Category: Tribunnews.com Internasional

  • AS Jatuhkan Sanksi Ekonomi kepada Kepala Jaksa ICC Karim Khan, Asetnya di AS Dibekukan – Halaman all

    AS Jatuhkan Sanksi Ekonomi kepada Kepala Jaksa ICC Karim Khan, Asetnya di AS Dibekukan – Halaman all

    Departemen Keuangan AS Jatuhkan Sanksi kepada Kepala Jaksa ICC Karim Khan, Jatuhkan Sanksi Ekonomi

    TRIBUNNEWS.COM- Departemen Keuangan AS mengumumkan pada 13 Februari bahwa mereka akan menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap kepala jaksa Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) Karim Khan, membekukan semua asetnya di AS dan melarangnya memasuki negara tersebut.

    Puluhan negara telah memperingatkan bahwa tindakan Washington terhadap ICC ‘mengancam akan mengikis supremasi hukum internasional’.

    Khan secara resmi ditambahkan ke dalam daftar Orang yang Ditunjuk Khusus dan daftar orang yang diblokir oleh Departemen Keuangan atas keputusannya untuk mengeluarkan “surat perintah penangkapan menargetkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan menteri pertahanan Yoav Gallant.”

    “ICC tidak memiliki yurisdiksi atas Amerika Serikat atau Israel, karena tidak ada satu pun negara yang menjadi pihak dalam Statuta Roma atau anggota ICC,” demikian bunyi pernyataan dari pejabat AS.

    Pengumuman hari Kamis menyusul perintah eksekutif yang ditandatangani oleh Presiden AS Donald Trump minggu lalu yang menjatuhkan sanksi terhadap ICC.

    Sejak menjabat, Trump menuduh ICC melakukan “tindakan tidak sah dan tidak berdasar yang menargetkan Amerika dan sekutu dekat kita, Israel,” dengan mengklaim bahwa tindakan pengadilan tersebut menciptakan “preseden berbahaya” yang dapat membuat warga AS rentan terhadap “pelecehan, penyiksaan, dan kemungkinan penangkapan.”

    ICC memiliki yurisdiksi internasional untuk mengadili genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan perang di negara-negara anggota atau jika Dewan Keamanan PBB (DK PBB) merujuk suatu situasi. 

    Baik AS maupun Israel tidak mengakui yurisdiksi pengadilan yang berpusat di Den Haag tersebut.

    Hampir 80 negara baru-baru ini memperingatkan bahwa keputusan Trump dapat “meningkatkan risiko impunitas atas kejahatan paling serius dan mengancam untuk mengikis aturan hukum internasional.”

    Pada bulan November, ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan Gallant karena menggunakan kelaparan sebagai senjata perang terhadap warga sipil Palestina di Gaza. 

    Gallant dan Netanyahu memberlakukan “pengepungan total” di jalur tersebut sebagai tanggapan atas Operasi Banjir Al-Aqsa yang dilakukan oleh kelompok perlawanan Palestina, yang bertujuan untuk mengakhiri blokade Israel terhadap Gaza.

    “Kami tetap sangat prihatin dengan tindakan tergesa-gesa Jaksa Penuntut Umum untuk meminta surat perintah penangkapan dan kesalahan proses yang meresahkan yang menyebabkan keputusan ini. Amerika Serikat telah menegaskan bahwa ICC tidak memiliki yurisdiksi atas masalah ini. Dalam koordinasi dengan mitra, termasuk Israel, kami sedang membahas langkah selanjutnya,” kata pejabat AS dari Gedung Putih Biden saat itu.

     

    SUMBER: THE CRADLE

  • Korea Utara Tolak Rencana Trump Ambil Alih Gaza: Kedaulatan Tidak Bisa Jadi Bahan Negosiasi – Halaman all

    Korea Utara Tolak Rencana Trump Ambil Alih Gaza: Kedaulatan Tidak Bisa Jadi Bahan Negosiasi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Korea Utara menolak dengan tegas usulan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk “mengambil alih” Jalur Gaza dan merelokasi warga Palestina ke negara lain.

    Usulan tersebut dianggap sebagai bentuk “pengusiran paksa warga Gaza”, menurut laporan dari Anadolu.

    Dalam pernyataan yang dikeluarkan oleh kantor berita pemerintah Korea Utara, KCNA, Pyongyang menegaskan kedaulatan nasional tidak bisa menjadi bahan negosiasi, apalagi dengan Amerika Serikat.

    “Pada saat darah dan air mata masih tertumpah di Jalur Gaza dan kekhawatiran tumbuh di dalam dan luar negeri tentang keadaan yang rapuh ini, dunia dikejutkan oleh retorika keterlaluan yang menginjak-injak harapan Palestina akan perdamaian dan kehidupan yang stabil di kawasan tersebut,” ungkap Korea Utara.

    Kekhawatiran mengenai kondisi Gaza semakin meningkat, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

    Usulan Trump dipandang sebagai tindakan yang menghancurkan harapan rakyat Palestina akan perdamaian, dianggap sangat tidak dapat diterima.

    KCNA juga mengkritik retorika keras tersebut yang dianggap merusak harapan rakyat Gaza untuk kehidupan yang lebih stabil.

    Selain itu, Korea Utara menilai usulan Trump sebagai pelanggaran terhadap Piagam PBB dan hukum internasional, Middle East Monitor melaporkan.

    Hal ini tidak hanya menghambat upaya penyelesaian solusi dua negara untuk konflik Palestina-Israel, tetapi juga dianggap sebagai tindakan sembrono yang sama sekali tidak bisa diterima oleh dunia internasional.

    Meski tidak secara langsung menyebut nama Trump, KCNA mengecam kebijakan Washington yang dinilai mendukung “kekejaman tidak manusiawi” Israel, dengan mengutip pembelaan AS terhadap hak Israel untuk mempertahankan diri dan penyediaan teknologi senjata canggih yang digunakan oleh Israel.

    Usulan Trump ini pertama kali disampaikan pada 4 Februari, dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

    Trump menyatakan AS berencana untuk “mengambil alih” Gaza dan memindahkan warga Palestina ke negara-negara tetangga seperti Mesir dan Yordania.

    Ia menggambarkan rencananya sebagai suatu “pembangunan kembali luar biasa” yang dapat mengubah Gaza menjadi “Riviera Timur Tengah”.

    Usulan tersebut langsung mendapatkan penolakan luas, tidak hanya dari Palestina, tetapi juga dari banyak negara Arab dan masyarakat internasional, termasuk negara-negara besar seperti Kanada, Prancis, Jerman, dan Inggris.

    Bahkan, banyak pihak menilai rencana ini sebagai bentuk penindasan terhadap warga Palestina yang sudah lama menderita akibat konflik berkepanjangan di wilayah tersebut.

    Vatikan Tolak Relokasi Warga Gaza

    Menteri Luar Negeri Vatikan Pietro Parolin menjelaskan bahwa penduduk Palestina harus tetap berada di tanah mereka.

    “Ini adalah salah satu poin mendasar dari Tahta Suci: tidak ada deportasi,” katanya, seperti dikutip dari kantor berita ANSA.

    Pernyataan ini disampaikan dalam pertemuan resmi di Italia pada Kamis (13/2/2025).

    Parolin menambahkan memindahkan warga Palestina akan menciptakan ketegangan regional dan dianggap tidak masuk akal.

    Parolin juga mencatat bahwa negara-negara tetangga, termasuk Yordania, menolak usulan Trump tersebut.

    Paus Fransiskus juga turut bersuara mengenai isu ini.

    Ia mengkritik rencana Trump untuk deportasi massal migran yang tidak berdokumen di Amerika Serikat.

    Dia menekankan pentingnya martabat manusia, mengatakan bahwa memulangkan orang-orang yang melarikan diri dari negara mereka dalam keadaan sulit adalah tindakan yang merusak martabat para migran.

    Kepala perbatasan Trump, Tom Homan, menanggapi pernyataan Paus dengan mengharapkan agar pemimpin gereja tersebut tetap berpegang pada nilai-nilai Gereja Katolik.

    Ia berharap agar masalah penegakan hukum perbatasan diserahkan kepada timnya.

    Prancis Tolak Relokasi Warga Gaza

    Presiden Prancis Emmanuel Macron menolak usulan pengusiran warga Palestina dari Gaza.

    Macron menegaskan bahwa pengusiran hingga dua juta warga Palestina dari Gaza, seperti yang diusulkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, tidaklah tepat.

    Ia menyatakan, “Bagi saya, solusi di Gaza bukanlah solusi real estat. Ini adalah solusi politik.”

    Pernyataan ini menggambarkan keyakinan Macron bahwa masalah yang dihadapi di Gaza harus diselesaikan melalui pendekatan politik yang komprehensif, bukan dengan pemindahan paksa penduduk.

    Macron mengaitkan usulan Trump untuk membeli Greenland—wilayah otonomi di dalam Kerajaan Denmark—dengan apa yang ia sebut sebagai “ketidakpastian strategis ekstrem” yang sedang dialami dunia saat ini.

    Usulan tersebut, menurut Macron, mencerminkan sikap yang tidak bijaksana dan berbahaya dalam menangani isu-isu geopolitik.

    China Tolak Relokasi Warga Gaza

    Sebelumnya, Beijing telah menegaskan penentangannya terhadap rencana Trump yang ingin memindahkan warga Gaza ke tempat lain.

    Penolakan tegas ini disampaikan oleh pemerintah China dalam sebuah konferensi pers pada Rabu (5/2/2025).

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, menegaskan Gaza adalah wilayah Palestina dan merupakan bagian integral dari negara Palestina.

    China menyatakan mereka dengan tegas menolak setiap upaya pemindahan paksa warga Gaza.

    “Gaza adalah milik Palestina dan bagian dari wilayah yang tidak terpisahkan,” ujar Guo Jiakun, menanggapi pertanyaan tentang rencana Trump yang mengusulkan relokasi penduduk Gaza.

    China lebih lanjut menekankan bahwa pemerintah Palestina memiliki hak penuh untuk mengatur wilayah mereka tanpa adanya intervensi dari pihak luar.

    Beijing menganggap bahwa pemindahan paksa warga Gaza bertentangan dengan prinsip dasar mengenai hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Palestina.

    Sebelumnya, penolakan telah disuarakan oleh Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian.

    Jian mengatakan pemerintah meyakini warga Palestina yang berhak memerintah negara itu.

    “Itu adalah prinsip dasar pemerintah pasca konflik di Gaza,” kata Lin saat konferensi pers pada Rabu (5/2/2025), dikutip dari Anadolu Agency.

    “Kami menentang pemindahan paksa warga Gaza,” imbuhnya.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • AS Tuding Negara Arab Enggan Cawe-Cawe Bantu Gaza: Tak Pernah Lakukan Apa pun – Halaman all

    AS Tuding Negara Arab Enggan Cawe-Cawe Bantu Gaza: Tak Pernah Lakukan Apa pun – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM –  Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Marco Rubio mengklaim negara-negara Arab “tidak pernah melakukan apa pun” demi Gaza.

    Menurut Rubio, negara-negara Arab tidak ingin mengambil langkah apa pun guna membantu warga Palestina.

    Pernyataan itu disampaikan Rubio setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencana kontroversial berupa pemindahan paksa warga Gaza ke luar negeri.

    Rubio menyebut AS sangat ingin mendengar usul baru dari negara Arab mengenai masa depan Gaza.

    Lalu, dia berharap bisa mendiskusikan usul itu ketika di berada di Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Israel dalam lawatannya ke Timur Tengah.

    “Semoga mereka mempunyai rencana yang benar-benar bagus untuk disodorkan kepada presiden,” kata Rubio hari Kamis, (13/2/2025), dikutip dari The Times of Israel.

    “Sekarang ini satu-satunya rencana, yang mereka tidak sukai, adalah rencana Trump. Jadi, jika mereka sudah punya rencana yang lebih baik, sekarang saatnya menyodorkannya.”

    “Semua negara Arab sudah mengatakan betapa pedulinya mereka kepada warga Palestina, tetapi tidak ada satu pun dari mereka yang ingin menerima warga Palestina. Tak ada satu pun yang punya riwayat pernah melakukan sesuatu demi Gaza.”

    Sementara itu, muncul laporan bahwa Mesir sedang mengupayakan alternatif untuk rencana Trump. Alternatif itu akan disampaikan beberapa minggu mendatang dan melibatkan pelatihan aparat keamanan baru di Gaza.

    Rubio mengaku percaya bahwa negara-negara Arab sedang “berusaha dengan itikad baik”. Namun, dia menegaskan bahwa tidak boleh ada peran bagi Hamas pada masa mendatang.

    “Jika negara-negara itu tidak bisa memahaminya, Israel akan melakukannya, dan kita akan kembali ke masa sebelumnya.”

    UEA tidak tolak rencana Trump

    Uni Arab Emirat (UEA) saat ini menjadi satu-satunya negara Arab yang tidak menolak rencana Trump untuk menguasai Jalur Gaza dan memindahkan paksa warganya.

    Sikap UEA itu disampaikan oleh Duta Besar UEA untuk AS, Yousef Al Otaiba, saat KTT Pemerintah Dunia (WGS) di Kota Dubai pada hari Rabu, (13/2/2025).

    Media Israel Maariv bahkan menyebut sikap UEA telah membuat dunia Arab gempar atau terkejut. Sebelumya, negara-negara Arab dengan tegas sudah menolak rencana Trump.

    Menurut Otaiba, dia tidak melihat adanya alternatif untuk rencana Trump yang kontroversial itu.

    Ketika ditanya apakah ada “titik temu” dalam rencana Trump itu, dia mengatakan UEA akan berusaha mencari titik temu itu.

    Otaiba mengatakan pendekatan yang diambil AS mengenai Gaza memang rumit.

    “Tetapi pada akhirnya kita semua berada dalam urusan mencari solusi, kita hanya belum tahu di mana harus mendarat,” katanya dikutip dari Anadolu Agency.

    Lalu, ketika ditanya apakah UEA sedang mengupayakan alternatif untuk rencana Trump, dia berkata, “Sata tidak melihat ada alternatif untuk yang sedang sedang diusulkan.”

    “Jika ada yang punya alterantif, kami akan senang mendiskusikannya, kami senang membahasnya, tetapi alternatif itu belum muncul.”

    Otaiba mengklaim UEA tidak selalu sejalan dengan para sekutunya.

    “Terkadang teman kami mendengarkan kami, terkadang mereka tidak,” ucapnya.

    (*)

  • Puluhan Pegawai Pemerintah AS Alami PHK Massal, Trump dan Elon Musk Percepat Pembersihan Birokrasi – Halaman all

    Puluhan Pegawai Pemerintah AS Alami PHK Massal, Trump dan Elon Musk Percepat Pembersihan Birokrasi – Halaman all

    Puluhan Pegawai Pemerintah AS Alami PHK Massal, Trump dan Elon Musk Percepat Pembersihan Birokrasi

    TRIBUNNEWS.COM- Puluhan pegawai pemerintah, sebagian besar baru dipekerjakan dan masih dalam masa percobaan, telah menerima email pemutusan hubungan kerja dalam 48 jam terakhir.

    Pemecatan massal di sejumlah lembaga pemerintah AS sedang berlangsung sementara Presiden Donald Trump dan CEO Tesla Elon Musk mempercepat pembersihan birokrasi federal Amerika, sumber serikat pekerja dan karyawan yang mengetahui PHK tersebut mengatakan kepada Reuters pada hari Kamis.

    Puluhan pegawai pemerintah, sebagian besar baru saja dipekerjakan dan masih dalam masa percobaan, telah menerima email pemutusan hubungan kerja dalam 48 jam terakhir dari Departemen Pendidikan, Badan Usaha Kecil (SBA), Biro Perlindungan Keuangan Konsumen (CFPB), dan Badan Layanan Umum (GSA), yang mengelola banyak gedung federal.

    Pada hari Kamis, masih belum jelas berapa banyak pegawai pemerintah yang akan kehilangan pekerjaan mereka dalam putaran awal PHK. 

    Namun, tindakan tersebut memenuhi janji Trump untuk mengecilkan ukuran pemerintah federal dan menghilangkan “deep state”, sebuah referensi kepada pejabat yang menurutnya tidak cukup loyal kepadanya .

    “Badan tersebut menemukan bahwa Anda tidak layak untuk melanjutkan pekerjaan karena kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan Anda tidak sesuai dengan kebutuhan saat ini, dan kinerja Anda belum memadai untuk membenarkan pekerjaan lebih lanjut di Badan tersebut,” kata surat yang ditulis kepada setidaknya 45 orang masa percobaan di SBA.

    Surat kepada setidaknya 160 personel Departemen Pendidikan baru-baru ini, yang diperoleh Reuters , memberi tahu mereka bahwa kelanjutan pekerjaan mereka “tidak akan sesuai dengan kepentingan publik.”

    Selama kampanye kepresidenannya, Trump secara teratur menganjurkan pembubaran Departemen Pendidikan.

    Pada hari Rabu, ia menyebutnya sebagai “kerja tipu” dan menyatakan bahwa ia ingin pekerjaan itu ditutup.

    Menurut dua sumber yang mengetahui pemecatan tersebut, GSA mengeluarkan surat pemutusan hubungan kerja kepada sekitar 100 staf percobaan pada hari Rabu.

    Menurut data pemerintah, lebih dari 280.000 pekerja pemerintah sipil dipekerjakan kurang dari dua tahun lalu, dengan mayoritas masih dalam masa percobaan.

    Musk & Trump: Perebutan kekuasaan atau keuntungan bisnis?

    Sebuah artikel baru oleh Financial Times menyoroti meluasnya peran Elon Musk di jantung pemerintahan AS, yang telah memicu kritik dan menimbulkan kekhawatiran bahwa hal itu dapat menguntungkan bisnisnya sementara merugikan pesaing.

    Enam perusahaan Musk telah memperoleh keuntungan dari kontrak pemerintah senilai sekitar $20 miliar, selain berbagai subsidi. 

    Miliarder tersebut bersikeras bahwa kontrak-kontrak ini diberikan berdasarkan prestasi dan telah memberikan nilai bagi para pembayar pajak. 

    Namun, setelah menyumbangkan lebih dari $250 juta untuk kampanye pemilihan kembali Donald Trump pada tahun 2024, Musk kini memimpin inisiatif pemotongan biaya di berbagai lembaga federal—termasuk lembaga yang sebelumnya telah menyelidiki atau memberi sanksi kepada perusahaannya, Tesla dan SpaceX.

    Dorongan agresif oleh Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE) milik Musk   untuk memangkas pengeluaran federal sebagian besar telah terungkap di X, di mana ia sering menyoroti apa yang ia anggap sebagai pengeluaran pemerintah yang boros. Pengumuman penting pemerintahan Trump kini dibuat di platform tersebut, yang juga digunakan Musk untuk menyerang para kritikus.

     

     

    SUMBER: AL MAYADEEN

  • Jaksa AS Resign Massal, Pilih Mundur dari Kursi Jabatan ketimbang Turuti Perintah Trump – Halaman all

    Jaksa AS Resign Massal, Pilih Mundur dari Kursi Jabatan ketimbang Turuti Perintah Trump – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sejumlah jaksa federal Senior Amerika Serikat (AS) yang bertugas di New York dan Washington D.C. kompak mengundurkan diri atau resign massal lantaran menolak mematuhi perintah Presiden Donald Trump.

    Aksi resign massal ini dilakukan para jaksa federal senior sebagai bentuk protes kepada Trump setelah mereka didesak untuk membatalkan kasus dugaan korupsi Wali Kota New York Eric Adams.

    Gelombang pengunduran diri ini pertama kali dilakukan oleh Danielle Sassoon, pejabat jaksa AS di Distrik New York Selatan.

    Ia mengundurkan diri setelah bulan lalu ditunjuk Trump untuk menjalankan tugas sebagai jaksa sementara.

    Namun, Sasson akhirnya memutuskan untuk mundur setelah pimpinan Kementerian Kehakiman memerintahkannya membatalkan kasus korupsi pidana terhadap Adams.

    Dalam suratnya, Sassoon menyatakan pengacara Adams “berulang kali menyiratkan adanya quid pro quo” menawarkan bantuan kepada Trump dalam isu imigrasi jika kasus ini dihentikan.

    “Saya tetap bingung dengan proses yang terburu-buru dan dangkal dalam mengambil keputusan ini, yang tampaknya dilakukan bekerja sama dengan tim hukum Adams dan tanpa masukan langsung dari saya mengenai alasan akhir pencabutan kasus,” tulis Sassoon, dikutip dari NPR.

    “Pak Bove mengingatkan saya untuk mempertimbangkan kewajiban saya dalam membela kepentingan Amerika Serikat dan mengajukan argumen dengan itikad baik demi kepentingan pemerintahan,” imbuhnya.

    Jaksa AS Diperintah Setop Kasus Korupsi Wali Kota New York

    Langkah serupa juga dilakukan John Keller, penjabat kepala Bagian Integritas Publik Kementerian Kehakiman.

    Dia diikuti Kevin Driscoll, pejabat karier paling senior di Departemen Kehakiman yang memimpin Divisi Kriminal.

    Keduanya kompak mundur dari kursi jabatan setelah Departemen Kehakiman memerintahkan jaksa federal AS untuk menghentikan kasus korupsi yang menyeret Walikota New York, Eric Adams.

    “Anda diarahkan, sebagaimana diberi wewenang oleh Jaksa Agung, untuk membatalkan dakwaan yang tertunda dalam kasus Amerika Serikat v. Adams,” demikian bunyi memo Departemen Kehakiman AS, yang diperoleh oleh New York Times dan CNN, seperti dilansir AFP.

    Sebagai informasi Adams adalah Wali Kota New York yang didakwa atasa tuduhan kasus penipuan dan penyuapan.

    Namun, dalam pembelaan dirinya, Adams menegaskan, meski tanpa bukti, bahwa dirinya dihukum karena kritiknya terhadap kebijakan imigrasi mantan Presiden Joe Biden.

    Sebagai bentuk solidaritas lantaran selama kampanye pilpres Adam selalu mendukung Trump, presiden AS ini meminta Departemen Kehakiman AS menggugurkan kasus 

    Akan tetapi, tindakan Trump dikecam oleh para jaksa federal. Alasan ini yang membuat Sassoon, Driscoll dan Keller melakukan resign massal guna menunjukkan adanya keretakan yang semakin besar dalam Kementerian Kehakiman terkait penanganan kasus tersebut. 

    Hal itu memperburuk citra pengadilan AS era kepemimpinan Donald Trump, setelah sebelumnya sejumlah jaksa AS yang ditunjuk Biden dari seluruh negeri dipecat Trump dari jabatan mereka minggu ini.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • 200.000 Orang Ajukan Petisi Agar Denmark Beli California, Tolak Ambisi Trump Caplok Greenland – Halaman all

    200.000 Orang Ajukan Petisi Agar Denmark Beli California, Tolak Ambisi Trump Caplok Greenland – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sebanyak 200.000 orang kompak menekan petisi bertajuk “Måke Califørnia Great Ægain” , menuntut Denmark membeli California.

    Di antara para “pendukung” petisi yang tercantum adalah raja Skandinavia kuno Sven the Viking, Karen dari bidang akuntansi dan Lars Ulrich, drummer Denmark dan anggota pendiri band Metallica.

    Selain seruan untuk membeli pulau California, petisi online ini juga mengusulkan beberapa kemungkinan setelah akuisisi California, seperti mengganti nama Disneyland menjadi “Hans Christian Andersenland.”

    Tak hanya itu, menurut situs tersebut membeli California dari AS akan memberikan masyarakat Denmark akses terhadap sinar matahari tanpa akhir dan “dominasi teknologi” berkat Silicon Valley yang ada di California.

    Kelompok Dutoit yang mencetuskan petisi tersebut dengan bercanda turut menyarankan bahwa akuisisi akan membawa nilai-nilai budaya Denmark, termasuk “hygge” (kenyamanan), jalur sepeda, dan roti lapis Smorrebrod ke California.

    “Apakah kamu pernah melihat peta dan berpikir, Sepertinya Denmark butuh lebih banyak sinar matahari, pohon palem, dan jalur sepatu roda. Nah, sekarang kita punya kesempatan sekali dalam seumur hidup untuk mewujudkan impian itu,” demikian pernyataan di web itu, dikutip dari Deutsche Welle .

    “Mari kita beli California dari Donald Trump! Ya, kamu tidak salah baca. California bisa menjadi milik kita.”

    Apa Tujuan Petisi 

    Petisi yang di ditandatangani ratusan ribu orang ini bertujuan untuk “Membuat California Hebat Lagi.”

    Sebagai bentuk sindiran satir atas rencana Presiden AS Donald Trump yang berambisi membeli Greenland, pulau terbesar di bumi yang menjadi bagian dari kedaulatan Kerajaan Denmark.

    Dalam konferensi pers yang digelar Gedung Putih, Trump menyebut akan menggunakan kekuatan untuk mencaplok Greenland. 

    Dia berdalih rencana ini untuk memperkuat ekonomi AS.

    Akan tetapi para ahli mengatakan rencana akuisisi Trump dimaksudkan untuk kepentingan strategis tertentu, karena mencairnya es laut yang membuka rute pelayaran Arktik bar di wilayah itu.

    Selain itu rencana Trump mengambil alih Greenland dan California bertujuan untuk menguasai penuh  Pangkalan Udara Thule, yang telah dioperasikan oleh AS sejak perang dunia ke II.

    “Jika Rusia mengirim rudal ke AS, rute terpendek untuk meluncurkan senjata nuklir adalah melalui Kutub Utara dan Greenland,” kata Marc Jacobsen, seorang profesor madya di Royal Danish Defence College.

    “Itulah mengapa Pangkalan Luar Angkasa Pituffik sangat penting dalam mempertahankan AS.”

    Dapatkan Petisi Direalisasikan ?

    Kementerian Luar Negeri Denmark dan kantor Gubernur California Gavin Newsom hingga kini belum menanggapi permintaan komentar terkait petisi ini.

    Namun setelah petisi ini dirilis di situs web denmarkification.com, setidaknya sudah ada penggalangan dana yang masuk sebesar 1 triliun dolar AS.

    Kendati begitu petisi ini jelas merupakan parodi, seperti yang tertulis di web, sehingga rencana Denmark mengakuisisi California kemungkinan besar tidak akan terjadi.

    Terlebih Penyelenggara Denmarkifikasi telah menetapkan tujuan penggalangan petisi hanya untuk mengumpulkan tanda tangan, bukan sumbangan untuk mengakuisisi California.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Vatikan Tolak Usulan Trump: Penduduk Palestina Harus Tetap Berada di Tanahnya – Halaman all

    Vatikan Tolak Usulan Trump: Penduduk Palestina Harus Tetap Berada di Tanahnya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang pejabat tinggi Vatikan menolak usulan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk memindahkan warga Palestina dari Gaza.

    Menteri Luar Negeri Pietro Parolin mengatakan “penduduk Palestina harus tetap berada di tanahnya.”

    “Ini adalah salah satu poin mendasar dari Tahta Suci: tidak ada deportasi,” kata Pietro Parolin di sela-sela pertemuan Italia-Vatikan, Kamis (13/2/2025), menurut kantor berita ANSA.

    Ia menyebut, memindahkan warga Palestina akan menyebabkan ketegangan regional dan “tidak masuk akal”.

    Menurutnya, negara-negara tetangga seperti Yordania juga menentang usulan Trump.

    “Menurut pendapat kami, solusinya adalah dua negara karena ini juga berarti memberi harapan kepada penduduk,” katanya.

    Pemimpin umat Katolik dunia, Paus Fransiskus, pada pekan ini telah mengkritik rencana Trump untuk deportasi massal migran tidak berdokumen di Amerika Serikat — yang memicu tanggapan tajam.

    Dalam suratnya kepada para uskup AS, Kepala Gereja Katolik menyebut deportasi tersebut sebagai “krisis besar”.

    Ia mengatakan, memulangkan orang-orang yang telah melarikan diri dari negara mereka sendiri dalam keadaan sulit “merusak martabat” para migran.

    Kepala perbatasan Trump, Tom Homan, menanggapi:

    “Saya berharap dia tetap berpegang pada Gereja Katolik dan memperbaikinya serta menyerahkan penegakan hukum perbatasan kepada kami.”

    Sebelumnya, Donald Trump telah mengusulkan untuk mengambil alih Jalur Gaza yang dilanda perang dan memindahkan lebih dari dua juta penduduknya ke Yordania atau Mesir.

    Para ahli mengatakan gagasan itu akan melanggar hukum internasional, tetapi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebutnya “revolusioner.”

    Pertemuan Trump dengan Raja Yordania

    Pada Selasa (11/2/2025), Donald Trump menjamu Raja Yordania Abdullah II di Gedung Putih dan mengulangi desakannya bahwa Gaza entah bagaimana dapat dikosongkan dari semua penduduk, dikontrol oleh AS, dan dibangun kembali sebagai kawasan wisata.

    Diberitakan AP News, ini adalah skema yang berani, tetapi sangat tidak mungkin, untuk mengubah Timur Tengah secara dramatis dan akan mengharuskan Yordania dan negara-negara Arab lainnya untuk menerima lebih banyak warga Gaza — sesuatu yang ditegaskan Abdullah setelah pertemuan mereka yang ia tentang.

    Pasangan itu bertemu di Ruang Oval dengan Menteri Luar Negeri Marco Rubio yang juga hadir.

    Trump mengisyaratkan bahwa ia tidak akan menahan bantuan AS ke Yordania atau Mesir jika mereka tidak setuju untuk secara drastis meningkatkan jumlah orang dari Gaza yang mereka tampung.

    “Saya tidak perlu mengancam hal itu. Saya yakin kita berada di atas itu,” kata Trump.

    Hal itu bertentangan dengan usulan presiden dari Partai Republik sebelumnya bahwa menahan bantuan dari Washington adalah suatu kemungkinan.

    Sementara itu, Abdullah berulang kali ditanya tentang rencana Trump untuk membersihkan Gaza dan mengubahnya menjadi resor di Laut Mediterania.

    Ia tidak memberikan komentar substantif tentang hal itu dan tidak berkomitmen pada gagasan bahwa negaranya dapat menerima sejumlah besar warga Gaza.

    Namun, ia mengatakan bahwa Yordania bersedia “segera” menerima sebanyak 2.000 anak di Gaza yang menderita kanker atau sakit lainnya.

    “Saya akhirnya melihat seseorang yang dapat membawa kita melewati garis akhir untuk membawa stabilitas, perdamaian, dan kesejahteraan bagi kita semua di kawasan ini,” kata Abdullah tentang Trump dalam pernyataannya di awal pertemuan.

    BERKIBAR – Bendera Palestina berkibar di tengah puing reruntuhan di Kota Gaza, dalam foto tangkapan layar dari Khaberni, Kamis (6/2/2025). Amerika Serikat (AS) berencana mengambil alih kendali atas Gaza dengan dalil membangunnya kembali di segala sektor. (khaberni/tangkap layar)

    Abdullah meninggalkan Gedung Putih setelah sekitar dua jam dan menuju Capitol Hill untuk bertemu dengan sekelompok anggota parlemen bipartisan.

    Ia mengunggah di X bahwa selama pertemuannya dengan Trump, “Saya menegaskan kembali posisi teguh Yordania dalam menentang pemindahan warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat.”

    “Ini adalah posisi Arab yang bersatu. Membangun kembali Gaza tanpa mengusir warga Palestina dan mengatasi situasi kemanusiaan yang mengerikan harus menjadi prioritas bagi semua pihak,” ungkap Abdullah.

    Sebagai informasi, Yordania adalah rumah bagi lebih dari 2 juta warga Palestina.

    Menteri luar negeri Yordania, Ayman Safadi, mengatakan minggu lalu bahwa penentangan negaranya terhadap gagasan Trump tentang pemindahan penduduk Gaza adalah “tegas dan tidak tergoyahkan.”

    Selain kekhawatiran akan membahayakan tujuan jangka panjang solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina, Mesir dan Yordania secara pribadi telah mengemukakan kekhawatiran keamanan tentang penerimaan sejumlah besar pengungsi tambahan ke negara mereka, meskipun untuk sementara.

    Trump sebelumnya mengisyaratkan bahwa penduduk Gaza bisa saja mengungsi sementara atau permanen, sebuah gagasan yang ditegur keras oleh para pemimpin di seluruh dunia Arab.

    Selain itu, Trump kembali mengusulkan bahwa gencatan senjata yang rapuh antara Hamas dan Israel dapat dibatalkan jika Hamas tidak membebaskan semua sandera yang masih ditahannya paling lambat Sabtu (15/2/2025) siang.

    Perkembangan Terkini Konflik Palestina Vs Israel

    Dilansir Al Jazeera, Hamas mengatakan pihaknya akan membebaskan tiga tawanan Israel dari Gaza pada hari Sabtu sesuai jadwal menyusul pembicaraan  dengan mediator gencatan senjata Mesir dan Qatar.

    Israel mengatakan Hamas harus membebaskan tiga tawanan hidup atau pasukan Israel akan kembali berperang di wilayah Palestina.

    Juru bicara Hamas Abdul Latif al-Qanou mengatakan bahasa ancaman yang dilontarkan terhadap Gaza oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak mendukung pelaksanaan gencatan senjata Gaza.

    Seorang pejabat senior PBB menyamakan kehancuran di Jalur Gaza dengan “gempa bumi dahsyat” dan mengatakan upaya harus dilakukan untuk menghindari “bencana kemanusiaan” yang berkelanjutan.

    Departemen Keuangan AS telah menjatuhkan sanksi kepada jaksa Pengadilan Kriminal Internasional Karim Khan atas penyelidikan badan tersebut terhadap kejahatan perang Israel di Gaza.

    Seorang penembak jitu Israel telah menembak mati seorang pria Palestina, sementara seorang anak terbunuh oleh persenjataan Israel yang tidak meledak, keduanya di Gaza tengah.

    Denmark telah menjanjikan tambahan 10,2 juta kroner ($1,4 juta) kepada badan PBB yang sedang terkepung untuk pengungsi Palestina (UNRWA), dan menambahkan bahwa sumbangan tahunannya sebesar 105 juta kroner ($14,7 juta) akan dicairkan segera daripada dibagi sepanjang tahun.

    Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengatakan Washington ingin mendengar usulan baru dari negara-negara Arab tentang masa depan Gaza setelah rencana Presiden Donald Trump untuk menggusur paksa penduduk wilayah itu ditegur keras.

    Kantor Media Pemerintah telah memperbarui jumlah korban tewas menjadi sebanyak 61.709 orang, dengan mengatakan ribuan orang yang hilang di bawah reruntuhan kini diduga tewas.

    Setidaknya 1.139 orang tewas di Israel selama serangan 7 Oktober 2023 dan lebih dari 200 orang ditawan.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina Vs Israel

  • Warga Ukraina Marah Merasa Dikhianati Donald Trump, Ini Penyebabnya – Halaman all

    Warga Ukraina Marah Merasa Dikhianati Donald Trump, Ini Penyebabnya – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, UKRAINA – Langkah Amerika Serikat (AS) menginisiasi perundingan perdamaian dengan Rusia dikecam sekutu-sekutu Ukraina di Eropa.

    Bahkan warga Ukraina melampiaskan kemarahannya kepada Presiden AS Donald Trump karena merasa dikhianati.

    Pemerintahan Donald Trump dinilai memulai pembicaraan untuk mengakhiri invasi Rusia tanpa melibatkan negara yang diserang yakni Ukraina.

    Padahal AS selama ini adalah sekutu dekat Ukraina.

    Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth membantah anggapan bahwa negaranya telah berkhianat kepada Ukraina. 

    Hegseth menyebut langkah perundingan ini sebatas menunjukkan AS menginginkan perdamaian.

    “Tidak ada pengkhianatan di sini, hanya ada pengakuan bahwa seluruh dunia dan Amerika Serikat berkepentingan dan menginginkan perdamaian. Sebuah perdamaian yang dirundingkan,” kata Hegseth dikutip Associated Press, Kamis (13/2/2025).

    Donald Trump berencana menggelar pertemuan tatap muka dengan Presiden Rusia Vladimir Putin mengenai Ukraina.

    Pada Rabu (12/2/2025), kedua pemimpin tersebut dilaporkan melangsungkan pembicaraan telepon selama hampir 90 menit.

    Sebelumnya, usulan AS untuk mengakhiri perang Ukraina menuai kontroversi karena meminta Kiev menyerahkan wilayah ke Rusia.

    Donald Trump juga menegaskan Ukraina tidak bisa bergabung dengan NATO.

    Warga Ukraina Marah

    ‘Saya merasa marah dan dikhianati’ begitu rakyat Ukraina yang melampiaskan kemarahannya kepada Donald Trump atas sikap AS itu.

    Hal pertama yang dipikirkan Olena Litovchenko, ketika dia membaca berita panggilan telepon Donald Trump kepada Vladimir Putin adalah bahwa akhirnya mungkin sudah waktunya baginya untuk meninggalkan Ukraina.

    “Rasanya Ukraina sedang ditipu,” kata Litovchenko, seorang pelatih pribadi yang lahir di Kyiv dan telah tinggal di kota itu selama perang.

    Dia percaya bahwa prospek kekalahan Ukraina semakin dekat dengan pendekatan Trump itu.

    Untuk pertama kalinya ia berpikir bahwa ia mungkin harus pergi, demi putrinya.

    “Tetapi kemudian, pergi dan ke mana? Eropa pasti akan menjadi tujuan berikutnya. Pergi ke Australia? Saya tidak tahu. Saya merasa marah dan dikhianati.”

    Dikutip dari The Guardian, kemarahan dan pengkhianatan merupakan emosi yang umum menimpa mereka yang ditanyai di jalan-jalan pusat kota Kyiv pada hari Kamis. 

    Dalam tiga bulan sejak kemenangan Donald Trump dalam pemilihan umum, banyak orang di Ukraina berharap bahwa keadaan tidak akan seburuk yang diperkirakan di bawah presiden baru.

    Mungkin Trump akan menjalin hubungan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, dengan mengakui politisi lain yang memiliki latar belakang di dunia hiburan dan bisnis pertunjukan. 

    Mungkin dia akan secara tak terduga memberi Ukraina kebebasan penuh untuk menyerang Rusia, berbeda dengan pemerintahan Joe Biden, yang selalu mendesak kehati-hatian dan takut mengambil risiko eskalasi. 

    Mungkin perilaku kacau Trump entah bagaimana akan menghasilkan peristiwa angsa hitam yang akan mengayunkan konflik ke arah yang menguntungkan Ukraina.

    Namun harapan-harapan ini tampaknya terungkap sebagai ilusi.

    Berita tentang panggilan telepon panjang Trump dengan Putin tersiar hingga ke Kyiv, diikuti oleh laporan-laporan tentang konferensi pers berikutnya.

    Dimana Trump menepis gagasan bahwa Ukraina akan menjadi mitra yang setara dalam pembicaraan potensial dan bahkan tampak mengisyaratkan bahwa Rusia mungkin memiliki hak untuk mempertahankan sebagian wilayah Ukraina yang disita karena “mereka merampas banyak tanah dan mereka berjuang untuk tanah itu”.

    Tanpa merujuk pada nilai-nilai bersama atau kebutuhan untuk melawan Rusia, Trump malah berbicara tentang peringkat jajak pendapat Zelenskyy yang buruk dan mengatakan bahwa ia ingin mendapatkan kembali uang yang telah dikirim AS sebagai bantuan ke Ukraina.

    Pernyataan Trump merupakan “hujan dingin” bagi para pendukung Ukraina, tulis Oleh Pavlyuk, dalam kolom untuk situs berita populer Evropeiska Pravda.

    Ia menambahkan bahwa Trump telah menghancurkan dua pilar utama kebijakan luar negeri AS di Ukraina hingga saat ini: memastikan koordinasi terlebih dahulu dengan Kyiv sebelum melakukan kontak dengan Kremlin, dan bersikeras bahwa Ukraina harus memutuskan sendiri kapan akan mengajukan permohonan perdamaian.

    “Saya merasa kecewa dan marah. Tidak ada kepastian bahwa perang ini akan berakhir bagi kami, karena Trump tidak menganggap kami sebagai pihak yang setara dalam negosiasi ini,” kata Oleksii, seorang pekerja berusia 34 tahun di sebuah perusahaan IT.

    Serhii, seorang prajurit berusia 39 tahun yang sedang cuti dari garis depan, mengatakan bahwa dia kurang percaya pada Trump untuk melakukan kesepakatan yang menguntungkan Ukraina.

    “Kita lihat bagaimana dia selama masa jabatan presiden pertamanya … keset Putin,” katanya.

    Seperti banyak orang lainnya, ia memiliki perasaan campur aduk tentang keseluruhan konsep perundingan perdamaian, takut hal itu hanya akan menyebabkan perang lebih lanjut setelah Rusia punya waktu untuk berkumpul kembali, tetapi menyadari bahwa pasukan Ukraina tidak dapat berperang tanpa batas waktu.

     

  • Hamas Melunak, Setuju Bebaskan 3 Sandera Israel Akhir Pekan Ini demi Perpanjang Gencatan Senjata – Halaman all

    Hamas Melunak, Setuju Bebaskan 3 Sandera Israel Akhir Pekan Ini demi Perpanjang Gencatan Senjata – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Militan sayap kanan Palestina, Hamas sepakat untuk melanjutkan rencana pembebasan sandera Israel pada akhir pekan ini, Sabtu (15/2/2025).

    Dengan berlanjutnya kesepakatan tersebut, nantinya 3 sandera Israel akan dipulangkan dari Gaza, sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati sebelumnya.

    “Hamas akan kembali melanjutkan pembebasan tiga sandera Israel pada hari Sabtu,” ujar juru bicara Hamas Abdul Latif al-Qanun kepada The Associated Press.

    Keputusan ini diumumkan Hamas usai berunding dengan mediator Mesir dan Qatar di Kairo.

    Hamas menjelaskan keputusannya melanjutkan pertukaran sandera dilakukan agar kesepakatan gencatan sandera di Gaza tetap berlangsung.

    Dengan begitu pengiriman shelter hingga obat-obatan bisa kembali dilanjutkan ke kantong pemukiman Gaza.

    “Perundingan dijalankan dengan semangat positif, saudara mediator kami di Mesir dan Qatar mengkonfirmasi bahwa mereka akan meneruskan semua permintaan ini untuk menyingkirkan rintangan dan menutup celah yang ada,” demikian pernyataan Hamas dikutip Al Jazeera.

    “Oleh karena itu, Hamas mengkonfirmasi posisinya untuk mengimplementasikan perjanjian sesuai dengan apa yang ditandatangani, termasuk pertukaran tawanan sesuai waktu yang telah disepakati.”

    Hamas Tuding Israel Langgar Perjanjian

    Sebelum pembebasan sandera disepakati, pada awal pekan lalu Hamas sempat mengancam akan membatalkan pembebasan sandera Israel.

    Dalam keterangan resminya, Kelompok militan Hamas mengumumkan, bahwa pihaknya akan menunda pembebasan sandera Israel yang ditahan di Jalur Gaza hingga pemberitahuan lebih lanjut.

    Alasan tindakan itu karena Hamas menyebut Israel telah gagal mematuhi perjanjian gencatan senjata yang telah disepakati sebelumnya.

    Abu Obeida, juru bicara militan Hamas, mengklaim bahwa sejak gencatan senjata diberlakukan pada 19 Januari, Israel telah menunda kepulangan pengungsi warga Palestina ke Gaza utara.

    Tak hanya itu Israel juga menyerang warga Gaza dengan tembakan dan artileri militer, serta menghalangi bantuan kemanusiaan untuk masuk ke wilayah itu.

    Merespon pembatalan pertukaran sandera, Menteri Pertahanan Israel, Yisrael Katz langsung memerintahkan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) untuk bersiap dengan kemungkinan mereka kembali menyerang Jalur Gaza.

    “Pengumuman Hamas untuk menghentikan pembebasan tahanan Israel merupakan pelanggaran total terhadap perjanjian gencatan senjata dan kesepakatan pembebasan tahanan,” kata Yisrael Katz dalam sebuah pernyataan, Senin (10/2/2025).

    “Saya telah menginstruksikan tentara untuk bersiap pada tingkat kewaspadaan tertinggi terhadap kemungkinan skenario apa pun di Gaza, dan kami tidak akan membiarkan kembalinya kenyataan pada tanggal 7 Oktober,” lanjutnya.

    SItuasi yang memanas ini lants mengancam kesepakatan gencatan senjata yang telah berlangsung sejak 19 Januari 2025.

    Hamas kini telah membebaskan total 16 sandera Israel sebagai bagian dari tahap pertama perjanjian gencatan senjata, dari total 33 sandera yang akan dibebaskan secara bertahap.

    Sebagai bentuk balasan, Israel mengklaim telah membebaskan 183 dari total 300 tahanan Palestina, sebagai bagian dari pertukaran kelima dalam kesepakatan gencatan senjata Gaza antara Hamas dan Israel.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Smotrich: Negara Israel Akan Kembali Berperang Sekuat Tenaga, Menduduki Gaza, dan Hancurkan Hamas – Halaman all

    Smotrich: Negara Israel Akan Kembali Berperang Sekuat Tenaga, Menduduki Gaza, dan Hancurkan Hamas – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, yang juga merupakan tokoh terkemuka dalam serangan Israel di wilayah Tepi Barat yang diduduki, baru-baru ini mengungkapkan gencatan senjata dengan Gaza mungkin tidak akan bertahan lama.

    Dalam sebuah wawancara dengan radio Israel 103fm, Smotrich menegaskan bahwa Israel akan kembali berperang dengan sekuat tenaga dan menduduki Gaza.

    Menurutnya, Israel akan mengambil tanggung jawab penuh atas Gaza dan melaksanakan “operasi emigrasi besar-besaran.”

    Dalam pernyataan yang lebih lanjut, Smotrich menjelaskan soal rencana tersebut.

    “Kami akan menduduki Jalur Gaza, menghancurkan Hamas, dan memastikan tidak ada lagi ancaman dari Gaza terhadap warga Israel,” katanya, seperti dikutip dari Al Jazeera.

    Ia juga mengaitkan rencana ini dengan apa yang disebutnya sebagai “peristiwa logistik gila yang dikoordinasikan dengan Amerika Serikat,” merujuk pada sebuah rencana pembersihan etnis yang diusulkan oleh mantan Presiden AS, Donald Trump.

    Smotrich juga mengungkapkan pandangannya kalau Israel seharusnya mendukung pernyataan Trump yang menuntut pembebasan semua tawanan yang ditahan di Gaza paling lambat pada Sabtu yang akan datang.

    Meskipun demikian, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, memilih untuk melanjutkan gencatan senjata untuk saat ini, berbeda dengan pandangan Smotrich.

    Smotrich mencatat Netanyahu sengaja menyebarkan rasa “ambiguitas” mengenai langkah-langkah berikutnya.

    Lebih lanjut, Smotrich menyatakan bahwa kebijakan Israel saat ini adalah untuk memanfaatkan peluang yang ada guna mengembalikan sebanyak mungkin sandera, terutama mereka yang masih hidup, sebelum akhirnya kembali berperang untuk mencapai tujuan utama, yaitu menghancurkan Hamas.

    Pernyataan ini menambah ketegangan dalam situasi yang sudah sangat kompleks di Gaza, yang terus menjadi pusat perhatian internasional dengan kekerasan yang terus berlanjut di wilayah tersebut.

    Smotrich, dengan latar belakang politik sayap kanannya, menegaskan bahwa pendudukan Gaza adalah langkah yang perlu diambil untuk mengakhiri ancaman dari Hamas terhadap Israel.

    Keputusan ini kemungkinan akan menambah ketegangan lebih lanjut dengan pihak internasional yang terus memantau perkembangan konflik tersebut.

    Menteri Israel: Tidak Ada Niat Akhiri Perang Gaza sebelum Semua Tujuan Tercapai

    Surat kabar Israel Maariv melaporkan Menteri Pertanian Israel Avi Dichter, mengatakan ia “kesulitan melihat pilihan lain” selain pembebasan setidaknya tiga tawanan pada hari Sabtu, serta kembalinya pertempuran nanti.

    “Kami ingin mengembalikan semua sandera dalam perjanjian secepat mungkin. Ini adalah salah satu tujuan perang yang kami tetapkan, bersama dengan dua tujuan lainnya. Tidak ada niat untuk mengakhiri perang sebelum semua tujuan tercapai,” katanya.

    Ia mengklaim penghancuran infrastruktur militer Hamas sebagian besar telah tercapai tetapi “runtuhnya kapasitas pemerintah adalah tujuan yang belum tercapai”.

    Pejabat Hamas mengatakan Israel telah melanggar ketentuan utama perjanjian, yang mendorongnya membatalkan pembebasan tiga tawanan lagi yang dijadwalkan pada hari Sabtu.

    Sebagaimana diketahui, Netanyahu mengancam akan melanjutkan perang di Gaza kecuali Hamas membebaskan para tawanan.

    PBB: Israel Masih Batasi Bantuan

    Dikutip dari Al Mayadeen, sebanyak 801 truk bantuan masuk ke Jalur Gaza yang terkepung pada Rabu (12/2/2025).

    Organisasi-organisasi kemanusiaan memperingatkan bahwa “Israel” terus membatasi aliran pasokan bantuan yang sangat dibutuhkan.

    Menurut Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA), pengiriman bantuan dilakukan “melalui koordinasi dengan otoritas Israel dan para penjamin kesepakatan gencatan senjata.”

    Kendati demikian, pembatasan tetap ketat, khususnya pada bahan bakar dan peralatan medis.

    PBB dan mitranya berupaya keras untuk menggunakan setiap peluang yang tersedia dalam gencatan senjata yang rapuh ini “untuk meningkatkan penyediaan air, makanan, tempat tinggal, kesehatan, sanitasi, kebersihan, pakaian, pendidikan, dan bantuan lainnya bagi masyarakat Gaza.”

    Badan Bantuan dan Pekerjaan Umum PBB (UNRWA) menyatakan bahwa selama dua minggu pertama gencatan senjata, mereka berhasil menyediakan bantuan pangan bagi 1,2 juta orang di Gaza.

    Badan tersebut juga telah mendirikan 37 tempat penampungan tambahan di bagian utara daerah kantong itu, yang memasok bantuan vital bagi keluarga-keluarga yang mengungsi, termasuk tenda, selimut, dan pakaian musim dingin.

    “Hingga minggu lalu, UNRWA menampung sekitar 120.000 orang di 120 tempat penampungan, termasuk lebih dari tiga lusin tempat penampungan yang dibuka sejak gencatan senjata.”

    Kelompok-kelompok kemanusiaan global terus menyuarakan peringatan atas kurangnya bantuan yang sampai ke Gaza.

    Minggu lalu, Dewan Pengungsi Norwegia (NRC) menekankan bahwa pengiriman saat ini “tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduk.”

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)