Category: Tribunnews.com Internasional

  • Video Presiden Prabowo Sepakat dengan Presiden Turki Erdogan Kemerdekaan Palestina Solusi Perdamaian – Halaman all

    Video Presiden Prabowo Sepakat dengan Presiden Turki Erdogan Kemerdekaan Palestina Solusi Perdamaian – Halaman all

    Prabowo Subianto menyampaikan kesepakatan Indonesia dan Turky atas kemerdekaan Palestina menjadi solusi dari konflik yang terjadi di negara tersebut.

    Tayang: Rabu, 12 Februari 2025 18:38 WIB

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden RI Prabowo Subianto menyampaikan kesepakatan Indonesia dan Turki atas kemerdekaan Palestina menjadi solusi dari konflik yang terjadi di negara tersebut.

    “Di bidang hubungan internasional kami menegaskan bahwa Indonesia dan Turkiye berpandangan tetap bahwa solusi untuk perdamaian di Palestina adalah kemerdekaan bagi Palestina dengan solusi dua negara, two state solution,” kata Prabowo usai pertemuan bilateral di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (12/2/2025).

    “Kita juga mendukung perdamaian di Suriah dan Ukraina,” ujar Prabowo.(*)

    Berita selengkapnya simak video di atas.

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’15’,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini

  • Situasi Gaza Panas, Militer Israel Kerahkan Pasukan Tambahan Buntut Penundaan Pembebasan Sandera – Halaman all

    Situasi Gaza Panas, Militer Israel Kerahkan Pasukan Tambahan Buntut Penundaan Pembebasan Sandera – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Situasi di Gaza memanas, militer Israel mengumumkan siap mengerahkan pasukan tambahan ke Gaza buntut penundaan pembebasan sandera.

    Peningkatan kesiagaan ini melibatkan pengiriman pasukan tambahan, termasuk pasukan cadangan, sebagai bagian dari persiapan untuk menghadapi berbagai kemungkinan skenario, TASS melaporkan.

    Layanan pers Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengungkapkan perintah ini menyasar Komando Selatan, yang bertanggung jawab atas daerah berbatasan dengan Gaza. 

    Langkah ini diambil menyusul pidato Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.

    Netanyahu mengancam akan melanjutkan pertempuran di Gaza, jika Hamas tidak membebaskan sekelompok sandera Israel paling lambat 15 Februari 2025, Suspilne melaporkan.

    Sebelumnya, pada Minggu (9/2/2025), Hamas mengumumkan mereka menunda pembebasan sandera yang dijadwalkan pada Sabtu (10/2/2025).

    Alasannya Hamas menemukan ada pelanggaran perjanjian gencatan senjata yang dilakukan oleh Israel.

    Perjanjian gencatan senjata yang ditandatangani antara Israel dan Hamas pada 15 Januari 2025 memiliki tiga tahap.

    Tahap pertama mencakup penghentian total pertempuran, penarikan pasukan Israel dari daerah padat penduduk Gaza, serta pembebasan sejumlah sandera.

    Penundaan pembebasan sandera oleh Hamas mengancam kelangsungan kesepakatan ini.

    Pada tahap kedua perjanjian, yang dijadwalkan akan dimulai setelah tahap pertama, diperkirakan akan melibatkan pembebasan lebih banyak sandera dan penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza.

    Sementara itu, tahap ketiga akan mencakup rekonstruksi Gaza yang hancur.

    Cuti Prajurit Dibatalkan

    Sebagai langkah antisipasi terhadap potensi kekacauan, IDF membatalkan cuti bagi prajurit yang tergabung dalam “Divisi Gaza” dan meningkatkan kewaspadaan di pasukan yang ditempatkan di sekitar Gaza.

    Sumber dari militer Israel mengatakan peningkatan kesiagaan ini tidak serta merta menunjukkan akan adanya tindakan militer besar-besaran, kecuali jika jelas terbukti bahwa Hamas tidak mematuhi perjanjian gencatan senjata.

    Pejabat militer menekankan bahwa mereka akan terus mengamati situasi dan bersiap untuk melanjutkan operasi jika diperlukan, Barrons melaporkan.

    Perjalanan Penuh Ketegangan

    Pada 7 Oktober 2023, Hamas melancarkan invasi ke wilayah Israel dari Jalur Gaza.

    Israel kemudian melancarkan serangkaian operasi militer, mengklaim sebagai upaya membasmi kelompok militan Hamas.

    Konflik antara keduanya menewaskan puluhan ribu orang dan menghancurkan Gaza, memicu krisis kemanusiaan yang mendalam.

    Perjanjian gencatan senjata yang ditandatangani pada Januari 2025 bertujuan untuk membawa perdamaian, namun pelaksanaan gencatan senjata ini terus terancam dengan adanya penundaan yang dilakukan oleh Hamas.

    Dalam pertempuran yang sudah merenggut lebih dari 48.000 nyawa, ketidakpastian masa depan membuat para pemimpin internasional semakin khawatir, Anadolu Ajansi melaporkan.

    Badan-badan internasional, seperti Pengadilan Kriminal Internasional, juga telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap sejumlah pejabat Israel atas dugaan kejahatan perang.

    Israel menghadapi tekanan besar untuk mempertanggungjawabkan tindakannya, sementara Hamas tetap terlibat dalam negosiasi yang penuh ketegangan.

    Pada saat yang sama, situasi ini membawa tantangan besar bagi Yordania dan Mesir, negara-negara yang berbatasan dengan Gaza.

    Kedua negara ini menghindari menerima lebih banyak pengungsi Palestina dari Gaza, yang dapat memperburuk stabilitas politik dan sosial domestik mereka.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Atas Inisiasi Iran, OKI Akan Gelar Rapat Darurat Terkait Rencana Trump untuk Relokasi Warga Gaza – Halaman all

    Atas Inisiasi Iran, OKI Akan Gelar Rapat Darurat Terkait Rencana Trump untuk Relokasi Warga Gaza – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dikabarkan akan mengadakan pertemuan darurat para menteri luar negeri untuk membahas rencana Presiden AS Donald Trump terkait pemindahan paksa warga Palestina dari Gaza.

    Pertemuan ini diinisiasi oleh Iran sebagai respons diplomatik terhadap rencana tersebut.

    Mengutip PressTV, Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, mengatakan bahwa dirinya telah melakukan upaya diplomatik yang intens selama beberapa hari terakhir.

    Araghchi berdiskusi dengan para menteri luar negeri dari Arab Saudi, Mesir, Aljazair, Turki, Pakistan, Malaysia, dan Gambia, yang saat ini memegang jabatan sebagai presiden bergilir OKI.

    Dalam surat resmi kepada Sekretaris Jenderal OKI, Hissein Brahim Taha, Araghchi menekankan pentingnya mengadakan pertemuan guna membahas dan menghadapi upaya kolonial yang bertujuan untuk memindahkan paksa penduduk Palestina dari Jalur Gaza.

    Usulan Iran ini mendapatkan dukungan luas dari negara-negara anggota OKI.

    Waktu pasti pelaksanaan pertemuan tersebut belum diumumkan, tetapi pertemuan diperkirakan akan berlangsung dalam beberapa hari ke depan, menurut seorang koresponden IRNA pada Rabu (12/2/2025) yang mengutip sumber dari Kementerian Luar Negeri Iran.

    Sebelumnya, Donald Trump dan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, telah mengumumkan atau mendukung rencana eksodus paksa warga Gaza ke negara-negara seperti Mesir, Yordania, dan bahkan Arab Saudi.

    Iran mendesak negara-negara Muslim untuk bersatu dan mengambil sikap kolektif terhadap tindakan ini.

    “Rencana pemindahan paksa ini adalah kelanjutan dari upaya kolonial untuk menghapus Palestina,” kata Araghchi, menekankan pentingnya tindakan internasional yang cepat dan tegas.

    Ia juga mengutuk upaya terang-terangan untuk menormalisasi genosida dan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh rezim pendudukan.

    Araghchi lebih lanjut mengecam pernyataan Perdana Menteri Israel yang menyarankan “pembentukan negara Palestina di wilayah Saudi.”

    Ia menyebut pernyataan ini sebagai bentuk agresi yang belum pernah terjadi sebelumnya dan sebagai ancaman serius bagi perdamaian serta keamanan regional.

    Menegaskan kembali pentingnya tindakan kolektif, Araghchi mendorong OKI untuk mengambil langkah signifikan dalam menghadapi skema gabungan AS-Israel tersebut.

    “Masyarakat internasional, khususnya negara-negara regional dan Islam, harus segera mengambil langkah-langkah mendesak untuk mencegah legitimasi tindakan kriminal ini,” tegasnya.

    Pengamat mengatakan bahwa pertemuan OKI mendatang akan menjadi platform penting bagi negara-negara anggota untuk mengoordinasikan respons mereka terhadap krisis yang berkembang, serta memperkuat dukungan mereka terhadap kedaulatan Palestina.

    Daftar Anggota OKI

    Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) adalah organisasi antarpemerintah dengan 57 negara anggota yang memiliki perwakilan tetap di Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Uni Eropa.

    OKI Didirikan di Rabat, Maroko pada 12 Rajab 1389 H (25 September 1969) dalam Pertemuan Pertama para Pemimpin Dunia Islam.

    Pertemuan itu digelar sebagai reaksi terhadap terjadinya peristiwa pembakaran Masjid Al-Aqsa oleh Israel. 

    OKI mengubah namanya dari sebelumnya Organisasi Konferensi Islam pada 28 Juni 2011 pada saat pertemuan 38 dewan Menteri Luar Negeri di Astana, Kazakhstan.

    OKI saat ini mempunyai 57 negara anggota. Beberapa di antaranya bukan merupakan negara berpenduduk mayoritas Muslim.

    Berikut daftar negara anggota OKI.

    Afghanistan (Diskors 1980–Maret 1989)
    Aljazair 
    Chad 
    Guinea 
    Indonesia 
    Iran 
    Kuwait 
    Lebanon 
    Libya 
    Malaysia 
    Mali 
    Maroko 
    Mauritania 
    Mesir (Diskors Mei 1979–Maret 1984)
    Niger 
    Pakistan (Menghalangi keanggotaan India)
    Palestina
    Arab Saudi 
    Senegal 
    Sudan 
    Somalia 
    Tunisia 
    Turki 
    Yaman
    Yordania 
    Bahrain 
    Oman 
    Qatar 
    Suriah 
    Uni Emirat Arab 
    Sierra Leone 
    Bangladesh 
    Gabon 
    Gambia 
    Guinea-Bissau 
    Uganda 
    Burkina Faso 
    Kamerun 
    Komoro 
    Irak 
    Maladewa 
    Jibuti 
    Benin 
    Brunei Darussalam 
    Nigeria 
    Azerbaijan 
    Albania 
    Kirgizstan 
    Tajikistan 
    Turkmenistan 
    Mozambik 
    Kazakhstan 
    Uzbekistan 
    Suriname 
    Togo 
    Guyana 
    Pantai Gading

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • Rudal Rusia Mendadak Bombardir Ukraina Pagi Buta, Melesat dan Sulit Dideteksi, Kyiv Terbakar Hebat – Halaman all

    Rudal Rusia Mendadak Bombardir Ukraina Pagi Buta, Melesat dan Sulit Dideteksi, Kyiv Terbakar Hebat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Setidaknya satu orang tewas setelah serangan rudal mendadak pada pagi buta di ibu kota Ukraina, Kyiv, Rabu (12/2/2025).

    Sirene meraung-raung usai serangan tersebut, Kyiv menjadi salah satu wilayah yang terdampak dan terbakar hebat.

    Namun pihak berweang tidak memberikan peringatan sebelum rudal menghantam kota. 

    Pemerintahan militer Ukraina mengatakan bahwa kebakaran terjadi di beberapa bangunan perumahan dan non-perumahan.

    Layanan darurat dikirim ke setidaknya empat distrik di kota untuk mengatasi kebakaran dan membantu siapa pun yang terkena dampak serangan. 

    Ukraina saat ini belum mengetahui rudal jenis apa yang digunakan.

    Namun sirene serangan udara yang berbunyi lebih lambat dari biasanya menunjukkan rudal Rusia tersebut sulit dideteksi oleh radar, mengutip Sky News.

    Setidaknya satu orang tewas setelah serangan rudal mendadak pada tengah malam di ibu kota Ukraina, Kyiv. 

    Kata Zelensky

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menanggapi serangan rudal yang dilakukan Rusia.

    Presiden Ukraina menguraikan bahwa serangan Rusia pada dini hari itu dilakukan dengan rudal balistik dan pesawat tak berawak, dan mengonfirmasi bahwa satu orang tewas. 

    “Empat orang lainnya terluka, termasuk seorang anak,” katanya. 

    Bangunan apartemen, kantor, dan infrastruktur sipil rusak, tambahnya.

    “Teror Rusia terhadap Ukraina ini tidak akan berhenti dengan sendirinya. Putin tidak mempersiapkan perdamaian, ia terus membunuh warga Ukraina dan menghancurkan kota-kota,” kata Zelenskyy. 

    Pihaknya mengatakan hanya langkah-langkah dan tekanan yang kuat terhadap Rusia yang dapat menghentikan teror ini.

    “Saat ini, kami membutuhkan persatuan dan dukungan dari semua mitra kami dalam perjuangan untuk mengakhiri perang ini secara adil,” lanjutnya.

    (Tribunnews.com/Garudea Prabawati)

  • Donald Trump Mengatakan Telah Berbicara dengan Vladimir Putin tentang Mengakhiri Perang Ukraina – Halaman all

    Donald Trump Mengatakan Telah Berbicara dengan Vladimir Putin tentang Mengakhiri Perang Ukraina – Halaman all

    Donald Trump Mengatakan Telah Berbicara dengan Putin tentang Mengakhiri Perang Ukraina

    TRIBUNNEWS.COM- Donald Trump mengatakan dia telah berbicara dengan Vladimir Putin tentang mengakhiri perang Ukraina.

    Trump berbicara dengan reporter New York Post pada hari Jumat di atas Air Force One, dan menyatakan bahwa Putin “ingin melihat orang-orang berhenti meninggal.”

    Presiden AS Donald Trump mengonfirmasi bahwa dia baru-baru ini berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menemukan solusi perang di Ukraina, menandai percakapan langsung pertama yang diketahui antara keduanya sejak awal 2022, menurut New York Post .

    Trump, yang telah berjanji untuk mengakhiri perang tetapi belum mengungkapkan pendekatan spesifiknya, menggambarkan konflik tersebut sebagai “pertumpahan darah” minggu lalu, dan menambahkan bahwa timnya telah terlibat dalam “beberapa pembicaraan yang sangat bagus.”

    Dalam wawancara di atas Air Force One pada hari Jumat, Trump menolak menyebutkan berapa kali dia telah berbicara dengan Putin, dengan menyatakan, “Lebih baik saya tidak mengatakannya,” ketika ditanya oleh New York Post .

    “Dia (Putin) ingin melihat orang-orang berhenti sekarat,” kata Trump kepada New York Post .
     
    Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan kepada kantor berita negara TASS bahwa “banyak komunikasi berbeda yang muncul”. 
     
    “Komunikasi ini dilakukan melalui saluran yang berbeda,” kata Peskov ketika diminta oleh TASS untuk mengomentari langsung laporan New York Post . 

    “Saya pribadi mungkin tidak tahu sesuatu, tidak menyadari sesuatu. Oleh karena itu, dalam kasus ini, saya tidak dapat mengonfirmasi atau membantahnya.” 
     
    Akhir bulan lalu, Putin menekankan pada 28 Januari bahwa negosiasi dengan Ukraina dapat dilakukan tetapi mengesampingkan keterlibatan dengan Presiden Volodymyr Zelensky, yang ia sebut “tidak sah.”

    Pernyataan Putin muncul saat Presiden AS Donald Trump berupaya keras untuk mengakhiri perang yang telah berlangsung hampir tiga tahun itu. 

    Trump mengklaim bahwa Zelensky sangat ingin menegosiasikan “kesepakatan” untuk mengakhiri permusuhan.

    “Jika Zelensky ingin berpartisipasi dalam negosiasi, saya akan mengalokasikan orang untuk ambil bagian,” kata Putin. 

    Namun, ia menepis legitimasi pemimpin Ukraina itu, dengan alasan berakhirnya masa jabatan presiden Zelensky selama darurat militer.

    Putin menambahkan, “Jika ada keinginan untuk berunding dan menemukan kompromi, biarkan siapa pun memimpin perundingan di sana… Tentu saja, kami akan berjuang untuk apa yang sesuai dengan kami dan sejalan dengan kepentingan kami.”

     

    SUMBER: AL MAYADEEN

  • Donald Trump dan Raja Abdullah Yordania Bertemu di Tengah Rencana Kontroversial Pengambilalihan Gaza – Halaman all

    Donald Trump dan Raja Abdullah Yordania Bertemu di Tengah Rencana Kontroversial Pengambilalihan Gaza – Halaman all

    Donald Trump dan Raja Yordania Bertemu di Tengah Rencana Kontroversial Pengambilalihan Gaza

    TRIBUNNEWS.COM- Raja Abdullah dengan tegas menentang segala upaya untuk “mencaplok” tanah atau menggusur paksa warga Palestina.

    Donald Trump bertemu dengan Raja Yordania Abdullah pada hari Selasa. Menjadi pertemuan yang menegangkan, menyusul usulan kontroversial presiden AS untuk pembangunan kembali Gaza.

    Ada ancamannya untuk memotong bantuan ke Yordania jika negara itu menolak menampung warga Palestina yang mengungsi dari daerah kantong itu.

    Usulan Trump yang diajukan seminggu lalu menyarankan agar AS “mengambil alih” Gaza , mengusir penduduknya, dan mengubah wilayah itu menjadi “Riviera Timur Tengah,” dalam rencana yang telah menemui tentangan keras dari dunia Arab.

    Usulan tersebut telah menambah kerumitan baru pada situasi regional yang sudah rapuh, termasuk gencatan senjata yang rapuh antara “Israel” dan Hamas.

    Pada hari Senin, kelompok Palestina mengumumkan akan menghentikan pembebasan tawanan Israel dari Gaza, dengan menuduh “Israel” melanggar perjanjian gencatan senjata. Sebagai tanggapan, Trump mengusulkan pembatalan gencatan senjata jika Hamas tidak membebaskan semua tawanan yang tersisa pada akhir pekan.

    Raja Abdullah dengan tegas menentang segala upaya untuk “mencaplok” wilayah atau menggusur paksa warga Palestina. Dalam pertemuan hari Selasa, ia diperkirakan akan memperingatkan Trump bahwa tindakan tersebut dapat memicu radikalisme, mengganggu stabilitas kawasan, dan membahayakan perjanjian normalisasi Yordania tahun 1994 dengan “Israel”, Reuters memberitakan.

    Sementara itu, Trump semakin tidak sabar dengan para pemimpin Arab yang menolak gagasan tersebut.

    “Saya kira dia akan menerima” pengungsi, kata presiden AS kepada wartawan di Gedung Putih pada hari Senin ketika ditanya tentang sikap Raja Abdullah.

    Ketika didesak apakah ia akan menahan bantuan dari Yordania dan Mesir jika mereka menolak, Trump menjawab, “Ya, mungkin, tentu saja, kenapa tidak… jika mereka tidak setuju, saya mungkin akan menahan bantuan.”

    Ancaman itu muncul setelah Mesir pada hari Senin menolak “kompromi apa pun” yang akan melanggar hak-hak Palestina, dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan setelah Menteri Luar Negeri Badr Abdelatty bertemu dengan mitranya dari AS di Washington.

    Trump sebelumnya mengatakan dalam wawancaranya dengan Bret Baier dari Fox News Channel bahwa warga Palestina tidak akan memiliki hak untuk kembali ke Gaza di bawah rencana pengambilalihan AS, yang ia ungkapkan dalam konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu minggu lalu.

    “Tidak, mereka tidak akan melakukannya, karena mereka akan mendapatkan perumahan yang jauh lebih baik,” kata Trump saat Baier bertanya apakah warga Palestina akan memiliki hak untuk kembali ke wilayah kantong tersebut, yang sebagian besarnya telah dihancurkan menjadi puing-puing oleh militer Israel sejak Oktober 2023.

    “Dengan kata lain, saya berbicara tentang membangun tempat tinggal permanen bagi mereka karena jika mereka harus kembali sekarang, akan butuh waktu bertahun-tahun sebelum Anda bisa – tempat itu tidak layak huni.”

    Yordania, yang berbatasan dengan Arab Saudi, Suriah, dan Palestina yang diduduki, saat ini menjadi rumah bagi lebih dari dua juta pengungsi Palestina dari total populasi 11 juta jiwa.

    Patut dicatat bahwa Amman telah mengandalkan Washington sebagai sumber utama bantuan ekonomi dan militernya selama beberapa dekade, menerima lebih dari $1 miliar setiap tahunnya.

     

    SUMBER: AL MAYADEEN

  • PBB Peringatkan Israel, Pemindahan Paksa Warga Palestina akan Meningkat, Tepi Barat akan Dicaplok – Halaman all

    PBB Peringatkan Israel, Pemindahan Paksa Warga Palestina akan Meningkat, Tepi Barat akan Dicaplok – Halaman all

    PBB Peringatkan Israel bahwa Pemindahan Paksa Warga Palestina akan Meningkat, Tepi Barat akan Dicaplok

    TRIBUNNEWS.COM- Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) telah memperingatkan bahwa pengusiran paksa warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki “meningkat dengan kecepatan yang mengkhawatirkan”.

    Di tengah peringatan dari kelompok-kelompok hak asasi manusia bahwa Israel sedang mempersiapkan jalan untuk mencaplok wilayah Palestina yang diduduki secara ilegal, Middle East Eye melaporkan pada 11 Februari.

    “Kamp Jenin kosong saat ini, mengingatkan kita pada intifada kedua. Pemandangan ini akan terulang di kamp-kamp lain,” kata UNRWA, seraya mencatat bahwa 40.000 warga Palestina baru-baru ini telah mengungsi dari Tepi Barat yang diduduki.

    “Operasi yang berulang dan merusak telah membuat kamp pengungsi di utara tidak dapat dihuni, menjebak penduduk dalam pengungsian berulang,” imbuh badan PBB tersebut.  

    Pada tanggal 21 Januari, Israel melancarkan kampanye militer besar-besaran di kota Jenin di Tepi Barat yang diduduki dan sekitarnya, menewaskan 25 warga Palestina, menurut Kementerian Kesehatan Palestina.

    Pasukan Israel menyerang kota Tulkarem pada 27 Januari, menewaskan lima warga Palestina. Serangan tersebut kemudian meluas ke Tamoun dan Kamp Al-Faraa di Tubas pada 2 Februari.

    Pasukan pendudukan Israel mengalihkan perhatian mereka untuk menyerang kelompok perlawanan Palestina di Tepi Barat yang diduduki hanya beberapa hari setelah menyetujui gencatan senjata di Gaza dengan Hamas. 

    Selama 15 bulan terakhir, pemboman tanpa henti oleh pesawat tempur Israel dan penghancuran oleh buldoser telah mengubah sebagian besar wilayah yang dikepung menjadi sesuatu yang menyerupai pemandangan bulan. 

    Setelah kehancuran tersebut, para pemimpin Israel menganjurkan pencaplokan Gaza demi pemukiman Yahudi.

    Jamal Jumaa, pimpinan kampanye Stop the Wall yang menentang apartheid Israel, mengatakan kepada Middle East Eye bahwa serangan Israel serupa di Tepi Barat yang diduduki “jelas bertujuan untuk mempersiapkan infrastruktur bagi aneksasi tanah.”

    Para pemimpin Israel juga secara terbuka menyatakan niat mereka untuk mencaplok wilayah Tepi Barat yang diduduki – yang ilegal menurut hukum internasional. 

    Mereka menggambarkan rencana pencurian tanah Palestina dengan menggunakan eufemisme “menerapkan kedaulatan.”

    Selama Perang Enam Hari pada tahun 1967, Israel menduduki Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Dataran Tinggi Golan Suriah. 

    Israel mencaplok dua wilayah terakhir, meskipun ada kecaman internasional dan resolusi PBB yang menuntut Israel menarik diri dari wilayah yang didudukinya selama perang.

    Namun, Israel belum mampu melakukan pembersihan etnis terhadap warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki, sehingga sulit untuk dianeksasi tanpa mengancam mayoritas demografi Yahudi di Israel.

    “Mereka ingin menyingkirkan isu pengungsi karena ini adalah bukti kejahatan besar genosida yang mereka lakukan pada tahun 1948,” kata Jumaa.

    Jumaa juga mengatakan bahwa pemerintah Israel saat ini, “yang didukung oleh sebagian besar masyarakat Israel,” percaya sekarang adalah waktu yang tepat untuk melakukan pembersihan etnis di Tepi Barat yang diduduki dan mencaploknya setelah terpilihnya Presiden AS Donald Trump.

     

    SUMBER: THE CRADLE

  • Warga India yang dideportasi AS: “Mempertaruhkan Segalanya, Namun Gagal” – Halaman all

    Warga India yang dideportasi AS: “Mempertaruhkan Segalanya, Namun Gagal” – Halaman all

    Harwinder Singh banyak merenung dalam 40 jam penerbangan pulang dari Texas menuju Kota Amritsar, negara bagian Punjab, India. Perjalanan dengan pesawat militer AS ini adalah babak terakhir dari cobaan yang dihadapinya mulai Juni 2024 lalu. Pada saat itu, Singh membayar seorang agen seharga lebih dari empat juta rupee (atau setara dengan sekitar 44.500 Euro) untuk menempuh perjalanan ke AS.

    Agen tersebut meyakinkan pria berusia 41 tahun itu bahwa ia dapat mencapai AS secara legal dalam waktu dua minggu. “Namun, perjalanan itu membawa saya melewati Qatar, Brasil, Peru, Kolombia, Panama, Nikaragua dan Meksiko – sering kali dalam kondisi yang tidak menentu, dengan harapan dapat tiba di ‘the land of opportunity’,” kata Singh dalam sebuah wawancara dengan DW.

    Agennya telah menyelundupkan Singh melalui “rute keledai” – istilah yang terkenal di India untuk rute migrasi ilegal dan berisiko.Rute ini digunakan oleh orang-orang yang ingin mencapai Amerika Serikat atau negara-negara Barat lainnya tanpa dokumen yang sah. Perjalanan yang berbahaya ini biasanya melibatkan beberapa persinggahan di negara-negara yang berbeda.

    Singh melaporkan bahwa ia dan para migran lainnya bertahan hidup dengan makanan seadanya selama perjalanan mereka dan sering kali dipaksa untuk melintasi medan yang berat – dalam kondisi cuaca yang ekstrim.

    Sebagai contoh, ia dibawa bersama sekelompok migran dengan perahu kecil ke laut lepas menuju Meksiko. Selama penyeberangan, satu orang jatuh ke dalam air tanpa jaket pelampung – mereka tidak dapat diselamatkan. “Saya melihat seorang lagi meninggal di hutan Panama,” kata Singh.

    Gagal dan kehilangan segalanya

    Pada akhir Januari, tak lama sebelum rencana masuk ke Amerika Serikat, Singh ditangkap di Meksiko dan diserahkan kepada patroli perbatasan AS. Dia menghabiskan beberapa minggu di pusat penahanan sebelum akhirnya kaki dan tangannya dibelenggu lalu dimasukkan ke dalam pesawat militer AS.

    Bersama dengan lebih dari 100 migran yang dideportasi lainnya, yang berasal dari negara bagian Punjab, Gujarat, Haryana, Uttar Pradesh dan Maharashtra, Singh pun diterbangkan kembali ke India.

    Di antara penumpang yang dideportasi terdapat 19 wanita dan 13 anak di bawah umur – termasuk seorang anak laki-laki berusia empat tahun dan dua anak perempuan berusia lima dan tujuh tahun.

    “Saya sangat terpukul setelah mempertaruhkan segalanya – uang, keselamatan, dan bahkan martabat saya – dengan harapan dapat memberikan masa depan yang lebih baik bagi keluarga saya” kata Singh, ayah dua anak tersebut.

    Berapa banyak warga India di AS tanpa dokumen resmi?

    Berdasarkan data terbaru dari Pew Research Center yang berbasis di Washington di tahun 2022 diperkirakan ada sekitar 725.000 imigran ilegal dari India di Amerika Serikat- menjadikan India ranking ketiga setelah Meksiko dan El Salvador.

    Sebaliknya, Migration Policy Institute memberikan angka yang jauh lebih rendah untuk tahun yang sama yakni 375.000 imigran ilegal dari India, mendudukkan India di rangking kelima.

    Terlepas dari angka-angka tersebut, India dan Amerika Serikat telah lama menegosiasikan deportasi. Menurut laporan eksklusif Bloomberg tahun 2024, pihak berwenang AS telah mengidentifikasi hampir 18.000 migran India tidak berdokumen akan dideportasi.

    Tantangan setelah “kembali”

    Banyak dari mereka yang telah kembali kini menghadapi tantangan yang sangat besar. Beberapa dari mereka telah menginvestasikan seluruh tabungan mereka untuk bisa sampai ke AS, banyak yang kini terlilit hutang.

    “Ini sangat sulit dan saya tidak bisa memikirkan bagaimana ke depan. Satu-satunya yang melegakan adalah suami saya telah kembali meski hutangnya sangat banyak,” kata Kuljinder Kaur, istri Harwinder Singh. “Untuk saat ini, biarkanlah kami sendiri, sehat terlebih dahulu.”

    Migran yang ditinggalkan dalam kesulitan

    Akashdeep Singh, yang ikut dalam penerbangan deportasi, juga mengatakan kepada DW bahwa hal itu tak hanya beresiko secara keuangan tetapi juga kesehatan emosional keluarganya demi sebuah kesempatan untuk hidup di AS.

    Pria berusia 23 tahun dari sebuah desa dekat Amritsar itu menjual sebagian besar tanahnya dan mengambil pinjaman sebesar 6 juta rupee (setara dengan 66.000 euro) untuk membiayai perjalanannya.

    Sekitar delapan bulan sebelum dideportasi, ia pindah ke Dubai dengan harapan dapat bekerja sebagai sopir truk. Namun tidak berhasil, sehingga ia memutuskan untuk menggunakan jaringan penyelundupan untuk sampai ke AS.

    “Saya ditangkap pada bulan Januari. Itu sangat mengerikan dan saya tidak ingin menceritakannya secara rinci – tetapi saya tidak akan pernah bisa melupakan aib ini,” kata Singh. Akashdeep tidak memberikan rincian: “Jangan tanya saya apa yang memotivasi saya untuk mengambil keputusan yang berisiko seperti itu.”

    Trump perketat kebijakan imigrasi

    Deportasi dari AS ke India ini merupakan bagian dari tindakan keras komprehensif terhadap migrasi ilegal di bawah Presiden AS Donald Trump,yang telah menjadikan penegakan hukum imigrasi yang ketat sebagai prioritas politiknya.

    Kali pertama penggunaan pesawat militer AS, bukan pesawat komersil untuk mendeportasi 104 warga negara India ini sangat kontroversial. Sebuah keputusan yang memberi pesan simbolis dan politis yang jelas.

    Deportasi ini terjadi sebelum kunjungan Perdana Menteri India, Narendra Modi, ke Washington minggu depan. Waktu dan perlakuan terhadap para deportan oleh pihak berwenang AS memicu kritik tajam di India – terutama dari partai-partai oposisi India yang mempertanyakan tindakan AS.

    Menteri Luar Negeri India, Subrahmanyam Jaishankar, dalam sebuah pernyataan resmi di hadapan majelis parlemen menyatakan bahwa pembelengguan selama penerbangan deportasi sejalan dengan standar procedure di AS. Selanjutnya ia mengatakan bahwa New Delhi telah melakukan kontak dengan Washington, memastikan bahwa para deportan tidak diperlakukan dengan buruk.

    “Prosedur standar untuk deportasi dengan pesawat ICE [US Immigration and Customs Enforcement atau Penegakan Imigrasi dan Bea Cukai AS], yang ada sejak tahun 2012, melibatkan penggunaan belenggu,” Jaishankar menjelaskan ketika ditanya tentang kondisi deportasi.

    Di bandara Amritsar, Swaran Singh (55), ayah dari Akashdeep Singh, menunggu kepulangan anaknya. Terlepas dari beban keuangan yang sangat besar, ia menekankan bahwa kepulangannya ke rumah dengan selamat adalah hal yang paling penting baginya.

    “Agen berjanji kepada saya bahwa perjalanan anak saya akan aman. Saya mempercayainya – tetapi sekarang semuanya hilang. Setidaknya, saya memiliki anak saya kembali, dan itulah yang terpenting. Masa depan kami tidak pasti dan mengkhawatirkan, karena kami memiliki utang yang sangat besar untuk dilunasi,” katanya. “Kenyataan pahitnya adalah bahwa kami – seperti banyak keluarga di Punjab dan di tempat lain di negara ini – menghadapi kehancuran finansial. Ditambah lagi dengan stigmatisasi sosial, yang begitu buruk ketika kerabat kami dikembalikan dengan cara seperti ini.”

  • Tolak Rencana Trump, Warga Gaza Khawatir Peristiwa Nakba 1948 Terulang: Ini Tanah Air Saya – Halaman all

    Tolak Rencana Trump, Warga Gaza Khawatir Peristiwa Nakba 1948 Terulang: Ini Tanah Air Saya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Warga Gaza bernama Shaban Shaqaleh (47) dengan tegas menolak rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengusir penduduk Palestina dari Jalur Gaza.

    Setelah rumahnya di Gaza hancur dalam serangan militer Israel, Shaban Shaqaleh bermaksud membawa keluarganya berlibur ke Mesir setelah gencatan senjata Hamas-Israel benar-benar berlaku.

    Namun, ia berubah pikiran setelah Donald Trump mengumumkan rencana untuk memindahkan penduduk Palestina dari Gaza dan membangun kembali daerah kantong itu.

    Trump juga menyatakan penduduk Palestina di Gaza seharusnya tidak memiliki hak untuk kembali.

    Kini warga Palestina khawatir rencana Trump akan seperti peristiwa Nakba atau Malapetaka lainnya, ketika mereka mengalami pengusiran massal pada tahun 1948 dengan pembentukan Israel.

    “Kami ngeri dengan kehancuran, pengungsian berulang kali, dan kematian, dan saya ingin pergi agar saya dapat mengamankan masa depan yang aman dan lebih baik untuk anak-anak saya — sampai Trump mengatakan apa yang dikatakannya,” kata Shaqaleh kepada Reuters.

    “Setelah pernyataan Trump, saya membatalkan rencana itu. Saya takut pergi dan tidak akan pernah bisa kembali. Ini Tanah Air saya,” tegasnya.

    Di bawah skema Trump, sekitar 2,2 juta warga Palestina di Gaza akan dimukimkan kembali dan Amerika Serikat akan mengambil alih kendali dan kepemilikan wilayah pesisir tersebut.

    AS kemudian berencana membangun kembali Gaza menjadi “Riviera Timur Tengah”.

    “Ide menjual rumah saya atau sebidang tanah yang saya miliki kepada perusahaan asing untuk meninggalkan tanah air dan tidak pernah kembali sama sekali ditolak.”

    “Saya berakar dalam di tanah tanah air saya dan akan selalu demikian,” jelas Shaqaleh.

    Adapun lingkungan Tel Al-Hawa di Kota Gaza, menjadi tempat puluhan gedung bertingkat dulu berdiri, kini sebagian besar kosong.

    Tidak ada air bersih atau listrik dan seperti kebanyakan bangunan di sana, rumah Shaqaleh hancur.

    Trump Temui Raja Yordania

    Pada Selasa (11/2/2025), Donald Trump menjamu Raja Yordania Abdullah II di Gedung Putih dan mengulangi desakannya bahwa Gaza entah bagaimana dapat dikosongkan dari semua penduduk, dikontrol oleh AS, dan dibangun kembali sebagai kawasan wisata.

    Dilansir AP News, ini adalah skema yang berani, tetapi sangat tidak mungkin, untuk mengubah Timur Tengah secara dramatis dan akan mengharuskan Yordania dan negara-negara Arab lainnya untuk menerima lebih banyak warga Gaza — sesuatu yang ditegaskan Abdullah setelah pertemuan mereka yang ia tentang.

    Pasangan itu bertemu di Ruang Oval dengan Menteri Luar Negeri Marco Rubio yang juga hadir.

    Trump mengisyaratkan bahwa ia tidak akan menahan bantuan AS ke Yordania atau Mesir jika mereka tidak setuju untuk secara drastis meningkatkan jumlah orang dari Gaza yang mereka tampung.

    “Saya tidak perlu mengancam hal itu. Saya yakin kita berada di atas itu,” kata Trump.

    Hal itu bertentangan dengan usulan presiden dari Partai Republik sebelumnya bahwa menahan bantuan dari Washington adalah suatu kemungkinan.

    Sementara itu, Abdullah berulang kali ditanya tentang rencana Trump untuk membersihkan Gaza dan mengubahnya menjadi resor di Laut Mediterania.

    Ia tidak memberikan komentar substantif tentang hal itu dan tidak berkomitmen pada gagasan bahwa negaranya dapat menerima sejumlah besar warga Gaza.

    Namun, ia mengatakan bahwa Yordania bersedia “segera” menerima sebanyak 2.000 anak di Gaza yang menderita kanker atau sakit lainnya.

    “Saya akhirnya melihat seseorang yang dapat membawa kita melewati garis akhir untuk membawa stabilitas, perdamaian, dan kesejahteraan bagi kita semua di kawasan ini,” kata Abdullah tentang Trump dalam pernyataannya di awal pertemuan.

    DONALD TRUMP – Foto ini diambil pada Selasa (11/2/2025) dari publikasi resmi Donald J. Trump pada 20 November 2024 setelah memenangkan Pilpres Amerika Serikat. Pada 10 Februari 2025, Presiden AS Donald Trump mengancam Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) dengan neraka di Jalur Gaza jika Hamas menunda pembebasan sandera Israel pada Sabtu (15/2/2025). (Facebook Donald J. Trump)

    Abdullah meninggalkan Gedung Putih setelah sekitar dua jam dan menuju Capitol Hill untuk bertemu dengan sekelompok anggota parlemen bipartisan.

    Ia mengunggah di X bahwa selama pertemuannya dengan Trump, “Saya menegaskan kembali posisi teguh Yordania dalam menentang pemindahan warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat.”

    “Ini adalah posisi Arab yang bersatu. Membangun kembali Gaza tanpa mengusir warga Palestina dan mengatasi situasi kemanusiaan yang mengerikan harus menjadi prioritas bagi semua pihak,” ungkap Abdullah.

    Yordania adalah rumah bagi lebih dari 2 juta warga Palestina.

    Menteri luar negeri Yordania, Ayman Safadi, mengatakan minggu lalu bahwa penentangan negaranya terhadap gagasan Trump tentang pemindahan penduduk Gaza adalah “tegas dan tidak tergoyahkan.”

    Selain kekhawatiran akan membahayakan tujuan jangka panjang solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina, Mesir dan Yordania secara pribadi telah mengemukakan kekhawatiran keamanan tentang penerimaan sejumlah besar pengungsi tambahan ke negara mereka, meskipun untuk sementara.

    Trump sebelumnya mengisyaratkan bahwa penduduk Gaza bisa saja mengungsi sementara atau permanen, sebuah gagasan yang ditegur keras oleh para pemimpin di seluruh dunia Arab.

    Selain itu, Trump kembali mengusulkan bahwa gencatan senjata yang rapuh antara Hamas dan Israel dapat dibatalkan jika Hamas tidak membebaskan semua sandera yang masih ditahannya paling lambat Sabtu (15/2/2025) siang.

    Perkembangan Terkini Konflik Palestina Vs Israel

    Dikutip dari Al Jazeera, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengancam akan melanjutkan “pertempuran sengit” di Gaza jika Hamas gagal membebaskan tawanan yang ditahan di sana paling lambat Sabtu siang.

    Presiden AS Donald Trump mengatakan kepada wartawan “kami akan mengambil alih” Gaza dan mendesak Raja Yordania Abdullah untuk mengalokasikan tanah bagi warga Palestina yang mengungsi paksa.

    Abdullah mengatakan ia menentang segala bentuk pemindahan warga Palestina dan mengatakan negara-negara Arab akan datang ke AS untuk menanggapi rencana pengambilalihan oleh Washington.

    Mesir mengatakan “rencana komprehensif” tersebut akan berupaya membangun kembali Gaza tanpa memukimkan kembali warga Palestina.

    Di kota Tulkarem, pasukan Israel menyerbu sebuah masjid tempat warga Palestina terlantar dari kamp pengungsi Tulkarem dan Nur Shams yang berdekatan menginap, dan menangkap beberapa orang, Wafa melaporkan.

    Di kota Ramin, timur Tulkarem, tentara Israel menangkap seorang wanita Palestina berusia 45 tahun, Wafa melaporkan.

    Di kota terdekat Kafr al-Labad, pasukan Israel menembak dan melukai seorang pemuda Palestina di kaki.

    Militer Israel juga mengirim bala bantuan militer tambahan ke kamp pengungsi Jenin, Al Jazeera Arabic melaporkan.

    Ada beberapa serangan di kota-kota lain, termasuk Azzun, timur Qalqilya; ad-Dhahiriya, selatan Hebron; dan Urif dan Beita, selatan Nablus, menurut Al Jazeera Arabic.

    Kantor Media Pemerintah Gaza telah memperbarui jumlah korban tewas menjadi sebanyak 61.709 orang, dengan mengatakan ribuan orang yang hilang di bawah reruntuhan kini diduga tewas.

    Sebanyak 1.139 orang tewas di Israel selama serangan 7 Oktober 2023 dan lebih dari 200 orang ditawan.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina Vs Israel

  • 100 Wanita Dijadikan Budak Sel Telur oleh Gangster China, Diperlakukan seperti Hewan Ternak – Halaman all

    100 Wanita Dijadikan Budak Sel Telur oleh Gangster China, Diperlakukan seperti Hewan Ternak – Halaman all

    TRIBUNNEWS.com – Tiga wanita asal Thailand mengungkap praktik perbudakan oleh gangster China di Georgia.

    Pada akhir Januari 2025, tiga korban itu mengaku telah dieksploitasi sebagai budak sel telur selama setengah tahun.

    Setidaknya ada 100 wanita yang menjadi budak sel telur manusia di Georgia dan diperlakukan seperti hewan ternak.

    Dikutip dari Daily Mail, hal ini bermula saat ketiganya terpikat tawaran pekerjaan di Facebook yang menjanjikan bayaran antara 11.500 hingga 17.000 euro sebagai ibu pengganti bagi pasangan di Georgia yang tak bisa memiliki anak.

    Pada Agustus 2024, mereka berangkat ke Georgia bersama 10 wanita Thailand lainnya.

    Biaya perjalanan serta pengajuan paspor ditanggung oleh organisasi yang menawarkan pekerjaan itu.

    Mereka ditemani seorang wanita yang merupakan karyawanan dari organisasi tersebut.

    Tetapi, saat tiba di Georgia, mereka ditempatkan di rumah besar bersama sekitar 100 wanita lainnya.

    Ternyata, tawaran pekerjaan di Facebook sebagai ibu pengganti, hanyalah kedok untuk menutupi praktik perbudakan sel telur.

    “Mereka membawa kami ke sebuah rumah yang dihuni kebanyakan wanita Thailand.”

    “Mereka memberi tahu kami, tidak ada kontrak ibu pengganti atau orang tua,” kata seorang korban, dilansir Reuters.

    Di tempat itu, para wanita dipompa menggunakan hormon untuk merangsang indung telur mereka.

    Mereka kemudian dipaksa mengangkat sel telur selama satu bulan sekali.

    Salah satu korban mengatakan, mereka diperlakukan seperti hewan ternak dan “beberapa wanita bahkan tidak menerima kompensasi apapun atas sel telur mereka yang diambil.”

    “Setelah kami mendapatkan informasi ini, kami menjadi takut. Kami mencoba menghubungi orang-orang di rumah,” ujar korban yang lain.

    Tetapi, jika ingin keluar dari tempat itu, para wanita diwajibkan membayar biaya 2.000 euro untuk pemilik bisnis.

    Diketahui, telur-telur yang dikumpulkan dari para korban, telah dijual dan diperdagangkan ke negara lain untuk digunakan dalam fertilisasi in-vitro (IVF), kata pendiri yayasan Thailand untuk anak-anak dan wanita, Pavena Hongsakula, yang mendampingi korban.

    Yayasan Pavena bekerja sama dengan Interpol dan behasil membebaskan tiga wanita Thailand yang menjadi korban, setelah membayar uang tebusan.

    Tidak diketahui berapa banyak wanita yang masih ditahan di ‘peternakan manusia’.

    Pihak berwenang Thailand dan Interpol telah meluncurkan penyelidikan, sementara kepolisian Thailand mengatakan kemungkinan ada penyelamatan lain seiring perkembangan kasus ini.

    (Tribunnews.com/Pravitri Retno W)