Category: Tribunnews.com Internasional

  • Kegagalan Misi Afganistan Jadi Pelajaran Penting Bagi Jerman – Halaman all

    Kegagalan Misi Afganistan Jadi Pelajaran Penting Bagi Jerman – Halaman all

    “Kita tidak boleh gagal lagi seperti yang kita alami di Afganistan,” kata Schahina Gambir, anggota parlemen Partai Hijau berusia 23 tahun. Ia adalah anggota Komisi Angket parlemen Jerman, Bundestag, yang selama dua setengah tahun meneliti kegagalan misi internasional di Afganistan.

    Dari sudut pandang Gambir, perempuan Afganistan yang lahir di Kabul dan besar di Jerman, misi militer Jerman Bundeswehr di negara asalnya punya konsekuensi pahit: “Misi 20 tahun di Afganistan adalah misi terbesar, termahal dengan korban terbanyak dalam sejarah (pascaperang Jerman).”

    Lima puluh sembilan tentara Bundeswehr tewas selama misi di Afganistan, yang dipicu oleh serangan teroris 11 September 2001 di AS. Setelah penarikan pasukan Bundeswehar Agustus 2021, kelompok Islam radikal Taliban kembali berkuasa. Situasi perempuan dan anak perempuan di Afganistan, telah memburuk secara dramatis sejak saat itu.

    “Komisi Angket yang dibentuk parlemen Jerman Bundestag, diberi mandat untuk menarik pelajaran dari Afganistan untuk keterlibatan militer Jerman di masa depan,” kata Michael Müller, ketua komisi. Selain aspek militer, harus ditinjau juga peran bantuan kemanusiaan dan komitmen diplomatik yang, katanya.

    “Kita perlu melakukan evaluasi diri secara kritis,” kata Michael Müller dari Partai Sosialdemokrat SPD. Menyoroti situasi global saat ini, dia mengatakan koordinasi internasional yang lebih baik sangatlah penting. “Kita menyaksikan krisis dan perang. Kita semakin melihat dengan jelas bahwa Jerman juga akan diminta untuk memainkan peran aktif dalam krisis-krisis di masa mendatang,” jelasnya.

    Tidak ada strategi yang jelas untuk misi Afganistan

    Dengan latar belakang misi Bundeswehr yang gagal di Afganistan, laporan akhir komisi mencantumkan lebih dari 70 rekomendasi kepada para politisi. “Keterlibatan di masa depan memerlukan strategi yang dirumuskan dengan tujuan yang jelas, dapat diverifikasi, dan realistis, serta mendefinisikan efek yang diharapkan,” kata laporan itu. Komisi dan para ahli yang diwawancarai meyakini hampir tidak ada satu pun elemen ini yang dikembangkan untuk Afganistan.

    Untuk misi masa depan di luar negeri, laporan tersebut merekomendasikan agar semua mitra yang terlibat mengembangkan gambaran umum tentang situasi, dan meningkatkan keterlibatan penduduk lokal. “Di negara penempatan, komunikasi harus disesuaikan dengan kelompok sasaran, dengan mempertimbangkan konteks budaya dan agama,” kata laporan itu.

    Salah satu saran adalah menyertakan informasi dari para ahli yang kembali dari daerah penempatan, serta dari pihak sekutu dan mitra dari masyarakat sipil.

    Komisi Angket juga menemukan, selama misi Jerman di Afganistan tidak ada pertukaran pengalaman dan informasi yang cukup, karena hampir tidak ada koordinasi antara kementerian pemerintah.

    “Masing-masing kementerian mendorong proyeknya dengan komitmen besar, hanya dari perspektifnya sendiri,” kata Michael Müller. Meskipun berbagai kementerian melaksanakan proyeknya penuh semangat, tampaknya mereka melupakan gambaran yang lebih besar dari situasi di kawasan. Ada komunikasi yang tidak memadai oleh berbagai kementerian, termasuk pertahanan, pembangunan, urusan luar negeri, dan kementerian dalam negeri. Komisi Penyelidikan Afganistan seacra umum menyetujui penilaian Komisi Angket.

    Merkel akui misi di Afganistan punya kekurangan serius

    Mantan Kanselir Angela Merkel adalah saksi terakhir yang diperiksa oleh Komisi Penyelidikan Afganistan pada Desember 2024, dan dia mengakui kegagalan serius dalam misi itu. “Perbedaan budaya terasa lebih berat dari yang saya bayangkan,” kata Merkel pada saat itu. Pada saat yang sama, Merkel juga menyerukan, agar upaya kemanusiaan terus dilanjutkan bahkan setelah Taliban mengambil alih kekuasaan.

    Komisi Angket juga memberikan rekomendasi serupa. Situasi sosial di Afganistan saat ini sangat buruk. Meskipun tidak perlu membuka kedutaan di sana, ia mengatakan penting bagi Jerman untuk terlihat dengan personel di lapangan dalam proyek kemanusiaan.

    Namun Michal Müller mengatakan, itu merupakan tindakan yang sulit. “Tidak ada jalan keluar selain berunding dengan Taliban. Namun, tentu saja, kami tidak ingin terlibat dengan rezim ini,” katanya.

    Diadaptasi dari artikel DW bahasa Jerman.

  • Massa Serukan Pemakzulan Wakil Presiden Filipina Sara Duterte – Halaman all

    Massa Serukan Pemakzulan Wakil Presiden Filipina Sara Duterte – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Ribuan pengunjuk rasa menggelar aksi di Manila pada Jumat (31/1/2025) pagi untuk menuntut pemakzulan Wakil Presiden Filipina, Sara Duterte.

    Para pengunjuk rasa itu diperkirakan berjumlah sekitar 4.000 orang.

    Mereka menyerukan pencopotan Sara Duterte dengan membawa plakat dan meneriakkan slogan seperti “Impeach! Impeach Sara now!”.

    Aksi ini dipantau ketat oleh pihak berwenang yang mengerahkan sekitar 7.400 polisi antihuru-hara, lapor Al Jazeera.

    Unjuk rasa ini merupakan bagian dari serangkaian aksi yang lebih besar yang terjadi sebelumnya.

    Sekaligus termasuk sebuah demonstrasi yang dipimpin oleh kelompok konservatif yang menentang pemakzulan Duterte.

    Pemakzulan ini dipicu oleh tuduhan pelanggaran yang terjadi selama Duterte menjabat sebagai Menteri Pendidikan dalam pemerintahan Presiden Ferdinand Marcos Jr.

    Dia diduga terlibat dalam penyalahgunaan dana pemerintah bernilai jutaan dolar.

    Tuduhan tersebut berfokus pada dugaan penyalahgunaan kekuasaan dan dana yang disalahgunakan saat Duterte menjabat di posisi kementerian.

    Sampai saat ini, RFI melaporkan, legislator Filipina belum mengambil tindakan terhadapnya.

    Anggota DPR, Percival Cendana, yang mendukung pemakzulan, mendesak rekan-rekannya untuk bertindak cepat.

    Ia menegaskan bahwa tidak ada tindakan terhadap Duterte berarti membiarkan impunitas, penyalahgunaan kekuasaan, dan pelecehan yang dilakukannya.

    Menurut Cendana, ini adalah momen penting untuk menegakkan keadilan dan kebenaran.

    Pemakzulan bisa berlanjut jika mendapatkan dukungan dari sepertiga anggota DPR.

    Jika disetujui, Duterte bisa diberhentikan dari jabatannya setelah suara dua per tiga di Senat.

    Duterte, yang kini berusia 46 tahun, telah membantah tuduhan terhadapnya.

    Dia menyebut tuduhan tersebut bermotif politik.

    Hubungannya dengan Presiden Marcos Jr semakin buruk sejak tahun lalu.

    Sara Duterte bahkan mengancam presiden, ibu negara, dan ketua DPR, dengan menyebutkan keinginan untuk membunuh mereka.

    Sementara itu, Presiden Marcos Jr. telah menyarankan agar Kongres tidak melanjutkan pemakzulan terhadap Duterte.

    Ia menyebut proses tersebut sebagai “badai dalam cangkir teh” yang hanya akan mengalihkan perhatian Kongres dari tugas utamanya.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Jenin Melawan Operasi Tembok Besi Israel, Personel Brigade Kfir Tewas Kena Tembak Milisi Tepi Barat – Halaman all

    Jenin Melawan Operasi Tembok Besi Israel, Personel Brigade Kfir Tewas Kena Tembak Milisi Tepi Barat – Halaman all

    Jenin Melawan Operasi Tembok Besi Israel, Tentara IDF Brigade Kfir Tewas Kena Tembak Milisi Tepi Barat

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang tentara Israel tewas dan lima lainnya terluka saat warga Palestina melawan serangan besar Israel di Jenin yang dimulai tepat setelah gencatan senjata menghentikan perang Israel selama 15 bulan di Gaza. 

    Militer Israel (IDF) mengumumkan dalam sebuah pernyataan bahwa sersan Liam Hazi (20) dari unit pengintaian Haruv Brigade Kfir, dari kota Rosh Haayin, tewas pada Kamis (30/1/2025).

    Mengonfirmasi bahwa salah satu korban luka dalam kondisi serius, IDF mengatakan kalau pasukannya terlibat baku tembak dengan sedikitnya dua pria Palestina bersenjata setelah memasuki sebuah bangunan di kamp Jenin.

    Kedua pria bersenjata itu tampaknya berhasil melarikan diri dari lokasi kejadian.

    Kematian tentara Israel itu terjadi di tengah agresi besar-besaran oleh pasukan rezim zionis di Tepi Barat utara yang dilancarkan minggu lalu.

    Pada hari Kamis, dua warga Palestina tewas dan beberapa lainnya, termasuk tiga wanita, terluka oleh tembakan Israel selama bentrokan di kamp pengungsi Jenin.

    Sumber-sumber lokal mengatakan kendaraan militer lapis baja Israel memasuki kamp tersebut pada Kamis malam, dan saling tembak dengan pejuang perlawanan Palestina.

    Kantor berita Palestina WAFA, mengutip Kementerian Kesehatan, melaporkan kalau kedua orang tersebut ditembak mati oleh pasukan Israel.

    Sumber keamanan Palestina mengidentifikasi warga Palestina yang tewas sebagai Yazan Hatem al-Hassan dan Amir Abu Hassan. Jenazah mereka telah ditahan oleh otoritas Israel.

    PASUKAN ISRAEL – Kendaraan militer Pasukan Pendudukan Israel (IDF) di Hebron, Tepi Barat. Menjelang gencatan senjata di Jalur Gaza, pasukan Israel mengintensifkan pengamanan di semua wilayah Tepi Barat. (khaberni/tangkap layar)

    IDF Kurung Tepi Barat

    Ketegangan meningkat di Tepi Barat akibat perang Israel di Gaza, yang telah menewaskan sedikitnya 47.460 orang dan melukai 111.580 lainnya sejak 7 Oktober 2023. 

    Gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan mulai berlaku di Gaza pada 19 Januari, yang menghentikan perang genosida Israel di wilayah pesisir tersebut.

    Selama periode yang sama, setidaknya 893 warga Palestina terbunuh dan lebih dari 6.700 terluka oleh pasukan Israel di Tepi Barat, menurut Kementerian Kesehatan Palestina.

    Setidaknya 19 warga Palestina telah tewas di Jenin sejak gencatan senjata antara Israel dan Hamas mulai berlaku di Gaza. Puluhan orang terluka, ditahan, dan diusir paksa oleh keluarga-keluarga selama periode tersebut.

    Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS) telah melaporkan bahwa militer Israel menghalangi upayanya untuk menjangkau yang terluka dan mengambil jenazah mereka. 

    Menurut PRCS, puluhan pos pemeriksaan dan penghalang militer telah didirikan di Tepi Barat, yang menyebabkan penundaan yang signifikan bagi warga sipil, dengan waktu tunggu antara enam hingga delapan jam.

    PENGEBOMAN – Asap hitam mebumbung dari lokasi pengeboman Israel di Jenin, Tepi Barat, Palestina. Israel memutuskan untuk memperluas agresi militer skala besar mereka ke kota-kota lain di Tepi Barat. (khaberni/tangkap layar)

    Operasi Tembok Besi

    Sebagai informasi, militer Israel (IDF) melancarkan operasi yang disebut “Tembok Besi” di kota Jenin dan kamp-kamp pengungsi Jenin yang berdekatan.

    Operasi militer ini berkembang dan meluas – termasuk di Tulkarm- di berbagai kota-kota Palestina di Tepi Barat.

    Serangan militer itu terjadi setelah penggerebekan selama berminggu-minggu oleh pasukan keamanan Otoritas Palestina (PA) di kamp pengungsi Jenin, tempat mereka menargetkan para pejuang Palestina setempat.

    Aksi represif PA ini didalilkan sebagai apa yang mereka definisikan sebagai upaya untuk memulihkan hukum dan ketertiban, tetapi banyak warga Palestina lihat sebagai tindakan keras terhadap kelompok bersenjata Palestina independen yang melawan pendudukan Israel.

    Di Mana Kekerasan Terjadi di Tepi Barat?

    Sebagai catatan, operasi militer IDF ini diiringi dengan pembiaran pada aksi-aksi kekerasan pemukim Yahudi ekstremis Israel yang menyerang warga Palestina dan propertinya di Tepi Barat.

    Al Jazeera melansir, kekerasan pemukim Israel difokuskan pada sedikitnya enam desa: Sinjil, Turmus Aya, Ein Siniya dan al-Lubban Ashaqiya (dekat Ramallah) dan Funduq dan Jinsafut, (keduanya dekat Nablus), Tepi Barat. 

    Menurut Guardian, keenam desa tersebut diidentifikasi sebagai pemukiman bagi perempuan dan anak-anak yang dibebaskan oleh pemerintah Israel sebagai bagian dari gencatan senjata.

    Di kota Jenin, tentara Israel telah mengepung rumah sakit yang dikelola pemerintah dan kamp pengungsi di dekatnya, dan dilaporkan memerintahkan evakuasi ratusan orang.

    Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menggambarkan operasi di Jenin sebagai “perubahan dalam… strategi keamanan” .

     Ia mengatakan upaya tersebut merupakan bagian dari rencana militer Israel untuk wilayah Tepi Barat yang diduduki dan merupakan “pelajaran pertama dari metode serangan berulang di Gaza”.

    Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS) mengatakan bahwa mereka dicegah mencapai korban terluka dan jenazah korban meninggal oleh militer Israel.

    Puluhan pos pemeriksaan dan penghalang militer telah didirikan di Tepi Barat, yang menyebabkan antrean warga sipil berlangsung antara enam hingga delapan jam.

    EVAKUASI PAKSA – Pasukan Israel mengevakuasi warga Palestina dari lingkungan di Kamp Pengungsi Jenin, memaksa mereka meninggalkan daerah tersebut karena serangan dan kekerasan terus berlanjut setelah gencatan senjata di Gaza, pada tanggal 23 Januari 2025 di Jenin, Tepi Barat. (Anadolu Agency/Issam Rimawi)

    Apakah Jenin Pernah Menjadi Sasaran Serangan Sebelumnya?

    Jawabannya, sudah.

    Israel telah lama menuduh Iran menyalurkan senjata ke kelompok bersenjata di Jenin dan khususnya kamp pengungsinya.

    Jenin telah lama menjadi sarang perlawanan Palestina, dan pertumbuhan kelompok bersenjata independen, Brigade Jenin, telah membuat Israel khawatir.

    Brigade Jenin merupakan cabang dari Brigade Al-Quds, sayap militer dari gerakan Palestine Islamic Jihad (PIJ) yang disebut-sebut terafiliasi Iran.

     

    PASUKAN PA – Personel keamanan Otoritas Palestina (PA) di Jenin, Samaria utara, Tepi Barat yang diduduki Israel pada 16 Desember 2024. PA melakukan aksi-aksi represif ke warga Palestina di Tepi Barat dengan dalil penertiban stabilitas keamanan. (Foto oleh Nasser Ishtayeh/Flash90.)

    Pada bulan Desember, PA melancarkan apa yang dilaporkan sebagai konfrontasi terbesar dan paling keras dengan kelompok bersenjata di Tepi Barat sejak pengusirannya dari Gaza oleh Hamas pada tahun 2007.

    Banyak analis yang menganggap PA telah memosisikan dirinya sebagai administrator alami Gaza pascaperang , namun dituduh meniru taktik yang digunakan oleh pasukan Israel dalam serangan masa lalu terhadap Jenin dan di tempat lain.

    Taktik tiruan itu antara lain: mengepung kamp dengan pengangkut personel lapis baja, menembaki warga sipil tanpa pandang bulu, menahan dan menyiksa pemuda secara tiba-tiba, serta memutus pasokan air dan listrik ke warga sipil di dalamnya.

    Sebelum serangan oleh PA, ada sejumlah serangan terhadap Jenin oleh militer Israel.

    Koresponden Al Jazeera Shireen Abu Akleh dibunuh oleh Israel dalam salah satu serangan tersebut , pada bulan Mei 2022.

    Israel menargetkan Jenin pada bulan Juli 2023, sebelum pecahnya perang di Gaza. Selama serangan itu, tentara Israel menewaskan 12 orang dan melukai sekitar 100 orang, salah satu korban jiwa paling signifikan sejak operasi militer yang terkenal pada tahun 2002, selama Intifada kedua.

    Lima puluh dua warga Palestina , setengahnya warga sipil, dan 23 tentara Israel yang menyerang tewas selama serangan itu.

    Amnesty dan Human Rights Watch keduanya menuduh Israel melakukan kejahatan perang selama serangan tahun 2002.

    Eskalasi di Tepi Barat Terkait Gencatan Senjata Gaza?

    Jawaban singkat, iya dan tidak.

    Sementara sebagian besar tentara Israel diduduki di Gaza dan Lebanon, pemukim Israel melancarkan serangan paling kejam yang pernah tercatat di Tepi Barat.

    “Gencatan senjata tidak cukup bagi Israel,” kata Murad Jadallah dari kelompok hak asasi manusia Al-Haq dari Ramallah di Tepi Barat.

     “Kesepakatan penyanderaan tidak terasa seperti kemenangan yang telah dijanjikan,” imbuhnya, yang menunjukkan konsekuensi dari kekecewaan yang tampak setelah kematian lebih dari 47.000 orang kini terjadi di seluruh Tepi Barat dan di Jenin.

    Secara keseluruhan, menurut statistik dari Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) , pemukim Israel melancarkan setidaknya 1.860 serangan antara 7 Oktober 2023 – hari serangan yang dipimpin Hamas terhadap Israel – dan 31 Desember 2024.

    “Ini bukan seperti apa gencatan senjata,” kata Shai Parness dari kelompok hak asasi manusia Israel B’Tselem kepada Al Jazeera.

    “Sejak Israel dan Hamas mengumumkan gencatan senjata sementara di Jalur Gaza dan kesepakatan pembebasan sandera dan tahanan, Israel telah mengintensifkan kekerasannya terhadap warga Palestina di Tepi Barat.”

    Parness menambahkan: “Jauh dari menahan serangan terhadap Palestina, tindakan Israel menunjukkan bahwa mereka tidak berniat melakukan itu. Sebaliknya, mereka hanya mengalihkan fokus dari Gaza ke wilayah lain yang mereka kuasai di Tepi Barat.”

    Sejumlah faktor termasuk susunan pemerintah Israel yang berhaluan kanan ekstrem dan berkuasanya pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang sangat pro-Israel menandakan masa-masa sulit yang akan datang bagi Tepi Barat.

    Sementara pendahulu Trump, Presiden Joe Biden menawarkan dukungan tegas terhadap perang Israel di Gaza, yang sejauh ini telah menewaskan 47.283 orang , beberapa kekhawatiran diungkapkan oleh pemerintahannya atas kekerasan tak terkendali yang dilakukan oleh para pemukim di Tepi Barat, yang dipandang pemerintahan Biden sebagai sesuatu yang berpotensi mengganggu stabilitas kawasan.

    Namun, pencabutan sanksi Trump yang dijatuhkan pada para pemukim oleh pemerintahan Biden menawarkan gambaran awal potensial tentang apa yang diharapkan banyak orang dalam kelompok sayap kanan Israel – kebijakan AS yang lebih lunak terhadap ambisi para pemukim di Tepi Barat.

    Di Israel, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menghadapi pemberontakan dari kubu kanan, dengan Menteri Keamanan Nasional ultranasionalis Itamar Ben-Gvir mengundurkan diri dari kabinet koalisi Netanyahu terkait kesepakatan gencatan senjata.

    Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, yang tidak merahasiakan ambisinya untuk mencaplok Tepi Barat, tetap berada di pemerintahan, tetapi berjanji akan mengundurkan diri jika gencatan senjata Gaza mengakhiri perang.

    “Smotrich memiliki lebih banyak kekuatan dan pengaruh daripada sebelumnya,” kata Jadallah tentang negosiasi untuk mempertahankan Smotrich di jajaran direksi.

    “Pada akhirnya ia ingin mengesampingkan pemerintahan sipil Israel dan membiarkan Tepi Barat dikelola secara eksklusif oleh para pemukim,” imbuh Jadallah, merinci pandangannya mengenai langkah awal menuju aneksasi penuh Tepi Barat oleh Israel.

    Bukti pendekatan baru terhadap Tepi Barat dan para pemukimnya sudah terlihat jelas sebelum gencatan senjata dan masa jabatan presiden Trump.

    Pada Jumat pekan lalu, Katz mengumumkan bahwa semua pemukim yang masih ditahan di bawah penahanan administratif, sebuah proses penahanan tanpa batas waktu tanpa dakwaan, akan dibebaskan.

    Penahanan administratif sebagian besar telah digunakan untuk tahanan Palestina, meskipun sebelumnya telah diterapkan pada beberapa warga Israel.

    Terkait pembebasan para pemukim, Katz menulis dalam sebuah pernyataan bahwa “lebih baik bagi keluarga pemukim Yahudi untuk berbahagia daripada keluarga teroris yang dibebaskan”, mengacu pada perempuan dan anak-anak Palestina yang dibebaskan oleh Israel pada hari Minggu sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata.

     

    (oln/khbrn/aja/*)

  • Pidato Pertama Ahmed al-Sharaa Jadi Presiden Suriah, Janjikan Transisi Politik Inklusif – Halaman all

    Pidato Pertama Ahmed al-Sharaa Jadi Presiden Suriah, Janjikan Transisi Politik Inklusif – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemimpin de facto Suriah Ahmed al-Sharaa telah ditunjuk sebagai Presiden Suriah untuk fase transisi dan konstitusi negara telah ditangguhkan pada hari Rabu (29/1/2025).

    Setelah resmi ditunjuk sebagai presiden Suriah, Ahmed al-Sharaa menggelar pidato pertamanya pada hari Kamis (30/1/2025).

    “Saya berdiri di hadapan Anda hari ini setelah 54 hari pembebasan kolektif kita, pembebasan Suriah dari belenggu rezim kriminal yang telah membebani kita selama beberapa dekade,” kata Al-Sharaa, menandai berakhirnya 54 tahun salah satu rezim paling represif dalam sejarah Suriah, dikutip dari Anadolu Anjansi.

    Ia mengawali pidatonya dengan berjanji akan membuat Suriah bangkit kembali.

    “Saya berbicara kepada Anda hari ini bukan sebagai seorang penguasa, tetapi sebagai seorang pelayan bagi bangsa kita yang terluka, bertekad untuk mencapai persatuan dan kebangkitan Suriah,” jelasnya.

    Ahmed al-Sharaa kemudian mengungkapkan peta jalan untuk masa depan negara tersebut pasca-jatuhnya rezim Bashar al-Assad.

    Dalam pidatonya,  Al-Sharaa menjelaskan bahwa langkah pertama dalam proses transisi ini adalah pembentukan dua komite utama. 

    Komite pertama bertugas untuk memilih parlemen yang lebih kecil yang akan menjalankan fungsi legislatif sementara selama periode transisi.

    Komite kedua, yang tidak kalah penting, akan mempersiapkan konferensi dialog nasional, yang diharapkan menjadi platform untuk diskusi mendalam tentang masa depan politik Suriah.

    Kemudian ia menekankan bahwa selama kepemimpinannya, ia akan berjanji menerapkan pemerintahan transisi yang komprehensif.

    “Pembentukan pemerintahan transisi yang komprehensif yang mewakili keragaman Suriah, termasuk pria, wanita, dan pemuda, untuk membangun kembali lembaga-lembaga negara sampai pemilihan umum yang bebas dan adil dapat berlangsung,” tambahnya.

    Pemerintahan ini akan berfungsi untuk membangun kembali lembaga-lembaga negara yang telah rusak akibat konflik, hingga akhirnya pemilihan umum yang bebas dan adil dapat diadakan.

    Al-Sharaa juga menjelaskan bahwa setelah pembentukan komite-komite tersebut, langkah selanjutnya adalah penyusunan deklarasi konstitusional yang akan menjadi dasar hukum bagi seluruh proses transisi. 

    Ini diharapkan menjadi rujukan yang jelas bagi langkah-langkah selanjutnya, memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan memenuhi aspirasi rakyat Suriah.

    “Dalam beberapa hari mendatang, kami akan mengumumkan komite persiapan untuk konferensi dialog nasional, yang akan menjadi platform langsung untuk diskusi dan konsultasi guna mendengar berbagai pandangan tentang agenda politik mendatang kami,” lanjutnya.

    Ia berjanji setiap proses ini akan diumumkan.

    “Setelah langkah-langkah ini selesai, kami akan mengumumkan deklarasi konstitusional, yang akan menjadi rujukan hukum untuk fase transisi,” pungkas Al-Sharaa.

    Sebelumnya, kantor berita negara Suriah (SANA) telah melaporkan bahwa Al-Sharaa ditunjuk sebagai presiden sementara Suriah.

    Pengumuman ini dibuat oleh juru bicara sektor operasi militer pemerintahan de facto baru Suriah, Hassan Abdel Ghani.

    Tidak hanya menunjuk Sharaa sebagai Presiden Suriah, Abdel Ghani juga mengumumkan pembubaran faksi-faksi bersenjata di negara itu.

    “Semua faksi militer dibubarkan… dan diintegrasikan ke dalam lembaga negara,” kantor berita negara mengutip pernyataan Abdel Ghani, dikutip dari Al Jazeera.

    Rezim-rezim juga akan dibubarkan dalam pemerintahan yang baru ini.

    “Pembubaran tentara rezim yang sudah tidak berfungsi dan badan-badan keamanan, serta partai Baath, yang memerintah Suriah selama beberapa dekade,” Jelas Abdel Ghani.

    Al-Sharaa telah menjadi penguasa de facto Suriah sejak memimpin penggulingan Presiden Bashar Al-Assad pada bulan lalu.

    Setelah al-Assad terguling, kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS) pimpinan al-Sharaa menjadi partai yang memerintah secara de facto.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Ahmed Al-Sharaa

  • 110 Warga Palestina Berhasil Dibebaskan dalam Putaran Ketiga Pertukaran Tahanan – Halaman all

    110 Warga Palestina Berhasil Dibebaskan dalam Putaran Ketiga Pertukaran Tahanan – Halaman all

    110 Warga Palestina Berhasil Dibebaskan dalam Putaran Ketiga Pertukaran Tahanan

    TRIBUNNEWS.COM- Perlawanan Palestina berhasil membebaskan 110 tahanan dari penjara Israel sebagai bagian dari tahap ketiga kesepakatan pertukaran tahanan.

    Perlawanan Palestina berhasil membebaskan 110 tahanan Palestina dari penjara Israel pada hari Kamis sebagai bagian dari tahap ketiga dari tahap pertama kesepakatan pertukaran tahanan. 

    Ribuan warga Palestina berkumpul di Kompleks Rekreasi Ramallah di Tepi Barat yang diduduki untuk menyambut para tahanan yang dibebaskan, seorang koresponden Al Mayadeen melaporkan.

    Di antara mereka yang dibebaskan terdapat 32 tahanan yang menjalani hukuman seumur hidup, 48 lainnya dengan berbagai hukuman, dan 30 anak di bawah umur. 

    Sebagian tahanan yang dibebaskan kembali ke Tepi Barat dan al-Quds yang diduduki, sementara yang lainnya menuju Gaza.

    Khususnya, di antara mereka yang dibebaskan adalah Zakaria Zubeidi, salah satu tahanan yang membebaskan diri mereka sendiri sebagai bagian dari Operasi Terowongan Kebebasan pada tahun 2021, dan Mohammad Atiya Abu Warda, yang dijatuhi hukuman 48 hukuman seumur hidup dan dianggap sebagai salah satu tahanan paling terkenal yang dibebaskan sejauh ini.

    Saluran 12 Israel melaporkan bahwa tahanan yang dibebaskan juga termasuk Rashid al-Rishq, yang diduga telah merencanakan upaya pembunuhan terhadap Menteri sayap kanan Israel Itamar Ben-Gvir dan operasi lainnya pada tahun 2022, yang membuatnya dijatuhi hukuman 13 tahun penjara.

    Sementara itu, media Palestina melaporkan bahwa pasukan Israel mencegah beberapa keluarga tahanan yang dibebaskan—yang dideportasi—untuk bepergian untuk bersatu kembali dengan orang yang mereka cintai.

    Perlawanan memaksa ‘Israel’ untuk bertindak

    Dalam sebuah pernyataan, Hamas memuji pembebasan tersebut sebagai momen “kebanggaan dan kehormatan” bagi rakyat Palestina, dan menekankan bahwa perlawanan tersebut “memaksa pendudukan untuk membuka sel-sel penjaranya” berdasarkan ketentuan gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan.

    “Penerimaan besar-besaran terhadap tawanan kami yang dibebaskan, meskipun Israel berupaya melecehkan mereka dan keluarga mereka, mengirimkan pesan yang jelas: perjuangan para tawanan adalah garis merah, dan penindasan Israel tidak akan menghalangi rakyat kami untuk berperang sampai semua tawanan dibebaskan dan tanah serta tempat-tempat suci kami direbut kembali,” kata Hamas.

    Gerakan ini menegaskan kembali komitmennya untuk menjamin pembebasan semua tahanan, dan bersumpah untuk “menghabiskan semua cara yang mungkin” untuk mencapai tujuan ini, terlepas dari ancaman atau pembalasan Israel. 

    Sebagai bagian dari tahap ketiga kesepakatan pertukaran tawanan, perlawanan Palestina juga menyerahkan tiga tawanan Israel kepada Komite Palang Merah Internasional, selain lima pekerja Thailand. 

    Pejabat Israel menggambarkan penyerahan itu sebagai “kegagalan total” bagi pendudukan Israel, karena gambar-gambar pemindahan itu disiarkan ke seluruh dunia, memperkuat kemampuan perlawanan untuk mendiktekan syarat-syarat dalam pertukaran yang sedang berlangsung.

    ‘Kegagalan total’

    Ben-Gvir mengkritik pemandangan dari Gaza pada hari Kamis, dengan mengatakan, “Gambar-gambar yang datang dari Gaza mengonfirmasi bahwa apa yang terjadi sejauh ini bukanlah kemenangan penuh, melainkan kegagalan total.”

    Ia lebih lanjut menyatakan bahwa “kesepakatan pertukaran tahanan ini belum pernah terjadi sebelumnya, dan pemerintah Israel telah memilih jalan penyerahan,” mengacu pada konsesi yang dibuat oleh rezim tersebut untuk mengamankan pembebasan tawanan Israel.

    Sementara itu, pemimpin partai Yisrael Beiteinu, Avigdor Lieberman, menyatakan bahwa “gambar-gambar dari Gaza membuktikan bahwa kita harus berpisah darinya selamanya.” 

    Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich juga menyatakan kekhawatirannya, dengan mengatakan, “Kami khawatir dengan harga yang harus kami bayar untuk kesepakatan ini, meskipun kami gembira dengan kembalinya para sandera.”

    Pernyataan ini muncul setelah rekaman menunjukkan kerumunan besar berkumpul di Jabalia di Gaza utara dan Khan Younis di selatan, khususnya di dekat rumah pemimpin Hamas Yahya Sinwar, saat tawanan Israel diserahkan.

    Koresponden Al Mayadeen  menyatakan bahwa warga Palestina terlihat melambaikan bendera perlawanan dan membawa gambar Sekretaris Jenderal Hizbullah yang gugur syahid Sayyed Hassan Nasrallah dan pemimpin Ansar Allah Sayyed Abdul-Malik al-Houthi di tengah kerumunan di Khan Younis.

     

    SUMBER: AL MAYADEEN

  • Kenapa Rencana CDU Perketat Perbatasan Diperkarakan? – Halaman all

    Kenapa Rencana CDU Perketat Perbatasan Diperkarakan? – Halaman all

    Jelang pemilihan dini legislatif di Jerman, partai terbesar Uni Kristen Demokrat mengusulkan pengetatan kebijakan keimigrasian. Inisiatif tersebut digerakkan oleh insiden tewasnya dua orang di tangan seorang warga Afganistan di Kota Aschaffenburg belum lama ini.

    Ketua Umum CDU Friedrich Merz menegaskan, ingin melaksanakan rencana tersebut jika memenangkan pemilu dini, yang akan digelar 23 Februari nanti. Usulannya ditolak kedua partai pemerintah, dan sebaliknya menjaring dukungan partai ekstrem kanan Alternatif untuk Jerman, AfD.

    Partai Hijau dan Partai Sosialdemokrat SPD, mengatakan rencana Merz berpotensi melanggar konstitusi dan hukum internasional. Berikut di antaranya:

    Kontrol perbatasan vs. rezim Schengen

    Pemeriksaan perbatasan sejatinya ingin dihindari dalam rezim visa Schengen. Kodeks Perbatasan Schengen hanya mengizinkan pemeriksaan dalam waktu terbatas, “dalam kasus ancaman keamanan nasional dan ketertiban umum.”

    Atas dasar tersebut, Kementerian Dalam Negeri Jerman yang dipimpin SPD telah menjalankan kontrol perbatasan, sejak serangan teror mematikan di Solingen, Agustus 2024. Tersangka pelaku adalah pemohon suaka asal Suriah, yang seharusnya sudah dideportasi ke Bulgaria.

    Menurut Hukum Uni Eropa, pemeriksaan perbatasan adalah “ultima ratio” atau senjata pamungkas yang hanya bisa digunakan dalam batas waktu tertentu. Artinya, kontrol permanen di perbatasan internal Uni Eropa tidak diizinkan.

    Pengusiran pencari suaka di perbatasan?

    Berdasarkan Peraturan Dublin III, Uni Eropa mewajibkan negara anggota tempat pencari suaka pertama kali berjejak untuk bertanggung jawab atas prosedur suaka.

    Itu sebabnya Jerman terbebas dari kewajiban memproses pengungsi karena bukan negara singgahan pertama.

    Namun, Uni Eropa juga menentukan prosedur spesifik, yang berarti Jerman tidak bisa begitu saja menolak pencari suaka di perbatasan. “Hukum Eropa menetapkan bahwa pencari suaka harus terlebih dahulu diizinkan masuk,” kata pengacara migrasi Daniel Thym dari Universitas Konstanz, dalam program berita televisi ARD, Tagesschau.

    “Kemudian mereka akan diberikan prosedur, dan kemudian kita dapat mencoba mengirim orang-orang itu kembali ke negara-negara yang bertanggung jawab.” Elemen utama dalam prosedur ini adalah wawancara pribadi untuk menentukan negara mana yang bertanggung jawab atas prosedur suaka.

    Bahkan jika pencari suaka sebelumnya tinggal di negara Uni Eropa lainnya, pemerintah dapat bertanggung jawab, jika terdapat anggota keluarga yang sedang menjalani prosedur suaka di Jerman.

    Jika semua pencari suaka ditolak di perbatasan tanpa kecuali, Jerman mengambil risiko konflik dengan negara jiran. Austria, misalnya, telah mengumumkan tahun lalu, tidak akan “menerima kembali” migran mana pun yang ditolak oleh Jerman.

    Celah terakhir lewat status darurat nasional?

    Menurut pasal 72 Perjanjian mengenai Berfungsinya Uni Eropa, TFEU, Jerman berwenang mendeklarasikan darurat keimigrasian dan dibebaskan dari aturan UE. Rencana ini sudah diumumkan calon kanselir Merz pada Agustus 2024 di Solingen.

    CDU bersikeras, Jerman berkewajiban “menggunakan hukum nasional, jika regulasi Eropa tidak lagi ditaati.”

    Namun, penerapannya tidak mudah. Pemerintah pertama-tama harus membuktikan bahwa Jerman benar-benar dalam situasi darurat, yaitu adanya ancaman serius terhadap ketertiban atau keamanan nasional.

    Dalih tersebut sulit dubuktikan karena kontrol perbatasan sejauh ini telah secara signifikan mengurangi migrasi ilegal. “Mayoritas entri ilegal sudah bisa dicegah melalui pengusiran di perbatasan,” menurut koalisi pemerintah.

    Jika Merz berhasil menjadi kanselir Jaerman seperti yang diperkirakan, pemerintahannya harus menemukan argumen yang kuat untuk membuktikan keadaan darurat. Karena rintangannya tinggi: aktivasi klausul pengecualian dikontrol oleh Mahkamah Keadilan Eropa, ECJ. Dan sejauh ini, semua upaya negara anggota untuk mengajukan situasi darurat ditolak oleh ECJ .

    “Jika Jerman bersikeras menutup perbatasannya bagi pencari suaka, negara-negara Eropa lainnya tentu akan melakukan hal yang sama,” prediksi pengacara dan pakar migrasi Daniel Thym. “Dan kemudian kita harus berkumpul dengan cepat di Brussels, dan bertanya pada diri sendiri bagaimana kita dapat mendesain ulang hukum suaka Eropa secara mendasar.”

  • Donald Trump Akan Paksa Mesir dan Yordania Tampung Pengungsi Gaza yang Terusir Agresi Israel – Halaman all

    Donald Trump Akan Paksa Mesir dan Yordania Tampung Pengungsi Gaza yang Terusir Agresi Israel – Halaman all

    Donald Trump Akan Paksa Mesir dan Yordania Tampung Pengungsi Gaza yang Terusir Agresi Israel

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump mengindikasikan akan melakukan langkah-langkah paksa ke Mesir dan Yordania untuk menerima warga Palestina yang mengungsi dari Jalur Gaza.

    Dua negara tetangga wilayah Palestina yang diduduki Israel tersebut sebelumnya telah menolak secara tegas rencana Trump merelokasi warga Gaza ke wilayah dua negara tersebut.

    Pernyataan Trump pada Kamis (30/1/2025) tersebut muncul sehari setelah Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi dan Raja Yordania Abdullah II melontarkan penolakan pemindahan paksa warga Gaza.

    “Mereka (Yordania dan Mesir) akan melakukannya (menampung warga Gaza yang terusir),” kata Trump kepada wartawan di Ruang Oval ketika ditanya tanggapannya terhadap penolakan Mesir dan Yordania, dilansir PressTV, Jumat (31/1/2025).

    “Mereka akan melakukannya. Kami (AS) melakukan banyak hal (membantu) untuk mereka, dan mereka akan melakukannya,” sambung Trump.

    KEMBALI PULANG – Ratusan ribu warga Gaza yang terusir dan mengungsi karena agresi militer Israel, kembali ke rumah-rumah mereka ke wilayah Gaza Utara, Senin (27/1/2025). Kepulangan mereka berkenaan dengan gencatan senjata antara Hamas dan Israel pada 19 Januari 2025. (RNTV/TangkapLayar)

    Pengusiran Paksa

    Minggu lalu, Trump mengusulkan pemindahan warga Palestina dari Jalur Gaza ke Yordania, Mesir, dan negara Arab lainnya untuk “hanya membersihkan” wilayah kantung Palestina yang dilanda perang tersebut.

    Niat Trump ini oleh para analis geopolitik dianggap sebagai upaya untuk mengusir warga Palestina dari tanah air mereka.

    Trump mengindikasikan pada Sabtu, kalau ia telah berbicara dengan Raja Abdullah II dari Yordania tentang kemungkinan membangun perumahan dan memindahkan lebih dari 1 juta warga Palestina dari Gaza ke negara-negara tetangga di sekitar.

    “Saya katakan kepadanya bahwa saya ingin Anda mengambil alih lebih banyak lagi karena saat ini saya melihat seluruh Jalur Gaza dan itu kacau balau, benar-benar kacau balau,” katanya kepada wartawan di dalam Air Force One, pesawat kepresidenan AS.

    “Saya ingin Mesir menampung orang-orang … Anda berbicara tentang satu setengah juta orang, dan kita hanya membersihkan semuanya. Anda tahu, selama seabad, ada banyak sekali konflik. Dan saya tidak tahu, sesuatu harus terjadi,” kata Trump.

    Presiden AS tersebut mengatakan bahwa perumahan potensial tersebut “bisa bersifat sementara” atau “bisa bersifat jangka panjang.”

    Ia mengklaim langkah tersebut dapat “membawa perdamaian” ke Asia Barat jika Mesir, Yordania, dan negara-negara Arab lainnya menerima cukup banyak pengungsi Palestina.

    Utusan Trump untuk Timur Tengah Steve Witkoff melakukan perjalanan langka ke Gaza minggu ini, kata Gedung Putih.

    KEMBALI PULANG – Warga Palestina kembali ke Gaza utara setelah Israel membuka blokade militer, Senin (25/1/2025). Pembukaan blokade ini berkenaan dengan gencatan senjata antara Hamas dan Israel pada 19 Januari 2025.  (tangkaplayar/Wafa)

    Penolakan Tegas Yordania-Mesir-Indonesia

    Presiden Mesir Sisi mengatakan pada hari Rabu dalam tanggapan publik pertamanya terhadap komentar Trump bahwa menggusur “rakyat Palestina dari tanah mereka adalah ketidakadilan yang tidak dapat kami lakukan.”

    Raja Yordania Abdullah II secara terpisah menekankan “posisi tegas negaranya mengenai perlunya mempertahankan Palestina di tanah mereka.”

    Ini bukan pertama kalinya Trump dan timnya mengusulkan relokasi warga Palestina, khususnya warga Gaza ke negara lain.

    Selama persiapan pelantikannya, utusan Trump untuk Asia Barat, Steve Witkoff, mengatakan Trump sedang mempertimbangkan untuk merelokasi penduduk Gaza ke Indonesia selama masa rekonstruksi.

    Namun, Indonesia mengecam gagasan tersebut dengan mengatakan, “Indonesia tetap teguh pada posisinya bahwa segala upaya untuk merelokasi penduduk Gaza tidak dapat diterima.”

    Selain Indonesia, mayoritas masyarakat internasional, terutama negara-negara Arab telah menolak rencana tersebut demi kedaulatan Palestina.

    Gagasan tentang apa yang disebut “migrasi sukarela” warga Gaza pertama kali dipromosikan selama pemerintahan Biden oleh menteri-menteri sayap kanan Israel.

    Seruan AS Sejalan Rencana Israel

    Terkait seruan Presiden AS Donald Trump untuk memindahkan penduduk Gaza ke Yordania dan Mesir, juru bicara Hamas Hazem Qassem, menyebut itu sebagai hal provokatif dan berbahaya.

    Seruan Trump ini, menurutnya, sejalan dengan rencana pihak Israel, khususnya, kelompok kanan ekstremis yang ingin menguasai tanah Palestina sepenuhnya menjadi pendudukan Israel.

    “Pernyataan Trump berbahaya dan sejalan dengan posisi kelompok ekstrem kanan Israel,” kata dia.

    Ia melanjutkan, “Usulan Trump tidak akan disetujui dan tidak akan diterima oleh warga Palestina mana pun.”

    Pemimpin Hamas Sami Abu Zuhri pada Minggu juga mengomentari usulan Presiden AS Donald Trump untuk “memindahkan penduduk Gaza ke negara-negara tetangga,” dengan mengatakan, “Rakyat Gaza menanggung kematian sehingga mereka tidak akan meninggalkan tanah air mereka.”

    Abu Zuhri mengatakan dalam konferensi pers: “Rakyat Gaza menanggung kematian agar tidak meninggalkan tanah air mereka, dan mereka tidak akan meninggalkannya karena alasan lain, jadi tidak perlu membuang waktu untuk proyek-proyek yang dicoba oleh Biden dan yang menyebabkan perang akan berkepanjangan.”

    Dia menambahkan: “Menerapkan perjanjian tersebut sudah cukup untuk menyelesaikan semua masalah di Jalur Gaza, dan upaya untuk menghindari perjanjian tersebut tidak ada gunanya.”

    Yordania: Palestina untuk Palestina

    Sikap tegas Yordania atas seruan AS soal pengungsi Gaza ini ditegaskan oleh Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi.

    Safadi menegaskan kembali sikap mengenai perjuangan Palestina itu, dengan mengatakan kalau “Yordania adalah untuk Yordania, dan Palestina untuk Palestina”.

    Dalam konferensi pers dengan Koordinator Kemanusiaan dan Rekonstruksi Senior PBB untuk Gaza Sigrid Kaag, Safadi mengatakan, “Yordania bangga dengan perannya, di bawah kepemimpinan Raja Yang Mulia Abdullah, dalam memberikan bantuan kemanusiaan ke Gaza.”

    “Kami berharap dapat bekerja sama dengan pemerintah AS yang baru dan mendukung upaya perdamaian di kawasan ini,” kata Safadi.

    Dia menambahkan kalau Yordania tetap terlibat dengan semua pihak untuk mencapai perdamaian.

     “Soal Palestina harus diselesaikan dengan negara Palestina; di mana Yordania adalah untuk Yordania, dan Palestina untuk Palestina.

    “Posisi kami jelas – dua negara adalah satu-satunya jalan menuju perdamaian, dan penolakan kami terhadap perpindahan tidak tergoyahkan,” tegasnya.

    Sementara itu, Sigrid Kaag memuji peran penting Yordania dalam memberikan dan memfasilitasi pengiriman bantuan ke Gaza.

    “Ada kesempatan untuk mencapai solusi dua negara dan memberdayakan kedua belah pihak untuk mencapainya,” kata Koordinator Kemanusiaan dan Rekonstruksi Senior PBB, menambahkan bahwa mereka “berharap untuk melanjutkan kemitraan kemanusiaan kami dengan Yordania.”

     

    (oln/khbrn/anews/rntv/*)

     

     

     
     
     

  • 6 Fakta Presiden AS Donald Trump Serukan Pembersihan Etnis Gaza, Analis Sarankan Hati-hati Bereaksi – Halaman all

    6 Fakta Presiden AS Donald Trump Serukan Pembersihan Etnis Gaza, Analis Sarankan Hati-hati Bereaksi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Berikut fakta-fakta terkait seruan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk merelokasi warga Palestina dari Jalur Gaza ke Mesir dan Yordania.

    Jihad Islam Palestina (PIJ) memandang rencana Trump untuk memindahkan warga Palestina sebagai bagian dari upaya pembersihan etnis Gaza, Al Jazeera melaporkan.

    Gagasan Trump tidak hanya mengancam warga Gaza, tetapi juga menambah intensitas kekerasan yang berlangsung sejak Israel melancarkan perang di Gaza pada Oktober 2023.

    Fakta Seruan Donald Trump soal Pembersihan Etnis Gaza
    1. Seruan Kontroversial Trump

    Ratusan ribu warga Palestina yang mengungsi mulai kembali ke rumah mereka di Gaza, setelah perang berlangsung lebih dari 15 bulan, seiring dengan diterapkannya gencatan senjata.

    Di tengah momen ini, Trump memunculkan sebuah usulan yang kontroversial: merelokasi seluruh penduduk Gaza ke negara tetangga seperti Mesir dan Yordania.

    2. Tanggapan Dunia terhadap Seruan Trump

    Dikutip dari Al Jazeera, usulan Trump untuk memindahkan penduduk Gaza ini langsung mendapat kecaman dari banyak pihak.

    Analis menganggap ini sebagai bentuk pembersihan etnis.

    Istilah pembersihan etnis merujuk pada usaha sistematis untuk mengusir kelompok etnis tertentu dari wilayah mereka dengan cara kekerasan atau penindasan.

    Meskipun ide tersebut mendapat banyak kritik, ada pula yang menyarankan agar berhati-hati dalam menanggapi perkataan Trump.

    “Meski seruan tersebut memalukan, kita perlu bersikap skeptis terhadap pernyataan Trump,” kata Yousef Munayyer, seorang analis Palestina,.

    Menurutnya, pernyataan Trump sering kali tidak berdasarkan pertimbangan matang dan  ide tanpa dasar yang jelas.

    3. Mesir dan Yordania Tolak Gagasan Trump

    Tidak hanya mendapat reaksi keras dari analis, usulan Trump juga ditanggapi dengan tegas oleh negara-negara Arab.

    Mesir dan Yordania langsung menolak rencana tersebut.

    Presiden Mesir, Abdel Fattah el-Sisi, menegaskan bahwa Mesir tidak akan terlibat dalam pemindahan warga Palestina dari Gaza.

    Sisi beralasan tindakan tersebut tidak adil dan akan membahayakan keamanan nasional Mesir.

    Yordania menyuarakan posisi yang sama, menegaskan bahwa mereka tidak akan menerima pengungsi dari Gaza.

    Kedua negara ini khawatir jika mereka menerima pengungsi dalam jumlah besar, stabilitas politik dan ekonomi mereka bisa terganggu.

    Reaksi dari rakyat Mesir dan Yordania yang sangat mendukung perjuangan Palestina juga menjadi pertimbangan besar, mengingat potensi reaksi negatif terhadap keputusan tersebut.

    4. Trump: Gaza Hancur Total

    Donald Trump tetap bersikeras pada pandangannya.

    Ia mengklaim bahwa Gaza telah hancur total akibat perang.

    Presiden AS ini memandang negara-negara tetangga, seperti Mesir dan Yordania dapat memberikan tempat yang lebih aman bagi warga Gaza.

    Trump bahkan mengatakan bahwa pengungsian tersebut bisa bersifat sementara atau dalam jangka panjang, meskipun pernyataannya masih dipertanyakan oleh banyak pihak.

    Meski demikian Mesir dan Yordania tetap dengan pendirian mereka untuk tidak menerima warga Palestina dalam jumlah besar.

    5. Pembersihan Etnis

    Pakar hukum internasional memperingatkan bahwa seruan Trump bisa dianggap sebagai pelanggaran hukum internasional.

    Bahkan serun untuk merelokasi warga Palestina ke Mesir dan Yordania ini bisa tergolong kejahatan perang.

    Mengingat, pembersihan etnis melibatkan pengusiran paksa suatu kelompok etnis.

    Israel mengungkapkan dukungannya terhadap pernyataan Trump, tapi banyak pihak yang menilai hal ini bukanlah solusi yang adil.

    “Menghancurkan Gaza dan memaksa penduduknya keluar hanya akan memperburuk keadaan,” imbuh Yousef Munayyer.

    6. Masa Depan Gaza

    Masa depan Gaza masih penuh ketidakpastian.

    Memang gencatan senjata telah dimulai, akan tetapi belum ada keputusan yang jelas mengenai siapa yang akan memerintah Gaza setelah perang.

    Amerika Serikat dan Israel menyatakan bahwa mereka tidak akan membiarkan Hamas tetap berkuasa di wilayah tersebut.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • 110 Tahanan Palestina Dibebaskan, Israel Semprot Gas Air Mata ke Warga yang Sambut Mereka – Halaman all

    110 Tahanan Palestina Dibebaskan, Israel Semprot Gas Air Mata ke Warga yang Sambut Mereka – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Israel membebaskan 110 tahanan Palestina melalui pertukaran tahanan ketiga sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata Israel-Hamas.

    Jumlah tersebut meliputi 32 tahanan yang menjalani hukuman seumur hidup, 48 tahanan dengan berbagai hukuman, dan 30 anak-anak, menurut Komisi Urusan Tahanan dan Klub Tahanan Palestina.

    Ratusan warga Palestina dan keluarga tahanan bersuka cita menyambut pembebasan mereka dengan berkumpul di depan penjara Ofer dan Kompleks Rekreasi Ramallah di Tepi Barat pada hari pembebasan mereka pada Kamis (30/1/2025).

    Mereka menyambut tahanan yang dibebaskan dengan sorak-sorai dan teriakan “Allahu Akbar”.

    “Ratusan keluarga tahanan dan masyarakat kami berkumpul di Kompleks Rekreasi Ramallah sejak pagi hari untuk menunggu pembebasan putra-putra mereka dan menyambut mereka,” lapor WAFA, Kamis.

    Namun, pasukan Israel mencegah warga Palestina merayakan pembebasan mereka dan memblokir akses jalan menuju lokasi tersebut.

    “Pasukan pendudukan mengubah area dekat penjara Ofer menjadi zona militer tertutup, mencegah berkumpulnya keluarga tahanan, dan menembakkan peluru tajam serta tabung gas air mata ke arah mereka,” kata WAFA.

    “Mereka juga menyerbu kota Beitunia dan menembakkan bom gas air mata ke warga, yang mengakibatkan sekitar 20 warga terluka, termasuk 3 orang yang terkena peluru tajam,” lanjutnya.

    Sementara itu, buldoser Israel menutup jalan samping untuk mencegah warga Palestina menggunakannya untuk mencapai Penjara Ofer untuk menemui para tahanan yang dibebaskan.

    Namun, kerumunan warga Palestina tidak gentar dengan pelarangan dari pasukan Israel.

    Mereka mengibarkan bendera Palestina dan spanduk faksi-faksi Organisasi Pembebasan Palestina, menyerukan diakhirinya perpecahan dan persatuan nasional.

    Pemimpin Fatah, Zakaria al-Zubaidi, Dibebaskan

    Salah satu tokoh penting yang dibebaskan dalam pertukaran tahanan kemarin adalah Zakaria al-Zubaidi, salah satu pemimpin Brigade Martir Al-Aqsa, sayap militer gerakan Fatah, di kamp Jenin, Tepi Barat.

    Zakaria al-Zubaidi yang berkepala plontos, tersenyum dan membuat tanda kemenangan ketika muncul dalam rekaman televisi dari bus Palang Merah Internasional (ICRC) yang mengangkut dia dan sejumlah tahanan lainnya dari penjara Ofer Israel ke kota Ramallah di Tepi Barat yang diduduki.

    Dalam pidato pertamanya setelah dibebaskan, Zakaria al-Zubaidi mengucapkan terima kasih kepada semua orang yang mendukung rakyat Palestina. 

    “Apa yang Anda lihat hari ini adalah referendum rakyat mengenai perlawanan,” katanya, Kamis.

    Setibanya di Ramallah, Zakaria al-Zubaidi yang mengibarkan tanda kemenangan digendong di bahunya di tengah sambutan rakyat yang besar, seperti diberitakan Al Araby. 

    Zakaria al-Zubaidi terakhir kali ditangkap pada tahun 2019 di kota Ramallah atas tuduhan melakukan serangan mematikan terhadap warga Israel. 

    Pada tahun 2021, ia termasuk di antara enam warga Palestina yang berhasil melarikan diri dari penjara Gilboa yang dibentengi Israel melalui terowongan yang mereka gali di luar tembok penjara.

    Namun, mereka ditangkap kembali beberapa hari kemudian.

    PEMBEBASAN SANDERA – Kolase foto ini dibuat pada Jumat (31/1/2025) dari publikasi resmi Telegram Brigade Al-Qassam (sayap militer Hamas) dan Kedutaan Besar Kerajaan Thailand di Tel Aviv pada Kamis (30/1/2025) memperlihatkan sandera Israel; baris atas (kiri-kanan) Agam Berger, Arbel Yehud, dan Gadi Moshe Mozes; baris bawah (kiri-kanan) lima warga Thailand dan proses penyerahan mereka, saat dibebaskan oleh Brigade Al-Qassam dan Brigade Al-Quds dalam pertukaran tahanan ketiga antara Israel-Hamas di Jalur Gaza pada Kamis. (Telegram Brigade Al-Qassam/Kedutaan Besar Kerajaan Thailand di Tel Aviv)

    Sebelumnya pada Kamis, faksi Palestina di Gaza membebaskan tiga warga Israel yang ditahan di Jalur Gaza yaitu Agam Berger, Arbel Yehud, dan Gadi Moshe Moses, dengan imbalan pembebasan 110 tahanan Palestina.

    Pertukaran tahanan kedua sebelumnya terjadi pada 25 Januari 2025, membebaskan empat tentara wanita Israel dan 200 tahanan Palestina.

    Sedangkan pertukaran pertama terjadi pada 19 Januari 2025, membebaskan tiga wanita Israel dan 90 tahanan Palestina.

    Hamas dan Israel mulai menerapkan perjanjian gencatan senjata mulai 19 Januari 2025, dan akan membebaskan 33 tahanan Israel selama implementasi tahap pertama yang akan berlangsung selama 42 hari.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel

  • Al-Sharaa Mengatakan akan Membentuk Pemerintahan Inklusif dan Parlemen Sementara – Halaman all

    Al-Sharaa Mengatakan akan Membentuk Pemerintahan Inklusif dan Parlemen Sementara – Halaman all

    Al-Sharaa Mengatakan akan Membentuk Pemerintahan Inklusif dan Bentuk Parlemen Sementara

    TRIBUNNEWS.COM- Presiden transisi Suriah Ahmed al-Shara menguraikan langkah-langkah kunci bagi masa depan politik negara tersebut, termasuk membentuk pemerintahan yang inklusif.

    Ahmed al-Sharaa, presiden fase transisi Suriah yang baru diangkat, mengumumkan langkah-langkah penting bagi masa depan politik negara itu dalam pidato pertamanya pada hari Kamis.

    Dalam pidatonya, al-Sharaa menekankan bahwa fase transisi merupakan bagian dari proses politik yang lebih luas yang membutuhkan partisipasi warga Suriah baik di dalam maupun di luar negeri. 

    Ia menyatakan, “Partisipasi warga Suriah dalam proses politik sangat penting untuk membangun masa depan mereka dengan kebebasan dan martabat, tanpa pengecualian atau marginalisasi.”

    Al-Sharaa juga menguraikan rencana untuk membentuk pemerintahan transisi yang inklusif yang mencerminkan keberagaman Suriah, dengan representasi yang setara antara pria, wanita, dan pemuda. Pemerintah, katanya, akan fokus pada pembangunan kembali lembaga-lembaga negara.

    Lebih jauh, ia mengumumkan pembentukan komite persiapan untuk memilih dewan legislatif kecil guna mengisi kekosongan politik saat ini selama masa transisi. 

    Al-Sharaa juga mengungkapkan rencana untuk membentuk komite persiapan konferensi dialog nasional , yang akan berfungsi sebagai platform langsung untuk diskusi dan konsultasi.

    “Setelah langkah-langkah ini selesai, kami akan mengumumkan deklarasi konstitusional yang akan menjadi acuan hukum untuk transisi,” kata al-Sharaa. 

    Ia menekankan bahwa prioritas berikutnya adalah mencapai rekonsiliasi nasional dan memastikan keadilan melalui proses keadilan transisi yang sesungguhnya untuk mengejar mereka yang bertanggung jawab atas kejahatan perang.

    Pada hari Rabu, Kolonel Hassan Abdul Ghani, juru bicara operasi militer Suriah , mengonfirmasi bahwa al-Sharaa telah memangku jabatan presiden dan akan memimpin pemerintahan transisi.

    Presiden sementara diberi wewenang untuk membentuk dewan legislatif sementara hingga konstitusi permanen ditetapkan.

    Selain itu, konstitusi tahun 2012 dihapuskan, dan semua hukum luar biasa ditangguhkan, termasuk pembubaran Majelis Rakyat sebelumnya dan komite-komite afiliasinya.

    Al-Sharaa diangkat sebagai presiden

    Departemen Operasi Militer Suriah mengumumkan serangkaian perubahan besar pada hari Rabu, termasuk pembubaran lembaga politik dan militer utama yang terkait dengan rezim sebelumnya.

    Berbicara dalam pernyataan resmi, Kolonel Hassan Abdul Ghani mengumumkan pembubaran Partai Baath Sosialis Arab dan Front Progresif Nasional, yang secara efektif membongkar struktur politik yang telah memerintah Suriah selama beberapa dekade.  

    Abdul Ghani juga mengumumkan pembubaran tentara rezim sebelumnya, dan menyatakan bahwa tentara Suriah baru akan dibangun kembali “berdasarkan fondasi nasional” untuk melayani kepentingan negara.

    Lebih lanjut, ia mengonfirmasi bahwa Pemimpin Ahmed al-Sharaa telah memangku jabatan presiden selama fase transisi dan kini menjabat sebagai presiden  Republik Arab Suriah .

     

    SUMBER: AL MAYADEEN