Category: Tribunnews.com Internasional

  • Dialog 5 Jam Rusia dan AS di Riyadh Telah Selesai, Perang Rusia vs Ukraina akan Segera Berakhir? – Halaman all

    Dialog 5 Jam Rusia dan AS di Riyadh Telah Selesai, Perang Rusia vs Ukraina akan Segera Berakhir? – Halaman all

    Rusia dan AS Bahas Solusi Berkelanjutan untuk Perang Ukraina di Pertemuan Bersejarah di Riyadh

    TRIBUNNEWS.COM- Pertemuan tingkat tinggi antara delegasi AS dan Rusia pada tanggal 18 Februari, yang diselenggarakan di ibu kota Arab Saudi, Riyadh, telah berakhir setelah hampir lima jam. 

    Yang hadir dalam pembicaraan tersebut adalah Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, ajudan presiden Rusia Yury Ushakov, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, Penasihat Keamanan Nasional AS Mike Waltz, utusan khusus Washington untuk Asia Barat Stephen Witkoff, dan pejabat lainnya. Menteri Luar Negeri Saudi Faisal bin Farhan juga hadir.

    Selama pertemuan puncak tersebut, disepakati sejumlah kesepakatan untuk membentuk “mekanisme konsultasi guna mengatasi berbagai hambatan terhadap hubungan bilateral kita dengan tujuan mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna menormalisasi operasi misi diplomatik kita masing-masing,” menurut pernyataan dari Gedung Putih. 

    Mereka juga sepakat untuk membangun “jalur untuk mengakhiri konflik di Ukraina sesegera mungkin dengan cara yang bertahan lama, berkelanjutan, dan dapat diterima oleh semua pihak,” serta “landasan untuk kerja sama di masa mendatang mengenai masalah-masalah yang menjadi kepentingan geopolitik bersama dan peluang-peluang ekonomi dan investasi yang bersejarah.”

    Rubio mengatakan kepada AP bahwa kesepakatan telah dibuat untuk memulihkan kedutaan besar AS dan Rusia di Moskow dan Washington. Namun, secara terpisah, menteri luar negeri mengatakan, “mengakhiri konflik di Ukraina akan membutuhkan konsesi dari semua pihak,” dan akan membutuhkan “diplomasi yang kompleks dan intens.”

    Pembicaraan itu terjadi saat pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin sedang dibahas, meskipun tanggalnya belum ditetapkan. 

    “Kami tidak menetapkan tanggalnya, tetapi kedua presiden berbicara tentang pertemuan dan berharap untuk bertemu,” kata Waltz.

    Trump baru-baru ini menyatakan bahwa ia mengadakan percakapan telepon yang positif dengan Putin, dan bahwa ia mengharapkan pertemuan mendatang mereka akan diadakan di Arab Saudi.

    Sementara itu, beberapa pemimpin Eropa telah menyatakan rasa frustrasinya terhadap upaya cepat Trump untuk memulihkan hubungan AS–Rusia. 

    “Bahkan jika kita merasa marah, kita harus tetap berpikiran jernih. Kita tidak boleh membuat kesalahan besar dengan membantu Putin dengan mengatakan bahwa pembicaraan ini lebih penting daripada yang sebenarnya. Tidak akan ada perdamaian yang langgeng jika itu bukan perdamaian bagi kita, orang Eropa,” kata Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock . 

    Rubio dan pihak lain mengatakan bahwa Kiev akan menjadi bagian dari proses negosiasi apa pun untuk mengakhiri perang. 

    Namun, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menolak perundingan tersebut dan mengatakan bahwa perundingan tersebut “tidak akan membuahkan hasil apa pun.”

    Presiden Ukraina juga mengatakan bahwa ia tidak mengetahui adanya perundingan AS-Rusia. 

    Pernyataannya disampaikan saat berkunjung ke UEA pada 17 Februari – saat ia menandatangani kesepakatan perdagangan dengan Presiden Emirat Mohammad bin Zayed (MbZ). 

    SUMBER: THE CRADLE

  • Rencana Arab di Gaza Mungkin Membutuhkan 20 Miliar Dolar atau Rp 327 Triliun untuk Rekonstruksi – Halaman all

    Rencana Arab di Gaza Mungkin Membutuhkan 20 Miliar Dolar atau Rp 327 Triliun untuk Rekonstruksi – Halaman all

    Rencana Arab di Gaza Mungkin Membutuhkan 20 Miliar Dolar atau Rp 327 Triliun untuk Rekonstruksi

    TRIBUNNEWS.COM- Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi diperkirakan akan mengunjungi Riyadh untuk membahas rencana Arab untuk Gaza, yang dapat melibatkan pendanaan regional hingga 20 miliar dolar atau Rp 327 Triliun untuk rekonstruksi.

    Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi kemungkinan akan mengunjungi Riyadh pada hari Kamis, menurut dua pejabat keamanan Mesir, untuk membahas rencana Arab untuk Gaza, yang mungkin melibatkan hingga $20 miliar atau Rp 327 Triliun dari wilayah tersebut untuk rekonstruksi.

    Negara-negara Arab bersiap untuk memperdebatkan rencana untuk Gaza sehari setelahnya sebagai tanggapan atas saran Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk membangun kembali wilayah di bawah kendali AS sambil membersihkan etnis Palestina.

    Berita ini muncul saat Kementerian Keamanan Israel mengumumkan rencana untuk membentuk direktorat untuk pemindahan paksa dan pembersihan etnis di Gaza dengan nama “emigrasi sukarela dari Gaza.”

    Rencana tersebut akan mencakup “pilihan keberangkatan,” yaitu cara mengusir warga Palestina dari tanah mereka , melalui darat, laut, dan udara. 

    Arab Saudi, Mesir, Yordania, Uni Emirat Arab, dan Qatar akan mengevaluasi dan membahas proposal Arab di Riyadh sebelum menyampaikannya pada pertemuan puncak Arab yang dijadwalkan di Kairo pada tanggal 4 Maret, empat orang yang mengetahui masalah tersebut mengatakan kepada Reuters. 

    Pada hari Jumat, pertemuan para pemimpin negara Arab, termasuk Yordania, Mesir, UEA, dan Qatar, dijadwalkan di Arab Saudi, yang mendorong upaya Arab pada rencana Trump, tetapi beberapa sumber mengindikasikan tanggalnya belum ditetapkan.

    Pada konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa Amerika Serikat “akan mengambil alih,” “memiliki,” dan mengubah Jalur Gaza menjadi “Riviera Timur Tengah.”  

    Lebih buruknya lagi, ia mengungkapkan minggu lalu bahwa warga Palestina tidak akan memiliki hak untuk kembali ke Gaza, dan menyatakan bahwa wilayah tersebut, “Saya akan memilikinya.”

    Usulan Arab, yang terutama didasarkan pada rencana Mesir, menyerukan pembentukan komite nasional Palestina untuk mengelola Gaza tanpa keterlibatan Hamas, serta keterlibatan internasional dalam rehabilitasi tanpa pemindahan warga Palestina ke luar negeri.

    Menurut peneliti Emirat Abdulkhaleq Abdullah, komitmen sebesar $20 miliar atau Rp 327 Triliun dari pemerintah Arab dan Teluk untuk dana tersebut, yang telah diidentifikasi oleh dua sumber sebagai jumlah yang masuk akal, mungkin menjadi motivasi yang efektif bagi Trump untuk mengadopsi konsep tersebut.

    Kabinet Otoritas Palestina menyatakan hari Selasa bahwa tahap pertama dari rencana yang sedang dipertimbangkan akan menelan biaya sekitar $20 miliar atau Rp 327 Triliun selama tiga tahun, sementara sumber-sumber Mesir mengungkapkan kepada Reuters bahwa pembicaraan tentang kontribusi keuangan kawasan itu masih berlangsung.

    Menurut orang dalam, rencana itu mengharuskan pembangunan kembali diselesaikan dalam waktu tiga tahun.

    Senator Richard Blumenthal mengatakan kepada wartawan di Tel Aviv pada hari Senin bahwa pembicaraannya dengan para pemimpin Arab, khususnya Raja Abdullah, menunjukkan bahwa “mereka memiliki penilaian yang sangat realistis tentang apa peran mereka seharusnya.”

     

     

     

    SUMBER: AL MAYADEEN

  • Hamas Janji Bebaskan Seluruh Sandera Israel, Syaratnya Gencatan Senjata Permanen – Halaman all

    Hamas Janji Bebaskan Seluruh Sandera Israel, Syaratnya Gencatan Senjata Permanen – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Militan sayap kanan Palestina, Hamas berjanji akan menukar semua sandera Israel yang tersisa dengan para tahanan Palestina.

    Tawaran ini diungkap Juru bicara Hamas, Hazem Qasim melalui Telegram, Rabu (19/2/2025).

    Dalam keterangan resminya dikutip dari Al Jazeera,  Qasim mengatakan bahwa pihaknya siap menukar semua sandera Israel yang tersisa selama gencatan senjata tahap kedua di Gaza.

    Namun dengan syarat PM Israel Benjamin Netanyahu menyetujui tawaran kesepakatan gencatan senjata permanen di Gaza.

    Termasuk penarikan pasukan Israel secara keseluruhan dari daerah kantong tersebut.

    “Kami siap untuk tahap kedua di mana para tawanan akan dipertukarkan sekaligus, dengan kriteria mencapai kesepakatan yang mengarah pada gencatan senjata permanen dan penarikan penuh dari Jalur Gaza,” tegas Qasim.

    Israel dan Hamas sepakat menghentikan permusuhan pada Januari setelah berbulan-bulan melakukan perundingan yang diawasi oleh Amerika Serikat (AS) dan ditengahi oleh Qatar dan Mesir. 

    Adapun perjanjian gencatan senjata saat ini akan berakhir pada awal Maret.

    Selama  perjanjian gencatan senjata berlangsung, Hamas telah membebaskan total 16 sandera Israel sebagai bagian dari tahap pertama perjanjian gencatan senjata, dari total 33 sandera yang akan dibebaskan secara bertahap.

    Sebagai balasannya, Israel mengklaim telah membebaskan 183 dari total 300 tahanan Palestina, sebagai bagian dari pertukaran kelima dalam kesepakatan gencatan senjata Gaza antara Hamas dan Israel.

    Hamas Bebaskan 6 Sandera dan 4 Jenazah Pekan Ini

    Terpisah, seorang pejabat tinggi Hamas mengatakan kelompok militan itu akan membebaskan enam sandera Israel yang masih hidup pada hari Sabtu (22/2/2025).

    Enam sandera hidup yang dijadwalkan akan dibebaskan adalah Eliya Cohen, Tal Shoham, Omer Shem Tov, Omer Wenkert, Hisham Al-Sayed, dan Avera Mengistu, 

    Melansir dari APNews, keenam orang tersebut adalah sandera hidup terakhir yang akan dibebaskan selama tahap pertama gencatan senjata pertama.

    Tak hanya membebaskan sandera, Hamas juga akan mengembalikan jenazah empat orang lainnya pada hari Kamis (20/2/2025).

    Pemimpin Hamas Khalil al-Hayya mengatakan bahwa korban tewas yang akan dikembalikan mencakup ‘keluarga Bibas’, termasuk Yarden Bibas (suami dan ayah), serta ibunya yang sebelumnya diculik secara terpisah dan telah dibebaskan bulan ini.

    Pada awal pekan lalu, sebelum kesepakatan pembebasan sandera, Hamas sempat mengancam akan membatalkan pembebasan sandera Israel.

    Dalam keterangan resminya, Kelompok militan Hamas mengumumkan, bahwa pihaknya akan menunda pembebasan sandera Israel yang ditahan di Jalur Gaza hingga pemberitahuan lebih lanjut.

    Tindakan itu dilakukan karena Hamas menyebut Israel telah gagal mematuhi perjanjian gencatan senjata yang telah disepakati sebelumnya.

    Namun, sikap Hamas mulai melunak setelah Israel mengizinkan masuknya peralatan pembersih puing dan peralatan konstruksi ke Jalur Gaza yang hancur.

    Negosiasi Tahap Kedua Gencatan Senjata Dimulai

    Meskipun kesepakatan gencatan senjata tahap pertama belum selesai, Israel kabarnya telah memulai negosiasi tidak langsung dengan kelompok militan Palestina Hamas mengenai fase kedua perjanjian gencatan senjata di Gaza pekan ini.

    “Itu akan terjadi minggu ini,” kata Gideon Sa’ar Menteri Luar Negeri Israel, Rabu (19/2/2025).

    Perundingan untuk tahap kedua kesepakatan itu seharusnya dimulai pada 2 Februari.

    Namun, Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat yang menjadi penengah antara kedua pihak mengatakan bahwa perundingan tersebut belum dilakukan secara resmi.

    Pada negosiasi tahap dua akan dibahas pengembalian sisa sandera berjumlah 64.

    Dalam perundingan kali ini, Israel dan Hamas kabarnya akan membahas beberapa isu, termasuk pemerintahan di Gaza pasca-perang.

    Kantor berita Reuters memprediksi bahwa negosiasi tahap kedua akan berjalan sulit.

    Sebab, masalah siapa yang memerintah di Gaza pasca-perang bakal ditentukan dalam perundingan kali ini.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Salah Sasaran, Pria Yahudi AS Tembak 2 Turis Israel Dikira Orang Palestina di Miami, Korban Selamat – Halaman all

    Salah Sasaran, Pria Yahudi AS Tembak 2 Turis Israel Dikira Orang Palestina di Miami, Korban Selamat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pria Yahudi Amerika Serikat (AS) salah sasaran, tembak dua turis Israel yang dikira orang Palestina di Miami, Florida.

    Seorang pria bernama Mordechai Brafman (27) menembak dua turis Israel di Miami Beach, Florida.

    Brafman mengira keduanya adalah warga Palestina, NBC melaporkan.

    Penembakan terjadi pada Sabtu (15/2/2025) malam sekitar pukul 21:30 di blok 4800 Pine Tree.

    Ia menembaki korban di dalam kendaraan yang diparkir sebanyak 17 kali.

    Kedua korban yang merupakan ayah dan anak, terluka dalam insiden ini.

    Jaringan mitra Sky News di AS, NBC News, menyebut ayah dan anak tersebut masing-masing sebagai Yaron dan Ari Rabi.

    Mereka melaporkan bahwa Ari menderita luka tembak di bahunya, sedangkan Yaron menderita luka lecet di lengan bawah kirinya.

    “Itu seperti truk yang lewat di samping (kami),” kata Ari kepada media Lokal 10 di Miami.

    Penembakan tersebut tidak didasari oleh alasan pribadi.

    Setelah penembakan, Brafman melanjutkan perjalanan ke 4887 Pine Tree Drive, di mana ia akhirnya ditangkap oleh polisi.

    Dalam wawancara dengan polisi, Brafman mengatakan sedang mengemudikan truknya di sepanjang Pantai Miami ketika melihat dua orang yang dia duga adalah warga Palestina – jadi dia berhenti dan melepaskan tembakan, menurut polisi.

    Brafman didakwa dengan dua tuduhan percobaan pembunuhan tingkat dua dan diperkirakan akan menghadapi sidang pengadilan dengan jaminan.

    Reaksi Masyarakat dan Kontroversi Media Sosial

    Berita mengenai penembakan ini menyebar cepat di media sosial.

    Banyak pengguna media sosial merasa insiden ini menyoroti masalah ketegangan antar kelompok, yang semakin berkembang di beberapa bagian dunia.

    Mereka juga menyuarakan kekhawatiran mengenai polarisasi sosial yang semakin tajam, terutama setelah peristiwa ini terkait dengan situasi geopolitik yang lebih besar.

    Beberapa pihak berpendapat bahwa jika pelaku adalah orang dari latar belakang yang berbeda, reaksi terhadap kejadian ini bisa sangat berbeda.

    Mereka juga mengkritik bagaimana media berita utama melaporkan insiden tersebut dan tidak menggunakan istilah “terorisme” dalam konteks penembakan ini.

    Para pembela hak asasi manusia mengatakan telah terjadi peningkatan Islamofobia, anti-Palestina, dan antisemitisme di AS sejak perang Israel di Gaza.

    Peran Kebencian dalam Insiden Ini

    Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) mendesak agar Brafman dikenakan tuduhan kejahatan kebencian federal.

    Mereka merujuk pada pernyataan Brafman yang menunjukkan motif yang dipengaruhi oleh sentimen negatif terhadap kelompok tertentu, yang berkontribusi pada ketegangan rasial dan etnis yang ada di masyarakat.

    Menurut laporan yang diterbitkan oleh CAIR, pada tahun 2024 telah terjadi peningkatan insiden yang melibatkan kebencian terhadap kelompok tertentu, seperti yang terlihat dalam insiden ini.

    CAIR menyarankan adanya upaya lebih lanjut untuk menangani kebencian berbasis identitas di masyarakat.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Di Turki, Zelensky Ungkap Alasan Pilih Tunda Kunjungan ke Arab Saudi, Reschedule Ketemu MBS – Halaman all

    Di Turki, Zelensky Ungkap Alasan Pilih Tunda Kunjungan ke Arab Saudi, Reschedule Ketemu MBS – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, mengumumkan penundaan kunjungannya ke Arab Saudi hingga 10 Maret 2025.

    Keputusan tersebut disampaikan dalam sebuah konferensi pers setelah pertemuannya dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Suspilne melaporkan.

    Di Turki, Zelensky menjelaskan alasan penundaan kunjungannya adalah karena adanya pertemuan delegasi Rusia dan Amerika Serikat di Arab Saudi pada tanggal 18 Februari.

    Zelensky mengungkapkan rasa kecewanya setelah mengetahui bahwa Ukraina tidak diundang dalam pembicaraan tersebut.

    “Anda tidak dapat membuat keputusan tanpa Ukraina mengenai bagaimana mengakhiri perang di Ukraina,” kata Zelensky.

    “Kami tidak diundang ke pertemuan Rusia-AS di Arab Saudi. Itu mengejutkan kami, seperti halnya bagi banyak orang,” ungkap Zelensky.

    Pembicaraan yang berlangsung di Arab Saudi menandai negosiasi langsung pertama antara AS dan Rusia sejak dimulainya invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina.

    Delegasi Rusia, yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov, bertemu dengan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio dan sejumlah pejabat AS lainnya.

    Seperti diketahui, pada Selasa (18/2/2025), delegasai AS dan Rusia menggelar pertemuan di Arab Saudi untuk membahas berbagai isu, termasuk hubungan ekonomi dan diplomatik antara kedua negara.

    Dalam pertemuan tersebut, perwakilan Federasi Rusia dan Amerika Serikat sepakat untuk melanjutkan misi diplomatik mereka serta menunjuk duta besar masing-masing negara.

    Pembicaraan juga mencakup perang Rusia-Ukraina.

    Perwakilan Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa “semua pihak” dalam perang harus melakukan konsesi untuk mencapai kesepakatan damai.

    Perwakilan Rusia menekankan pentingnya upaya diplomatik untuk mengakhiri konflik ini.

    Ukraina tidak diundang untuk berpartisipasi dalam negosiasi tersebut, yang menambah kekecewaan di pihak Kyiv.

    Zelensky menegaskan tidak ada keputusan mengenai masa depan Ukraina yang dapat diambil tanpa melibatkan negara tersebut.

    “Setiap negara memiliki hubungan bilateral dengan negara lain. Anda boleh membahas apa saja, tetapi Anda tidak bisa membuat keputusan mengenai bagaimana mengakhiri perang di Ukraina tanpa Ukraina,” tegas Zelensky, seperti yang dilansir dari Kyiv Independent.

    Belum jelas sejauh mana Ukraina akan terlibat dalam diskusi masa depan antara Amerika Serikat dan Rusia mengenai penyelesaian konflik.

    Zelensky telah menyampaikan keinginannya agar Ukraina menjadi bagian dari pembicaraan apapun yang berhubungan dengan penyelesaian perang.

    Pertemuan Zelensky-MBS Dijadwalkan Ulang

    Selain itu, Zelensky juga mengungkapkan bahwa dia telah berbicara dengan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman dan telah menjadwalkan ulang kunjungannya ke Riyadh pada tanggal 10 Maret mendatang.

    Dalam wawancara dengan jaringan media Jerman ARD pada Senin (17/2/2025), Zelensky memperingatkan tentang potensi kesepakatan damai yang mungkin dibahas secara terburu-buru tanpa partisipasi penuh Ukraina.

    Ia menegaskan bahwa Ukraina tidak akan menerima perjanjian damai yang tidak melibatkan negara tersebut.

    Keith Kellogg ke Ukraina

    Sementara itu, pada Rabu (19/2/2025), Perwakilan Khusus Administrasi Kepresidenan AS untuk Ukraina, Keith Kellogg dijadwalkan tiba di Ukraina.

    Kellogg akan bertemu dengan Zelensky serta Panglima Angkatan Bersenjata Ukraina, Oleksandr Syrsky.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Mengapa Arab Saudi Dipilih sebagai Tempat Pertemuan Dialog Rusia-Ukraina? – Halaman all

    Mengapa Arab Saudi Dipilih sebagai Tempat Pertemuan Dialog Rusia-Ukraina? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pada Rabu (12/2/2025), Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan Washington dan Rusia akan mulai melakukan negosiasi untuk mengakhiri perang di Ukraina.

    Tempat yang diajukan untuk pertemuan pertama adalah Arab Saudi, Al Jazeera melaporkan.

    Riyadh langsung menyatakan dukungannya terhadap rencana ini.

    Keputusan untuk memilih Arab Saudi sebagai lokasi pertemuan ini bukan tanpa alasan.

    Ada beberapa faktor yang menjadikan Arab Saudi pilihan strategis untuk menjadi mediator dalam konflik Ukraina-Rusia.

    Apa saja itu? simak rangkumannya berikut ini.

    Faktor-Faktor Pemilihan Arab Saudi sebagai Tempat Pertemuan

    1. Hubungan Diplomatik yang Baik dengan Semua Pihak

    Arab Saudi memiliki hubungan diplomatik yang sangat baik dengan AS, Rusia, dan Ukraina.

    Negara ini dikenal karena kemampuannya dalam menjembatani ketegangan antara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, berkat sikap netralnya.

    Arab Saudi tidak terlibat langsung dalam perang Ukraina dan tidak mengkritik Rusia atas invasi yang terjadi.

    Hal ini menjadikannya pilihan yang diterima oleh semua pihak yang bertikai.

    Arab Saudi juga dikenal memiliki hubungan yang dekat dengan Donald Trump dan Vladimir Putin, yang menambah alasan mengapa negara ini dapat menjadi mediator yang diterima.

    2. Netralitas dalam Konflik Ukraina

    Sejak dimulainya perang Ukraina, Arab Saudi memutuskan untuk mempertahankan sikap netral.

    Berbeda dengan negara-negara lain yang lebih jelas berpihak pada satu pihak, Arab Saudi tidak memihak kepada Ukraina maupun Rusia.

    Negara ini tidak mengirimkan bantuan militer kepada Ukraina, serta tidak bergabung dalam sanksi internasional yang diterapkan terhadap Rusia.

    Netralitas ini memberikan Arab Saudi posisi unik yang diterima oleh semua pihak yang terlibat dalam konflik ini.

    3. Peran Ekonomi dan Energi

    Salah satu alasan mengapa Donald Trump memilih Arab Saudi adalah karena hubungan negara ini dengan pasar energi global.

    Arab Saudi adalah salah satu negara penghasil minyak terbesar di dunia dan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam pasar energi global.

    Dengan peran vital ini, Arab Saudi berpotensi memainkan peran penting dalam meredakan ketegangan ekonomi yang timbul akibat perang Ukraina.

    Arab Saudi dapat mempengaruhi harga minyak dunia, yang bisa berdampak pada perekonomian Rusia dan mempercepat penyelesaian konflik.

    Jika harga minyak turun, ini bisa memberi tekanan ekonomi pada Rusia, yang menjadi salah satu dampak yang diinginkan oleh AS.

    4. Pengaruh di Timur Tengah dan Diplomasi Global

    Selain itu, Arab Saudi berusaha untuk memperluas pengaruhnya di luar wilayah Timur Tengah.

    Menjadi mediator dalam konflik besar seperti Ukraina-Rusia memberi kesempatan bagi Saudi untuk memperkuat posisi diplomatik mereka di panggung internasional.

    Saudi ingin dikenal sebagai aktor utama dalam diplomasi global, bersaing dengan negara-negara lain seperti Qatar yang sudah lama terlibat dalam peran serupa.

    Dengan menjadi mediator yang sukses dalam konflik besar, Arab Saudi dapat meningkatkan pengaruh politik dan ekonominya di seluruh dunia.

    Peran Arab Saudi dalam Konflik Ukraina dan Rusia

    Arab Saudi menunjukkan keterlibatannya dalam diplomasi terkait konflik Ukraina sejak awal.

    Beberapa langkah diplomatik yang telah diambil Saudi menunjukkan komitmennya untuk mencari solusi damai bagi konflik ini, antara lain:

    Pertukaran Tahanan:

    Arab Saudi terlibat dalam membebaskan sepuluh warga negara asing yang ditahan oleh Rusia dan memfasilitasi pertukaran tahanan antara Rusia dan Ukraina pada tahun 2022.

    Ini merupakan langkah pertama Arab Saudi dalam mendekatkan kedua negara.

    Diplomasi dengan Ukraina dan AS:

    Pada 2023, Arab Saudi menjadi tuan rumah pertemuan antara Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS).

    Pertemuan ini menunjukkan peran Saudi dalam mencoba menjembatani ketegangan dan membantu memperlancar komunikasi antar pihak.

    Pertukaran Tahanan AS-Rusia:

    Pada tahun 2024, Arab Saudi juga memfasilitasi pertukaran tahanan antara Amerika Serikat dan Rusia.

    Dengan memfasilitasi pertukaran tahanan AS-Rusia, citra Saudi sebagai mediator internasional yang dapat dipercaya dalam upaya penyelesaian konflik internasional yang kompleks semakin meningkat.

    Mengapa Arab Saudi Menyelenggarakan Pertemuan Ini?

    Dikutip dari CNBC, menurut banyak pihak, pertemuan ini di Riyadh dianggap sebagai kemenangan diplomatik besar bagi Putra Mahkota Mohammed bin Salman.

    Dalam beberapa tahun terakhir, dia mengubah kebijakan luar negeri Arab Saudi, menjadikan negara ini lebih terbuka untuk berperan aktif dalam menyelesaikan konflik global.

    Putra Mahkota bin Salman sangat fokus pada netralitas dalam konflik internasional dan berharap dapat menarik investasi besar melalui rencananya yang dikenal sebagai Visi 2030.

    Dalam kerangka tersebut, Arab Saudi berharap dapat menonjol sebagai kekuatan diplomatik besar, yang mampu mengatur pertemuan dan menghasilkan solusi yang lebih damai untuk dunia.

    Komentar dari Ali Shihabi, seorang komentator Saudi, menyebutkan bahwa bagi Arab Saudi, acara ini sangat bergengsi.

    Keberhasilan menggelar pertemuan semacam ini dapat meningkatkan soft power Saudi, baik di regional maupun global.

    Peran Rusia dalam Perundingan

    Rusia sendiri berharap pertemuan ini dapat memberikan peluang untuk meringankan sanksi internasional yang membebani negara tersebut.

    Kepala Dana Investasi Langsung Rusia, Kirill Dmitriev memimpin perundingan ekonomi.

    Ia berharap pembicaraan ini akan membuka jalan untuk perusahaan internasional kembali berinvestasi di Rusia setelah sanksi diterapkan. Ini adalah salah satu tujuan utama Rusia dalam perundingan ini.

    Putin Siap Bertemu Zelensky

    Pada pertemuan yang digelar di Riyadh, Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov menyatakan Presiden Putin siap untuk berbicara dengan Presiden Ukraina Zelensky jika diperlukan.

    Peskov menegaskan isu terkait legitimasi dan perjanjian harus dibahas lebih lanjut.

    Belum ada kesepakatan final terkait jadwal atau syarat pembicaraan tersebut.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Ukraina Mangkir dari Dialog Penghentian Perang yang Dihadiri Rusia dan AS di Arab Saudi – Halaman all

    Ukraina Mangkir dari Dialog Penghentian Perang yang Dihadiri Rusia dan AS di Arab Saudi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Harapan agar konflik antara Ukraina dan Rusia berakhir sepertinya masih jauh dari realisasi.

    Hal ini terjadi setelah perwakilan Ukraina menolak untuk menghadiri perundingan damai dengan Rusia yang dijembatani oleh Amerika Serikat (AS) dan Arab Saudi di Riyadh pada Selasa (19/2/2025) waktu setempat.

    Hal ini dibenarkan oleh Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky yang mengatakan bahwa tak ada satu pun perwakilan dari negaranya yang akan hadir di Riyadh.

    Zelensky mengaku juga bakal menunda kunjungan ke Arab Saudi yang direncanakan pada hari Rabu hingga bulan depan.

    Sumber-sumber yang mengetahui masalah ini menyebutkan bahwa keputusan tersebut diambil untuk menghindari pemberian “legitimasi” terhadap pembicaraan antara Amerika Serikat dan Rusia.

    Dikutip dari Reuters, Kiev juga kembali menegaskan bahwa pembicaraan mengenai cara mengakhiri perang tidak boleh dilakukan tanpa melibatkan Ukraina.

    Sementara itu, Rusia memperkeras tuntutannya dalam pertemuan yang berlangsung selama 4,5 jam tersebut.

    Kremlin menegaskan bahwa mereka tidak akan mentolerir keinginan Ukraina untuk bergabung dengan aliansi NATO.

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, mengatakan kepada wartawan di Moskow bahwa langkah NATO yang tidak menerima Ukraina sebagai anggota “tidak cukup”. 

    Ia menekankan bahwa aliansi itu harus melakukan tindakan lebih jauh dengan mencabut janji yang diberikan pada KTT di Bucharest pada tahun 2008.

    Pada saat itu, NATO menjanjikan Ukraina bahwa mereka akan bergabung dengan organisasi tersebut pada masa mendatang, meskipun tanggalnya tidak ditentukan.

    “Jika tidak, masalah ini akan terus meracuni atmosfer di benua Eropa,” sambung Maria.

    Zelenskiy secara konsisten menuntut keanggotaan NATO sebagai satu-satunya cara untuk menjamin kedaulatan dan kemerdekaan Kiev dari tetangganya yang bersenjata nuklir.

    Sebelumnya pada tahun 1994, Ukraina telah menyerahkan senjata nuklir era Soviet sebagai imbalan atas jaminan kemerdekaan dan kedaulatan dalam batas-batas wilayahnya yang ada dari Rusia, Amerika Serikat, dan Inggris.

    Sementara itu, AS terus menyatakan komitmennya untuk segera mengakhiri perang yang sudah berlarut-larut di Ukraina dan Rusia.

    Penasihat Keamanan Nasional AS, Mike Waltz, mengatakan kepada wartawan di Riyadh bahwa perang harus segera berakhir secara permanen, dan hal ini akan melibatkan negosiasi terkait wilayah yang terdampak.

    “Realitas praktisnya adalah akan ada beberapa pembahasan mengenai wilayah dan juga jaminan keamanan,” ujarnya.

    AS Pastikan Bahwa Uni Eropa Bakal Terus Dilibatkan

    Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Marco Rubio, pada hari Minggu (16/2/2025) menegaskan bahwa Uni Eropa akan turut serta dalam setiap “perundingan nyata” untuk mengakhiri konflik antara Rusia dan Ukraina.

    Pernyataan ini disampaikan oleh Rubio sebagai tanggapan atas berbagai tudingan yang muncul sebelum AS bertemu dengan Rusia di Riyadh, Arab Saudi. 

    Rubio membantah klaim yang menyebutkan bahwa Uni Eropa tidak akan dilibatkan dalam negosiasi damai di Ukraina, meskipun ada rencana pertemuan antara Rusia dan Amerika Serikat di Arab Saudi dalam beberapa hari ke depan.

    Dalam wawancaranya dengan CBS, Rubio menjelaskan bahwa proses perundingan serius belum dimulai ketika kedua negara bertemu di Saudi pekan ini. Diplomat senior AS itu menambahkan bahwa Uni Eropa baru akan dilibatkan jika pembicaraan terkait negosiasi damai mulai berkembang lebih lanjut.

    Rubio memastikan bahwa Ukraina dan negara-negara Eropa lainnya akan menjadi bagian dari setiap perundingan yang bermakna. “Pada akhirnya, kita harus menunggu hingga mencapai titik di mana pertemuan ini (dengan Rusia) menghasilkan sebuah perundingan nyata, dan kita belum sampai di sana,” ungkap Rubio dalam acara “Meet the Press” di CBS.

    “Akan tetapi, jika kesepakatan itu terjadi, Ukraina harus dilibatkan karena mereka negara yang diserang, dan Eropa harus dilibatkan karena mereka juga memberlakukan sanksi terhadap Putin dan Rusia,” lanjut Rubio.

    “Tapi terus terang, kita belum sampai di tahapan sana,” pungkas mantan senator Florida tersebut.

    Kekhawatiran Uni Eropa

    EMMANUEL MACRON – Tangkapan layar YouTube Al Jazeera English pada Jumat (14/2/2025) yang menampilkan Presiden Prancis Emmanuel Macron. Emmanuel Macron menghelat KTT darurat Uni Eropa pada hari Senin (17/2/2025) terkait perang di Ukraina. (Tangkap layar YouTube Al Jazeera English)

    Prasangka buruk terhadap pertemuan antara AS dan Rusia ini secara terang-terangan disampaikan oleh sejumlah pemimpin di negara-negara Uni Eropa.

    Hal ini terlihat dari upaya Presiden Prancis, Emmanuel Macron yang menghelat KTT darurat Uni Eropa pada hari Senin (17/2/2025) terkait perang di Ukraina.

    KTT darurat tersebut, digelar karena banyak pejabat di Uni Eropa yang mengaku terkejut dan “terguncang” oleh langkah-langkah administrasi Trump terkait Ukraina, Rusia, dan pertahanan Eropa dalam beberapa hari terakhir.

    Kekhawatiran utama mereka adalah bahwa mereka tidak lagi dapat mengandalkan perlindungan militer AS.

    Selain itu, sejumlah petinggi Uni Eropa menilai Trump akan berusaha menandatangani kesepakatan damai dengan Putin secara sepihak tanpa mengikutsertakan masukan dari Uni Eropa di dalamnya.

    Upaya tersebut, diyakini Uni Eropa dilakukan Trump dan Putin untuk melemahkan Kyiv dan keamanan kontinental Eropa secara keseluruhan.

    Adapun pembicaraan yang direncanakan di Arab Saudi pada minggu ini, juga bertepatan dengan upaya AS untuk mencapai kesepakatan dengan Kyiv guna menguasai kekayaan sumber daya alam Ukraina.

    Dalam wawancara dengan NBC yang disiarkan pada hari Minggu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mempertanyakan apakah mineral di wilayah yang dikuasai Rusia akan diberikan kepada Putin.

    Trump, yang melakukan panggilan dengan Putin pada hari Rabu (12/2/2025) menyatakan bahwa pemimpin Rusia itu menginginkan perdamaian.

    Ia juga mengatakan pada hari Minggu bahwa Putin tidak akan berusaha menguasai seluruh wilayah Ukraina.

    “Itu akan menjadi masalah besar bagi saya, karena Anda tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Saya pikir dia ingin mengakhirinya,” kata Trump kepada wartawan di West Palm Beach, Florida.

    Trump menambahkan bahwa Zelenskyy akan dilibatkan dalam pembicaraan untuk mengakhiri konflik tersebut.

    (Tribunnews.com/Bobby)

    Artikel Lain Terkait Donald Trump dan Konflik Rusia vs Ukraina

  • Hamas akan Serahkan 4 Jenazah pada Kamis dan 6 Sandera Israel pada Sabtu Pekan Ini – Halaman all

    Hamas akan Serahkan 4 Jenazah pada Kamis dan 6 Sandera Israel pada Sabtu Pekan Ini – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Ketua delegasi negosiasi Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) dan anggota biro politik Hamas, Khalil Al-Hayya, mengatakan Hamas akan menyerahkan empat mayat sandera pada Kamis pekan ini.

    Selain itu, Hamas juga akan membebaskan enam sandera Israel yang masih hidup pada Sabtu pekan ini.

    Ia mengatakan langkah ini diambil oleh Hamas sebagai tanggapan atas upaya mediator Qatar dan Mesir yang telah menekan Israel untuk mematuhi perjanjian gencatan senjata yang dimulai pada 19 Januari lalu.

    “Penyerahan empat jenazah tahanan pendudukan (Israel) akan dilakukan pada hari Kamis, 20 Februari 2025, termasuk jenazah keluarga Bibas, dan enam tahanan pendudukan pada hari Sabtu, 22 Februari 2025, dan pendudukan akan membebaskan rakyat kami sesuai dengan apa yang telah disepakati,” kata Khalil Al-Hayya dalam pidatonya, Selasa (18/2/2025).

    “Jenazah lainnya yang disepakati juga akan diserahkan selama minggu keenam perjanjian,” lanjutnya.

    Adapun enam sandera Israel yang masih hidup dan akan dibebaskan pada hari Sabtu (22/2/2025), termasuk Hisham al-Sayed dan Avera Mengistu.

    Pejabat Hamas itu menegaskan komitmen Hamas untuk mematuhi perjanjian gencatan senjata yang telah disepakati meski Israel melanggarnya.

    “Langkah-langkah ini mencerminkan keseriusan gerakan dalam melaksanakan perjanjian, meskipun pendudukan bersikap keras kepala dan berupaya menghindari pelaksanaan kewajibannya, terutama yang berkaitan dengan urusan kemanusiaan,” katanya.

    Ia mengatakan Israel berupaya menunda pembahasan tahap kedua gencatan senjata.

    Khalil Al-Hayya menegaskan perlawanan Palestina siap terlibat dalam negosiasi untuk melakukan gencatan senjata total dan mencapai ketenangan yang berkelanjutan, penarikan penuh pasukan pendudukan dari Jalur Gaza dan menyelesaikan kesepakatan pertukaran tahanan yang mencakup semua tahanan, menurut kesepakatan yang komprehensif.
     
    Ia juga menekankan perlunya jaminan internasional yang mengikat untuk melaksanakan ketentuan ini, sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan 2735.

    Di akhir pidatonya, Khalil Al-Hayya menekankan pentingnya komitmen pendudukan Israel untuk melaksanakan semua ketentuan perjanjian, tanpa penundaan atau pengecualian.

    Selain itu Hamas menuntut masuknya peralatan berat untuk mengambil jenazah warga Palestina dan jenazah para tahanan pendudukan Israel yang terbunuh akibat pemboman Israel dan masih tertimbun di bawah reruntuhan.

    “Perlawanan Palestina akan terus bekerja sama dengan para mediator untuk memastikan pelaksanaan perjanjian dan melindungi hak-hak rakyat Palestina mengingat agresi dan penindasan yang terus berlanjut,” katanya, seperti diberitakan Al Jazeera.

    Sebelumnya, Israel dan Hamas telah melakukan enam gelombang pertukaran tahanan sejak dimulainya gencatan senjata di Jalur Gaza:

    Tanggal 19 Januari 2025: Tiga sandera Israel dibebaskan dengan imbalan 90 tahanan Palestina.
    Tanggal 25 Januari 2025: Empat tentara wanita Israel ditukar dengan 200 tahanan Palestina.
    Tanggal 30 Januari 2025: Tiga sandera Israel dan lima warga Thailand dibebaskan dengan imbalan 110 tahanan Palestina.
    Tanggal 1 Februari 2025: Tiga sandera Israel dibebaskan dengan imbalan 183 tahanan Palestina.
    Tanggal 8 Februari 2025: Tiga sandera Israel dibebaskan dengan imbalan 183 tahanan Palestina.
    Tanggal 15 Februari 2025: Tiga sandera Israel dibebaskan dengan imbalan 369 tahanan Palestina.

    Menurut perjanjian gencatan senjata, Hamas akan membebaskan 33 sandera Israel pada tahap pertama, dengan imbalan pembebasan ratusan warga Palestina.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel

  • Hamas Janji Bebaskan Seluruh Sandera Israel, Syaratnya Gencatan Senjata Permanen – Halaman all

    Sakit Hati, Warga Gaza Anggap Hamas Abaikan Pengorbanan Karena Beri Hadiah Emas ke Sandera Israel – Halaman all

    Sakit Hati, Warga Gaza Anggap Hamas Khianati Pengorbanan Karena Hadiahi Emas ke Sandera Israel

    TRIBUNNEWS.COM – Gerakan Hamas diketahui kerap memberikan hadiah kepada para sandera Israel yang dibebaskan dalam pertukaran sandera dan tahanan dengan Israel dalam kerangka gencatan senjata.

    Hadiah-hadiah yang diberikan Hamas ke sandera Israel termasuk medali, peta Gaza, dan aksesori yang menampilkan bendera Palestina. 

    “Namun, salah satu hadiah mengundang pertanyaan tentang motivasi di balik pemberian hadiah tersebut, yang membuat banyak warga Palestina marah,” tulis laporan National, dikutip Selasa (18/2/2025).

    Menurut media Arab dan Palestina, Brigade Al Qassam, sayap militer Hamas, memberikan sepasang anting-anting emas kepada putri Sagui Dekel-Chen, seorang sandera Israel-Amerika yang dibebaskan pada Sabtu (15/2/2025) kemarin dalam pertukaran terbaru dengan tahanan Palestina.

    Dekel-Chen ditangkap pada tanggal 7 Oktober 2023 , dan putrinya lahir empat bulan setelah penahanannya dimulai.

    PEMBEBASAN SANDERA ISRAEL – Tangkapan layar Telegram Quds News Network pada Sabtu (15/2/2025) menunjukkan pejuang Hamas membebaskan tiga sandera Israel. Setelah Hamas membebaskan tiga sandera, kini gantian Israel membebaskan 369 tahanan Palestina. (Tangkapan Layar Telegram Quds News Network)

    Sakit Hati

    Tindakan ini memicu reaksi beragam di kalangan warga Gaza.

    Alaa Matar, 36 tahun, yang putrinya yang berusia enam tahun, Sara, dan istrinya yang berusia 35 tahun tewas dalam serangan udara Israel di rumah mereka di Al Tuffah, sebelah timur kota Gaza, menceritakan kesedihannya.

    “Sejak saya melihat anting-anting yang diberikan kepada tahanan untuk putrinya, saya tidak merasakan apa pun kecuali rasa sakit dan patah hati,” kata Matar kepada The National.

    Matar menilai, tindakan Hamas memberikan hadiah emas tersebut seolah mengkhianati pengorbanan hidup yang sudah diterima warga Gaza dari agresi brutal pendudukan Israel. 

    “Mengapa semua ini terjadi? Apa gunanya semua kekacauan ini? Untuk alasan apa hidup kami hancur? Dan berapa biayanya?” 

    JAM PASIR – Hamas memberi hadiah ke Einav Zinchauker, salah satu aktivis paling terkemuka bagi keluarga para sandera dan ibu dari Matan, yang ditahan di Gaza dalam prosesi pembebasan sandera Israel, di Khan Yunis, Gaza Selatan, Sabtu (15/2/2025). Pada putaran keenam itu, milisi perlawanan Palestina membebaskan 3 sandera Israel. (khaberni/tangkap layar)

        
    Salah satu hadiah lain yang diberikan Hamas adalah jam pasir yang diberikan kepada Einav Zangauker, seorang aktivis untuk keluarga sandera dan ibu dari Matan Zangauker, sandera Israel lainnya.

    Namun, anting-anting emas tersebut menimbulkan reaksi paling keras.

    Banyak warga Gaza, terutama mereka yang kerabatnya tewas dalam perang, mengungkapkan rasa frustrasi.

    “Mengapa dia mendapatkan hadiah untuk diberikan kepada putrinya sementara saya sangat ingin memeluk putri saya – (tetapi putrinya malah terbunuh)?” kata Matar.

    “Mengapa ibunya masih terkubur di bawah reruntuhan, dan tidak ada yang peduli untuk menyelamatkannya sehingga kita setidaknya bisa membangun kuburan untuknya?”

    “Sekalipun ada pesan di balik ini, mengapa mereka tidak mempertimbangkan perasaan kita? Apa yang mungkin bisa membenarkan semua rasa sakit ini?” sambung Matar.

    Kesedihan Rakyat Palestina

    Hamas membebaskan tiga sandera Israel dalam pertukaran keenam yang menjadi dasar gencatan senjata yang hampir runtuh pada akhir pekan.

    Sebagai gantinya, Israel telah membebaskan 369 tahanan Palestina.

    Hanan Jamal, 38, penduduk kota Gaza, menyampaikan pendapat serupa dengan Matar.

    “Hadiah emas itu, terus saya pikirkan – apa tujuan di baliknya? Dan berapa banyak ibu yang berduka di luar sana, yang berduka karena kehilangan anak-anak mereka?” ungkapnya kepada The National.

    Dia bercerita tentang temannya Wafaa, yang berjuang selama bertahun-tahun untuk memiliki dua anak, tetapi kehilangan mereka dalam perang.

    “Apakah ada yang merasakan sakit di hatinya?” tanyanya.

    Teman Ibu Jamal lainnya, Ibtisam, kehilangan ketiga anaknya yang lahir setelah bertahun-tahun menjalani perawatan kesuburan.

    Tubuh Ibtisam rusak setelah dia terjebak di bawah reruntuhan serangan Israel selama berhari-hari.

    “Dia mencoba untuk hamil lagi, tetapi harapannya hampir tidak ada,” kata Ibu Jamal.

    “Ada ribuan ibu yang tidak akan pernah bisa memiliki anak lagi setelah kehilangan mereka dalam perang yang gegabah ini.”

    “Namun, yang benar-benar penting bagi dunia adalah opini internasional. Kesedihan ratusan ribu keluarga Palestina? Itu tampaknya tidak penting sama sekali.”

    Lebih dari 48.000 warga Palestina tewas dalam perang 15 bulan dan sekitar 111.670 terluka, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak.

    PEMBEBASAN SANDERA – Tangkapan Layar YouTube Al Jazeera English pada Minggu (16/2/2025). Foto ini menunjukkan 3 Sandera Israel yaitu Yair Horn, Sagui Dekel-Chen, dan Alexander Trufanov telah diserahkan kepada ICRC setelah dibebaskan oleh sayap militer kelompok Palestina sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata dengan Israel pada Sabtu (15/2/2025). (Tangkapan Layar YouTube Al Jazeera English)

    Makna Simbolis

    Meski banyak yang sakit hati, sejumlah warga Gaza menilai ada tujuan dari Hamas memberi hadiah ke sandera Israel. 

    Alaa Baroud, 34, dari kamp pengungsi Al Shati di Gaza, mengatakan kalau hadiah tersebut kemungkinan memiliki tujuan strategis.

    “Kami melihat bahwa Al Qassam mengirimkan hadiah kepada para tahanan Israel. Hadiah-hadiah ini mungkin memiliki makna simbolis – salah satunya adalah bahwa, sebagai Muslim, kami memperlakukan tahanan musuh sesuai dengan ajaran Islam. Pendekatan ini juga dapat bermanfaat bagi kondisi psikologis para tahanan.”

    Baroud juga menyoroti implikasi diplomatik dan politik yang mungkin terjadi.

    “Ini mengirimkan pesan kepada masyarakat Israel bahwa, terlepas dari semua hal, pembunuhan, penghancuran, perlawanan Palestina masih memperlakukan tawanan dengan cara tertentu.”

    Mengenai perdebatan seputar anting-anting emas, Baroud berkata:

    “Itu menunjukkan bahwa perlawanan mengetahui (memantau) semua perkembangan terkini. Mereka menyadari apa yang terjadi pada keluarga para tahanan.”

     

    (oln/ntnl/*)

  • Hamas Akan Serahkan 4 Jenazah Sandera Kamis dan Bebaskan 6 Sandera Hidup Israel Pada Sabtu – Halaman all

    Hamas Akan Serahkan 4 Jenazah Sandera Kamis dan Bebaskan 6 Sandera Hidup Israel Pada Sabtu – Halaman all

    Hamas Serahkan 4 Jasad Sandera Kamis dan 6 Sandera Hidup Israel Pada Sabtu

    TRIBUNNEWS.COM – Sumber-sumber informasi dari Israel dan Palestina, Selasa (18/2/2025) mengatakan upaya sedang dilakukan untuk terjadinya lebih banyak pembebasan tawanan Israel yang ditahan di Gaza minggu ini daripada yang tercantum dalam perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hamas.

    “Perdana Menteri Israel Benjamin “Netanyahu tengah melakukan upaya luar biasa” untuk membebaskan enam tawanan hidup dan empat jenazah lainnya minggu ini, sumber resmi Israel mengatakan kepada Agence France-Presse (AFP).

    Narasumber Palestina yang mengetahui negosiasi tersebut mengatakan para mediator tengah melakukan “upaya” untuk memastikan “jenazah sejumlah tawanan Israel (akan diserahkan) sebelum hari Jumat”.

    Upaya juga dilakukan agar Hamas menambah jumlah sandera hidup Israel  yang akan dibebaskan pada Sabtu (22/2/2025).

    Adapun Hamas mengonfirmasi kalau akan membebaskan tawanan Israel yang masih hidup – enam orang –  dalam putaran berikutnya pembebasan sandera pada tahap (fase) pertama gencatan senjata Gaza pada hari Sabtu.

    “Hamas juga akan menyerahkan jenazah empat sandera Israel pada hari Kamis (20/2/20205) mendatang – menurut pejabat senior Hamas Khalil Al-Hayya.

    Di antara keempat jenazah yang akan diserahkan, Hamas akan menyertakan keluarga Bibas.

    Al-Hayya mengatakan Hamas telah menunjukkan “komitmen serius terhadap perjanjian (gencatan senjata)” dan bahwa pemerintah Netanyahu hanya menunjukkan penundaan dan penghindaran.

    Seperti diketahui, sebelumnya kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas terus berlanjut pada Sabtu (15/2/2025) dengan dibebaskannya tiga sandera Israel, Dekel Chen, Sasha Trupanov, dan Yair Horn.

    Ini menandai kelompok keenam yang dibebaskan dalam tahap pertama gencatan senjata yang dimulai sejak 19 Januari 2025.

    PEMBEBASAN SANDERA ISRAEL – Tangkapan layar Telegram Quds News Network pada Sabtu (15/2/2025) menunjukkan pejuang Hamas membebaskan tiga sandera Israel. Setelah Hamas membebaskan tiga sandera, kini gantian Israel membebaskan 369 tahanan Palestina. (Telegram Quds News Network)

    Gencatan Senjata Hampir Gagal

    Pada awal minggu ini, juru bicara sayap bersenjata Hamas, Abu Obeida, sempat mengumumkan rencana penundaan pembebasan tiga sandera Israel yang dijadwalkan pada Sabtu.

    Hamas menuduh Israel melanggar kesepakatan yang ada.

    Menurut mereka, Israel telah menunda pemulangan warga Palestina ke Gaza Utara, melancarkan serangan di seluruh wilayah, serta menghalangi bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza.

    Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan sedikitnya 92 warga Palestina tewas dan lebih dari 800 terluka akibat serangan Israel sejak gencatan senjata dimulai.

    Namun, penundaan itu dibatalkan setelah Israel mengancam akan melakukan serangan baru di Gaza.

    Para mediator berjanji untuk menghilangkan hambatan demi memastikan Israel mengizinkan lebih banyak bantuan kemanusiaan masuk.

    Apa yang Tersisa dalam Fase Pertama Gencatan Senjata?

    Fase pertama gencatan senjata yang berlangsung selama enam minggu, kini menyisakan dua minggu lagi.

    Dalam fase ini, terdapat rencana penarikan bertahap pasukan Israel dari Gaza dan pemulangan warga Palestina yang mengungsi.

    Hamas berkomitmen untuk membebaskan total 33 sandera Israel, yang terdiri dari wanita, anak-anak, dan pria berusia di atas 50 tahun.

    Hingga saat ini, 24 sandera telah dibebaskan, yang mencakup 19 warga Israel dan 5 warga Thailand.

    Selain itu, pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza direncanakan meningkat menjadi 600 truk per hari, melebihi jumlah minimum 500 truk yang dibutuhkan untuk mengatasi krisis kemanusiaan di wilayah tersebut.

    Apa yang Terjadi di Fase Kedua Gencatan Senjata?

    Sementara itu, negosiasi untuk fase kedua gencatan senjata mengalami sejumlah hambatan.

    Tim Israel kembali dari perundingan di Doha setelah hanya dua hari berada di sana.

    Fase kedua ini diharapkan mencakup pembebasan semua sandera yang tersisa, termasuk tentara pria Israel, serta potensi gencatan senjata permanen dan penarikan penuh pasukan Israel.

    Mantan Presiden AS Joe Biden mencatat bahwa fase ini akan mencakup pembebasan semua sandera yang masih hidup, diiringi dengan penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza.

    Namun, Hamas menegaskan bahwa mereka tidak akan membebaskan sandera yang tersisa tanpa adanya jaminan gencatan senjata yang langgeng dan penarikan penuh Israel.

    Bagaimana dengan Tahap Ketiga?

    Tahap ketiga yang diperkirakan akan menjadi tahap akhir gencatan senjata akan melibatkan rekonstruksi Gaza dan pengembalian jenazah para sandera yang belum kembali.

    Kesepakatan ini mencakup penyediaan 600 truk berisi bantuan kemanusiaan setiap hari selama periode gencatan senjata, termasuk 50 truk bahan bakar dan 300 truk untuk wilayah utara Gaza.

    Meskipun demikian, terdapat perselisihan mengenai jumlah bantuan yang diperbolehkan masuk dan distribusi yang efektif kepada warga yang membutuhkan.

    Selain itu, penjarahan oleh geng-geng kriminal di Gaza semakin menjadi masalah yang harus dihadapi.

    Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya di Gaza?

    Masa depan Gaza masih sangat tidak jelas, terutama mengenai siapa yang akan mengelola wilayah tersebut jika gencatan senjata berhasil dicapai.

    Israel menegaskan bahwa mereka tidak akan mengakhiri perang dan membiarkan Hamas tetap berkuasa.

    Mereka juga menolak opsi pemerintahan Gaza oleh Otoritas Palestina, badan yang didukung oleh Barat.

    Masyarakat internasional berpendapat bahwa Gaza harus dikelola oleh rakyat Palestina, namun hingga saat ini belum ada upaya yang efektif untuk menemukan alternatif dari faksifaksi utama dalam masyarakat sipil atau kepemimpinan lokal.

    Dalam langkah yang cukup kontroversial, mantan Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencana untuk membangun kembali Gaza dan mengubahnya menjadi resor pantai internasional.

    Namun, rencana ini mendapatkan penolakan dari negara-negara tetangga yang khawatir bahwa hal ini akan memicu ketidakstabilan regional.

     

    (oln/rntv/*)