. 

    Dalam wawancara eksklusif dengan Sky News, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi berbicara tentang konflik antara Israel dan Hamas dan mengusulkan ide untuk “membunuh dua burung dengan satu batu” setelah gencatan senjata.

    Newsweek telah menghubungi Gedung Putih, Misi Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa , pemerintah Greenland dan Kedutaan Besar Israel di London untuk memberikan komentar melalui email. 

    Usulan terbaru Trump untuk “membersihkan” Gaza dengan menempatkan warga Palestina di Mesir dan Yordania telah memicu reaksi keras dari negara-negara Arab yang membutuhkan bantuannya dalam melaksanakan rencana tersebut.

    Dengan komentarnya-yang juga merujuk pada keinginan berulang Trump agar Amerika Serikat membeli Greenland -Araghchi diprediksi telah meningkatkan ketegangan antara Iran dan pemerintahan baru AS. 

    Dalam wawancara yang diterbitkan pada hari Selasa, Dominic Waghorn dari Sky News bertanya kepada Araghchi apa yang akan dilakukan Iran jika usulan Trump untuk merelokasi warga Palestina terwujud.

    Araghchi memberikan jawaban.

    “Saya pikir ini adalah proyek yang telah dicoba banyak orang di masa lalu, tetapi semuanya gagal. Palestina tidak dapat dihapus dari keputusan ini.  Orang Palestina tidak dapat diusir.”

    Sejurus dirinya justru menyarankan perpindahan warga Israel ke Greenlad.

    “Alih-alih Palestina, cobalah untuk mengusir orang Israel. Bawa mereka ke Greenland sehingga mereka dapat menyelesaikan dua masalah sekaligus. Sehingga mereka dapat menyelesaikan masalah di Greenland dan Israel. Jadi itu akan menjadi tempat yang baik bagi mereka,” ujarnya diberitakan miamiherald.

    Geger Usulan Trump

    Ketegangan antara Iran dan Israel meningkat baru-baru ini karena kekhawatiran Israel menyerang situs nuklir Teheran , dan gagasan yang sebelumnya didukung Trump. 

    Trump menyampaikan usulannya untuk “membersihkan” Gaza dalam wawancara selama 20 menit dengan wartawan di Air Force One, dengan mengatakan bahwa wilayah tersebut saat ini merupakan “lokasi pembongkaran.” 

    Ia mengusulkan pembangunan perumahan di “lokasi berbeda” dan melibatkan “beberapa negara Arab,” yaitu Yordania dan Mesir.

    “Anda berbicara tentang sekitar satu setengah juta orang, dan kami hanya membersihkan semuanya dan berkata, ‘Anda tahu, ini sudah berakhir.’” 

    Mesir dan Yordania sama-sama menolak usulan presiden, dan Trump juga menerima reaksi keras atas komentarnya dari sejumlah sejarawan, jurnalis, dan komentator politik .

    Minggu lalu, tujuan Trump untuk membeli Greenland, wilayah otonomi Denmark di Samudra Arktik, mendapat pukulan lagi setelah panggilan telepon dengan Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen yang digambarkan oleh beberapa pejabat Eropa sebagai “mengerikan.”

    Trump mengatakan dia ingin AS membeli Greenland demi keamanan nasional dan “ekonomi”.

    Sejumlah tokoh terkemuka di Israel, termasuk jurnalis dan komentator ternama, menanggapi usulan Presiden AS Donald Trump untuk membersihkan Gaza dan memindahkan secara paksa warga Palestina ke Yordania dan Mesir.

    Sebelumnya, pada Sabtu (25/1/2025), kurang dari seminggu setelah gencatan senjata di Gaza, Trump menyebut Jalur Gaza sebagai “lokasi pembongkaran”.

    Dia mengatakan bahwa lebih baik jika semuanya dibersihkan.

    “Saya ingin Mesir menerima orang,” kata Trump, mengutip Middle East Eye.

    “Anda berbicara tentang sekitar satu setengah juta orang, dan kita membersihkan semuanya dan berkata: ‘Anda tahu, ini sudah berakhir’.”

    Trump menyatakan terima kasihnya kepada Yordania yang telah berhasil menerima pengungsi Palestina.

    Ia mengatakan kepada raja, “Saya ingin Anda menerima lebih banyak orang, karena saya melihat seluruh Jalur Gaza sekarang, dan itu kacau balau. Benar-benar kacau.”

    Trump menambahkan bahwa pemindahan itu bisa bersifat sementara atau bisa bersifat jangka panjang.

    Rencana ini mendapat kecaman langsung dari Palestina, serta Yordania dan Mesir.

    EDITORIAL HAARETZ – Tangkapan layar laman media Haaretz yang diambil pada 29 Januari 2025, berisi pandangan editorial mengenai rencana Donald Trump untuk merelokasi warga Gaza. Pernyataan Trump ditolak dan dikecam secara luas. (Tangkap layar website Haaretz)

    Negara-negara tersebut menolak gagasan Trump karena khawatir Israel tidak akan pernah mengizinkan warga Palestina kembali ke Gaza jika mereka dipaksa untuk pergi.

    Surat kabar resmi Israel, Haaretz, mengeluarkan serangan pedas terhadap usulan kebijakan Trump pada hari Senin (27/1/2025).

    Dewan redaksi Haaretz menyatakan bahwa Jalur Gaza adalah rumah bagi lebih dari dua juta warga Palestina.

    “Pada tingkat ini Trump kemungkinan akan mengusulkan agar warga Gaza diluncurkan ‘secara sukarela’ ke luar angkasa dan menetap di Mars, sesuai dengan semangat janjinya dalam pidato pelantikannya,” tulis dewan redaksi.

    “Mengapa tidak bendera Palestina juga? Mungkin saja mitranya Elon Musk sudah mengerjakannya.”

    Chaim Levinson, seorang kolumnis di Haaretz, menulis: 

    “Saya minta maaf, tetapi saya harus mengecewakan Anda. Setelah memeriksa dengan sejumlah pejabat, baik di Israel maupun di negara-negara terkait—termasuk para diplomat yang terlibat dalam negosiasi—tampaknya ini hanya visi seorang taipan properti, tanpa rencana konkret yang nyata.”

    “Orang-orang yang tinggal di Jalur Gaza dianggap sebagai penderita kusta di antara teman-teman mereka dari negara-negara Islam lainnya.”

    “Semua orang membicarakan tentang penderitaan mereka, dari emir Qatar hingga presiden Mesir, yang bersedia mengirimi mereka uang – tetapi menerima orang? Ada batasnya, dan mereka akan dengan tegas mematuhinya.”

    Sementara itu, Zvi Bar’el, kolumnis di Haaretz, mengatakan tidak masuk akal jika Yordania akan menerima lebih banyak warga Palestina, terutama setelah pidato Raja Abdullah pada bulan September lalu di Majelis Umum PBB.

    Raja Abdullah mengatakan Kerajaan Hashemite tidak akan pernah menjadi tanah air alternatif bagi warga Palestina.

    “Selama puluhan tahun, Yordania mencurigai dan memperhatikan wacana Israel tentang pembentukan tanah air alternatif bagi Palestina, dan terus-menerus meminta pernyataan yang jelas dari para pemimpin Israel bahwa mereka tidak berniat menghancurkan identitas demografis kerajaan tersebut,” kata Bar’el.

    “Ketika, selama perang di Gaza, usulan agar ratusan ribu warga Gaza dideportasi ke Mesir dan negara-negara lain kembali diajukan, Yordania dan Mesir menerima jaminan Israel bahwa tidak ada niat untuk memulai pemindahan warga Palestina dari Gaza,” tambahnya.

    Middle East Eye melaporkan sebelumnya bahwa rencana apa pun untuk “membersihkan Gaza” akan menjadi pelanggaran hukum internasional. 

    Ardi Imseis, profesor hukum internasional di Universitas Queen dan mantan pejabat PBB, mengatakan bahwa keinginan Trump untuk merelokasi warga Palestina secara massal dari Jalur Gaza yang diduduki adalah ilegal sekaligus angan-angan semata.

    “Berdasarkan hukum humaniter internasional dan hukum pidana internasional, pemindahan paksa secara individu atau massal, serta deportasi orang-orang yang dilindungi dari wilayah pendudukan ke wilayah kekuasaan pendudukan atau ke wilayah negara lain mana pun, yang diduduki atau tidak, dilarang, apa pun motifnya,” katanya kepada MEE.

    (Tribunnews.com/ Chrysnha, Tiara Shelavie)

  • Perusahaan milik Keuskupan Maumere gusur ratusan rumah warga adat – ‘Kami tidak menyangka gereja bisa melakukan ini’ – Halaman all

    Perusahaan milik Keuskupan Maumere gusur ratusan rumah warga adat – ‘Kami tidak menyangka gereja bisa melakukan ini’ – Halaman all

    Ratusan keluarga dari Suku Soge Natarmage dan Goban Runut-Tana Ai di Desa Nangahale, Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka, NTT, memilih tetap tinggal di antara puing-puing reruntuhan bangunan yang hancur digusur PT Kristus Raja Maumere pada pekan lalu.

    Mereka mendirikan ‘rumah darurat’ yang terbuat dari seng dan beratap terpal demi mempertahankan tanah ulayat mereka.

    “Kami tetap bertahan di rumah yang sudah digusur ini, kami bertahan, karena kami punya tanah hak ulayat, kami tidak takut apabila ada preman yang kembali datang,” ujar Kepala Suku Soge, Ignasius Nasi.

    Penggusuran ini merupakan buntut dari konflik lahan yang berlangsung bertahun-tahun antara masyarakat adat dengan perusahaan milik Keuskupan Maumere.

    Direktur Utama PT Kristus Raja Maumere, Romo Epy Rimo, menyebut penggusuran itu sebagai ‘pembersihan’ sebab pihaknya sudah mengantongi hak mengelola tanah tersebut untuk pengembangan bisnis perkebunan kelapa.

    Upaya ‘pembersihan’ itu, klaimnya, akan terus dilakukan dalam waktu dekat.

    Menanggapi persoalan ini Sekretaris Komisi Keadilan, Perdamaian, dan Pastoral Migran-Perantau, Konferensi Waligereja Indonesia, Romo Marten Jenarut, mengatakan prinsip bisnis dalam gereja harus tetap dalam kerangka mendukung marwah gereja sebagai lembaga keagamaan.

    “Pada prinsipnya ajaran sosial gereja menjunjung tinggi keadilan, kesejahteraan sosial, solidaritas, martabat manusia, dan keutuhan ciptaan,” papar Romo Marten.

    ‘Kami kaget gereja bisa melakukan ini’

    Jejak penggusuran yang terjadi di Desa Nangahale pada Selasa (22/01) lalu masih terasa menyakitkan bagi ratusan keluarga dari Suku Soge Natarmage dan Goban Runut-Tana Ai.

    Rumah yang mereka bangun dengan hasil jerih payah selama bertahun-tahun porak-poranda digilas ekskavator tanpa ampun.

    Begitu pula kebun yang menjadi sumber hidup mereka.

    Kepala Suku Soge Natarmage, Ignasius Nasi, menceritakan ratusan warga—yang kebanyakan para ibu—sempat mengadang alat berat yang hendak merobohkan rumah-rumah mereka.

    Mereka mencegat ekskavator sambil berteriak: “Inikah perbuatan orang kudus?”

    Ketika Negara dan Tokoh Agama sudah melukai hati rakyat, Pada siapa lagi rakyat mengadu?

    Umat nasrani dan kristen di NTT sedang bersedih.

    Tapi apa daya, jumlah dan kekuatan mereka kalah jauh.

    Sebab tak hanya alat berat yang didatangkan, ada pula ratusan orang yang diduga dari PT Kristus Raja Maumere memakai ikat kepala sambil membawa parang, palu, dan linggis.

    Segerombolan orang itu memaksa warga keluar dari rumah dan mengambil paksa hasil kebun.

    Menurut Ignasius, aparat dari TNI-Polri serta Satpol PP juga berada di lokasi untuk mengawal proses penggusuran.

    Sepekan setelah kejadian itu, ratusan keluarga masih bertahan di lokasi yang sama, tapi kali ini di antara puing-puing rumah yang luluh lantak.

    Mereka mendirikan ‘rumah darurat’ yang terbuat dari seng dan beratap terpal demi mempertahankan tanah ulayat mereka.

    “Kami tetap berada di rumah yang sudah digusur ini, kami tetap bertahan karena kami punya tanah hak ulayat, kami tidak pernah takut apabila ada preman yang kembali datang,” ucap Ignasius.

    Ketika BBC News Indonesia ke sana, sejumlah warga dengan muka hampa sedang mengais barang-barang yang masih bisa dipakai, sebagian lagi sedang memasak, dan yang lain duduk dengan kepala menunduk di dekat rumah yang telah runtuh.

    Ignasius berkata ratusan keluarga ini sudah tinggal di lokasi eks HGU tersebut sejak 2014. Persisnya ketika kontrak HGU yang dimiliki Keuskupan Agung Ende berakhir.

    Sebab mereka meyakini tanah ini adalah warisan leluhur mereka.

    “Tanah ini… tanah warisan leluhur dari turun-temurun, sehingga kami kembali tinggal di sini,” jelas Ignasius.

    Di lahan yang terletak di Desa Nangahale ini lah mereka lantas mendirikan rumah-rumah dan berkebun.

    Total ada 150 kepala keluarga yang sebagian besar bekerja sebagai petani.

    Konflik muncul kala PT Kristus Raja Maumere—perusahaan milik Keuskupan Maumere—hendak melanjutkan kontrak HGU di tanah tersebut.

    Sependek ingatan Ignasius, sejak Desember tahun 2023 setidaknya sudah ada tiga kali upaya penggusuran dan semuanya terjadi perlawanan.

    Penggusuran yang terakhir pada pekan lalu adalah puncak kekecewaan mereka.

    Imbasnya hubungan warga dengan gereja, jadi renggang. Bahkan masyarakat setempat tidak nyaman untuk beribadah di gereja.

    Ada perasaan sesal dan sakit hati karena “Yesus Kristus tidak pernah mengajarkan perbuatan seperti ini,” tutur Ignasius.

    “Kami tidak menyangka, kami kaget pihak gereja bisa melakukan ini. Bangunan rumah kami rusak, tanaman rusak, dan sumur air ditutup semua.”

    “Saat ini kami pun belum bisa ke gereja, tapi kami tidak bisa lepas dengan agama.”

    Anggota Dewan Nasional Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di Sikka, John Bala, mengatakan penggusuran pekan lalu itu sebetulnya terjadi di beberapa lokasi: dua rumah di Utan Wair, seratus lebih unit di Pedan, Desa Nangahale dan lima lainnya di Wair Hek, Desa Likong Gete.

    Jika dijumlahkan maka ada 450 jiwa yang terdampak.

    Bagaimana silsilah tanah ini?

    John Bala, Anggota Dewan Nasional Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di Sikka, menuturkan masyarakat adat Suku Soge Natarmage dan Goban Runut-Tana Ai sudah mendiami wilayah di Desa Nangahale dan sekitarnya jauh sebelum kolonial Belanda menguasai tanah tersebut pada 1912.

    Itu dibuktikan dari beberapa dokumen sejarah gereja Katolik di NTT dan Maumere.

    Dokumen itu menyebutkan ada tiga stasi utama dalam Misi Dominikan di wilayah Maumere yakni Sikka, Paga, dan Krowe.

    Dalam peta Stasi Misi dari zaman Dominikan yang dibuat oleh B.J.J. Visser, stasi Krowe ditempatkan di sekitar Nangahale –yang sekarang adalah lokasi konflik HGU dengan PT Kristus Raja Maumere.

    “Jadi ada keyakinan bahwa itu tanah leluhur suku Soge dan Goban Runut,” ujar John Bala kepada BBC News Indonesia, Senin (27/01).

    “Dan semestinya mereka mendapatkan tanah itu sebagai kewajiban negara untuk melayani kepentingan masyarakat adat dan petani yang tidak bertanah,” sambungnya.

    John kemudian merujuk pada dokumen permohonan pembaruan HGU yang diajukan oleh PT Kristus Raja Maumere tertanggal 3 November 2013.

    Katanya tertulis di situ, pada 1912 keluar surat keputusan dari pemerintah kolonial Belanda yang memberikan izin kepada perusahaan Amsterdam Soenda Compagny—yang berada di Amsterdam—untuk usaha penanaman kapas dan kelapa seluas 1.438 hektare.

    Tetapi perusahaan ini dilaporkan terus merugi gara-gara perkebunan kapasnya sering dibakar oleh rakyat.

    Karena kondisi demikian, pada 1926 perkebunan tersebut dijual oleh perusahaan Belanda kepada Apostolishe Vicariaat Van de Kleine Soenda Hilanden atau Keuskupan Agung Ende senilai 22.500 gulden.

    Perjanjian jual beli dibuat dengan akte penyerahan tanggal 10 Mei 1926 di hadapan Assisten Residen van Flores, Karel Christian van Haaster.

    Selanjutnya pada 1956, Keuskupan Agung Ende mengajukan permohonan kepada pemerintah swapraja Sikka untuk mengembalikan sebagian tanah konsesi seluas 783 hektare di Nangahale dengan alasan: telah diduduki dan diusahakan oleh rakyat.

    Tapi sisanya, tetap dikelola oleh Keuskupan Agung Ende.

    Pascakemerdekaan, sesuai aturan UU Pokok Agraria, pemerintah menetapkan perkebunan itu sebagai Hak Guna Usaha (HGU) melalui Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan nomor 4/HGU/89 tertanggal 5 Januari 1989.

    Keuskupan Agung Ende lantas mengajukan permohonan HGU atas tanah perkebunan Nangahale seluas 879 hektare, dan dikabulkan.

    Penerima HGU ini adalah perusahaan bentukan Keuskupan Agung Ende, yakni PT Perkebunan Kelapa Diag (Dioses Agung Ende) dengan jangka waktu selama 25 tahun dan berakhir pada 31 Desember 2013.

    Ketika Keuskupan Maumere berpisah dari Keuskupan Agung Ende, konsesi HGU PT Perkebunan Kelapa Diag diserahkan kepada PT Kristus Raja Maumere (Krisrama) yang dinaungi oleh Keuskupan Maumere.

    Pada 2013—sebelum berakhirnya masa HGU PT Diag—PT Kristus Raja Maumere mengajukan permohonan pembaharuan HGU ke Kementerian ATR/BPN.

    Tapi, usulan itu ditunda karena ada keberatan dari masyarakat adat Soge Natarmage dan Goban Runut yang mengeklaim telah menduduki tanah tersebut.

    “Dari silsilah itu jelas tanah HGU PT Kristus Raja Maumere berasal dari tanah milik masyarakat adat Soge Natarmage dan Goban Runut. Tanah ini diambil oleh kolonial Belanda kemudian disewakan kepada perusahaan kolonial Belanda,” kata John.

    “Hingga seterusnya dijual kepada misi gereja Katolik ketika itu.”

    “Waktu itu yang berlaku hukum kolonial Belanda yang sama sekali tidak mengakui hak-hak masyarakat adat.”

    Perjuangan merebut tanah adat

    Perjalanan masyarakat adat Suku Soge Natarmage dan Goban Runut-Tana Ai merebut kembali tanah mereka tidak muncul tiba-tiba.

    Sejak 1912 tercatat sudah ada perlawanan.

    Lalu pada Agustus 2000, masyarakat adat Soge Natarmage yang berada di Utan Wair melakukan reclaiming tanah HGU di Nangahale.

    Dan sebulan setelahnya, terjadi penangkapan terhadap tujuh orang warga karena dituduh mencuri asam di lokasi HGU. Namun beberapa hari kemudian dibebaskan atas desakan masyarakat dan LSM.

    Tahun-tahun setelahnya, masyarakat adat Soge Natarmage bergabung dengan Suku Tana Ai dan komunitas lainnya untuk melakukan aksi demonstrasi ke DPRD Kabupaten Sikka.

    Mereka juga tak gentar atas larangan pemda maupun keuskupan yang melarang pembukaan ladang di dalam kawasan HGU.

    Pada November 2015, perwakilan masyarakat adat Soge Natarmage dan Goban Runut berangkat ke Jakarta untuk menemui pejabat Kementerian ATR/BPN. Niat mereka hendak mengadukan nasib serta menuntut hak-hak sebagai penduduk asli.

    Perjalanan lima hari itu dengan biaya sendiri, kata John Bala.

    Sesampainya di Jakarta, mereka ditemani sejumlah LSM bertemu pihak kementerian. Pejabat kementerian menyampaikan permohonan pembaharuan HGU PT Kristus Raja Maumere akan ditinjau ulang.

    Kementerian, klaim John, juga memerintahkan Kepala Kantor BPN Provinsi NTT untuk melakukan penelitian ulang tanah bekas HGU yang dimohonkan PT Kristus Raja Maumere.

    Serta, meminta perwakilan masyarakat adat kembali berdialog dengan perusahaan.

    “Tapi dialog itu tidak pernah dilakukan sampai ada penerbitan konsesi HGU,” ujar John.

    Namun perlawanan masyarakat adat tak berhenti.

    Berkali-kali mereka mencegat aparat dan Satpol PP untuk melakukan pengukuran dan penanaman pilar tanda batas oleh PT Kristus Raja Maumere bersama pegawai kementerian ATR/BPN di lokasi.

    Mereka juga menghalangi pegawai BPN NTT yang hendak melakukan pemeriksaan tanah sebagai syarat keluarnya HGU.

    Meskipun penerbitan HGU baru untuk PT Kristus Raja Maumere akhirnya tetap keluar pada 20 Juli 2023 seluas 325,682 hektare.

    Dan pada 29 Juli 2024, masyarakat melakukan perlawanan atas pembersihan lahan dengan cara merusak plang yang bertuliskan ‘Tanah ini Milik PT Krisrama, Keuskupan Maumere’.

    Atas aksi itu, delapan orang dilaporkan ke polisi dan ditetapkan sebagai tersangka.

    Proses persidangan masih berlangsung hingga saat ini di Pengadilan Negeri Maumere.

    Sialnya, ungkap John, di persidangan yang berlangsung pada Selasa (22/01) dengan agenda pembacaan eksepsi delapan terdakwa, perusahaan menggusur rumah-rumah warga.

    “Perlawanan [mencegah penggusuran] itu agak terlambat karena sebagian besar warga datang ke pengadilan untuk memberikan dukungan,” ujar John.

    “Jadi perlawanan mencegah itu baru bisa dilakukan sore hari, ketika mereka pulang ke kampung yang jaraknya 30 kilometer.”

    Sementara yang tersisa di kampung, sambungnya, hanya orang tua, para istri, dan anak-anak.

    Apa langkah yang akan ditempuh warga?

    Masyarakat adat Suku Soge Natarmage dan Goban Runut-Tana Ai, klaim John Bala, menilai penerbitan SK HGU Nomor 01/BPN.53/7/2023 tentang Pembaharuan HGU PT Krisrama di Nangahale “cacat secara administrasi” karena tidak memenuhi syarat.

    “Syarat terbit HGU baru itu kan tanah harus berstatus clean and clear, artinya tanah itu tidak boleh ada konflik atau keberatan dari pihak lain. Ini keberatan masyarakat dianggap bukan konflik?” ujarnya.

    Atas dasar itulah, lanjut John, warga akan tetap bertahan di lokasi sembari menempuh langkah-langkah berikutnya.

    Salah satunya, mengajukan keberatan kepada Kementerian ATR/BPN atas penerbitan SK HGU kepada PT Krisrama.

    Pijakan keberatan tersebut merujuk pada diktum keenam dalam SK itu yang menyatakan “apabila di atas tanah yang diberikan HGU terdapat permasalahan, penguasaan, dan atau kepemilikan pihak lain di kemudian hari maka PT Krisrama wajib menyelesaikan masalah tersebut sesuai ketentuan yang berlaku”.

    Lalu, diktum sepuluh menyebutkan “pejabat yang berwenang bisa mencabut izin HGU apabila pemegang hak tidak memenuhi syarat yang ditetapkan dalam diktum keenam”.

    Untuk membuktikan adanya persoalan dalam HGU, kata John, mereka akan membeberkan segala peristiwa yang terjadi. Termasuk upaya penggusuran yang belakangan terjadi.

    “Gusur atau pembersihan itu tidak ada dalam mekanisme peraturan yang berlaku. Penggusuran bisa dilakukan setelah ada perintah eksplisit dari pengadilan setelah proses perdata.”

    “Jadi enggak bisa gusur hanya karena sudah diberikan pengumuman di gereja, pengumuman oleh pemda, dan somasi.”

    Ia berharap dengan bukti-bukti tersebut, pemerintah mencabut SK HGU.

    Adapun upaya itu akan dilakukan dalam waktu dekat sembari mengumpulkan data-data di lapangan.

    Apa kata perusahaan dan KWI?

    Direktur Utama PT Kristus Raja Maumere, Romo Epy Rimo, menyebut penggusuran itu sebagai ‘pembersihan’ sebab pihaknya sudah mengantongi hak untuk mengelola tanah tersebut untuk pengembangan bisnis perkebunan kelapa seluas 325 hektare yang ditandai dengan penerbitan sepuluh sertifikat tanah eks HGU.

    Karenanya, kata dia, upaya ‘pembersihan’ itu akan terus dilakukan dalam waktu dekat.

    “Kemudian ada satu poin yang perlu kami lakukan adalah pembersihan lokasi untuk kami buat peremajaan kembali, karena kelapa-kelapa yang ada pada kami sekarang itu, usianya sudah usut…”

    “Karena itu perlu ada peremajaan sesuai dengan bagian dari rencana strategi pendapatan hak untuk kami melakukan mengembangkan kembali bisnis perkebunan kelapa,” papar Romo Epy.

    Direktur PT Pelaksana PT Kristus Raja Maumere, Romo Robertus Yan Faroka, juga membuat klaim bahwa ‘pembersihan’ ini telah melalui prosedur yang berlaku.

    Proses tersebut dimulai dari pengumuman di gereja, pengumuman oleh pemda, pendekatan perorangan, dan somasi hukum.

    Tapi sejumlah warga yang disebutnya ‘okupan’ mengabaikan imbauan-imbauan tersebut. Beberapa warga, katanya, secara sukarela mengosongkan pondok-pondok mereka.

    “Yang diviralkan kemarin hanya segelintir orang yang diminta bertahan oleh beberapa LSM dan aktor intelektual untuk kepentingan diri mereka sendiri,” ucapnya seperti dilansir Tempo.co.

    Merespons persoalan konflik lahan ini, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menyarankan masyarakat adat Suku Soge Natarmage dan Goban Runut-Tana Ai mengajukan gugatan hukum ke pengadilan jika merasa lahan HGU yang diberikan kepada PT Kristus Raja Maumere atau Krisrama cacat administrasi.

    Sekretaris Komisi Keadilan, Perdamaian, dan Pastoral Migran-Perantau KWI, Romo Marten Jenarut, mengatakan opsi lain yang bisa dilakukan warga adalah mengajukan permohonan kepada Badan Pertanahan Nasional untuk membatalkan HGU tersebut.

    Namun dalam perkara ini, ia seakan menyiratkan bahwa KWI tidak memiliki kewenangan apa pun.

    “KWI bukan atasannya Keuskupan Maumere atau Keuskupan Maumere bukan subordinasi dari KWI. KWI hanya menjadi koordinator program-program tingkat keuskupan di seluruh Indonesia…”

    “Pihak-pihak yang terkait masalah ini adalah PT Krisrama dengan beberapa masyarakat adat. Bentuk-bentuk pilihan penyelesaian masalah selalu diawali dengan dialog dan musyawarah,” ucap Romo Marten Jenarut kepada BBC News Indonesia (27/01).

    Kendati demikian dia mengatakan prinsip bisnis dalam gereja harus tetap dalam kerangka mendukung marwah gereja sebagai lembaga keagamaan.

    “Pada prinsipnya ajaran sosial gereja menjunjung tinggi keadilan, kesejahteraan sosial, solidaritas, martabat manusia, dan keutuhan ciptaan,” papar Romo Marten.

    Sementara itu, Kepala Suku Soge, Ignasius Nasi, berharap pemerintah berpihak pada masyarakat adat, bukan gereja atau perusahaan. Sebab tugas negara, katanya, sebagai pengayom yang memberikan perlindungan kepada warganya.

  • Kapasitas Hunian Lapas di Negaranya Hampir Penuh, Swedia Bakal ‘Ekspor’ Napi ke Luar Negeri – Halaman all

    Kapasitas Hunian Lapas di Negaranya Hampir Penuh, Swedia Bakal ‘Ekspor’ Napi ke Luar Negeri – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Meningkatnya tren kriminalitas di Swedia mulai membuat pihak pemerintah negara Skandinavia tersebut keteteran.

    Saking banyaknya tindakan kejahatan yang terjadi di Swedia, kapasitas penjara atau lembaga pemasyarakatan di negara tersebut mulai tak memadai lagi.

    Hal ini diutarakan pemerintah Swedia melalui Menteri Kehakiman, Gunnar Strommer pada Rabu (29/1/2025).

    Guna mengatasi masalah tersebut, Pemerintah Swedia pun mengambil langkah unik dengan mengirimkan para pelaku kriminal di negara tersebut ke luar negeri.

    Gunnar mengaku langkah mereka untuk ‘mengekspor’ para napi untuk menjalani hukuman di penjara luar negeri ini diambil karena lonjakan gelombang kejahatan geng yang melanda Swedia.

    Swedia sendiri telah dilanda kejahatan geng yang terus meningkat dalam dua dekade terakhir.

    Gelombang kejahatan geng tersebut bahkan membuat Swedia menjadi negara teratas dalam peringkat kematian karena kekerasan senjata per kapita di Eropa.

    “Kami perlu bekerja dengan solusi baru dalam mengatasi permasalahan penjara di negeri kami ,” kata Gunnar Strommer dalam konferensi pers tersebut.

    Dikutip dari Reuters, dalam pernyataannya tersebut, Gunnar juga menyatakan bahwa Swedia telah melakukan pembicaraan dengan negara-negara anggota Uni Eropa lainnya guna mengakomodasi wacana pengiriman napi tersebut.

    Adapun Swedia menawarkan sejumlah kompensasi untuk menyewa penjara dari negara-negara yang tengah mereka ajak untuk bernegosiasi.

    Penuhnya kapasitas penjara di Swedia sendiri saat ini bisa dibilang sudah memasuki fase cukup kritis.

    Pada tahun 2023, pengadilan Swedia menjatuhkan hukuman penjara dengan total akumulasi masa tahanan hampir 200.000 bulan.

    Angka tersebut meningkat 25 persen dibandingkan tahun sebelumnya dan berjumlah dua kali lipat apabila dibandingkan dengan angka di tahun 2014.

    Akibat terus meningkatnya angka kriminalitas tersebut, Gunnar memerkirakan bahwa Swedia membutuhkan sekitar 27.000 ruang tahanan untuk lapas di negaranya pada tahun 2033 mendatang.

    Saat ini sendiri, Swedia hanya memiliki kapasitas ruang tempat tidur tahanan hingga 11.000 orang.

    Mattias Wahlstedt, selaku kepala komisi baru yang dibentuk untuk mengekspor napi ke luar negeri tersebut juga turut buka suara terkait masalah kurangnya kapasitas lapas di Swedia.

    Ia mengatakan bahwa tidak ada hambatan hukum untuk Swedia menyewa tempat penjara di luar negeri.

    Akan tetapi, proposal tersebut harus disetujui terlebih dahulu oleh pihak parlemen Swedia sebelum mereka mulai mengirimkan tahanan mereka ke luar negeri.

    (Tribunnews.com/Bobby)

  • Ekonomi Jerman Mundur, Apa Yang Harus Dilakukan Pemerintahan Baru? – Halaman all

    Ekonomi Jerman Mundur, Apa Yang Harus Dilakukan Pemerintahan Baru? – Halaman all

    Energi yang lebih murah, pajak yang lebih rendah, lebih banyak insentif keuangan untuk investasi, undang-undang ketenagakerjaan yang lebih fleksibel, lebih sedikit birokrasi – itulah antara lain yang dituntut oleh para pebisnis Jerman dari pemerintahan berikutnya setelah pemilu 23 Februari mendatang.

    “Perekonomian sedang menyusut. Pengangguran meningkat. Jerman menjadi tidak menarik bagi investor,” kata Rainer Dulger, presiden Gabungan Asosiasi Pengusaha Jerman, BDA, ketika menyimpulkan situasi saat ini pada konferensi pengusaha yang terakhir Oktober 2024.

    Karyawan yang terlatih dan berketerampilan telah menjadi langka. Peraturan dan birokrasi, kata Rainer Dulger, makin banyak seiring dengan meningkatnya beban lain yang ditanggung perusahaan – seperti biaya produksi di Jerman. Ini membuat Jerman tidak kompetitif lagi secara global, tambahnya.

    Kekuatan ekonomi Jerman sampai saat ini sangat bergantung pada industri, yang bertanggung jawab atas sekitar seperempat Produk Domestik Brutto (PDB). Setelah dua tahun resesi, Federasi Industri Jerman BDI menghitung bahwa hasil produksi sekarang jauh lebih rendah daripada lima tahun lalu. Karena lebih sedikit barang yang diproduksi dan dibangun di Jerman, lebih sedikit juga yang dibeli dan dikonsumsi.

    Selama puluhan tahun, model bisnis Jerman yang sukses didasarkan pada formula sederhana: membeli bahan mentah dan suku cadang dari luar negeri dengan harga murah, menggunakan kapasitas teknologi Jerman dan energi murah untuk memproduksi barang-barang “made in Germany “.

    Tapi invasi Rusia ke Ukraina menyebabkan lonjakan harga energi dan inflasi. Selain itu, transisi menuju ekonomi netral iklim juga menyulitkan perusahaan-perusahaan yang menggunakan banyak energi.

    Perusahaan 2bunyikan alarm” pada tanggal 29 Januari

    Para pebisnis menuntut turunnya harga energi secara signifikan agar Jerman kembali kompetitif. Tapi tuntutan utama kalangan bisnis adalah pengurangan biaya birokrasi yang lebih besar lagi. Menurut lembaga penelitian ekonomi Ifo di München, bisnis Jerman menghabiskan 65 miliar euro setiap tahunnya untuk dokumentasi dan laporan wajib yang terkait dengan proses perencanaan dan sertifikasi.

    Suasana bisnis di Jerman makin suram dan ketidakpastian tentang perkembangan ekonomi meningkat. Daripada berinvestasi di dalam negeri, banyak perusahaan sekarang mencari basis produksi yang lebih menarik di luar negeri. Presiden BDI Peter Leibinger memperingatkan bahwa “fondasi” Jerman sebagai tempat berbisnis tengah terancam.

    Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Sebuah aliansi yang terdiri dari sekitar 100 asosiasi ekonomi dan lobi menyerukan perubahan kebijakan ekonomi yang menyeluruh oleh pemerintahan Jerman berikutnya. Untuk itu, BDI menyerukan aksi nasional pada tanggal 29 Januari. Pada hari itu, para pebisnis di seluruh negeri akan menyampaikan masalah dan tuntutan mereka, dengan demonstrasi besar-besaran yang akan diadakan di Gerbang Brandenburg di Berlin. Penyelenggara mengatakan bisnis akan menggunakan demonstrasi ini untuk “mengirimkan SOS” kepada politisi.

    “Situasinya serius. Kita berada di titik kritis ekonomi dan sedang mengalami pendarahan hebat pada substansi ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya,” demikian bunyi “seruan untuk politik” di situs web khusus. Halaman yang dibuat oleh penyelenggara aksi nasional ini juga mengklaim bahwa pemilihan umum di Jerman pada tanggal 23 Februari mendatang akan menentukan “nasib” Jerman selanjutnya.

    Tugas berat pemerintahan mendatang

    Dalam surat mendesak kepada para pemimpin partai di Jerman, Presiden BDA Rainer Dulger dan para ketua federasi bisnis besar lainnya meminta para politisi untuk membantu membuat daerah pedesaan lebih menarik bagi perusahaan. Di antara hal-hal yang dianggap paling penting dalam hal ini adalah infrastruktur digital, transportasi, dan energi yang memadai dan komprehensif untuk perumahan, kesehatan, dan mobilitas, serta untuk lembaga pendidikan, budaya, dan sosial.

    Hal itu akan memberi tekanan lebih besar kepada pemerintahan berikutnya untuk mengambil langkah-langkah guna membuat Jerman kembali menarik sebagai tempat berinvestasi. Partai Kristen Demokrat CDU bersama aliansinya CSU telah berjanji untuk memangkas pajak perusahaan serta mengurangi biaya energi secara signifikan. Partai Sosialdemokrat SPD mengusulkan “bonus investasi”, dan mengatakan bahwa pemulihan dan modernisasi infrastruktur pedesaan sangat dibutuhkan. Namun semua itu akan memakan biaya cukup besar.

    Pemerintahan berikutnya harus berpikir kreatif untuk mencari cara menangani kondisi suram ini. Misalnya dengan reformasi keuangan untuk mengizinkan pinjaman lebih besar bagi investasi, sehingga Jerman bisa kembali jadi lokasi menarik untuk berbisnis.

    Diadaptasi dari artikel DW bahasa Jerman